Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJAN

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


Dosen pengampu: Nurrahmah, M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 3

Innes Komariah (2022020006)

Hariyanto (2022020012)

Firmansyah (2022020015)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

STKIP TAMAN SISWA BIMA


T.A.2023/2024

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt, karena berkat limpahan serta

karuniannya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teori belajar

Behavioristik”untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata

kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan tugas terhadap kami,

tugas ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Melalui

penugasan ini diharapkan semua pembaca dapat memahami tentang Teori

Belajar Behavioristik yang pada gilirannya dapat diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran. Selain itu manfaat yang dapat dirasakan adalah meningkatnya

kompetensi pembelajaran para pembaca yang sebagian besar merupakan

mahasiswa.

Kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

pembuatan makalah ini. Makalah ini jauh dari kata sempurna,oleh karena

itu,kami mohon kritik dan saran dari teman-teman maupun dosen,demi

terciptannya makalah yang sempurna.

Bima ,19 September 2023

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. Latar belakang................................................................................................1

B. Rumusan masalah...........................................................................................2

C. Tujuan ...........................................................................................................2

D. Manfaat .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik..........................................................3

B. Pandangan belajar Menurut Teori Behavioristik...........................................3

C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli..................................................5

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran..........................13

E. Kelebihan dan kelemahan teori belajar Behavioristik....................................15

BAB III PENUTUP....................................................................................................18

A. Kesimpulan ...................................................................................................18

B. Saran ..............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh

individu untuk menghasilkan suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu,

dari bersikap buruk menjadi bersikap baik, dari tidak terampil menjadi

terampil. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu

individu belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Pada zaman sekarang ini, telah kita ketahui bahwa para pelajar

khususnya mereka yang menginjak usia remaja sering kali melakukan hal-hal

yang tidak seharusnya dia lakukan di usianya, seperti halnya merokok.

Merokok pada saat ini nampaknya sudah menjadi kebiasaan mereka yang

sulit untuk dihindari. Hal tersebut dikarenakan faktor lingkungan yang

kurang baik. Oleh karena itu, guru di sekolah harusnya memberikan

pendidikan terhadap para pelajar bagaimana seharusnya mereka berprilaku

dengan baik.

Dengan mempelajari teori Behavioristik, kita dapat mengetahui cara

mengajar yang baik agar para peserta didik tidak melenceng ke arah yang

tidak seharusnya. Bahkan dalam hal menghadapi peserta didik yang sudah

menjadi perokok itu pun dapat kita ubah perilakunya dengan memberikan

pendidikan. Dalam hal ini, kita dapat melakukan pendidikan dengan

menggunakan teori Behavioristik.

v
B. Rumusan Masalah
a) Apakah yang dimaksud dengan teori belajar Behavioristik?
b) Bagaimanakah definisi belajar menurut pandangan teori Behavioristik?
c) Bagaimanakah pendapat para ahli mengenai teori Behavioristik?
d) Bagaimana Aplikasi Teori Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran?

e) Apa saja Kelebihan dan kelemahan teori belajar Behavioristik?

C. Tujuan
a) Mampu memahami definisi teori belajar Behavioristik.
b) Mampu memahami definisi belajar menurut pandangan teori
Behavioristik.
c) Mampu memahami pendapat para ahli mengenai teori Behavioristik.
d) Mampu memahami Aplikasi Teori Behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran.

e) Dapat mengetahui Kelebihan dan kelemahan teori belajar Behavioristik.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu kita dapat mengetahui
implikasi pembelajaran dari teori behavioristik, untuk mengetahui penerapan
teori behavioristik dalam pembelajaran, dan mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari teori behavioristik.

vi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar Behavioristik merupakan salah satu aliran psikologi yang

memandang bahwasannya perilaku belajar seseorang atau individu hanya

pada kejadian atau fenomena yang tampak secara kasat mata atau jasmaniah

dan mengabaikan aspek-aspek mental. Aliran psikologi atau teori belajar

behavioristik tidak melibatkan minat, emosi, dan perasaan individu dalam

proses belajar. Peristiwa dalam pelaksanaan pembelajaran hanya semata-

mata karena stimulus dan respon yang diberikan kemudian hal tersebut

menjadi sebuah kebiasaan yang di kuasi oleh individu.

Teori belajar behavioristik memiliki ciri-ciri spesifik menurut Rusuli

dalam (Husamah dkk, 2018), diantaranya adalah:

1) Mementingkan faktor lingkungan,

2) Perkembangan tingkah laku seseorang itu tergantung pada belajar,

3) menekankan pada faktor bagian (elemen-elemen dan tidak secara

keseluruhan),

4) Sifatnya mekanis atau mementingkan reaksi kebiasaan- kebiasaan,

5) mementingkan masa lalu atau bertinjauan historis artinya segala tingkah

lakunya terbentuk karena pengalaman dan latihan.

B. Pandangan belajar Menurut Teori Behavioristik

vii
Menurut teori Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam

tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau

dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal

kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil

interaksi antara stimulus dan respons.

Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku tertentu karena

mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu,

menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang

menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut

belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Semua tingkah laku,

baik bermanfaat ataupun merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.

Gagasan utama dalam aliran behavioristik ini adalah bahwa untuk

memahami tingkah laku manusia diperlukan pendekatan yang objektif,

mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri

seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengondisian. Dengan perkataan

lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui

pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tampak, bukan dengan

mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Menurut Watson, adalah tidak

bertanggung jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia

semata-mata didasarkan atas kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-

kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat

diamati dan diukur. Pada dasarnya pendekatan Behavior ini bertujuan untuk

menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru.

viii
C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli

Teori belajar behavioristik ini dianut dan dipelajari secara mendalam

oleh beberapa ahli. Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah

Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Pada dasarnya

para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas,

namun ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka. Secara singkat,

berturut-turut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik

sebagai berikut.

1. Teori Belajar Menurut Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimu-

lus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang

terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain

yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi

yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa

pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut

maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan

belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak

kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme

sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan

bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak dapat

diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran

dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori

ix
Thorndike ini disebut juga sebagai aliran Koneksionisme

(Connectionism).

2. Teori Belajar Menurut Watson

Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang

sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara

stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus

berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat

diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-

perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia

menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu

diperhitungkan. la tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental

dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat

menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak

dapat diamati.

Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya

tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau

biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu

sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan

cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa

yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Para

tokoh aliran behavioristik cunderung untuk tidak memperhatikan hal-hal

yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan-

x
perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian

mereka tetap mengakui hal itu penting.

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus

dan respon untuk menjelaskan pengrtian tentang belajar. Namun in

sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles

Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah

laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia

Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan

pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi

sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam

belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun

respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan

dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan

teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai

eksperimen di laboratorium.

4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan

variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya

proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus

berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana

yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan

xi
antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh

sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin

diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat

lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya

lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam

stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga

percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting

dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat

akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah

Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan

(reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi

dipentingkan dalam belajar.

5. Teori Belajar Menurut Skinners

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar

mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para

tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara

sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara

lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan

respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang

kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah

sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.

Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh seseorang/siswa

tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang

xii
diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara

stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan

diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan

mempunyai konsekuensi- konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah

yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan

munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku

seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan

antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang

mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan

timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan

bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat

untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya

masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,

demikian dan seterusnya.

Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleli

para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teon

Skinerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teon

belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching

Machine, Pembelajaran berprogram, modul, dan program-program

pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-

respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement).

merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teor

belajar yang dikemukakan oleh Skiner.

xiii
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu

menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau

hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak

dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.

Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberi

stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan

lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah

persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan

alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon

ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan

stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul.

Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak

dapat menjawab hal- hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan

antara stimulus yang diberikan dengan responnya.

Sebagai contoh, motivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar.

Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi

pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih

atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa

tersebut mendapatkan pengalaman penguatan yang kuat pada kegiatan-

kegiatan di luar pelajaran, tetapi tidak mendapatkan penguatan dalam

kegiatan belajar di kelas.

Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan

adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki

xiv
pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat

menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan

pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap

suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda

tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya

stimu- lus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan

adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-

unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk

berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan

teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,

yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga

menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi

Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang

mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana

yang dilukiskan oleh teori behavioristik.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik

memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan

belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative

reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan

berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam

proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak

xv
sependapat dengan Guthrie, yaitu;

1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat

sementara.

2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi

bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.

3) Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah

dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,

hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang

kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat

negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.

Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai

stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang

sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus

dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,

seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa

tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus

ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa

(sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah)

dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki

kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari

penguat negatif adalah penguat positif (positif reinforcement).

Keduannya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya

xvi
adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif

adalah dikurangi agar memperkuat respons.

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran

Bentuk pembelajaran behavioristik dapat dilihat dari berbagai hal

yang dilakukan selama proses dan pada bentuk pembelajaran. Menurut

Irham & Wiyani (2015) menyebutkan bahwa hal- hal penting yang

merupakan bentuk atau ciri dari proses pembelajaran behavioristik dapat

dilihat dari beberapa hal, diantaranya adalah (1) mendudukan siswa

sebagai individu yang pasif; (2) memunculkan perilaku-perilaku yang

diharapkan menggunakan metode pembiasaan- pembiasaan atau drill; (3)

memandang pengetahuan merupakan sesuatu yang stagnan dan tidak

pernah berubah shingga akan disampikan sama pada setiap tahunnya; (4)

memandang mengajar hanya sebagai transfer pengetahuan dan belajar

sebagai proses memperoleh pengetahuan; (5) kurikulum dikembangkan

secara terstruktur dan pengetahuan sudah ada sehingga siswa tinggal

mempelajarinya

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran

tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi

pelajaran, karakteristik pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran

yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori

behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,

tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,

xvii
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar

adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang

belajar atau peserta didik. Menurut Kim dalam (Elvia Dkk, 2020)

behavioris berasumsi bahwa tujuan pembelajaran yang penting dapat

ditentukan dan diukur sepenuhnya, dan beberapa behavioris berpendapat

bahwa mengajar bertujuan untuk menciptakan instruksi yang baik.

Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap

pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar

atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam

pembelajaran, pembelajaran dianggap sebagai objek pasif yang selalu

membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.

Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pendidikan menurut

Irham & Wiyani (2015) terlihat dalam beberapa hal diantaranya:

1) Bahan-bahan pengajaran sudah siap digunakan;

2) Bahan pelajaran tersusun secara hierarkies, dari sederhana ke rumit

dan kompleks;

3) Pembelajaran berorientasi hasil yang terukur dan teramati dalam

bentuk perilaku yang diinginkan;

4) pengulangan dan latihan digunakan untuk membentuk kebiasaan;

5) Apabila perilaku yang diinginkan muncul diberi penguatan positif

dan yang kurang diinginkan mendapat penguatan negatif.

xviii
Proses pembelajaran yang berpijak pada teori belajar

Behavioristik adalah sebagai berikut: (1) menentukan tujuan

pembelajaran dalam bentuk standart kompetensi (SK) dan kompetensi

dasar (KD) serta indikator ketercapaian; (2) menentukan materi pelajaran

yang akan diberikan; (3) merinci materi menjadi bagaian-bagaian kecil

dalam bentuk pokok bahasan, sub pokok bahasan, dan sebagainya; (4)

memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan, latihan-latihan, dan

tugas- tugas dalam proses pembelajaran; (5) adanya aktivitas memberikan

hadiah dan hukuman.

Metode pembelajaran Behavioristik tidak cocok digunakan untuk

semua mata pelajaran karena pada dasarnya metode pembelajaran

behavioristik membutuhkan praktik dan pembiasaan misalnya percakapan

menggunakan bahasa asing, olahraga, penggunaan komputer dan lain

sebagainya yang membutuhkan latihan dan pembiasaan.

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behaviorisme

Kelebihan teori ini antara lain :

a. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan

praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti

kecepatan, spontanitas, kelenturan,refleks, dan daya tahan.

b. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan

kondisi belajar.

xix
c. Teori ini cocok diterapkan untuk anak yang masih membutuhkan

dominasi peran orangdewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,

suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

d. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana

sampai pada yangkompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam

bagian-bagian kecil yang ditandaidengan pencapaian suatu

keterampilan tertentu mampu menghasilkan suatu perilaku yang

diinginkan muncul.

Kekurangan teori ini antara lain :

1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered

learning), bersifatmekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang

diamati dan diukur.

2. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan

menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar

yang efektif.

3. Siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata –

kata kasar, ejekan,jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.

4. Tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab

banyak variabel atauhal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan

atau belajar yang tidak dapat diubahmenjadi sekedar hubungan

stimulus dan respon.

5. Tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan

hubungan antara stimulusdan respon ini dan tidak dapat menjawab

xx
hal-hal yang menyebabkan terjadinyapenyimpangan antara stimulus

yang diberikan dengan responnya.

6. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.

7. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan

terjadinya prosespembelajaran yang tidak menyenagkan bagi siswa,

yaitu guru sebagai center, otoriter,komunikasi yang berlangsung satu

arah, guru melatih dan menentukan apa yang harusdipelajari siswa.

xxi
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori belajar behavioristik merupakan suatu bentuk perubahan yang

dialami individu berupa kemampuan dalam bentuk perubahan tingkah laku

dengan cara yang baru sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari

beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,

karakteristik pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik

memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak

berubah.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran

dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajaran

untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya

sendiri. Metode belajar behavioristik diterapkan untuk melatih dan

membimbing anak yang membutuhkan dorongan dari orangtua, suka

meniru, dan suka mengulangi perilaku setelah mendapatkan reward atau

hadiah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya konsep

pembelajaran dalam teori belajar behavioristik sebagai ajang pelatihan agar

terbentukya perilaku akibat dari adanya hubungan antara stimulus dan

respon yang terjadi berulang-ulang kali dengan adanya dukungan hadiah

dan hukuman.

xxii
B. SARAN

Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana

belajar yang kondusif dan efektif, lalu menerapkan metode dan teori

yang tepat, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Oleh

karena itu sebagai calon pendidik (guru) hendaknya kita mempelajari

teori-teori pembelajaran yang ada, agar kita mampu menemukan

kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.

xxiii
DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, C. 2012. Belajar dan Pembelajaran cet 2. Jakarta: Rineka


Cipta.
Maydiantoro, Albet (2022). Teori Belajar Behavioristik. FKIP Universitas
Lampung, Bandar Lampung.
Elvia, B.S. Fiqh, K.F. Rachmat, S. 2020. “Implementasi Teori Belajar
Behavioristik Dalam Pembelajaran” dalam Jurnal Serunai Administrasi
Pendidikan. Vol. 9 No.1 Maret 2020.

xxiv

Anda mungkin juga menyukai