Anda di halaman 1dari 21

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BEHAVIORAL SISTEM DAN MASTERY LEARNING

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Adelia Rizky (2113041074)

Diah Anili Hanis (2113041040)

Dimas Aditia (2113041022)

Mikha Ida Sionarta (2153041010)

Pinulih Mulqi Anisawenda (2113041064)

Revira Cahya Ayu (2113041046)

Rina Yulinar (2113041028)

Sahara Anggraini (2113041084)

Tiara Brilliant Pear (2113041002)

Uswatun Nurdiniah (2113041042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Behavioral Sistem dan
Mastery Learning ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Belajar dan Pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang materi yang dibahas kepada para pembaca
maupun penyusun.

Penyusun mengucapkan terima kasih Bapak Dr. Riswandi, M. Pd selaku Dosen


pengampu Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
ditekuni. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Penyusun menyadari, makalah yang disusun masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 23 Februaru 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3

2.1 Sistem Behavioristik ................................................................................. 3

2.1.1 Pengertian Behavioristik .................................................................. 3

2.1.2 Pembelajaran Behavioristik ............................................................. 3

2.1.3 Penerapan Sistem Behavioral .......................................................... 6

2.2 Mastery Learning...................................................................................... 7

2.2.1 Pengertian Mastery Learning .......................................................... 7

2.2.2 Ciri-ciri Mastery Learning ............................................................... 8

2.2.3 Langkah-langkah Mastery Learning................................................ 9

2.2.4 Penerapan Mastery Learning ......................................................... 12

2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Mastery Learning .............................. 14

BAB III PENUTUP.............................................................................................. 16

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 16

3.2 Saran ....................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan bidang yang terpenting, sebab pendidikan sebagai


proses untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, yang nantinya akan
berguna untuk nusa dan bangsa. Pendidikan adalah tahapan yang di dalamnya terdapat
proses belajar. Belajar merupakan proses memodifikasi diri dan membentuk
kepribadian serta pengetahuan baru. Belajar melibatkan proses melihat, mengamati,
dan memahami sesuatu yang dipelajari.

Di dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa teori yang diterapkan, salah


satunya adalah teori belajar behavioristik. Teori ini berfokus pada pengkondisian
pendidik kepada pembelajar agar pembelajar mau belajar. Sebab kedaulatan guru
dalam teori ini lebih rendah disbanding pembelajar, maka pembelajaran dilaksanakan
dengan sistem kondisioning, pembiasaan, peniruan, serta pemberian hadiah dan
hukuman. teori ini berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku
akibat adanya interaksi stimulus dan respon. Dalam teori ini, seseorang dianggap
sudah belajar ketika terdapat perubahan pada tingkah lakunya. Tokoh-tokoh dalam
teori belajar behavioristik ini di antara lain Pavlov, Gutrie, Watson, Skinner, dan
Thorndike.

Model belajar yang saat ini digunakan pada hampir semua sekolah yaitu
model belajar tuntas atau mastery learning. Pembelajaran tuntas dipersiapkan
pendidik dalam satuan pembelajarkan yang dibelajarkan di depan kelas. Model ini
berfokus pada guru yang menerangkan terlebih dahulu konsep dasar kepada siswa
sebelum memberikan latihan berupa soal-soal untuk dikerjakan secara mandiri.
Biasanya, model ini diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Meski begitu,
banyak juga pendidik yang masih menerapkan metode ceramah dalam mengajar.
1.2 Latar Belakang
Rumusan masalah dalam makalah ini meliputi:
1. Apakah pengertian dari behavioral sistem dan masteri learning?
2. Bagaimana penerapan behavioral sistem dan mastery learning?
3. Apa saja langkah-langkah dalam mastery learning?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu
1. Memahami sistem belajar behavioral dan mastery learning.
2. Memahami penerapan behavioral sistem dan mastery learning.
3. Memahami langkah-langkah dalam matery learning.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Behavioristik


2.1.1 Pengertian Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah studi atau teori
belajar yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai akibat dari
pengalaman interaksi antara stimulus dan respon. Menurut Desmita
(2009:44) teori belajar behavioristik merupakan teori belajar
memahami perilaku manusia menggunakan pendekatan objektif,
mekanistik, dan materialistik sehingga perubahan tingkah laku pada
diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengondisian. Teori
behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku (behavior) yang terlihat sebagai hasil belajar
dan penyebab luar yang menstimulasinya.
Teori ini mengutamakan adanya pengamatan karena itu
merupakan satu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku seseorang. Teori ini muncul karena adanya
rasa tidak puas terhadap teori mental state dan teori psikologi daya.
Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap praktik pendidikan dan pembelajaran serta arah
pengembangan yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Dengan
menyediakan program pendidikan yang efektif, behaviorisme dapat
menjelaskan perilaku manusia.

2.1.2 Pembelajaran Behavioristik


Teori belajar behavioristik merupakan sebuah paham dalam
teori belajar yang sangat menekankan pada dibutuhkannya tingkah
laku (behavior) yang dapat diamati. Berdasarkan aliran behavioristik,
belajar pada dasarnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang
ditangkap oleh panca indra dengan kecenderungan untuk berperilaku
atau hubungan antara stimulus dan respons. Oleh karena itu teori ini
juga dinamakan teori stimulus-respons. Tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau penguatan dari lingkungan menurut
teori ini. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat
hubungan yang kuat antara reaksi-reaksi behavioristik dengan
stimulusnya. Teori ini berpendapat bahwa dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Proses terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Dengan demikian, apa yang diberikan oleh guru dan apa yang diterima
harus dapat diamati dan diukur.
Teori belajar behavioristik memberi penekanan bahwa
terbentuknya perilaku harus terlihat sebagai hasil belajar. Teori belajar
behavioristik dengan bentuk hubungan stimulus respons, menekankan
siswa yang belajar menjadi individu yang pasif. Munculnya tingkah
laku siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akan
menghilang jika dikenai hukuman (Nasution, 2006:66). Teori belajar
behavioristik memiliki pengaruh terhadap permasalahan belajar,
karena belajar didefinisikan sebagai intruksi untuk pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons. Melalui pemberian rangsangan,
siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan
stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar.
Dengan demikian kelakuan anak terdiri atas respons-respons tertentu
terhadap stimulus-stimulus tertentu.
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
bergantung dari beberapa komponen seperti: tujuan pembelajaran,
materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran,
lingkungan, dan penguatan (Sugandi, 2007:35). Teori belajar
behavioristik condong mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan
teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu
membawa siswa untuk termotivasi mencapai target tertentu, sehingga
menghasilkan siswa yang tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik
beranggapan bahwa pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar
merupakan mendapat pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
mentransfer pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa
diharapkan mempunyai pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang telah diberikan oleh guru. Artinya, apa yang dijelaskan oleh guru
itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Hal terpenting dalam teori belajar behavioristik adalah
masukan dan keluaran yang berupa respons. Berdasarkan teori ini,
antara stimulus dan respons dicap tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat
diamati hanya stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya
harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat
terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang penting dalam
teori belajar behavioristik adalah faktor penguatan. Di lihat dari
pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang dapat
memperkuat munculnya respons. Pandangan behavioristik kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa
mempunyai pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama.
Intinya teori belajar behavioristik ini menekankan pada
perubahan tingkah laku sebagai pengaruh dari interaksi yang terjadi
pada stimulus dan respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang
menuntut siswa menjelaskan kembali pengetahuan yang sudah ia
pelajari.
1. Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik
a. Aliran ini akan mempelajari perbuatan manusia bukan dari
kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah
laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman-pengalaman
batin akan di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang
dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme merupakan ilmu jiwa
tanpa jiwa.
b. Segala perbuatan dikembalikan pada refleks. Behaviorisme
berfokus mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni
perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks.
Refleks sendiri merupakan reaksi yang tidak disadari terhadap
suatu pengarang. Oleh karenanya, manusia dianggap sesuatu
yang kompleks refleks atau suatu mesin.
c. Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua
orang itu adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan
adalah maha kuasa, sedangkan manusia hanyalah makhluk
yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan juga
pendidikan dapat mempengaruhi reflek keinginan hati.

2.1.3 Penerapan Sistem Behaviorisme


Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang lebih
mengutamakan perubahan tingkah laku siswa sebagai akibat adanya
stimulus dan respon. Tujuan teori belajar ini merubah tingkah laku
dengan cara berinteraksi. Dalam teori behavioristik ada beberapa
penerapan, diantara lain:
1. Tujuan pembelajaran
2. Materi pembelajaran
3. Karakteristik siswa
4. Media dan fasilitas pembelajaran
5. Lingkungan pembelajaran.

Berikut iniadalah langkah-langkah penerapan teori behavioristik:

1. Menentukan tujuan tujuan pembelajaran


2. Menentukan materi pembelajaran
3. Menganalisis lingkungan kelas dengan cara mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa
4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil yang meliputi
pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan sebagainya
5. Menyajikan materi
6. Memberikan stimulus seperti pertanyaan baik tulisan maupun lisan,
tes atau kuis, latihan dan tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
8. Memberikan penguatan (positif atau negatif) ataupun hukuman
9. Memberikan stimulus baru
10. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
11. Memberikan penguatan (positif atau negatif) ataupun hukuman
12. Evaluasi hasil belajar.

Penerapan teori behavioristik lebih mengutamakan siswa


berfikir dan berpendapat, dalam artian siswa tidak bebas berkreasi dan
berimajinatif. Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik
adalah masukkan dan keluaran yang berupa respon, dengan demikian,
yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon, oleh sebab itu apa
yang diberikan oleh guru dan apa yang dihasilkan oleh siswa semuanya
harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk perubahan
tingkah laku.

2.2 Mastery Learning


2.2.1 Pengertian Mastery Learning
Pembelajaran tuntas atau Mastery Learning merupakan salah
satu model pembelajaran yang dapat di lihat dari dua priode yang
berbeda yakni:
1. Periode Bloomdan B.J Carroll (1968-1971) dan,
2. Periode post-bloom (1971).

Mastery learning atau belajar tuntas mempunyai pandangan


sebab utama menurunnya keaktifan dan hasil belajar siswa pada proses
pembelajaran itu sendiri, dan konteks belajar tuntas ini berdasarkan
asumsi sebagian siswa dalam mencapai kemampuan belajar yang
tinggi. Model pembelajaran ini menerapkan pola pengajaran yang
terstruktur dan berguna untuk melakukan pengajaran kepada kelompok
siswa besar.

Kunandar mengemukakan (2007:305) belajar tuntas ialah


sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar atau keseluruhan
peserta didik yang diajar mampu menguasai tujuan pembelajaran
tuntas ini.

Pembelajaran tuntas atau Mastery learning merupakan


pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara
tuntas pembelajaran yang diberlakukan dalam pelaksanaan kurikulum
2013 yang mengusung pola pembelajaran dengan prinsip ketuntasan
individual atau secara individu, tolak ukur di lihat dari hasil peserta
didik perorangan bukan perkelompok pembelajaran.

Joice dan Weil dalam Made Wena(2009:192) membagi model


pembelajaran ini menjadi 5 tahapan, yakni:

1. Oreintasi
2. Penyajian
3. Latihan terstruktur
4. Latihan terbimbing
5. Latihan Mandiri

Metode belajar tuntas atrau mastery learning ialah model


pembelajaran yang dasar utama nya adalah pencapaian penguasaan
minimal yang telat ditetapkan dalam tiap unit bahan pelajaran,
perseorangan ataupun kelompok (Usman, 1993:96) Metode mastery
learning ini dikembangkan oleh John B.Caroll dan Benjamin Bloom di
tahun 1971(Wena,2011) dan di Indonesia sendiri model belajar tuntas
atau Mastery learning ini dikemukakan dan dipopulerkan oleh Badan
Pengembangan Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan ( Usman,
1993:98).

2.2.2 Ciri-ciri Mastery Learning


Model pembelajaran mastery leraning memiliki ciri menurut
Ahmadi (2005) yaitu sebagai berikut.
1. Siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran
yang tepat sesuai dengan harapan pengajar;
2. Bakat seorang siswa dalam bidang pengajaran dapat
diramalkan, baik tingkatannya maupun waktu yang
dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat
berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar siswa dan
sebagai suatu ukuran satuan waktu;
3. Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang
digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari
sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk
mempelajarinya;
4. Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar
bakat, kualitas pengajaran, dan kemampuan memahami
pelajaran;
5. Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang
berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi
pula.

Bloom menyebutkan ciri-ciri yang ada pada belajar tuntas


antara lain meliputi:

1. Dalam kondisi optimal, sebagian besar siswa dapat


menguasai secara tuntas apa yang diajarkan;
2. Dengan diberikannya waktu belajar cukup, hampir
semua siswa dapat mencapai tingkat belajar tuntas;
3. Tersedianya beberapa kemungkinan media pelajaran
dan kesempatan belajar;
4. Practitioner menyediakan dan memberikan catu balik
dan perbaikan bagi kesalahan atau kesulitan belajar
siswa;
5. Bahan pelajaran tersusun atas unit-unit kecil, dan
memberikan tes setiap akhir mempelajari unit tersebut;
6. Penilaian akhir terhadap hasil belajar harus didasarkan
pada tingkat penguasaan yang dinyatakan dalam tujuan
instruksional (kompetensinya) (Moloeng, 1978 : 6).

2.2.3 Langkah-langkah Mastery Learning


Mengingat tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil
belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan
perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap baru yang diharapkan tercapai oleh
siswa, maka deskripsi tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh
siswa setelah berlangsungnya proses belajar adalah cara yang
akurat untuk menentukan hasil pembelajaran, dengan
mengedepankan perencanaan belajar yang tuntas.
Menurut Abu Hamdi (2005: 159), perencanaan belajar
tuntas (Mastery Learning) disusun dengan Langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan dan bidang pengajaran.
2. Mempersiapkan alat evalusasi, para siswa akan dinilai
berdasarkan alat evaluasi tersebut pada akhir pelajaran
mengenai bahan pelajaran tertentu.
3. Menjabarkan dan memecahkan bahan pelajaran menjadi
urutan unit-unit pelajaran yang kecil.
4. Mengembangkan prosedur koreksi dan umpan balik bagi
setiap unit pelajaran.
5. Menyusun tes diagnostik kemampuan belajar untuk
,memperoleh informasi atau balikan bagi pendidik dan
siswa tentang perubahan yang terjadi sebagai hasil
pengajaran sebelimnya sesuai dengan unit pelajaran.

Adapun model pembelajaran mastery learning ini terdiri atas


lima tahap (Wena, 2011: 30) yaitu:

1. Orientasi (orientation)

Pada tahap orientasi ini dilakukan penetapan suatu


kerangka isi pembelajatan, selama tahap ini guru menjelaskan
tujuan pembelajaran, tugas-tugas yang akan dikerjakan dan
mengembanhgkan tanggung jawab siswa, langkah-lanhkah
penting yang harus dilakukan pada tahap orientasi ini, yaitu:

a. Guru menjelaskan pembelajaran,


b. Guru menjelaskan materi pembelajaran serta kaitannya
dengan pembelejaran terdahulu, serta pengalaman
sehari-hari siswa, dan,
c. Guru mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran
seperti berbagai komponen-komponen isi pembelajaran
dan tanggung jawab siswa yang diharapkan selama
proses pembelajaran.
2. Penyajian

Dalam tajap ini guru menjelaskan konsep-konsep atau


keterampilan baru disertai dengan contoh –conyoh, penggunaan
media pembelajaran, baik visual maupun audio visual sangat
disarankan dalam penyajian materi pembelajaran ini, dalam
tahap ini perlu dilakukan evaluasi seberapa jauh siswa telah
paham dengan materi yang diajarkan, dengan demikian siswa
tidak akan mengalami kesulitan pada tahap latihan berikutnya.

3. Latihan Terstruktur

Dalam tahap ini guru memberikan siswa contoh praktik


penyelesaian masalah , berupa langkah-langkah penting secara
bertahap, dalam tahapan ini pula siswa perlu diberi beberapa
pertanyaan, kemudian guru memberikan balikan atas jawaban
siswa.

4. Latihan Terbimbing

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan pada siswa


untuk untuk latihan mentelesaikan permasalahan, tetapi masih
di abwah bimbingan guru, melalui kegiatan terbimbing ini
memungkinkan guru untuk menilai kemampuan siswa dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan melihat
kesalahan-kesalahannya.

5. Latihan Mandiri

Pada tahap latihan mandiri ini, merupakan inti dari strategi


mastery learning, latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah
mencapai skor untuk kerja antara 85%-90% dalam tahap latihan
terbimbing, peran guru dalam tahap ini adalah menilai hasil
kerja siswa setelah selesai.
2.2.4 Penerapan Mastery Learning

Benjamin S. Bloom (1963) memandang mastery sebagai kemampuan


siswa dalam menyerap inti materi pelajaran yang diberikan secara
keseluruhan. Metode belajar ini sangat memperhatikan perbedaan individual.
Berdasarkan hal tersebut, sistem penyampaian pembelajaran juga ditujukan
kepada siswa secara individual. Strategi belajar tuntas model Bloom dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menemukan unit pembelajaran

Suatu pembelajaran dipecah ke dalam unit kecil yang nantinya


akan diajarkan untuk setiap satu atau dua minggu.

2. Merumuskan tujuan pembelajaran

Perumusan tujuan pembelajaran dilakukan secara khusus


dengan menggunakan istilah yang dapat diukur.

3. Menentukan standar mastery

Dalam langkah ini ditentukan tingkatan performa yang menjadi


patokan tingkat penguasaan siswa secara penuh. Patokan biasanya
menggunakan presentase, yaitu presentase mengerjakan tes dengan
benar. Biasanya, patokan yang digunakan bervariasi. Untuk Bloom,
patokan yang ditetapkan adalah 80-85 %. Patokan ini menjadi kriteria
untuk siswa dianggap telah menguasai materi yang diajarkan secara
minimum.

4. Menyusun diagnostik progres tes-tes formatif

Tes dilakukan setiap selesai menyelesaikan satu unit


pembelajaran. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui batas
pemahaman dan letak kelemahan siswa. Setelah tes ini, maka akan
diketahui siswa mana yang telah mencapai patokan dan siswa mana
yang masih membutuhkan bantuan dalam pemahaman.
5. Mempersiapkan tugas untuk dipelajari

Tugas yang diberikan disusun sesuai dengan tujuan


pembelajaran dan berupa materi yang harus dipelajari oleh siswa.

6. Mempersiapkan seperangkat pembelajaran korektif

Setelah mengetahui hasil dari tes yang telah dilakukan, guru


akan mengetahui siswa mana yang dianggap memiliki kelemahan serta
letak kelemahannya. Untuk para siswa yang masih memiliki
kelemahan, guru akan menyiapkan pembelajaran korektif, yaitu
pembelajaran yang dilakukan dengan prosedur yang berbeda dengan
yang sudah dilakukan di awal. Pembelajaran alternatif ini biasanya
dilakukan dengan sistem pembelajaran berprogram atau tertulis.

7. Pelaksanaan pembelajaran biasa

Pada setiap akhir unit pembelajaran, tes formatif akan


dilakukan dengan maksud mendiagnosa kelemahan siswa. Bagi siswa
yang memiliki kelemahan, maka guru akan memberlakukan
pembelajaran korektif terhadap siswa tersebut. Jika semua siswa
berhasil mencapai taraf atau patokan yang telah ditentukan, maka
pembelajaran bisa dilanjutkan menuju unit yang berikutnya. Namun
jika pembelajaran korektif juga belum mampu mengatasi kelemahan
siswa, maka langkah selanjutnya bisa diserahkan kepada lembaga
Bimbingan dan Penyuluhan untuk menemukan pemecahan
masalahnya.

8. Evaluasi Sumatif

Setelah seluruh unit selesai diajarkan, pada akhir program


pembelajaran akan dilakukan tes sumatif. Fungsi dari evaluasi ini
adalah untuk menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan skor
angka. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh James Block
(1971 dan 1973) strategi pembelajaran tuntas yang dikembangkan oleh
Bloom efektif untuk mengembangkan minat belajar siswa serta
mengembangkan sikap positif terhadap belajar.
2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Mastery Learning
1. Kelebihan Mastery Learning

Pendekatan belajar tuntas dibutuhkan bisa menaikkan nilai


homogen-homogen murid menggunakan menaruh kualitas
pembelajaran yang lebih sinkron & menaruh perhatian spesifik bagi
murid yang lambat supaya menguasai baku kompetensi & kompetensi
dasar. Pembelajaran tuntas (Mastery learning) pada KTSP merupakan
pendekatan pembelajaran yang mempersyaratkan murid menguasai
secara tuntas semua baku kompetensi maupun kompetensi dasar mata
pelajaran tertentu. Sedangkan pembelajaran tuntas dimaksudkan pada
aplikasi kurikulum 2013 merupakan pola pembelajaran yang memakai
prinsip ketuntasan secara individual. Tolak ukur yang dipakai dalam
pencapaian output belajar menggunakan pendekatan tadi merupakan
taraf kemampuan murid per orang, bukan per kelas. Kelas yang
menerapkan pembelajaran tuntas memungkinkan adanya murid yang
luar biasa, cerdas & sanggup menuntaskan KD-KD jauh lebih cepat
menggunakan nilai yang amat baik pula (>85). Siswa yang mengalami
kesulitan pada mencapai tujuan.

2. Kekurangan Mastery Learning

Menurut Mariana, Alit Made, (2003:24) juga menyatakan


tentang kelemahan belajar tuntas diantaranya adalah:

a. Guru-guru yang sudah terlanjur menggunakan teknik lama


sulit beradaptasi.
b. Memerlukan berbagai fasilitas, dan dana yang cukup besar.
Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih
luas lagi dari standar yang ditetapkan. Diberlakukannya
sistem ujian (UAS dan UAN) yang menuntut
penyelenggaraan program bidang studi pada waktu yang
telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk
menempuh ujian. Dalam pelaksanaan konsep belajar tuntas
apabila kelas itu belum biasa menggunakan strategi belajar
tuntas, maka guru terlebih dahulu memperkenalkan
prosedur belajar tuntas kepada siswa dengan maksud
memberikan motivasi, menumbuhkan kepercayaan diri, dan
memberikan petunjuk awal.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku (behavior) yang terlihat sebagai hasil belajar dan penyebab
luar yang menstimulasinya. Ciri-ciri teori belajar behavioristik ada tiga, tokoh-tokoh
di dalam teori belajar behavioristik diantaranya, john. B. Watson, Ivan P. Pahlov, dan
BF. Skinner, terdapat beberapa cara penerapan teori behavioristik di dalam kelas,
yaitu menentukan tujuan-tujuan pembelajaran, menentukan materi pembelajaran,
menganalisis lingkungan kelas dengan cara mengidentifikasi pengetahuan awal siswa,
memcah materi pelajaran menjadi bagian kecil yang meliputi pokok bahasan, sub
pokok bahasan, topik dsb, menyajikan materi, memberikan stimulus seperti
pertanyaan baik tulisan maupun lisan, tes atau kuis, latihan dan tugas, mengamati dan
mengkaji respon yang diberikan siswa, memberikan penguatan (positif atau negatif)
ataupun hukuman, memberikan stimulus baru, dll.

Mastery learning adalah Metode belajar tuntas atrau mastery learning ialah
model pembelajaran yang dasar utama nya adalah pencapaian penguasaan minimal
yang telat ditetapkan dalam tiap unit bahan pelajaran, perseorangan ataupun
kelompok beberapa ahli telah mengemukakan beberapa ciri-ciri dari mastery learning.

Kelebihan dari pembelajarn tuntas (Mastery Learning) dapat pendekatan


pembelajaran yang mempersyaratkan murid menguasai secara tuntas semua baku
kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.sedangkan kekurangan
dari mastery learning terdapat beberapa diantaranya yaitu guru-guru yang sudah
terlanjur menggunakan teknik lama sulit beradaptasi. memerlukan berbagai fasilitas,
dan dana yang cukup besar, menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih
luas lagi dari standar yang ditetapkan.
3.2 Saran

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan


dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami akan memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Buku ebook Model Pembelajaran kelompok Sistem Berprilaku: Behavior System Grup
Learning.
Dimyati & Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dra. Sumaiti dan Asra, M.Ed. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: PT Sandiarta Sukses.

Endang Eri Wahayuni. Model Pembelajaran Mastery Learning Upaya Peningkatan dan

Keaktifan.

Familus. 2016. Teori Belajar Aliran Behavioristik serta Implikasinya dalam Pembelajaran.

Jurnal PPKn & Hukum 11. Hlm. 98-115.

Hesti Fitri dan Nurul Senja WF. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Tuntas (Mastery

Learning) terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Ekonomi. Jurnal Logika.

17 (2).

Nahar, Novi Irwan. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses

Pembelajaaran. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1, hlm. 64-74.

Ni Wayan Perthami. 2020. Model Pembelajaran Mastery Learning Dengan Strategi


Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA.

Novi Irwan Nahar. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses

Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol.1. hlm:67-72.

Sunarti dan Selly Rahmawati. 2014. Penilaian dalam Kurikulum 2013 (Membentuk Guru

Dan Calon Guru Mengetahui Langkah-Langkah Pembelajaran). Yogyakarta: ANDI.

Anda mungkin juga menyukai