Anda di halaman 1dari 13

KLASIFIKASI HADITS

BERDASRKAN SUMBERNYA
Dalam Memenuhi Tugas Makalah

Ulumul Hadis

Oleh:

Muhammad Muqoyim
2016.5.2.1.00046

Dosen Pembimbing:

Agus Imam Kharomen, M.Ag.

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON


FAKULTAS TARBIYAH
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Jln. Widarasari III Tuparev Cirebon Telp. (0231) 24615

-0-
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa Rasulullah masih hidup, zaman khulafaur rasyidin dan sebagian
besar zaman dinasti Umayyah sampai akhir abad pertama hijrah, hadits-hadits
nabi tersebar melalui mulut-kemulut (lisan). Ketika itu umat Islam belum
mempunyai inisiatif untuk menghimpun hadits-hadits nabi yang bertebaran.
Mereka merasa cukup dengan menyimpan dalam hafalan yang terkenal kuat. Dan
memang diakui oleh sejarah bahwa kekuatan hafalan para sahabat dan para tabiin
benar-benar sulit tandingannya.
Hadits nabi tersebar ke berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat
dan tabiin ke seluruh penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang jumlahnya
karena meninggal dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap hadits-hadits
nabi makin bertambah banyak, baik yang dibuat oleh orang-orang zindik dan
musuh-musuh Islam maupun yang datang dari orang Islam sendiri. Pemalsuan
hadis ini dilakukan ada kalanya kepentingan politik, karena fanatisme golongan,
madzhab, ekonomi, perdagangan dan lain sebagainya. Melihat itu, para ulama
bangkit untuk mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan meletakkan dasar
kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan hadits yang nantinya
ilmu itu disebut Ilmu Hadits.
Oleh karena itu, makalah sederhana ini akan membahas tentang klasifikasi
hadits berdasarkan sumbernya. Karena ada berita yang memang bersumber dari
Nabi yang kemudian disebut hadis, ada berita yang bersumber dari para sahabat
dan tabiin serta ada pula yang bersumber dari Allah namun posisinya bukanlah
sebagai wahyu. Sehingga kita akan lebih mampu untuk memahami dan
mengetahui fungsi dan perbedaan-perbedaannya. Dan apakah semuanya itu bisa
dijadikan sebagai hujjah?. Dan makalah ini disusun sebagai pengantar diskusi
pekuliahan Prodi Manajemen Pendidikan Islam dengan Mata Kuliah Ulumul
Quran di Institut Agama Islam Bungan Bangsa Cirebon

-1-
BAB II
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN SUMBERNYA

A. Hadis dilihat dari sumber berita


Hadis dilihat dari sumber berita, dari siapa berita itu dimunculkan pertama
kali terdapat empat macam, yaitu qudsi, marfu, mawquf, dan, maqthu. Secara
umum dapat dikatakan jika sumber berita itu dari Allah dinamakan hadis qudsi,
jika sumber berita datang dari nabi disebut hadis marfu, jika datangnya sumber
berita itu dari sahabat disebut hadis mawquf, dan jika datangnya dari tabiin
disebut hadis maqthu. Sumber berita utama di atas tidak dapat menentukan
keshahihan suatu hadis sekalipun datangnya dari Allah atau nabi, karena tinjauan
kualitas shahih, hasan dan dhaif tidak hanya dilihat dari segi sumber berita akan
tetapi lebih dilihat dari sifat-sifat para pembawa berita.

1. Hadis Qudsi
a. Pengertian
Pengertian hadis qudsi menurut bahasa kata Al-qudsi nisbah dari kata al-
quds yang diartikan suci (ath-thaharah dan at-tanzih). Hadis ini
dinamakan suci (al-qudsi), karena didasarkan kepada Zat Tuhan yang Maha Suci.
Atau dinisabahkan pada kata Ilah (Tuhan) maka disebut hadis Ilahi dan atau
dinisabahkan kepada Rabb (Tuhan), maka disebut pula hadis Rabbani.
Kata qudsi, sekalipun diartikan suci hanya merupakan sifat bagi hadis,
demikian juga nama Rabbani dan Ilahi. Sandaran hadis kepada Allah tidak
menunjukkan kualitas hadis. Oleh karena itu tidak semua hadis qudsi shahih tetapi
ada yang shahih, hasan, dan dhaiif tergantung persyaratan periwayatan yang
dipenuhinya, baik dari segi sanad atau matan. Menurut istilah hadis qudsi adalah:












Sesuatu yang dipindahkan dari nabi Saw serta penyandarannya kepada Allah
Swt.

-2-
Hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan Nabi Saw secara ahadi (tidak
mutawatir) sandarannya kepada Allah. Pada umumnya di sandarkan kepada Allah
karena Allah yang berfirman atau yang memunculkan berita. Rasulullah kadang
meyampaikan berita atau nasehat yang beliau ceritakan dari Allah Swt. Tetapi
bukan wahyu yang diturunkan seperti Al-Quran, dan bukan perkataan tegas
(shorih) yang disandarkan kepada beliau yang kemudian disebut dengan hadis
nabawi. Berita itu memang sengaja beliau disandarkan kepada Allah tetapi bukan
Al-Quran karena redaksinya berbeda dengan Al-Quran. Ia adalah hadis qudsi
yang maknanya dari Allah melalui ilham atau mimpi, sedangkan redaksinya dari
Nabi sendiri. Banyak sekali hadis qudsi yang disampaikan secara wahyu dalam
berbagai bentuk macam penyampaiannya, seperti dalam tidur, langsung ke dalam
hati, dan melalui Malaikat.
Kalau dalam Al-Quran dikatakan:

: ..............


Allah berfirman:..
Sedangkan dalam hadis qudsi, maka dikatakan:














:.........
Rasulullah Saw bersabda pada apa yang diriwayatkan dari Tuhannya: ......

b. Contoh hadis qudsi




:





)
(



Sabda Rasulullah pada appa yang diriwayatkan dari Tuhannya, bahwasannya
Dia berfirman: saya menurut dugaan hamba-Ku pada-Ku dan aku bersamanya
ketika ia ingat kepada-Ku, jika ia ingat kepada-Ku sendirian aku pun ingat
kepadaya sedirian dan jika ia inagat kepadaku kepada kelompok/jamaah aku
pun iingat kepadanya pada kelompok.
Hadis qudsi juga disebut dengan istilah hadis Ilahi atau hadis Rabbani,
adalah suatu hadis yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi
SAW, kemudian Nabi SAW menerangkannya dengan menggunakan susunan
katanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain,

-3-
hadis qudsi ialah hadis yang maknanya berasal dari Allah SWT, sedangkan
lafalnya berasal dari Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, hadis qudsi
berbeda dengan hadis nabawi (Nabi), yaitu hadis yang lafal maupun maknanya
berasal dari Nabi Muhammad SAW sendiri.
Hadis qudsi juga berbeda dengan Al-Quran. Dalam Kulliyat Al-Biqa
sebagaimana yang dikutip oleh Al-Qasimi menjelaskan tentang perbedaan Al-
Quran dan hadis qudsi sebagai berikut:
1. Lafal dan makna Al-Quran berasal dari Allah SWT, sedangkan hadis qudsi
hanya maknanya yang berasal dari Allah SWT
2. Al-Quran mengandung mukjizat;
3. membaca Al-Quran termasuk perbuatan ibadah, sedangkan membaca hadis
qudsi tidak termasuk ibadah
4. Al-Quran tidak boleh dibaca atau bahkan disentuh oleh orang-orang yang ber-
hadas, sedangkan hadis qudsi boleh dipegang dan dibaca juga oleh orang-orang
yang punya hadas;
5. Periwayatan Al-Quran tidak boleh hanya dengan mak-nanya saja, sedangkan
hadis qudsi boleh diriwayatkan hanya dengan maknanya;
6. Al-Quran harus dibaca di waktu salat, sedangkan hadis qudsi tidak harus dan
bahkan tidak boleh dibaca di waktu salat;
Semua ayat Al-Quran disampaikan dengan cara mutawatir, sedangkan tidak
semua hadis qudsi diriwayatkan secara mutawatir, tetapi kata-kata dan maknanya
berasal dari Allah SWT.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa posisi hadis udsi adalah
bukan kalam Allah seperti Al-Quran, tetapi kalam Allah secara makna,
sedangkan redaksinya dari Nabi sendiri. Adapun hadis nabawi, redaksi dan
maknanya dari Nabi sendiri untuk kemaslahatan umat manusia dan bukan kalam
Allah Swt.

2. Hadis Marfu
a. Pengertian
Marfu menurut bahasa yang di angkat atau yang di tinggikan, ialah
lawan kata makhfudh. Secara istilah hadis marfu adalah hadis yang terangkat

-4-
sampai kepada Rasulullah Saw atau menunjukkan ketinggian kedudukan beliau
sebagai seorang Rasul. Menuut istilah sebagian ulama hadis ialah:













Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw secara khusus, baik perkataan,
perbuatan, atau takrir, baik sanadnya itu muttasil (bersambung-sambung tidak
putus-putus) maupun munqatthiatau mudhal.
Sedangkan menurut ulama lain hadis marfu adalah:
Hadis yang dipindahkan dari Nabi Saw dengan menyandarkan dan mengangkat
(merafakan) kepadanya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis marfu
adalah berita yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan,
sifat dan persetujuan, sekalipun sanadnya tidak bersambung atau terputus, seperti
hadis mursal, muttashil dan munqothi. Mengecualikan hadis mauquf dan hadis
maqtu.

b. Contoh-contoh hadis marfu


1) Contoh marfu qawli
Seperti yang di berikan oleh abu said al-khudri ra berkata:


:








Telah bersabda Rasulullah Saw sesungguhnya yang orang beriman itu terhadap
sesamanya sama dengan keadaan batu tembok, satu dengan yang lain saling
mengika. (H.R. Al-Bukhori, Al-Muslim, At-tirmizi, dan An-Nasai)
2) Contoh hadis marfu fili
Contoh hadis marfu fili (pekerjaan yang disandarkan kepada Nabi Saw ialah:
seperti perkataan Anas ra.


,








Bahwa Nabi Saw membetulkan shaf-shaf kami apabila kami akan shalat. Maka
setelah shaf itu lurus, barulah Nabi bertakbir.
3) Contoh hadis marfu taqriri
Contoh hadis marfu taqriri (persetujuan Nabi) ialah seperti perkataan ibnu abbas:

-5-











Bahwa kami (para sahabat) bersambungnya dua rakaat setelah terbenamnya
matahari (sebelum shalat Magrib). Rasulullah mlihat pekerjaan kami itu, beliau
tidak menyuruh kami dan tidak mencegahnya. (HR. Muslim)
Beberapa contoh di atas menggambarkan ragam hadis marfu dalam
berbagai aspeknya yaitu yang meliputi, pertama marfu qawli kedua disebut
marfu fili dan ketiga dinamai marfu taqriri

c. Macam-macam hadis marfu


Hadis marfu ada dua macam, yaitu:
1) Marfu secara tegas (shorih)
Adalah hadits yang tegas dikatakan oleh seorang sahabat bahwa hadits
tersebut didengar atau dilihat dan atau disetujui dari Rasulullah Saw.,
misalnya perkatan sahabat:










:
Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:






:

Rasulullah Saw. Bersabda:









:
Aku melihat Rasulullah Saw. Berbuat seperti ini.
2) Marfu secara hukum (hukmi)
Maksudnya hadits tersebut seolah-olah lahirnya dikatakan oleh seorang
sahabat tetapi hakekatnya disandarkan kepada Rsulullah Saw., misalnya
sebagai berikut:
Seperti perkataan Ibnu Masud














Barang siapa mendatangi tukang sihir, atau dukun maka sesungguhnya ia
telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Saw.
Dalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari
Hadits Marfu diantaranya:
1. Jika yang berbicara sahabat:
1) Kami telah diperintah () .

-6-
2) Kami telah dilarang () .
3) Telah diwajibkan atas kami () .
4) Telah diharamkan atas kami () .
5) Telah diberi kelonggaran kepada kami () .
6) Telah lalu dari sunnah () .
7) Menurut sunnah () .
8) Kami berbuat demikian di zaman Nabi (
).
9) Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup(
)
2. Jika yang meriwayatkanya tabi`in:
1) Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW ().
2) Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW ().
3) Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW ().
4) Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW () .
5) Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW ().
3. Jika di akhir sanad ada sebutan ( )artinya: keadaanya dimarfu`kan.

3. Hadis Mauquf
a. Pengertian
Mauquf menurut bahsa waqaf artinya berhenti. Menurut pengertian istilah
ulama hadis adalah:












Sesuatu yang sandarkan kepada sahabat, baik pekerjaan, perkataan, dan
persetujuan, baik bersambung sanadnya maupun terputus.
Sebagian ulama mendefinisikan hadis mauquf adalah:











Hadis yang disandarkan kepada seorang sahabat, tidak sampai kepada Nabi Saw.
Dari beberapa macam definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadis
mauquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada seorang sahabat baik berupa
perkataan, perbuatan dan persetujuan, baik bersambung sanadnya atau terputus.
Jadi, sandaran hadis ini hanya sampai kepada sahabat tidak sampai kepada Nabi
Saw.
Ulama ahli fiqh Khurrasan menyebut hadis mauquf dengan atsar, dan hadis
marfu dengan khobar. Sedangkan pra ulama ahli hadis berpendapat semuanya
diberi atsar karena arti kata atsar itu adalah periwayatan. Untuk lebih jelasnya

-7-
kembali pada materi pembahasan tentang pengertian dan perbedaan hadis, sunnah,
khobar dan atsar.

b. Contoh-contoh hadis mauquf


1) Contoh mauquf qawli


:









,



Ali bin abi thalib ra berkata: Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan apa
yang mereka ketahui, apakah engkau menghendaki Allah dan Rasul-Nya di
dustakan? (HR. Al-Bkuhari)










Dan ummu ibnu Abbas sedangkan ia bertayamum. (HR. Al-Bukhari)
2) Contoh mauquf taqriri










Aku melakukan beginidi hadapan salah seorang sahabat dan ia tidak
mengingkariku.

c. Hukum hadis mauquf


Sebagaimana keterangan di atas, hadis mauquf tidak dapat dijadikan hujjag,
kecuali hadis tersebut dipandang marfu secara hukum. Maksudnya, dilihat dari
lafalnya mawquf, tetapi dilihat dari maknanya adalah marfu. Ada beberapa
macam hadis mauquf dihukumi marfu, yaitu sebagai berikut:
1. Jika seorang perawi menegaskan beberapa kata ketika menyebut nama sahabat,
seperti , atau , atau , atau . Misalnya





:









Hadis al aroj dari Abi Hurairah secara riwayat (dari Nabi): engkau perangi
kaum yang kecil-kecil matanya (hina). (HR. Al-Bukhori).
2. Perkataan seorang sahabat , atau , atau .
Misalnya:






Bilal diperintah menggenapkan (kalimat) adzan dan mengganjilkan (kalimat)
iqomat. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

-8-
4. Hadis Maqthu
a. Pengertian
Menurut bahasa kata maqthu berasal dari kata





berarti terpotong atau terputus lawal dari mawshul artinya
bersambung. Kata terputus disini dimaksudkan tidak sampai kepada Nabi Saw ia
hanya sampai kepada tabiin saja. Menurut istilah hadis maqthu adalah sbb:















Adalah sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabiiin atau orang setelahnya,
baik dari perkataan atau perbuatan.
Dari pengertian di atas hadis maqthu dapat disimpulakan adalah sifat matan
yang disandarkan kepada seorang seorang tabiin atau seorang generasi setelahnya
baik berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan. Perbedaan antara hadis
maqthu dengan munqathi adalah bahwasannya al-maqthu adalah bagian dari
sifat matan, sedangkan al-munqathi bagian dari sifat sanad. Hadis yang maqthu
itu merupakan perkataan tabiin atau orang yang di bawahnya, dan bisa jadi
sanadnya bersambung sampai kepadanya. Sedangkan munqathi sanadnya tidak
bersambung dan tidak ada kaitannya dengan matan.

b. Contoh hadis maqthu


Contoh hadis maqthu qawli seperti kata Al-Hasan Al-Basri tentang shalat di
belakang ahli bidah.




Shalatlah dan bidahnya atasnya. (HR. Al-Bukhari)
Contoh hadis maqthu fili sebagaimana perkataan Ibrahim bin Muhammad
bin Al-Mutasyir.


,






Masruq memanjagkan selimut antara dia dan istrinya menerima shalatnya,
bersunyi, dari mereka dan dunia mereka.

c. Kehujahan maqthu
Hadis maqthu tidak dapat dijadiakn hujah dalam hukum syara sekalipun
shahih, karena ia bukan yang datang dari Nabi Saw. Dia hanya perkataan atau

-9-
perbuatan sebagian atau salah seorang umat islam. Tetapi jika disana ada bukti-
bukti kuat yang menunjukka kemarfuannya maka dihukumi marfu murasl.
Misalnya perkataan sebagai periwayat ketika menyebut tabii ia berkata: =
ia marfukannya. Atau dalam ungkapan lain dapat dikatakan, perkataan tabiin
terkadang dipandang sebagai perkataan sahabat, apabila perkataan tersebut semata
tidak dapat diperolah melalui ijtihad, sebagaimana perkataan sahabat yang
dipandang tidak dapat di ijtihadkan juga dipandang sebagai perkataan Nabi
sendiri.
Di antara kitab yang dipandang banyak hadis mauquf dan maqthu adalah
sebagai berikut:
1. Mushannaf Abi Syaybah
2. Mushannaf Abd Ar-Razzaq
3. Tafsir Ibnu Jarir, Ibnu Hatim dan Ibnu Al-Mundzir

-10-
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

1) Hadis qudsi adalah sesuatu yang dipindahkan dari nabi Saw serta
penyandarannya kepada Allah Swt, hadis ini diriwayatkan Nabi Saw secara
ahadi (tidak mutawatir) dan sandarannya kepada Allah Swt. Hadis ini juga
disebut hadis Rabbani atau Hadis Ilahi.

2) Hadis marfu adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah saw,
baik perkataan, perbuatan, ataupun taqrir. baik yang bersifat jelas ataupun
secara hukum (disebut marfu = marfu hukman), baik yang menyandarkannya
itu sahabat atau bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung)
atau munqathi (terputus).

3) Hadis mauquf adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada seorang sahabat
atau segolongan sahabat, baik perkataan, perbuatan, atau ketetapannya, baik
bersambung sanadnya maupun terputus. Sandaran hadis ini hanya sampai
kepada sahabat, tidak sampai kepada Rasulullah saw.

4) Hadis maqthu adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada tabiin atau
orang setelahnya, baik perkataan, perbuatan, atau ketetapannya, baik
bersambung sanadnya maupun terputus.

-11-
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan. 2005. Mabahits fi Ulum al-Hadits. Terjemahan Mifdhol


Abdurrahman. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Khon, Dr. H. Abdul Majid. 2016. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah.
Solahudin, M. Agus. Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
https://wafieahmad.wordpress.com
https://araliman.blogspot.com

-12-

Anda mungkin juga menyukai