Anda di halaman 1dari 17

AFEKSI DALAM BELAJAR

Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan

Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dosen Pengampu : Diah Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi.

Disusun oleh : 1. Abiyan Rafi Rahmanda (2113041076)

2. Afra Yasmin Syadza (2113041016)

3. Diah Anili Hanis (2113041040)

4. Dwi Rahma Safitri (2113041036)

5. Fida Ainu Zulfa (2113041078)

6. Kirana Amanda Prasasi (2153041008)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Afeksi dalam Belajar” ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Diah Utaminingsih, S.Psi,


M.A, Psi. selaku Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, mata
kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangunakan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 16 Mei 2022

Penulis

ii
Daftar Isi

Halaman Sampul ........................................................................................ i

Kata Pengantar ........................................................................................... ii

Daftar Isi ..................................................................................................... iii

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

Pembahasan

2.1 Pengertian Afeksi dalam Belajar ........................................................ 3


2.2 Ciri-Ciri Afeksi dalam Belajar ........................................................... 4
2.3 Unsur-Unsur Afeksi dalam Belajar .................................................... 5
2.4 Jenjang Kemampuan Ranah Afektif .................................................. 7
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Strategi Afeksi ....................................... 10
2.6 Contoh Afeksi dalam Belajar ............................................................. 11

Penutup

3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 13


3.2 Saran ................................................................................................. 13

Daftar Pustaka ............................................................................................ 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam meningkatkan kualitas dan kemajuan pendidikan, proses belajar
mengajar menjadi hal yang paling penting. Oleh karena itu diperlukan
pengadaan pembaharuan yang diawali dari proses pembelajaran dan di
dalamnya terdapat beberapa komponen yang dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, keadaan kelas,
keadaan lingkungan sekolah, dan pembelajaran yang afektif.
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan peserta didik untuk
memperoleh pemahaman baru yang berbeda dan belum diketahui
sebelumnya. Proses belajar secara keseluruhan meliputi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Namun, dalam prakteknya pencapaian perubahan
pada aspek kognitif dan psikomotrik lebih ditekankan saat proses
pembelajaran di sekolah. Pengembangan kemampuan afektif kurang
mendapatkan perhatian dan hanya dijadikan sebagai aspek penggiring dalam
sistem pembelajaran.
Menurut Djemari Mardapi (2004) ranah afektif menentukan keberhasilan
seseorang. Orang yang memiliki kemampuan afektif kurang baik, akan sulit
mencapai keberhasilan belajar yang maksimal. Hasil belajar akan menjadi
lebih maksimal ketika peserta didik memilki kemampuan afektif yang tinggi.
Oleh karena itu, pendidikan harus diselenggarakan dengan memberikan
perhatian yang lebih baik menyangkut ranah afektif ini. Pengembangan ranah
afektif di sekolah juga akan membawa pengaruh yang positif dalam
kehidupan siswa baik di rumah maupun di kehidupan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan afeksi dalam belajar?
2. Bagaimana ciri-ciri afeksi dalam belajar?
3. Apa saja unsur yang termasuk dalam afeksi dalam belajar?

1
4. Bagaimana pengelompokkan jenjang pada ranah afektif?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan afeksi dalam belajar?
6. Bagaimana contoh afeksi dalam belajar?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan afeksi dalam belajar.
2. Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri afeksi dalam belajar.
3. Untuk mengetahui apa saja unsur yang termasuk dalam afeksi dalam
belajar.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengelompokkan jenjang pada ranah
afektif.
5. Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan afeksi dalam
belajar.
6. Untuk mengetahui bagaimana contoh afeksi dalam belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Afeksi dalam Belajar


Afeksi atau afektif merupakan salah satu domain dari proses
pembelajaran. Seperti kita ketahui bahwa domain dalam pembelajaran adalah
kognitif, psikomotor dan afeksi. Berbeda dari domain kognitif dan
psikomotor, afeksi akan melihat dari sisi metal spiritual seorang anak. Hal ini
lebih menekankan pembentukan kepribadian pada anak.
Pendidikan afeksi merupakan pengembangan karakter individu, sosial,
perasaan, emosional, moral dan etika. Pendidikan afeksi bukanlah pendidikan
ekslusif yang hanya dapat diperoleh melalui sekolah atau jenjang pendidikan
formal. Pendidikan afeksi justru harus diberikan kepada anak sedini mungkin,
sejak kecil. Karena pendidikan afeksi akan membentuk karakter seseorang.
Kita dapat melihat betapa pentingnnya pendidikan afeksi dalam mencapai
keberhasilan seorang anak. Anak tidak hanya cerdas dan terampil dalam
menguasai ilmu pengetahuan, tapi anak juga dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sosialnya. Anak dapat menguasai dirinya dalam kehidupan
bermasyarakat dengan baik. Kemampuan afeksi yang baik akan mendukung
kesuksesan anak dalam kehidupan.
a. Pengertian afektif
Pendidikan afektif sangat terkait dengan pengalaman peserta didik di
sekolah dan umumnya mendeskripsikan program pengembangan sosial
dan personal seseorang. Pendidikan untuk afektif terdiri dari Pendidikan
pengembangan sosial dan personal, perasaan, emosi, moral, etika, itu
dipisahkan dalam kurikulum (Ackerson, 1992; Beane, 1990).
Pendidikan afektif ini berhubungan dengan kemanusian dan oleh
sebab itu pendidikan harus mengenai kesenangan terhadap, itu tidak bisa
terpisah dari aspek kurikulum lainnya (Beane, 1990). Pengembangan
afektif adalah suatu proses pertumbuhan pribadi atau perubahan internal
untuk memberikan perhatian yang sebesar-besarnya kepada individu dan

3
masyarakat. Reigeluth & Martin (1999) menyimpulkan bahwa domain
afektif terdiri dari komponen perkembangan afektif yang berfokus pada
perubahan dan proses internal, atau kategori sikap dalam proses dan
pendidikan afektif.

b. Mengapa kita perlu mempertimbangkan afektif?


Beane (1990) menyarankan bahwa munculnya teori yang perlu
digarisbawahi adalah kapan munculnya masalah sosial dalam skala besar,
dan solusi terbaik untuk menghadapi generasi saat ini dari orang-orang
muda untuk menghadapi masalah mereka adalah ingin menciptakan
masyarakat yang lebih beradab dan bermoral.
Tujuan afeksi apakah akan dilakukan secara implisit atau eksplisit,
sentralisasi atau desentralisasi, direncanakan atau tidak direncanakan,
siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang akan mengambil suatu
keputusan.

2.2 Ciri-Ciri Afeksi dalam Belajar


Ciri-ciri afektif yaitu:
a. Rasa ingin tahu,
b. Bersifat imajinatif,
c. Merasa tertantang oleh kemajemukan,
d. Sifat berani mengambil resiko dan sifat menghargai.
Pembelajaran afektif dapat mengukur minat dan sikap yang dapat
membentuk karakteristik serta tanggung jawab, kerjasama, disiplin,
komitmen, percaya diri, jujur menghargai pendapat orang lain, serta minat
dan sikap yang dapat membentuk kemampuan mengendalikan diri.
Bentuk penilaian dalam ranah afektif tersebut dapat menggunakan
instrumen non tes. Afektif (sikap) merupakan kecenderungan seseorang untuk
menerima atau menolak kesadaran yang dianggap baik atau tidak baik, yang
memiliki kecenderungan sikap positif maupun sikap negatif.

4
Menurut Winkel (2004), mengungkapkan bahwa sikap merupakan suatu
kemampuan internal yang berperan penting dalam mengambil tindakan, yang
memungkinkan untuk bertindak atau menemukan berbagai alternatif.

2.3 Unsur-Unsur Afeksi dalam Belajar


Objek domain afektif menurut Krathwohl (1973 : 24) unsur-unsurnya
terdiri dari minat (interest), sikap (attitude), nilai (value), apresiasi
(apresiation), dan penyesuaian (adjustmen).
Menurut Hoopkins dan Antes (1990) unsur-unsur domain afektif meliputi
emotion, interest, attitude, value, character development dan motivation.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diidentifikasikan bahwa unsur-unsur domain
afektif paling tidak meliputi perhatian/ minat, sikap, nilai, apresiasi,
kepercayaan, perasaan, emosi perilaku, keinginan, dan penyesuaian.
a. Sikap
Sikap adalah suatu kecendrungan untuk bertindak menyukai atau
tidak menyukai terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara
mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui
penguatan serta menerima informasi verbal. Penilaian sikap adalah
penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Mueller dalam Sudaryono (2012) menyampaikan 5 defenisi dari lima
ahli, yaitu sebagai berikut.
1. Sikap adalah afeksi untuk melawan, penilaian tentang suka atau
tidak suka, tanggapan positif atau negatif terhadap suatu objek
(Thurstone).
2. Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak ke arah atau melawan
suatu faktor lingkungan (Emory Bogardus).
3. Sikap adalah kesiapan mental atau saraf (Goldon Allport). sikap
adalah konesistensi dalam tanggapan terhadap objek – objek sosial
(Donald Cambell).
4. Sikap merupakan tanggapan tersembunyi yang ditimbulkan oleh
suatu nilai (Ralp Linton).

5
5. Sikap dalam kamus bahasa Indonesia diartikan dengan pandangan
seseorang terhadap suatu objek tertentu, pembawaan dan tingkah
laku. Sikap dalam bahasa Inggrisnya disebut attitude adalah suatu
cara bereaksi terhadap suatu perangsang, suatu kecenderungan untuk
bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi
yang dihadapi.

b. Minat
Kartono (1982) menyatakan bahwa minat merupakan salah satu
faktor yang ada pada individu yang menunjukkan perhatian merupakan
dorongan yang lebih kuat untuk keterlibatan yang lebih efektif dalam
suatu objek tertentu. Selain itu, Walgito (1981:38) menyatakan bahwa
minat disertai dengan keinginan seseorang untuk memperhatikan suatu
mata pelajaran tertentu, untuk mengetahui, mempelajarinya, dan untuk
dapat membuktikannya lebih lanjut.
Winkel (1999) menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan
mental yang permanen bagi seseorang untuk menikmati atau tertarik pada
suatu hal tertentu. Selain itu, Hurlok (1996) menyatakan bahwa minat
merupakan sumber motivasi untuk mendorong seseorang melakukan apa
yang ingin dilakukannya, dan mereka bebas memilih. Ketika mereka
melihat sesuatu yang bermanfaat, mereka merasa tertarik untuk
melakukannya, dan itu akan membawa kepuasan tersendiri bagi mereka.
Minat siswa juga berpengaruh signifikan terhadap metode pembelajaran.
Jika mereka tertarik pada topik tertentu, mereka cenderung lebih tertarik
untuk belajar, yang juga meningkatkan aktivitas belajar.

c. Konsep diri
Konsep diri merupakan penilaian seseorang terhadap kemampuan
dan kelemahannya. Tujuan konsep diri, arah, dan kekuatan pada dasarnya
sama dengan area emosional lainnya. Konsep diri ini penting dalam
menentukan jalur karir seorang siswa. Hal ini dikarenakan siswa dapat
memilih pilihan karir yang tepat dengan mengetahui kelebihan dan

6
kekurangannya. Evaluasi konsep diri dapat dilakukan melalui evaluasi
diri. Dengan kata lain, untuk menandai.

d. Nilai
Nilai adalah tujuan, aktivitas, atau gagasan yang diungkapkan
seseorang untuk memandu minat, sikap, dan kepuasan mereka (Tyler,
1973: 7). Tujuan merupakan ide, seperti sikap dan tindakan. Arah nilai
bisa positif atau negatif. Menurut Rokeach (1968), nilai adalah suatu
tindakan, atau kepercayaan terhadap apa yang dianggap baik dan jahat.
Sikap mengacu pada organisasi keyakinan di sekitar objek atau situasi
tertentu, lebih lanjut menjelaskan bahwa nilai terkait dengan keyakinan.

e. Moral
Moralitas berkaitan dengan perasaan yang salah atau benar tentang
kesejahteraan orang lain, atau perasaan tentang tindakan seseorang.
Moralitas mengacu pada prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Aspek
emosional kunci dalam mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan
biologi meliputi ketelitian, kesabaran, dan kemampuan memecahkan
masalah secara logis dan sistematis (Perintah No. 1 Sekjen Mandik
Dasmen).12/C/KEP/TU/2008 Tata Cara untuk pembuatan formulir dan
laporan hasil belajar) siswa SD dan SMP).

2.4 Jenjang Kemampuan Ranah Afektif


Ranah afektif dikelompokkan ke dalam lima jenjang, yaitu: receiving,
responding, valuing, organization dan characterization by a value or value
complex.
a. Receiving atau Attending (Menerima atau Memperhatikan)
Purwanto (2011) mengatakan bahwa receiving atau menaruh
perhatian adalah kesediaan menerima rangsangan dengan memberikan
perhatian pada rangsangan yang datang adanya. Receiving merupakan
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar
yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan

7
lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan
keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-
gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
Receiving atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai
kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu obyek. Pada
jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau
menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan
nilai itu.

b. Responding (Menanggapi)
Responding mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena
tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang
ini setingkat lebih tinggi dibandingkan jenjang receiving. Contoh hasil
belajar ranah afektif jenjang responding adalah: peserta didik tumbuh
hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau mengenali lebih dalam lagi
tentang kedisiplinan.

c. Valuing (Menilai atau Menghargai)


Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi
daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar
mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau
fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu
mereka nilai dan telah mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka
ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu
telah mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian

8
maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil
belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat
pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

d. Organization (Mengorganisasikan)
Organization artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di
dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas
nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil belajar afektif jenjang
organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin
nasional. Mengatur atau mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap
atau nilai yang lebih tinggi lagi dibandingkan receiving, responding dan
valuing.

e. Characterization by a Value or Value Complex (Karakterisasi dengan


Suatu Nilai Atau Komplek Nilai)
Characterization by a value or value complex merupakan
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang
mempengaruhi pol kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkatan afektif tertinggi,
karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah
memiliki phylosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta
didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk
suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik “pola
hidup”, tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.
Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki
kebulatan sikap wujudnya dalam menjalankan perintah Tuhan YME

9
sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan,
baik kedisiplinan di sekolah, di rumah, maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Strategi Afeksi


Kelebihan dari strategi afeksi ini adalah:
1. Strategi pembelajaran terkait mengembangkan pemikiran lebih dalam.
2. Strategi pembelajaran terkait dapat menyeimbangkan domain kognitif,
afektif, dan psikologis.
3. Strategi pembelajaran tersebut dapat membentuk kepribadian, sikap, dan
pola pikir siswa menjadi dewasa.

Selain itu strategi afeksi ini juga memiliki kekurangan, yaitu:


1. Menurut kurikulum yang diterapkan, proses pendidikan selalu lebih
menitikberatkan pada pengembangan intelektual. Oleh karena itu,
keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah ditentukan oleh kriteria
kinerja intelektual (cognitive performance). Oleh karena itu, upaya
setiap guru diarahkan pada bagaimana anak memperoleh pengetahuan
sesuai dengan isi kurikulum dan standar kurikulum yang berlaku, karena
mereka memiliki kemampuan intelektual yang sama.
2. Sulit dikendalikan karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan sikap seseorang. Perkembangan keterampilan sikap baik
pembiasan maupun keteladanan tidak hanya ditentukan oleh faktor guru,
tetapi juga oleh faktor lain terutama faktor lingkungan.
3. Keberhasilan pembentukan sikap tidak dapat diukur secara langsung.
Hasil diketahui setelah proses pembelajaran selesai, berbeda dengan
pembentukan aspek kognitif dan kemampuan. Keberhasilan
pembentukan sikap baru dapat diamati dalam jangka waktu yang lebih
lama di masa yang akan datang. Padahal, pengaturan untuk
menginternalisasi suatu nilai membutuhkan proses yang panjang.
4. Dampak kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang
menghasilkan program yang beragam, mempengaruhi pembentukan

10
karakter anak. Tidak bisa dipungkiri banyak program televisi yang
menayangkan karya-karya asing dengan latar belakang budaya dan
kebutuhan pendidikan yang berbeda dan banyak ditonton oleh anak-anak.
Hal ini berdampak besar pada sikap dan pembentukan mental anak.
Perlahan tapi pasti, budaya asing tidak selalu menyerbu setiap sudut
kehidupan dan sesuai dengan budaya lokal yang telah dibina dan
dikembangkan dengan mentransformasikan nilai-nilai lokal menjadi nilai
luhur. Akhirnya membuat kepribadian baru. Hal tersebut bertentangan
dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.

2.6 Contoh Afeksi dalam Belajar


Salah satu contohnya adalah peserta didik yang rajin, sopan, disiplin,
tutur katanya yang baik, selalu mendengarkan ketika pelajaran berlangsung,
ketika ditanya peserta didik menjawab dengan benar dan lancar, pasti
mendapatkan nilai yang tinggi.
Demikian sebaliknya. Menanamkan sikap pada siswa bukanlah hal yang
mudah. Itu harus dilakukan dengan cara yang terstruktur melalui strategi yang
cocok untuk tujuan afektif. Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang
dirancang untuk mencapai tujuan sikap dan keterampilan yang afektif.
Strategi ini umumnya menghadapkan siswa ke situasi bermasalah dan
membutuhkan keterampilan khusus untuk memecahkan masalah ini
tergantung pada tingkat keterampilan mereka.
Afektif atau sikap erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang,
sikap adalah refleksi dari nilai yang dimiliki seseorang. Karenanya
pendidikan karakter pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai adalah suatu
konsep yang berada dalam pikiran yang sifatnya tersembunyi, tidak berada
dalam dunia empiris.
Nilai berkaitan dengan cara pandang seseorang, seperti baik dan buruk,
indah dan tidak indah. Nilai pada hakekatnya adalah ukuran perilaku, ukuran
atau standar yang pasti, karena pandangan seseorang terhadap segala sesuatu
yang tidak dapat disentuh mungkin dapat dilihat dari perilaku yang
bersangkutan., oleh karena itulah nilai pada dasarnya standar prilaku, ukuran

11
yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak baik,
sehingga standar itu akan mewarnai prilaku seseorang.
Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman
nilai kepada peserta didik yang diharapkan dapat berprilaku sesuai dengan
pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan afeksi merupakan proses pengembangan pada sisi karakter
peserta didik. Pendidikan afeksi lebih menekankan pada pembentukan
kepribadian pada anak. Pendidikan afeksi memiliki ciri-ciri, yaitu: rasa ingin
tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, dan memiliki
sifat berani mengambil resiko dan sifat menghargai. Unsur-unsur afektif
dapat diidentifikasikan meliputi perhatian/ minat, sikap, nilai, apresiasi,
kepercayaan, perasaan, emosi perilaku, keinginan, dan penyesuaian. Ranah
afektif dikelompokkan ke dalam lima jenjang, yaitu: receiving, responding,
valuing, organization dan characterization by a value or value complex.

3.2 Saran
Untuk memahami sebuah materi tentu tidaklah mudah, pembaca
diharapkan untuk membaca dengan seksama. Jika dirasa masih kurang
memahami materi yang dipaparkan dalam makalah ini, pembaca bisa mencari
literatur tambahan baik melalui buku ataupun dalam jejaring lainnya.

13
Daftar Pustaka

Anidar, Jum. Pengembangan Skemata Afeksi Dalam Pembelajaran.


https://media.neliti.com/media/publications/324478-pengembangan-skemata-
afeksidalam-pembela-a30e7d0c.pdf.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Aneka Cipta: Jakarta.

Jurnal EduMatSains, 4 (1) Juli 2019, 89-98 89. Meningkatkan Kreatifitas Siswa
melalui STEM dalam Pembelajaran IPA Increasing Student Creativity
through STEM in Science Learning.

Nurbudiyani, I. (2013). Pelaksanaan Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif, dan


Psikomotor Pada Mata Pelajaran Ips Kelas Iii Sd Muhammadiyah
Palangkaraya. Pedagogik Jurnal Pendidikan, 8 (2). hlm. 14-20.

SMA Negeri 9 Bandar Lampung. 2020. Pendidikan Afeksi Dalam Masa Pandemi.
http://smalan.sch.id/blog/pendidikan-afeksi-dalam-masa-pandemi/. (Senin, 16
Mei 2022.

St. Fatimah Kadir. Strategi Pembelajaran Afektif untuk Investasi Pendidikan


Masa Depan. Jurnal Al-Ta’dib Vol. 8 No. 2. Juli-Desember.

14

Anda mungkin juga menyukai