Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN


BEHAVIORISME DAN LANDASAN FILOSOFINYA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Belajar Dan Pembelajaran
Dosen Pengampu : Ira Vahlia, M.Pd

DISUSUN OLEH :
Amelia Prananingrum 22310019
Tasya Santika Putri 22310017
Hadi Muhammad Marwan 22310018

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
mata kuliah Belajar Dan Pembelajaran denga judul Teori Belajar Menurut
Aliran Behavioristime Dan Landasan Filosofinya.

Kami bahwa makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Metro, 31 Maret 2023

Hormat Kami

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB.I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 2
1.3. Tujuan Makalah ................................................................ 2

BAB.II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristime .......................... 3
2.2 Konsep Dasar Teori Behavioristime ................................. 4
2.3 Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme .......................... 5
2.3.1 EL.Thorndike ...................................................... 5
2.3.2 Ivan Petrovich Pavlov ......................................... 6
2.3.3 JB Watson ........................................................... 8
2.3.4 Clark Hull ............................................................ 8
2.3.5 BF.Skiner Burrhus Frederic ................................ 9
2.3.6 Edwin Guthrie ..................................................... 9
2.4 Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran ..................................................................... 10
2.5 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Belajar Behaviorisme .. 11

BAB.III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 14
B. Saran ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang
menuntunterbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan
sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi
demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan
memberikan kemudahan bagi guru dalammenjalankan model-model
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telahditemukan teori belajar
yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahantingkah laku
setelah proses pembelajaran.Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaankemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, tetapisebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda.
Dalam konteks pendidikan, gurumengajar agar peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapaisesuatu objektif yang ditentukan
(aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahansikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik,namun proses
pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu
pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya
interaksi antara pengajar dengan peserta didik.Pembelajaran yang berkualitas
sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar
yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yangmampu
memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan
pencapaiantarget belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap
dan kemampuansiswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik,
ditunjang fasilitas yangmemandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan
membuat peserta didik lebih mudahmencapai target belajar.Anda telah

1
melihatindividumengalami pembelajaran, melihat individu berperilakudalam
cara tertentu sebagai hasil dari pembelajaran, dan beberapa dari Anda
(bahkansaya rasa mayoritas dari Anda) telah "belajar" dalam suatu tahap dalam
hidup Anda.Dengan perkataan lain, kita dapat menyimpulkan bahwa
pembelajaran telah terjadiketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan
merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari
caranya berperilaku sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Tepri Belajar Behaviorisme?
2. Siapa saja tokoh dan apa saja kajian teori belajar behaviorisme?
3. Bagaimana aplikasi teori belajaar behaviorisme dalam Pendidikan ?
4. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori belajar behaviorisme?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari teori Behaviorisme
2. Mengetahui toko-tokoh yang ada dalam teori behaviorisme
3. Mengetahui pengaplikasian teori belajaar behaviorisme dalam Pendidikan
4. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari teori belajar behaviorisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian teori belajar behaviorisme


Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori
pembelajaranyang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan
lingkungan.Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat
dipelajarisecara sistematis dan dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan dari
seluruhkeadaan mental.Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif
Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua
yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus
dianggap sebagai perilaku.
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara
ilmiahtanpamelihat peristiwa fisiologis internal atau pikiran. Behaviorisme
beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada
perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan
proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dikatakan
sudah mengalami proses belajar jika telah mampu bertingkah laku dengan cara
barusebagai hasil interaksi antara stimulus yang berupa proses dan materi
pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang diberikan oleh pebelajar. Misalnya;
seorang pelajar belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial
jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial di
masyarakat, seperti: ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemilu, kerja bakti, ronda dll.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
danrespon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru(stimulus) dan apa yang
diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atautidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

3
2.2 Konsep Dasar Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu diantara sekian banyak teori yang memiliki
sumbangsih besar kaitanya dengan belajar. Oemar Hamalik (2013: 107) Aliran ini
berangkat dari anggapan bahwa kesan dan ingatan sesungguhnya merupakan kegiatan
organisme. Manusia tidak dapat diamati, tetapi kelakuan jasmaniahnya lah yang dapat
dimati. Kelakuan itulah yang dapat menjelaskan segala sesuatu tentang jiwa manusia.
Kelakuan merupakan jawaban terhadap perangsang atau stimulus dari luar. Stimulans
tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi fisik terhadap stimulans. Behaviorisme memandang manusia dari sisi
lahiriah/jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar. Peristiwa belajar hanya berdasarkan melatih refleks atau respon
individu sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Ahli teori behaviorisme
berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalman Suyono & Hariyanto (2014: 59). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Ada
beberapa ciri yang bisa menunjukan dari teori ini:
1) mementingkan faktor lingkungan,
2) menekankan pada tingkah laku yang tampak secara obyektif,
3) bersifat mekanis,
4) mementingkan pengaruh masa lalu,
5) mementingkan elemen-elemen kecil,
6) mementingkan pembentukan dari reaksi atau respon yang muncul,
7) menekankan pentingnya latihan atau pembiasaan,
8) menekankan kepada pengukuran.
Beberapa ahli yang mengembangkan teori behaviorisme adalah E.L.
Thorndike, Ivan Pavlov, B.F. Skinner, J.B. Watson, Clark Hull dan Edwin Guthrie.
Teori behviorisme memilih objek penelitiannya hewan, kemudian respon yang muncul
dari hasil penelitian diasumsikan juga akan terjadi pada manusia bila ada perlakuan
yang sama. Kecenderungan behaviorisme yang menyamakan manusia sama seperti

4
binatang mendapatkan banyak kecaman dan penolakan. Meskipun demikian
behaviorisme tetap masih bisa diterima karena beberapa konsep yang dikembangkan
terbukti berhasil dan menimbulkan dampak positif dalam belajar.

2.3 Tokoh-tokoh dalam teori behaviorisme


2.3.1 E.L. Thorndike
Throndike merupakan salah satu pakar behaviorisme yang
mengembangkan teori koneksionisme atau teori asosiasi, teori ini merupakan
teori pertama dari behaviorisme. Throndike merupakan seorang psikolog dan
pendidik berkebangsaan Amerika. Lulus S1 Universitas Wesleyen tahun 1895,
S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898.
Karyanya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and Social
Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book
(1921), Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Thorndike dalam Walgito (2002: 55) menitik beratkan perhatiannya pada
aspek fungsional perilaku yaitu proses mental dan perilaku berkaitan dengan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Belajar menurut Thorndike merupakan pembentukan hubungan antara
stimulus dan respon. Stimulus kaitanya dengan pikiran, perasaan atau hal-hal
yang terkait dengan alat indra, sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan / tindakan. Jadi, perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkret, yaitu dapat diamati, atau tidak konkret yaitu
tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku yang tidak dapat diamati.
Dari eksperimen yang dilakukan Throndike kepada kucing lapar yang
dimasukkan dalam sangkar diketahui bahwa untuk tercapai hubungan antara
stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang
tepat serta melalui usahausaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Kucing dalam uji coba ini
berulang kali mencoba dan tersesat untuk menuju makanan, tetapi ketika dia

5
sudah menemukan jalan yang benar maka dia mengulangi lagi di jalan yang
benar menuju makanan. Thorndike dalam Nyayu Khodijah (2014: 66) Ada tiga
hukum belajar yang dikemukakakn, yaitu (1) hukum kesiapan (law of
readiness), (2) hukum latihan (law of exercise), dan (3) hukum efek (law of
effect).
a. Hukum efek menyatakan bahwa hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Perbuatan yang menyenangkan cenderung
dipertahankan dan diulang. Semisal anak dapat ranking satu dikelas
dapat hadiah uang maka itu akan diulang, tetapi bila tinggal kelas
mendapakan hukuman maka situasi itu cenderung ditinggalkan.
b. Hukum latihan menyatakan bahwa latihan akan menyempurnakan
respons. Semakin sering tingkah laku diulang atau dilatih maka akan
semakin kuat. Walaupun demikian, pengulangan situasi yang tidak
menyenangkan tidak akan membantu meningkatkan proses belajar.
c. Hukum kesiapan menyatakan semakin siap seseorang memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu
kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang
atau tertarik pada kegiatan melukis maka ia akan cenderung
mengerjakannya, dan dapat mencapai kepuasan.

2.3.2 Ivan Petrovich Pavlov


Pavlov Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia
yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov (seorang pendeta). Pavlov
dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus
sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Tahun 1884 Pavlov
menjadi direktur Departemen Fisiologi pada Institute of Experimental
Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov
meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904.

6
Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi
behaviorisme di Amerika. Santrock, John W (2014: 248) Pengkondisian klasik
adalah jenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk
menghubungkan, atau asosiasi, rangsangan sehingga rangsangan netral (seperti
melihat seseorang) menjadi terkait dengan rangsanagan bermakna (seperti
makanan) dan memperoleh kemampuan untuk memperoleh rangsangan yang
sama. Pengkondisian klasik (classic conditioning) ditemukan secara kebetulan
oleh Pavlov pada tahun 1890-an saat melakukan percobaan terhadap anjing
untuk mempelajari air liur yang membantu proses pencernaan makanan,
Pavlov memberi makan anjing eksperimen dan mengukur volume produksi air
liur anjing tersebut di waktu makan. Setelah anjing tersebut melalui prosedur
yang sama beberapa kali, ternyata mulai mengeluarkan air liur sebelum
menerima makanan.
Pavlov menyimpulkan bahwa beberapa stimulus baru seperti pakaian
peneliti yang serba putih, bunyi bel telah diasosiasikan oleh anjing tersebut
dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air liur, perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulangulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Meskipun Pavlov
menerapkannya pada hewan tetapi dalam kehidupan sehari hari dalam dunia
pendidikan teori Pavlov juga digunakan semisal suara bel sebagai tanda
pergantian jam atau istirahat.
Kesimpulan dari kondisi tersebut yaitu peserta didik dapat dikondisikan
dengan stimulus yang tepat untuk mendaptkan respon yang diharapkan.
Sementara peserta didik tersebut tidak merasa kalau sedang dikendalikan.
Prinsip pengkondisian klasik Pavlov adalah sebagai berikut: acquisition
(akuisisi), extinction (eliminasi), generalization (generalisasi), dan
discrimination (diskriminasi). Belajar merupakan suatu upaya untuk
mengkondisikan pembentukan kebiasaan. Pavlov mengembangkan hukum
belajar menjadi dua yaitu:
1. law of respondent conditioning atau hukum pembiasaan yang dituntut
2. law of respondent extinction atau hukum permusnahan yang dituntut.

7
2.3.3 JB Watson
JB watson merupakan orang amerika yang menerapkan teori percoban
Pavlov tentang pengkondisian klasik dengan objek tikus dan seorang anak
bernama Albert. Meskipun Watson tidak menghasilkan hukum-hukum dalam
teori behavior tetapi Watson ikut mengkritiki metode yang hanya memusatkan
perhatian pada perilaku saja. Eveline Siregar & Hartini Nara (2014: 27)
Menurut Watson stimulus respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observable).
Watson mengabaikan brbagai perubahan mental yang mungkin terjadi di
dalam belajar dan menanggapinya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
Sebab menurut Watson, faktor-faktor yang tidak dapat teramati tersebut tidak
dapat menejelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
Kebanyakan dari karya-karya Watson adalah komparatif yaitu
membandingkan perilaku berbagai binatang. Karya-karyanya sangat
dipengaruhi karya Ivan Pavlov. Namun pendekatan Watson lebih menekankan
pada peran stimuli dalam menghasilkan respons karena pengkondisian,
mengasimilasikan sebagian besar atau seluruh fungsi dari refleks. Karena
itulah, Watson dijuluki sebagai pakar psikologi S - R (stimulus-respons)

2.3.4 Clark Hull


Clark Hull merupakan salah satu tokoh behaviorisme yang terpengaruh
oleh teori evolusi Carles Darwin. Hull beranggapan semua fungsi perilaku
berguna untuk menjaga individu agar tetap hidup. Hull mengatakan
kebutuhan biologis (drive atau dorongan) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi utama dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus/dorongan) dalam belajar pun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang
akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Eveline Siregar &
Hartini Nara (2014: 30) implikasinya praktisnya adalah guru harus
merencanakan kegiatan belajar berdasarkan pengamatan yang dilakukan
terhadap motivasi belajar yang terdapat pada siswa. Dengan adanya motivasi
maka belajar merupakan penguatan. Makin banyak belajar makin banyak

8
reinformcement, makin motivasi memberikan respon yang menuju
keberhasilan belajar.

2.3.5 BF skiner Burrhus Frederic


Skinner adalah pakar psikologi yang lahir di pedesaan. Bercita-cita
menjadi seorang penulis fiksi, ia pernah secara intensif berlatih menulis.
Namun pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bakat
tersebut. Pada suatu saat secara kebetulan ia membaca buku yang mengulas
tentang behaviorismenya Watson. Ketertarikannya terhadap Psikologi pun
berlanjut, sehingga ia memutuskan untuk belajar Psikologi di Harvard
University (AS) dan memperoleh gelar Ph.D. pada tahun 1931 dan menjadi
profesor di tahun 1948.
Skinner menjadi terkenal karena konsep pengkondisian operan. Teori
Skiner dilandasi adanya penguatan, bedanya teori ini dengan teorinya Pavlov
yaitu Pavlov yang diberikan pengkondisian adalah stimulusnya sedangkan
pada teori skiner yang diberikan pengkondisian adalah responnya. Selama
lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip
mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang
belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip
utamanya adalah
1) reinforcement (penguatan kembali)
2) punishment (hukuman)
3) shaping (pembentukan)
4) extinction (penghapusan)
5) discrimination (pembedaan),
6) generalization (generalisasi).
Pengkondisian operan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari hari
semisal di sekolah, guru memperkuat kemampuan akademik yang bagus
dengan hadiah. Sedangkan di dalam dunia kerja menggunakan hadiah untuk
meningkatkan kehadiran, produktivitas bagi para pekerjanya.

2.3.6 Edwin Guthrie

9
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses
belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan
kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons
cenderung hanya bersifat sementara.Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar
perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus
dan respons bersifat lebih tetap.
Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat
dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah
kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan
mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforc/ement) dalam teori
belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
Menurut Guthrie, tingkah laku manusia itu secara keseluruhan
merupakan rangkaian tingkah laku yang terdiri atas unit-unit. Unit-unit
tingkah laku ini merupakan respon-respon dari stimulus sebelumnya dan
kemudian unit respon tersebut menjadi stimulus yang kemudian akan
menimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Prinsip belajar
pembentukan tingkah laku ini disebut “ Law of Association”.Menurut
Guthrie, untuk memperbaiki tingkah laku yang buruk harus dilihat dari
deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk
menghilangkan atau mengganti unit tingkah laku yang tidak baik dengan
tingkah laku yang seharusnya

2.4 Aplikasi Teori Behavioristik Dalam Kegiatan Pembelajaran

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu


karenamemandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah
pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,

10
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transferof knowladge)
kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yangdapat dianalisis dan dipilih,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikirseperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,


mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada
teori behavioristikyang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat
digunakan dalammerancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut
antara lain :

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran


2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa
3. Menentukan materi pembelajaran
4. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok
bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb
5. Menyajikan materi pembelajaran
6. Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes
ataukuis, latihan atau tugas-tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
8. Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif
ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman
9. Memberikan stimulus baru
10. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
11. Evaluasi belajar

2.5 Kekurangan Dan Kelebihan Teori Behaviorisme

11
Aliran behaviorisme mendapatkan beberapa tanggapan yang bersifat kurang
efisiendalam pembelajaran karena tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks.Disamping itu aliran ini juga dianggap efisien dan mempunyai banyak
kelebihan dalam pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai kekurangan dan
kelebihan pada aliran behaviorisme dalam pembelajaran

2.5.1 Kekurangan
1. Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru.Peserta didik hanya
mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yangdiberikan guru. Mereka
tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta
didik cenderung pasif dan bosan.
2. Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan
guru.Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno
karenamenghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yangefektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara
untukmendisiplinkan.
3. Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.Karena menurut teori
ini belajar merupakan proses pembentukan yangmembawa peserta didik
untuk mencapai target tertentu. Apabila teori iniditerapkan terus menerus
tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikanmereka akan tertekan,
tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.

2.5.2 Kelebihan

1. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan


praktekdan pembiasaan.Dengan bimbingan yang diberikan secara terus
menerus akan membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa
menerapkannya dengan baik.
2. Materi yang diberikan sangat detailHal ini adalah proses memasukkan
stimulus yang yang dianggap tepat.Dengan banyaknya pengetahuan yang
diberikan, diharapkan peserta didikmemahami dan mampu mengikuti
setiap pembelajarannya.

12
3. Membangun konsentrasi pikiranDalam teori ini adanya penguatan dan
hukuman dirasa perlu. Penguatan iniakan membantu mengaktifkan siswa
untuk memperkuat munculnya respon.Hukuman yang diberikan adalah
yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai
dengan baik.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa


Teori Belajar Behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah
laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon,serta
memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungan,pengalaman dan latihan yang akan membentuk prilaku mereka.

Adapun Tokoh penting yang berpengaruh dalam teori belajar


behavioristik secara teori antara lain adalah: Pavlov, Skinner, E.L. Thorndke,
E.R.Guthrie, Clark Hull, dan watson. Dari semua pendukung Teori
behavioristik, Teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya..

3.2 Saran
Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik sebauknya
danseharusnya mempertimbangkan keadaan mental peserta didiknya
disampingtingkah laku yang diamati.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. M. (2022, Juni Senin). Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran
(Studi Pada Anak). Teori Belajar Behaviorisme, pp. 3-6.

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ira Vahlia, M. (2021). Belajar Dan Pembelajaran. Universitas Muhammadiyah Metro.

M. Andi Setiawan, M. (2017). BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Ponorogo: Uwais Inspirasi


Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai