Anda di halaman 1dari 16

AKIDAH ISLAMIYAH

Dosen Mata Kuliah :


M. Zuhdi Nurus Sobah, S.Q.

Oleh Kelompok 4 :
1) Aidul Fitra Ramadhan (02)
2) Aulya Rachmawandani (07)
3) Indah Choirunnisa (17)
4) Nadya Arinata Firdaus (26)
5) Siti Hutami T.O. (35)
6) Yumna Fiola Dewi (40)
1. Pengertian Akidah Islamiyah
ْ yang
Secara bahasa (etimology) kata "‘Aqidah" diambil dari kata dasar al-'aqdu (‫)العَ ْقد‬
berarti ikatan, at-tautsiiqu (‫ )التَّ ْوثِيْق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-
ihkaamu (‫ )اْ ِإلحْ كَام‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( ‫الربْط‬
َّ
‫ ) ِبق َّوة‬yang berarti mengikat dengan kuat.
Menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada
keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Sedang pengertian akidah dalam agama
maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan.
Dinamakan akidah islam atau islamiyah karena kepercayaan dan keyakinan itu tumbuh
atau dibicarakan atas dasar /menurut ajaran Islam.
Jadi Akidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah
dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada para
malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus)
dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun
secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta
ijma’ salaf as-shalih.

2. Sumber Akidah Islamiyah


A. Al-Qur’an
Al Qur’an adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui perantara
Jibril. Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang hakiki, membacanya termasuk ibadah, dan Al-
Quran terjaga dari penyimpangan, perubahan, penambahan dan pengurangan.
Al Imam Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat
ini kepada Rasul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya,
termasuk di dalamnya perkara akidah. Allah menurunkan Al Qur’an sebagai sumber hukum
akidah karena Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk
beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati, akan ditemui banyak ayat dalam Al Qur’an
yang menjelaskan tentang akidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena
itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami akidah yang bersumber dari
Al Qur’an karena kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang
haq dan tidak pernah sirna ditelan masa.
B. As-Sunah
Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah
walaupun lafadznya bukan dari Allah tetapi maknanya datang dari-Nya.
Allah menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum dalam agama. Kekuatan As Sunnah dalam
menetapkan syariat termasuk perkara akidah ditegaskan dalam banyak ayat Al Qur’an,
diantaranya firman Allah yang artinya :
“Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah dan apa yang ia larang maka
tinggalkanlah” (Q.S Al Hasyr:7)
Dan firman-Nya :
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul” (Q.S An Nisaa:59)
Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim
untuk juga mengambil sumber-sumber hukum akidah dari As Sunnah dengan pemahaman
ulama. Ibnul Qoyyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan
mentaati Rasul-Nya”, dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa
menaati Rasul wajib secara independent tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al
Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada
pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
C. Ijma’ Para Ulama
Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat Nabi
Muhammad setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang
yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmu.
Berkaitan dengan Ijma’, Allah SWT berfirman yang artinya:
”Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
kebenaran baginya dan mengikuti jalan bukan jalannya orang-orang yang beriman, maka
Kami akan biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang ia lakukan dan Kami masukkan ia ke
dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (Q.S An Nisaa:115)
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disyariatkannya
ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti ijma’.
Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil syar’i yang wajib untuk diikuti karena
Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul. Di dalam
pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh
ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an
dan Sunnah yang shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran
dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani
sehingga menjadi qatha’i.
D. Akal Sehat Manusia
Akal juga menjadi sumber hukum akidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa
Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara nyata
yang memungkinkan pancaindera untuk menangkapnya. Adapun perkara gaib yang tidak
dapat tersentuh oleh pancaindera maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada
hakikatnya. Sesuatu yang abstrak atau gaib, seperti akidah, tidak dapat diketahui oleh akal
kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik dari Al Qur’an dan As Sunnah yang
shahih.
Al Qur’an dan As Sunnah menjelaskan kepada akal bagaimana cara memahami dan
melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima
surga dan neraka karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan
yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap
manusia harus meyakininya.
Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al
Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ yang menyelisihi akal sehat karena sesuatu yang bertentangan
dengan akal sehat adalah batil, sedangkan tidak ada kebatilan dalam Qur’an, Sunnah dan
Ijma’, tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya
atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.
E. Fitrah Kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasululloh SAW bersabda :
“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
membuat ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R Muslim).
Dari hadits ini dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan
untuk menghamba kepada Alloh. Akan tetapi, bukan berarti bahwa setiap bayi yang lahir
telah mengetahui rincian agama Islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa,
tetapi setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui
bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama.
Bahkan, ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru kepada Allah seperti
dijelaskan dalam firman-Nya :
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan niscaya hilanglah siapa yang kalian seru kecuali
Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling, dan manusia
adalah sangat kufur” (Q.S Al Israa’:67)

3. Ruang Lingkup Pembahasan Akidah


Akidah islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yaitu Allah
SWT. Menurut sistematika Hasan al-Banna maka ruang lingkup pembahasan akidah adalah :
 Illahiyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah
(Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, dll..
 Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan denagn Nabi
dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat, karamah, dan
lainnya.
 Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan denagn alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh, dan lainnya.
 Sam’iyyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam’I (dalil nagli berupa Al-qur’an dan sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab
kubur, tanda-tanda kiamat, surge, neraka, dan lainnya.
Prinsip Akidah Islamiyah :
 Iman kepada Allah SWT yaitu membenarkan dengan yakin akan adanya Allah SWT
serta keesaannya dan segala sifat-sifatnya.
 Iman kepada Malaikat yaitu percaya bahwa malaikat itu ada dan merupakan hamba
Allah SWT yang paling setia.
 Iman kepada kitab-kitab Allah yaitu percaya bahwa kitab-kitab yang di wahyukan
kepada para Nabi dan Rasul merupakan wahyu Allah SWT
 Iman kepada Nabi dan Rasul yaitu yakin pada Nabi dan Rasul bahwa merupakan
rukun iman ke-empat.
 Iman kepada hari akhir yaitu percaya bahwa kelak ketika sangkakala dibunyikan
maka hari akhir pun akan tiba.
 Iman Kepada Qada dan Qadar aitu percaya akan adanya sebab-akibat atau takdir yang
hanya Allah yang tahu itu.
Unsur-unsur akidah islamiyah :
 Keyakinan dalam hati
 Diikrarkan dengan lisan
 Diamalkan dengan seluruh anggota badan

4. Dasar Akidah Islamiyah


1. Al-Quran
Al-Qur’an merupakan dasar pokok akidah Islam yang paling utama. Al-Qur’an
menjelaskan tentang segala hal yang ada di alam semesta ini. Sedangkan dasar-dasar akidah
yang harus diimani oleh setiap muslim di antaranya QS an-Nisa/4 : 136
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya”. (QS. An- Nisa / 4 :136)
2. Al-Hadits
Hadits adalah segala ucapan, perbuatan dan takrir (sikap diam) Nabi Muhammad SAW.
Dalam agama Islam, ditegaskan bahwa hadits adalah hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an,
baik sebagai sumber hukum dalam akidah ataupun dalam segala persoalan hidup manusia.
Hadits memiliki fungsi sebagai pedoman yang menjelaskan masalah-masalah yang ditetapkan
di dalam al-Qur’an yang masih bersifat umum. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al-
Hasyr/59: 7 yang artinya:
“…apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya”

5. Bahaya Penyimpangan Akidah


Menyimpang dari aqidah yang benar adalah sebab terbesar dari kebinasaan dan
kehancuran alam semesta. Allah SWT berfirman:

‫ت أ َ ْيدِي النَّاس‬ َ ‫ساد فِي ْالبَ ِر َو ْال َب ْح ِر ِب َما َك‬


ْ َ‫سب‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬
َ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia.” (QS. Ar-Rum: 41)
Sebesar-besar maksiat adalah aqidah yang rusak. Ayat diatas menunjukkan bahwa
maksiat mempunyai banyak akibat jelek yang akan menimpa pelaku dan keluarganya, atau
menimpa masyarakat dan umatnya, atau menimpa bumi, langit, lautan, hewan-hewan dan
selainnya. Contohnya adalah banyak terjadi goncangan dan gempa yang menghancurkan
negeri-negeri, angin kencang lagi banjir bandang yang menenggelamkan para makhluk dan
selainnya dari bencana-bencana besar, sebagai hukuman dari Allah.
Karenanyalah kiamat yang menjadi masa puncak dari munculnya semua bentuk
kehancuran dan kebinasaan . Kiamat tidak akan terjadi sampai aqidah yang benar benar-benar
sirna dari muka bumi ini. Nabi Muhammad bersabda :
“Tidak akan tegak hari kiamat sampai di bumi tidak ada lagi yang mengatakan : Allah,
Allah.”
Dan tidaklah Allah menyiksa sebuah kaum yang tadinya beriman kecuali karena rusaknya
aqidah mereka.

Diantara bahaya penyimpangan aqidah yang terjadi di masa lalu antara lain :
1. Dibinasakannya kaum Tsamud dan’Aad, Allah subhanahu wa ta’ala befirman :

“Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat Adapun kaum Tsamud, Maka
mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. Adapun kaum 'Aad Maka mereka
telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi Amat kencang, yang Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus;
Maka kamu Lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka
tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang
tinggal di antara mereka” (QS. Al Haaqqah : 4-8).

2. Allah Subhanahu wa Ta’aala menyebutkan tentang kebinasaan


(ditenggelamkannya) ummat Nabi Nuh Alaihissalam :

ْ ‫ون َو‬
‫ازد ِج َر‬ َ ‫ت قَ ْبلَه ْم َق ْوم نوح فَ َكذَّبوا‬
ٌ ‫ع ْبدَنَا َوقَالوا َم ْجن‬ ْ َ‫َكذَّب‬
“Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kamu Nuh, Maka mereka mendustakan hamba
Kami (Nuh) dan mengatakan: "Dia seorang gila dan Dia sudah pernah diberi ancaman”(QS.
Al Qomar :9)
‫ارا‬
ً ‫ص‬َ ‫َّللاِ أ َ ْن‬
َّ ‫ون‬ِ ‫َارا فَلَ ْم يَ ِجدوا لَه ْم ِم ْن د‬
ً ‫َطيئَاتِ ِه ْم أ ْغ ِرقوا فَأد ِْخلوا ن‬
ِ ‫ِم َّما خ‬
“Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke
neraka, Maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah”
(QS. Nuh : 25).

3. Firman Allah Tabaraka wa ta’ala tentang kaum Nabi Luth Alaihissalam :

َ ‫اصبًا ِإال آ َ َل لوط َن َّج ْينَاه ْم ِب‬


‫س َحر‬ َ ‫س ْلنَا‬
ِ ‫علَ ْي ِه ْم َح‬ َ ‫( ِإنَّا أ َ ْر‬33) ‫ت قَ ْوم لوط ِبالنُّذ ِر‬
ْ َ‫َكذَّب‬
“Kaum Luth-pun telah mendustakan ancaman-ancaman (nabinya). Sesungguhnya Kami telah
menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka),
kecuali keluarga Luth. mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing”(Qs. Al
Qomar:33-34.

 Penyebab Penyimpangan Akidah :


1. Tidak menguasainya pemahaman akidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang akidah yang
benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak akidah yang benar.
Seperti firman Allah SWT tentang umat terdahulu yang keberatan menerima akidah yang
dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah: 170 yang artinya: "Dan apabila dikatakan
kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami."
(Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat
sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka
ia ikut tersesat.
4. Berlebihan dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal
dunia sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti
perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah atau arbiter antara dia
dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai
ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh
kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh
23 yang artinya: "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap peradaban
Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta
hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan
mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam sehingga anak
tumbuh tidak mengenal akidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan
yang artinya: "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang
meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
7. Rusaknya berbagai media informasi dan eranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi
yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa
diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang
kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik
kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.

 Solusi Penyimpangan Akidah:


1. Kembali kepada al-Qur`an dan as-Sunnah dalam menimba akidah yang benar.
2. Mempunyai perhatian dan minat yang besar dalam mempelajari dan mengajarkan akidah
yang benar pada setiap tingkatan pendidikan.
3. Tidak mempelajari kitab-kitab akidah yang menyimpang
4. Tegaknya setiap dai untuk memperingatkan, memperbaiki dan meluruskan semua bentuk
akidah rusak yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin

6. Pengaruh Akidah Bagi Seorang Muslim


1) Akidah islamiah sebagai landasan hidup dapat membentuk sikap hidup penganut-penganutnya
sesuai dengan ajaran Islam .
2) Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti akan
melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan
baik.
3) Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut
tidak akan diterima.

 Di antara sikap orang yang memiliki akidah yang benar adalah :


1. Bersikap Merdeka
Merdeka adalah lepas dari segala bentuk penghambaan terhadap Taghut (Tuhan selain Allah SWT)
dijelaskan dalam al-Qur’an surat Al Mumtahanah ayat 4 yang artinya:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka “Sesungguhnya kami berlepas diri dari
kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah SWT, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada

Allah SWT saja.” Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohon
ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolah sesuatupun dari kamu (siksaan Allah SWT)”.
(Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.”

2. Kemuliaan atau harga diri (‘izzah)


Seorang muslim tidak akan mundur menghadapi tantangan yang mengancam akidahnya dan dirinya
akan selalu teguh memegang prinsip, tidak malu mengakui kesalahannya untuk diperbaiki kemudian.
Kita sebaiknya berpegang pada prinsip “Hidup mulia atau mati syahid”. Hal ini juga ditegaskan dalam
firman Allah SWT surat 63 ayat 8 yang artinya:

”Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang-orang yang
kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya”. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah,
bagi RasulNya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”

3. Merasakan ketenangan (ath thuma’ninah)

Ketenangan membuat jiwa seseorang Mukmin sejati senantiasa terpaut dalam pusaran kehidupan,
terlibat di kedalaman batinnya, merasakan sentuhan alam, mendengar jeritan nurani kemanusiaan dan
memahami harapan-harapannya. Itulah sebabnya apabila seseorang mampu untuk bersikap tenang,
maka hal-hal di atas akan terjalan secara emosional dengan kehidupan yang mereka lalui. Mereka
merasakan setiap detik dari perjalanan hidup mereka. Allah SWT berfirman mengenai hal ini pada al-
Qur’an surat 13 ayat 28 yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram”.

4. Rasa aman (Al-amnu)

Setiap kita perlu rasa aman. Bahkan rasa aman merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidup.
Tanpa rasa aman, apalah artinya dunia dan segela gemerlapnya. Karenanya Rasulullah SAW
bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian mendapati paginya dalam keadaan aman, di keluarganya dan di
perjalanannya, sehat badannya, memiliki apa yang ia makan hari itu, sungguh ia seperti dilingkup
dunia”. Sedangkan pada al-Qur’an surat 6 ayat 82 Allah SWT berfiman yang artinya: “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik) mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapat petunjuk.” Maka
telah jelaslah apa yang disampaikan Allah SWT tersebut karena, disana, di dalam cahaya iman itu,
letak rasa aman kita yang sesungguhnya.

5. Optimis (At- Tafaul)

Optimis adalah suatu kesimpulan dari tidak pasrah dan tidak merasa hebat. Kita bisa saja menilai
kemampuan diri tidak terbatas. Tapi keterbatasan itu tidak boleh disikapi dengan kepasrahan (putus
asa). Bisa jadi kita menilai diri kita mempunyai banyak kelebihan. Tetapi itu tidak boleh disikapi
dengan besar kepala, arogan, apalagi menindas sesama. Semuanya harus ditata sebagaimana harus
sesuai dengan koridor tuntunan Islam yang akan menempatkannya pada saluran yang tepat dan
keadaan diri kita harus ditempatkan secara proporsional sehingga kita tidak terjerumus dalam dua
kutub ekstrim yaitu terlalu memilih yang mudah-mudah saja dalam hidup atau sebaliknya, karena
merasa hebat akhirnya selalu berlebih-berlebihan dalam menjalani kehidupan. Hal ini dijelaskan
dalam al-Qur’an surat 12 ayat 87 yang artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita
tentang Yusuf dan saudaranya dan kamu jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah SWT kecuali kaum yang kafir”.

6. Barokah (Al-Barokah)

Setiap manusia pasti menginginkan hidupnya dipenuhi dengan keberkahan walaupun kadang mereka
tidak meminta kepada Allah. Untuk mencapai hal itu, seorang manusia harus berpegang teguh kepada
akidah Islamiyah yang akan mendorong mereka untuk hidup dengan damai, di jalan yang benar
(Islam) untuk mendapat berkah dari Allah SWT Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam al-
Qur’an surat Al A’raf ayat 96 yang artinya:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya”. Dari ayat di atas, kita diwajibkan untuk bersyukur dalam arti yang
sebenarnya setelah mendapat berkah dari Allah SWT, karena dengan syukur In shaa Allah SWT akan
diberikan keberkahan yang lebih lagi kepada kita.

7. Berani (Asy-Syaja’ah)

Bila kita sudah berpegang teguh kepada akidah Islam, tentunya kita termasuk orang yang berada di
jalan yang benar, untuk itu kita harus berani menghadapi segala kendala dan rintangan yang
menghadang walaupun kendala dan rintangan itu berat bagi kita. Di balik hal tersebut terdapat hikmah
yang besar bagi kita bahkan akan menambah semangat kita untuk lebih berpegang teguh pada akidah
Islam. Hal ini dijelaskan dalan firman Allah SWT surat 41 ayat 30 yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
menegakkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan)
“Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan
memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah SWT kepadamu”.

8. Mendapatkan kepemimpinan (Al-Istikhlaaf)

Dengan berpegang teguh kepada akidah Islamiyah, setiap orang akan merasakan kepemimpinan yang
sesungguhnya baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Hal inilah yang memunculkan para
cendekiawan Islam dengan ilmu pengetahuan yang begitu mengagumkan hingga Negara-negara Barat
pun kalah dalam kemajuan, kala itu. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat An Nur
ayat 55 yang artinya:

“Dan Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-
amal sholeh bahwa ia akan sungguh-sungguh menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir
sesudah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.

9. Tawakal (Berserah diri)

Setiap orang mempunyai keinginan dalam hidupnya, baik itu suatu hal yang bisa diraih atau tidak.
Dengan menggunakan seluruh tenaga, manusia berusaha untuk mewujudkan semua keinginannya, ada
kalanya berhasil dan ada kalanya gagal. Akhir dari usaha hanya Allah SWT yang tahu dan
menentukan, manusia hanya mempunyai hak untuk berusaha. Namun manusia kadang tidak
menyadari hal tersebut sehingga mereka putus asa, kesal dan malas berusaha lagi. Hal ini tidak akan
terjadi bila kita bertawakal kepada Allah SWT dalam arti menyerahkan segala hasil tetapi harus
didahului dengan usaha yang sekuat tenaga dan berdoa kepada Allah. Hal ini dijelaskan dalam al-
Qur’an surat Ali Imran ayat 173 yang artinya:

“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah SWT dan Rasul) yang kepada mereka orang-orang
mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena
itu takutlah kepada mereka”. Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan menjawab:
“Cukuplah Allah SWT menjadi penolong kami dan Allah SWT sebaik-baik pelindung.”
KESIMPULAN

Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap
individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan
melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai
dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya. Atas dasar ini,
akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mu’jizat dan merealisasikan
kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam. Akidah memiliki peranan yang besar
dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan
siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-
jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan
perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan
demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman
tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan kita insya Allah.
SESI TANYA JAWAB:

1. Apakah seseorang yang indigo merupakan penyimpangan aqidah?


Jawab : Tidak ada yang namanya Indigo atau seseorang yang bisa melihat masa depan
ataupun hal-hal yang bersifat ghaib. Sebenarnya orang tersebut di dalam dirinya memiliki
portal gaib yang terbuka. Orang yang portal gaibnya terbuka hanya ada 2 , yaitu : diberi
kelebihan oleh Allah dan yang satunya lagi dirasuki oleh Jin/Iblis. Jika dirasuki oleh Jin/Iblis
maka orang tersebut harus diruqyah. Percaya kepada perkataan orang indigo merupakan salah
satu penyimpangan kaidah karena hal gaib hanya milik Allah untuk diketahui.

2. Apa yang dimaksud takhlid buta?


Jawab : “Taklid” dan “taklid buta”. Sekilas, kedua kata ini tampak sama. Yang
membedakannya hanya ada kata “buta” yang membentuk kata majemuk pada kata yang
kedua. Secara sederhana, taklid dapat diartikan sebagai mengikuti pendapat seseorang. Dalam
Islam, taklid ini biasanya merujuk pada mengikuti pendapat ulama tentang hukum-hukum
Islam. Pada dasarnya, taklid ini merupakan hal yang diperbolehkan, khususnya untuk orang
awam yang mempunyai keterbatasan ilmu untuk mengemukakan suatu pendapat perihal
hukum Islam. Namun, bukan berarti pendapat tersebut harus diikuti secara mentah-mentah
begitu saja. Kita harus tahu apa yang menjadi landasan hujah dari munculnya pendapat
tersebut agar tidak menjadi “taklid buta”. Selama ulama yang pendapatnya diikuti tersebut
mengambil pemahamannya dari Alquran dan sunah, maka kita bisa bertaklid padanya.
Namun, taklidnya juga bukan taklid buta yang menerima pendapatnya mentah-mentah, tanpa
mengerti dan berusaha mengetahui dalilnya.

3. Berikan contoh bahwa aqidah dapat memberikan mukjizat?


Jawab : Mukjizat adalah suatu peristiwa atau kejadian luar biasa yang dialami atau dimiliki
oleh Rasul atas kehendak Allah SWT. dan kejadian tersebut menyalahi adat kebiasaan,
hukum sebab akibat dan diluar jangakauan akal sehat manusia.

Contohnya : Mukjizat Nabi Musa yang dapat megubah tongkatnya menjadi ular raksasa dan
membelah laut merah, mukjizat Nabi Ibrahim yang tidak mempan di bakar api, dll.

4. Apa yang dimaksud dengan karamah?


Jawab : Karamah adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT
sebagai karunia khusus baginya. Seorang wali dianjurkan mengajak orang lain ke jalan Allah
SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti, maka ia boleh minta diberi
karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh seorang preman, maka beliau
menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah SWT si preman melihat buah pohon
yang ada di atasnya berupa emas, sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas yang
ada di atas pohon itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar.
Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT yang diberikan
kepada Sunan Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam perjalanannya.

5. Apa yang dimaksud dengan Qath’i?


Jawab : Qath’i adalah sesuatu yang menunjukkan kepada makna tertentu yang harus
dipahami dari teks (ayat atau hadis). Qath’i tidak mengendung kemungkinan takwil serta
tidak ada tempat atau peluang untuk memahami makna selain makna yang ditunjukkan teks.
Sedangkan Abu al-Ainain Badran Abu al-Ainain, guru besar ushul fiqh dari Mesir,
mengatakan bahwa qath’i adalah sesuatu yang menunjukkan kepada hukum dan tidak
mengandung kemungkinan makna lain. Hal ini berarti fatwa yang diberikan bukanlah buatan
sendiri , tidak terpotong sanadnya dan sama seperti ajaran Rasulullah.

6. Apa yang harus dilakukan untuk mengeluarkan seseorang dari doktrin?


Jawab : Hal yang pertama harus kita ketahui bahwa seseorang yang mudah di doktrin pasti
saat itu mengalami suatu musibah atau sedang dalam kesusahan. Sehingga jika ingin
mengeluarkannya dari doktrin yang sesat, kita harus menyelesaikan terlebih dahulu akar
permasalahan yang ia memiliki. Contohnya saja masalah ekonomi, keluarga, dan lain
sebagainya. baru setelah itu lah secara perlahan kita kembali merangkul dan
membiimbingnya ke jalan yang benar.

7. Bagaimana cara mengetahui aqidah itu adalah benar?


Jawab : Merupakan Asy'ariyah Al Maturidiyah , Ahlussunnah wal Jama’ah, menggunakan
salah satu dari 4 mahzab (Hanafi, Maliki, Hambali, Syafi’i), dan bertasawuf.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.berbagaireviews.com/2017/03/akidah-pengertian-akidah-dan-
pembahasan.html?m=1
http://ahlussunnahpalopo.blogspot.com/2010/12/bahaya-penyimpangan-akidah.html
https://almanhaj.or.id/4093-thumaninah.html
http://ndocfile.blogspot.com/2012/09/dasar-dasar-aqidah-islam.html
http://a2hk.blogspot.com/2013/05/sumber-aqidah-islam.html
Ma’mun, Sukron. 2018. Pendidikan Agama Islam. Tangerang Selatan : Unit Penerbitan PKN
STAN

Anda mungkin juga menyukai