Anda di halaman 1dari 19

TUGAS AKHLAQ

PERTEMUAN 9 DAN 10

DISUSUN OLEH :

Nama : WINKA FUTRIA AFEKA

NIM : 144011926070

Program Studi : D3 Keperawatan

Semester : 1 (Satu)

STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG


TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengutus hambaNya Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa kebenaran, menyampaikan amanat
kepada ummat dan berjihad dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada beliau, berikut para keluarga, shahabat dan pengikutnya
yang setia.
Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi yaitu keyakinan atau aqidah dan
sesuatu yang di amalkan atau amaliah. Amal perbuatan tersebut merupakan
perpanjangan dan implentasi dari aqidah tersebut. Islam adalah agama samawi yang
bersumber dari Allah SWT yang berintikan keimanan dan perbuatan.
Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah fundamental, karena dari pemahaman
tentang tauhid itulah keimanan seorang muslim mulai tumbuh. Konsep tauhid dalam
Islam merupakan salah satu pokok ajaran yang tidak dapat diganggu gugat dan sangat
berpengaruh terhadap keislaman seseorang. Apabila pemahaman tentang tauhid
seseorang tidak kuat, maka akan goyah pula pilar-pilar keislamannya secara
menyeluruh.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian, ruang lingkup sumber dan tingkatan aqidah
2) Apa pengertian, macam, kedudukan dan fungsi tauhid serta rumus kalimat
tauhid dan konsekuensinya?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian, ruang lingkup sumber dan tingkatan aqidah
2) Untuk mengetahui pengertian, macam, kedudukan dan fungsi tauhid serta rumus
kalimat tauhid dan konsekuensinya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah


Pengertian Aqidah secara etimologi atau bahasa. Aqidah berasal dari kata ‘aqada
yang berarti menyimpulkan, mengokohkan atau mengikat. Kata Aqidah atau Aqaid
(bentuk jama’) yang berarti keyakinan, sesuatu yang dapat dipercaya dalam hati atau
dalam ikatan yang kokoh.
Pengertian Aqidah Secara Terminologis atau istilah. Aqidah adalah beberapa
perkara yang wajib di yakini kebenarannya oleh hati, dapat mendatangkan ketentraman
jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur dengan keraguan-keraguan.
Dalam pengertian agama pengertian aqidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:
1. Beriman dengan Allah
2. Beriman dengan para malaikat
3. Beriman dengan kitab-kitab-Nya
4. Beriman dengan para Rasul-Nya
5. Beriman dengan hari akhir
6. Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk
Sehingga aqidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai
keraguan di dalam hati seseorang.

2.2 Ruang Lingkup Aqidah


Kajian aqidah menyangkut keyakinan umat Islam atau iman. Karena itulah,
secara formal, ajaran dasar tersebut terangkum dalam rukun iman yang enam. Oleh
sebab itu, sebagian para ulama dalam pembahasan atau kajian aqidah, mereka mengikuti
sistematika rukun iman yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat (termasuk
pembahasan tentang makhluk ruhani seperti jin, iblis, dan setan), iman kepada kitab-
kitab Allah, iman kepada Nabi dan rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman
kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Sementara Ulama dalam kajiannya tentang aqidah islam menggunakan
sistematika sebagai berikut:

2
1. Ilahiyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah
(Tuhan, Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah,perbuatan-
perbuatan (af’al) Allah dan sebagainya.
2. Nubuwat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi
dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat, karamat
dan sebagainya.
3. Ruhaniyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
alam metafisik seperyi Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain sebaginya.
4. Sam’iyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sama’, yaitu dalil naqli berupa al-qur’an dan as-sunnah, seperti alam barzakh,
akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka dan sebaginya.
Berbeda dengan dua sistematika di atas, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA, dalam
Ensiklopedi Aqidah Islam menjabarkan obyek kajian aqidah mengacu pada tiga kajian
pokok, yaitu:
 Pengenalan terhadap sumber ajaran agama (ma’rifatul mabda’), yaitu kajian
mengenai Allah.Termasuk dalam bidang ini sifat-sifat yang semestinya ada (wajib),
yang semestinya tidak ada (mustahil), dan yang boleh ada dan tiada (jaiz) bagi
Allah. Menyangkut dengan bidang ini pula, apakah Tuhan bisa dilihat pada hari
kiamat (ru’yat Allah).
 Pengenalan terhadap pembawa kabar (berita) keagamaan (ma’rifat al-
wasithah).Bagian ini mengkaji tentang utusan-utusan Allah (nabi dan rasul), yaitu
kemestian keberadaan mereka, sifat-sifat yang semestinya ada (wajib), yang
semestinya tidak ada (mustahil), serta yang boleh ada dan tiada (jaiz) bagi mereka.
Dibicarakan juga tentang jumlah kitab suci yang wajib dipercayai, termasuk juga
cirri-ciri kitab suci. Kajian lainya ialah mengenai malaikat, menyangkut hakekat,
tugas dan fungsi mereka.
 Pengenalan terhadap masalah-masalah yang terjadi kelak di seberang kematian
(ma’rifat al-ma’ad). Dalam bagian ini dikaji masalah alam barzakh, surga, neraka,
mizan, hari kiamat dan sebagainya.

3
2.3 Sumber Aqidah
Sumber aqidah islam adalah al-Quran dan al-Sunnah. Artinya informasi apa saja
yang wajib diyakini (diimani dan diamalkan) hanya diperoleh melalui al-Quran dan al-
Sunnah. Al-Quran memberikan penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu.
Firman Allah:
89. (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi
atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri.
Sedangkan akal fikiran bukanlah merupakan sumber aqidah, ia hanya berfungsi
utuk memahami nash-nash (teks) yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan
mencoba membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh al-Quran dan
al-Sunnah(jika diperlukan). Itupun harus didasari oleh sesuatu kesadaran bahwa
kemampuan akal manusia sangat terbatas.
Informasi mengenai pencipta alam ini dan seisinya adalah dalil Allah yang
hanya bisa diketahui melalui al-Quran dan al-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata
tidak dapat mengetahui siapa yang menciptakan alam. Akal manusia hanya dapat
memikirkan keteraturan dan keseimbangannya.
Orang yang beriman wajib meyakini hal-hal ghaib, lalu dari mana kita
mengetajui masalah ghaib itu? Al-Quran dan al-Sunnahlah yang bisa menginformasikan
hal itu, sedangkan akal manusia tidak mampu menjangkau masalah-masalah ghaib.

2.4 Tingkatan Aqidah


Tingkatan aqidah seseorang berbeda-beda, yaitu
1. Taqlid
Yaitu tingkatan yang menerima suatu kepercayaan dari orang lain tanpa diketahui
alasan-alasannya.
2. Ilmul Yakin
Pengertiannya mereka dalam keadaan mencari kebenaran dengan jalan akal pikiran.
Misalnya kita kenal Wawan SH salah seorang ahli hukum, karenaWawan memakai

4
gelar SH. Gelar SH ini memberikan keyakinan kita dengan pandangan ilmu, bahwa
Wawan adalah ahli hukum (meskipun belum dilihat bukti dengan kasat mata).
3. ‘ainul Yakin
disebutkan dalam Firman Allah:
dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (QS.At-
Takatsur:7)
Jadi 'Ainul yaqin artinya melihat dengan mata kepala sendiri sehingga menimbulkan
keyakinan yang kuat.Pengertian ayat tersebut mereka dalam keadaan mencari
kebenaran dengan penyaksian mata. Misalnya kita kenal Wawan SH lagi itu sebagai
ahli hukum, bukannya sekedar ia mempunyai gelar SH, tetapi dengan jalan kita
telah membaca buku karangannya tentang ilmu hukum. Dengan jalan ini keyakinan
kita menjdi lebih kuat, karena terdukung dengan pandangan lahiriyah maupun
pandangan bathiniyah bahwa Wawan SH adalah ahli hukum.
4. Haqq al-Yaqin
Yaitu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan penghayatan
pengalamannya. Perumpamaannya:
1) Kita kenal ilmunya Wawan SH itu karena ia memakai gelar SH, namun ilmunya
itu kita tidak lihat dengan mata kepala.
2) Kita kenal ilmunya dengan jalan kita melihat/membaca karangannya tentang
ilmu hukum. Jelasnya kita telah melihat dengan mata telanjang bahwa Wawan,
memang ahli hukum karena tulisannya itu.
3) Kita kenal ilmunya dengan kebenaran yang hakiki, karena kita menerima
ilmunya tanpa perantara lagi. Kita bermusyahadah, berpandang-pandangan
dengan dia.

2.5 Pengertian Tauhid


Tauhid (Arab :‫)توحيد‬, adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan
keesaan Allah. Tauhid diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhidan yang artinya
mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang
berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah.
Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan
Allah.

5
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam,
sehingga oleh karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang
mengesakan Tuhan. Bahkan gerakan-gerakan pemurnian Islam terkenal dengan nama
gerakan muwahhidin ( yang memperjuangkan tauhid ). Dalam perkembangan sejarah
kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu
Islam, yaitu ilmu Tauhid yakni ilmu yang mempelajari dan membahas masalah-masalah
yang berhubungan dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-
an Allah.
Tauhid di bagi menjadi 3 macam yaitu:
1) Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah taala di dalam
perbuatan-perbuatan-Nya.
2) Tauhid Asma dan Sifat
Tauhid Asma dan Sifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah subhanahu wa
ta’ala dalam nama dan sifat-Nya yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits
dilengkapi dengan mengimani makna-maknanya dan hukum-hukumnya.
3) Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan perbuatan-perbuatan
hamba yang dilakukan dalam rangka taqorub dan ibadah seperti berdoa, bernadzar,
menyembelih kurban, bertawakal, bertaubat, dan lain-lain.

2.6 Kedudukan Tauhid


Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung
dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal
perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Pada dasarnya manusia telah mengenal Allah meski secara global, maka para Rasul
utusan Allah diutus bukan untuk memperkenalkan tentang Allah semata. Namun
hakikat dakwah para Rasul adalah untuk menuntut mereka agar beribadah hanya
kepada-Nya. Dengan demikian materi dakwah para rasul adalah Tauhid Uluhiyah. Oleh
karena itu istilah tauhid tatkala disebutkan secara bebas (tanpa diberi keterangan lain)
maka ia lebih mengacu kepada Tauhid Uluhiyah.

6
Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia, Allah berfirman,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam segala
macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallahu
‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan
penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah saja.
Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan
bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Allah,
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah
Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al
Anbiya: 16-17).
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun:
115)
Selain itu, tauhid juga adalah tujuan diutusnya beberapa rasul ke muka bumi,
dalam hal ini Allah berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl:
36). Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rasul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi
terakhir Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk
mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak
memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka pertanyaan bagi kita sekarang
adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rasul kita Muhammad shollallahu alaihi wa
sallam untuk beribadah hanya kepada Allah semata? ataukah kita bersikap acuh tak
acuh terhadap seruan Rasulullah ini?”
Selain itu tauhid merupakan perintah Allah yang paling utama dan pertama,
Allah berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36). Dalam

7
ayat ini Allah menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia
perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini
didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada
umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama
manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah
hanya kepada Allah semata.

2.7 Fungsi Tauhid


Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar
diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik
dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik
dan benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba
Allah akan muncul dengan sendirinya. inilah salah satu manfaat dari ilmu tauhid.
Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk
menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul,
karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan
kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala
kebaikan. Begitu juga dengan kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa
(Allah) akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah ciptaan
tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan, dan segala sesuatu berada dalam urusan
yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, dan
perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai mana firman Allah dalam
al-Quran yang artinya :
“Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku”(al-
Dzariyat:56)

“Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon
pertolongan”(al-Fatihah:5)

“Katakanlah, “Dialah Allah yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu..”(al-Ikhlas:1-2)

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal
batin, tetapi juga meliputi sikap tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh

8
karena itu, orang-orang yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan
dan dan benar akan membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin.
Sehingga jelas bagi seseorang, bahwa tauhid tidak cukup untuk dimiliki dan
dihayati, karena jika hanya demikian hanya akan menghasilkan keahlian dalam seluk
beluk ketuhanan, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut,
sehingga dirinya akan berada diluar ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin bisa
sampai keluar dari keislamannya, karena maksud dan tujuan tauhid bukan sekedar
diakui dan diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid mengadung hal-hal yang
beramanfaat bagi kehidupan manusia yaitu :
1. Sebagai sumber dan mutivator perbuatan kebajikan dan keutamaan;
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk
mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan;
3. Mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup
yang dapat menyesatkan;
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.5
Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid selain bermanfaat bagi hal-
hal batin, juga bermanfaat bagi hal-hal lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas
manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan fungsi atau manfaat
ilmu tauhid bagi kehidupan manusia ialah sebagai pendoman hidup yang dengannya
umat manusia bisa terbimbing kepada jalan yang diridhai Allah, serta dengan tauhid
manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT.
Dengan tauhid manusia tidak hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar
bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang
superior atau inferior terhadap manusia lainnya.
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain
mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih
kurang ideal dalam arti memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap
belenggu social, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian, akan muncul
manusia-manusia tauhid yang memiliki ciri-ciri positif yaitu :
1. Memiliki komitmen utuh pada tuhannya.
2. Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.

9
3. Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas
kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
4. Tujuan hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah
untuk Allah semata-mata.
5. Memiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama
manusia lain; suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya,
dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.

2.8 Rumus Kalimat Tauhid dan Konsekuensinya


Tak diragukan lagi bahwa kalimat laa ilaaha illallah merupakan pondasi
agama Islam. Kalimat ini pula, bersama dengan kalimat syadahat muhammadur
rasulullah, merupakan rukun yang pertama dari kelima rukun Islam. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ وصوم‬،‫ وإيتاء الزكاة‬،‫ وإقام الصالة‬،‫ شهادة أن ال إله إال هللا وأن محمدا رسول هللا‬:‫بني اإلسالم على خمس‬
‫ وحج البيت‬،‫رمضان‬
“Islam dibangun di atas lima perkara: (1) Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak
disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah;
(2) Menegakkan shalat; (3) Menunaikan zakat; (4) Puasa di bulan Ramadhan; dan
(5) Berhaji ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhari no.8 dan Muslim no. 16).
Hadits-hadits dalam masalah ini pun banyak sekali.
Makna syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah. Kalimat ini menihilkan hak peribadahan yang sejati dari
selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata sebagaimana firman
Allah dalam surat Al-Hajj:
ُ ِ‫ي الْ َكب‬
‫ير‬ َّ ‫َٰذ َلِكَ بِأ َ َّن‬
ُّ ‫َّللا َ ه َُو الْ َح ُّق َو أ َ َّن َم ا يَدْعُونَ ِم ن د ُونِ ِه ه َُو الْ بَا ِط ُل َو أ َ َّن َّللاَّ َ ه َُو الْ عَ ِل‬
“Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa
saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah Dialah Yang
Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)
Dan firman Allah dalam surat Al-Mu’minun:
َ ‫َّللا ِ إِ َٰلَ ًه ا آ َخ َر َال ب ُْر هَا َن لَه ُ بِ ِه فَإِنَّ َم ا ِح‬
َ‫س ابُه ُ ِع ند َ َر ب ِ ِه ۚ إِنَّه ُ َال ي ُ ْف ِل ُح الْ كَافِ ُرون‬ َّ ‫َو َم ن يَدْعُ َم َع‬

10
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada
suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya.
Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mu’minun: 117)
Firman pula Allah dalam surat Al-Baqarah:
َّ ‫اح د ٌ ۖ َّال إِ َٰلَ ه َ إِ َّال ه َُو‬
َّ ‫الر ْح َٰ َم ُن‬
‫الر ِحي ُم‬ ِ ‫َو إِ َٰلَ ُه ُك ْم إِ َٰلَ ه ٌ َو‬
“Dan Tuhanmu ialah Tuhan Yang Mahaesa, tiada tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah juga berfirman dalam surat Al-Bayyinah:
ِ ‫َو َم ا أ ُ ِم ُروا إِ َّال ِل يَعْ ب ُد ُوا َّللاَّ َ ُم ْخ ِل‬
‫صي َن لَه ُ الدِينَ ُحنَفَا َء‬
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas memurnikan
ketaatan kepadaNya semata dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. Al-
Bayyinah: 5)
Ayat-ayat lain yang semakna sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an.
Kalimat yang agung ini tidak akan bermanfaat bagi si pengucapnya dan tidak
akan mengeluarkan si pengucapnya dari wilayah kesyirikan jika ia tidak memahami
maknanya, tidak mengamalkannya, dan tidak membenarkannya. Orang-orang
munafik pun mengucapkannya, namun mereka kelak tetap akan menjadi penghuni
neraka yang paling bawah karena tidak mengimaninya dan tidak mengamalkannya.
Demikian pula orang-orang Yahudi, mereka mengucapkan kalimat ini namun
mereka tetaplah sekafir-kafirnya manusia sebab tiada mereka beriman pada kalimat
ini. Begitu pula para penyembah kuburan dan penyembah orang-orang shalih, yang
mereka ini merupakan orang-orang kafir, mereka mengucapkan kalimat ini namun
perkataan, perbuatan, dan akidah mereka menyelisihi kalimat ini. Maka kalimat ini
tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka dan tidaklah mereka teranggap sebagai
kaum muslimin dengan semata telah mengucapkannya karena mereka sendiri
membatalkan kalimat tauhid ini dengan perkataan, perbuatan, dan akidah mereka.
Sebagian ulama menghimpun syarat-syarat kalimat tauhid ini dalam dua bait syair:
“Ilmu, yakin, ikhlas, dan jujurmu bersama cinta, patuh, dan penerimaanmu
padanya.

Tambah yang ke delapan, ingkarmu pada semua yang disembah selain Dia”
Dua bait ini mengumpulkan semua syarat kalimat tauhid:

11
1. Ilmu sebagai lawan dari tidak tahu. Di atas telah disebutkan bahwa makna
kalimat ini ialah tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka semua hal
yang disembah manusia selain Allah adalah sesembahan yang batil.
2. Yakin sebagai lawan dari ragu-ragu. Haruslah dari sisi si pengucap muncul rasa
yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah sebenar-benarnya Dzat yang
berhak disembah.
3. Ikhlas, yaitu dengan seorang hamba memurnikan semua ibadahnya hanya kepada
Tuhannya, Allah subhanahu wa ta’ala. Jika satu ibadah saja ia tujukan kepada
selain Allah, baik kepada nabi, wali, raja, berhala, maupun jin dan selainnya
maka ia telah menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dan membatalkan syarat
ikhlas ini.
4. Jujur. Maknanya ialah orang yang mengucapkan kalimat syahadat haruslah
mengucapkannya tulus dari dalam hatinya, hatinya sesuai dengan lisannya dan
lisannya sesuai dengan hatinya. Jika ia mengucapkan dengan lisan saja
sedangkan hatinya tidak mengimani maknanya maka kalimat ini tidak
bermanfaat baginya dan dengan demikian ia tetap berstatus kafir seperti seluruh
orang munafik.
5. Cinta. Maknanya ia harus mencintai Allah ‘azza wa jalla. Jika ia mengucapkan
kalimat ini namun tidak mencintai Allah, ia tetap menjadi kafir, tidak masuk ke
dalam Islam sebagaimana orang-orang munafik.
6. Patuh pada konsekuensi yang dikandung oleh makna kalimat tauhid, yaitu
dengan hanya menyembah Allah semata, mematuhi syariatNya, mengimani dan
meyakini bahwa syariatNya adalah benar. Jika dia mengucapkan kalimat tauhid
namun enggan menyembah Allah semata, tidak mematuhi syariatNya bahkan
menyombongkan diri, maka ia tidaklah teranggap sebagai muslim. Ia seperti Iblis
dan yang semisal dengannya.
7. Menerima kandungan makna kalimat tauhid, yaitu dengan menerima bahwa ia
harus mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan meninggalkan segala
bentuk peribadahan kepada selain Dia, dia berkomitmen dan ridha dengan hal
demikian.
8. Kufur terhadap semua yang disembah selain Allah. Maknanya, ia harus
melepaskan dirinya dari semua bentuk peribadahan kepada selain Allah dan

12
meyakini bahwa peribadahan tersebut batil. Hal ini sebagaimana firman
Allah subhanahu wa ta’ala:
Maka wajiblah atas setiap muslim untuk mewujudkan kalimat tauhid dengan
memperhatikan syarat-syaratnya. Siapa saja yang merealisasikan makna kalimat
tauhid dan istiqamah di atasnya maka ia adalah seorang muslim yang haram darah
dan hartanya. Sekalipun ia tidak mengetahui rincian dari masing-masing syarat.
Yang menjadi tujuan pokok ialah seorang mukmin memahami maknanya dengan
benar dan mengamalkannya walaupun ia tidak mengetahui rincian masing-masing
syarat kalimat tauhid.
Kemudian terdapat perbedaan antara perbuatan yang membatalkan kalimat
tauhid laa ilaaha illallah dengan perbuatan yang hanya membatalkan bagian
penyempurna iman yang wajib, yaitu bahwa setiap amalan, perkataan, atau
keyakinan yang menjerumuskan pelakunya pada syirik akbar itulah yang
membatalkan iman secara keseluruhan. Misalnya, berdoa meminta sesuatu kepada
orang yang sudah meninggal, malaikat, berhala, pepohonan, bebatuan, bintang-
bintang, atau kepada yang lain semisal itu, atau menyembelih dan bernadzar untuk
mereka, sujud kepada mereka, dan lain-lain. Maka ini semua membatalkan tauhid
secara keseluruhan serta berlawanan dengan kalimat tauhid laa ilaaha
illallah bahkan menihilkannya.
Contoh yang lain lagi ialah menghalalkan perkara-perkara yang telah Allah
haramkan dan diketahui keharamannya secara dharuri dan ijma’, semisal zina,
meminum khamr, mendurhakai orang tua, riba, dan lain-lain. Contoh lain ialah
menyangsikan perkataan atau perbuatan yang Allah wajibkan yang diketahui
secara dharuri atau lewat ijma’ merupakan bagian dari agama, missal shalat wajib
yag lima, zakat, puasa Ramadhan, berbakti pada orang tua, mengucapkan dua
kalimat syahadat, dan lain-lain.
Adapun perkataan, perbuatan, dan keyakinan-keyakinan yang melemahkan
tauhid dan iman dan membatalkan aspek penyempurna wajibnya saja ada banyak
sekali, misalnya syirik ashghar semisal riya’ dan bersumpah dengan nama selain
Allah, juga perkataan “sesuai kehendak Allah dan kehendak fulan”, atau
ungkapan “ini dari Allah dan dari si fulan”, dan lain-lain. Demikian pula semua
maksiat itu melemahkan tauhid dan iman serta menihilkan aspek penyempurna iman

13
yang wajib. Oleh karena itu, wajib mewaspadai semua yang membatalkan tauhid dan
iman atau yang mengurangi pahalanya. Dan iman menurut Ahlus Sunnah wal
Jama’ah mencakup ucapan dan perbuatan, bertambah dengan melaksanakan amal
ketaatan dan berkurang karena mengerjakan maksiat.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aqidah, Tauhid, Iman dalam kehidupan umat muslim perlu kita pelajari dan
amalkan. Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib di yakini kebenarannya oleh hati,
dapat mendatangkan ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur
dengan keraguan-keraguan. Tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan
keesaan Allah.Sedangkan iman menurut pengertian sesungguhnya ialah kepercayaan
yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu
serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup. Aqidah yang benar merupakan landasan
tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan.Dan seorang muslim meyakini bahwa
tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan
merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan
tuntunan Rasulullah. Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki
cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka
seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mampu
mewujudkan nnkeislamannya.

3.2 Saran
Sebagai umat muslimnya hendaknya kita mengetahui hakikat dan kedudukanya
aqidah,tauhid dan iman dalam kehidupan sehari hari agar perbuatan kita tidak
melenceng dari semestinya, sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah rosullullah.Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gurupendidikan.co.id/aqidah/

https://blogmateri.wordpress.com/2015/02/12/makalah-aqidah-tauhid-iman-hakikat-
dan-kedudukannya/

http://4everace8.blogspot.com/2017/01/sumber-aqidah-dalam-islam-dalam-islam.html.

https://muslim.or.id/29558-konsekuensi-kalimat-tauhid-laa-ilaaha-illallah.html.

16
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang aqidah dan tauhid.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang aqidah dan tauhid ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palembang, Desember 2019

Penyusun

i17
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 2


2.1 Pengertian Aqidah .............................................................................................. 2
2.2 Ruang Lingkup Aqidah ...................................................................................... 2
2.3 Sumber Aqidah ................................................................................................... 4
2.4 Tingkatan Aqidah ............................................................................................... 4
2.5 Pengertian Tauhid ............................................................................................... 5
2.6 Kedudukan Tauhid ............................................................................................. 6
2.7 Fungsi Tauhid .................................................................................................... 8
2.8 Rumus Kalimat Tauhid dan Konsekuensinya .................................................... 10

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 15


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 15
3.2 Saran .................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16

ii
18

Anda mungkin juga menyukai