Anda di halaman 1dari 28

Definisi, Sumber, Dan Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah

Definisi Aqidah
Aqidah ( )menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-aqdu (
)yang berarti ikatan, at-tautsiiqu( )yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (
) yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( ) (yang berarti mengikat
dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): aqidah adalah iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti
kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat
kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitabkitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa
yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkaraperkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma (konsensus)
dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qathi (pasti), baik secara
ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an
dan As-Sunnah yang shahih serta ijma Salafush Shalih.
SUMBER AQIDAH Sumber aqidah Islam adalah al-Quran dan as-sunnah.
Artinya apa saja yang disampaikan oleh allah dalam al-quran dan rasulullah
dalam sunnah-nya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan.
Akal fikiran sama sekali bukan sumber aqidah Islam, tetapi merupakan
instrumen yang berfungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam
kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan membuktikan
secara ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh al-Quran dan Sunnah.
Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal
sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemapuan semua makhluk
Allah.
Akal tidak akan mampu menjangkau masail ghaibiyah (masalah-masalah
ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang tidak
terikat oleh ruang dan waktu.
Misalnya, akal tidak mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan
kekekalan itu sampai kapan? Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat
yang tidak ada di darat atau di laut, di udara dan tidak dimana-mana.
Karena kedua hal tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut

dan menjawab pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal
hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa
risalah tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiyah oleh akal
fikiran.
Berkenaan dengan peneyelidikan akal untuk menyakini aqidah Islam,
terutama yang berkenaan dengan hal-hal ghaib di atas, manusia
dipersilahkan untuk mengarahkan pandangan dan penelitianya kepada alam
semesta ini, di bumi, di langit, dan rahasia-rahasia yang terseimpan pada
keduanya.
Manusia diperintahkan untuk memperhatikan bagaimana langit ditegakan
tanpa tiang seperti yang kita lihat, dan bumi dihamparkan dan dibangun
dengan suasana yang teratur dan teguh dalam sebuah system yang saling
berjalin berkelindan.
Penyelidikan akal yang mendalam pasti akan mengatakan dan meyakinkan,
bahwa alam ini mustahil tercipta dengan sendirinya dan timbul karena
kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain, seperti keyakinan
dalam naturalisme.
Penyelidikan akal secara cermat dapat melahirkan pengakuan mutlak bahwa
semua alam semesta yang teratur, rapi, dan berjalan menurut hukum yang
tetap dan tak berubah-ubah mensyaratkan ada penciptanya, pengatur dan
pemeliharanya. Oleh karena itu, al-quran berkali-kali menganjurkan dan
memberikan petunjuk ke arah penyelidikan dalammenetapkan aqidah
dengan cara demikian. Lihat firman Allah QS Al-baqarah:164.
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN AQIDAH Kajian aqidah menyangkut
keyakinan umat Islam atau iman. Karena itulah, secara formal, ajaran dasar
tersebut terangkum dalam rukun iman yang enam. Oleh sebab itu, sebagian
para ulama dalam pembahasan atau kajian aqidah, mereka mengikuti
sistematika rukun iman yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat
(termasuk pembahasan tentang makhluk ruhani seperti jin, iblis,
dan setan), iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi dan
rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan
qadar Allah swt.
Sementara Ulama dalam kajiannya tentang aqidah islam menggunakan
sistematika sebagai berikut:
1. Ilahiyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan ilah (Tuhan, Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat
Allah,perbuatan-perbuatan (afal) Allah dan sebagainya.
2. Nubuwat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah,
mukjizat, karamat dan sebagainya.
3. Ruhaniyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan alam metafisik seperyi Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain
sebaginya.
4. Samiyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sama, yaitu dalil naqli berupa al-quran dan as-sunnah,
seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga,
neraka dan sebaginya.
Berbeda dengan dua sistematika di atas, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA,
dalam Ensiklopedi Aqidah Islam menjabarkan obyek kajian aqidah mengacu
pada tiga kajian pokok, yaitu:
1. Pengenalan terhadap sumber ajaran agama (marifatul mabda),
yaitu kajian mengenai Allah. Termasuk dalam bidang ini sifat-sifat yang
semestinya ada (wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil), dan yang
boleh ada dan tiada (jaiz) bagi Allah. Menyangkut dengan bidang ini pula,
apakah Tuhan bisa dilihat pada hari kiamat (ruyat Allah).
2. Pengenalan terhadap pembawa kabar (berita) keagamaan
(marifat al-wasithah). Bagian ini mengkaji tentang utusan-utusan Allah
(nabi dan rasul), yaitu kemestian keberadaan mereka, sifat-sifat yang
semestinya ada (wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil), serta yang
boleh ada dan tiada (jaiz) bagi mereka. Dibicarakan juga tentang jumlah
kitab suci yang wajib dipercayai, termasuk juga cirri-ciri kitab suci. Kajian
lainya ialah mengenai malaikat, menyangkut hakekat, tugas dan fungsi
mereka.
3. Pengenalan terhadap masalah-masalah yang terjadi kelak di seberang
kematian (marifat al-maad). Dalam bagian ini dikaji masalah alam barzakh,
surga, neraka, mizan, hari kiamat dan sebagainya.

Pengertian,Ruang Lingkup, dan Sumber Aqidah


1.1 PENGERTIAN AQIDAH
Pengertian aqidah Secara etimologis aqidah berakar dari kata aqida-yaqiduaqdanaqidatan. Kaitan antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan
kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Jadi aqidah adalah sesuatu
yang diyakini oleh seseorang. Makna aqidah secara bahasa akan lebih jelas jika dikaitkan dengan
pengertian secara terminologis.
Secara terminologis terdapat beberapa defenisi aqidah, antara lain :
1. Menurut Hasan Al-banna
Aqaid (Bentuk plural dari aqidah )adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh
hati, mendatangkan ketentraman jiwa ,menjadi keyakinan yang bercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan
2. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakinini
kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Dari kedua definisi tersebut dapat dijelaskan point penting berikut :
1. Sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia.
Ilmu (kebenaran) dibagi menjadi dua yaitu ilmu dlarury dan ilmu nazhariy. Ilmu yang dihasilkan
oleh indera dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu zlarury. Sedangkan ilmu yang memerlukan
dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhariy.
2. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran.
Indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan wahyu untuk menjadi
pedoman dalam menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan.
Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin (ilmu) ia akan mengalami terlebih dahulu 4

tingkatan sebelumnya, yaitu :


Syak (ragu), yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
Zhan, yaitu salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya.
Ghalabatuzh Zhan, yaitu cenderung lebih menguatkan salah satu karena suda meyakini dalil

kebenarannya.
Yakin/Ilmu, yaitu keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keraguan. Keyakinan yang
sudah sampai pada tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.

4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa.


Artinya sesuatu keyakinan yang belum dapat menentramkan jiwa berarti bukanlah aqidah
5. Menolak segala sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran itu.
Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan
6. Tikat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya terhadap
dalil.
Didalam Al-Quran tidak ada satu ayat pun yang secara literal menunjuk pada kata aqidah,
namun demikian terdapat beberapa istilah dengan akar kata yang sama dengan aqidah, yaitu

(Aqada) , istilah tersebut antara lain :


aqadat kata ini digunakan untuk menyebut sumpah setia.


Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah

kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya, Allah menyaksikan segala sesuatu'." (QS. An

Nisaa/4:33)
aqadtum kata ini digunakan untuk menyebut sumpah.

Allah tidak menghukum kamu, disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu, disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, (QS.AlMaidah/5:89)

uqud yang berarti perjanjian


Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (QS.Al-Maidah/5:1)


uqdah yang berarti akad (ikatan), yaitu dalam hal nikah. kata ini tercantum pada ayat :

Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk ber-aqad nikah, sebelum habis iddahnya

(QS. Al-Baqarah/2:235)
Dan uqad yang berarti simpul, yaitu simpul/buhul yang dihembus oleh tukang sihir. Kata ini
terdapat pada ayat :

Dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir, yang menghembus pada buhul-buhul
(simpul) (QS. Al-Falaq/113:4)
Ada istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu iman dan
tauhid.
a) Iman

Ada yang menyamakan istilah iman dengan aqidah dan ada yang membedakannya. Bagi
yang membedakannya beralasan bahwa aqidah hanyalah bagian dalam (aspek hati) dari iman,
sebab iman menyangkut aspek dalam dan aspek luat. Aspek dalamnya berupa keyakinan dan
aspek luarnya berupa pengakuan lisan dan pembuktian dengan amal. Permasalahannya
tergantung dari definisi iman. Kalau kita mengikuti definisi iman menurut Asy ariah yang
mengatakan iman hanyalah membenarkan dalam hati, maka iman dan aqidah ada dua istilah
yang sama. Sebaliknya jika kita mengikuti definisi iman menurut ulama salaf (seperti Imam
Ahmad, Malik, Syafii) yang mengatakan bahwa iman adalah sesuatu yang diyakini didalam
hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan, maka iman dan aqidah tidak
persis sama maknanya.
b) Tauhid
Tauhid artinya mengesakan Allah. Ajaran tauhid adalah tema sentral dalam aqidah Islam. Oleh
karena itu, aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.
1.1 RUANG LINGKUP AQIDAH
Menurut Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :
1. Ilahiyyat,
yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti
wujud Allah, sifat Allah, nama dan Perbuatan Allah dan sebagainya.
2. Nubuwat,
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan

Nabi

dan

Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang dibawa para Rasul ,mujizat rasul dan lain
sebagainya.
3. Ruhaniyat,
yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin,
iblis, syaitan , roh ,malaikat dan lain sebagainya
4. Sam'iyyat,
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli
berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tandatanda kiamat, Surga-Neraka dsb.
Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk dalam Rukun Iman,
yaitu:
1. Iman kepada Allah
Pengertian iman kepada Allah ialah:
Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah

Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam,


makhluk seluruhnya, maupun dalam menerimah ibadah segenap makhluknya.

Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari sifat
kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baru (makhluk).
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan
dengan

beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala

larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya dimuka
bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah.
2. Iman Kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang dinamai
malaikat yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan tugasnya
dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad
adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang membawa
wahyu kepada rasul-rasul-Nya.
Di dalam Al-Quran banyak ayat yang menyeru kita mengimankan sejenis makhluk yang
gaib, yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasa oleh panca indera, itulah makhluk
yang dinamai malaikat. Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan
segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu memuat
wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah beritikad bahwa Allah ada menurunkan
beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang berhubungan
dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. Baik untuk akhirat,
maupun untuk dunia, baik secara induvidu maupun masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang
diterangkan oleh Al-Quran dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang
diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih ada
sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Quran. Sedangkan yang masih ada namanya
saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, dan Zabur kepada
Daud.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul

Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi dan
Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah
utusan Allah yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat manusia.
Di Al-Quran disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai rasul
ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima
kepada manusia dan menunjukkan cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Iman kepada hari Akhir
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat penting
dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama
halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak
diragukan lagi.
Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung (hisab) amal
perbuatan setiap orang yang sudah dibebani tanggung jawab dan memberikan putusan ganjaran
sesuai dengan hasil perbuatan selama di dunia.
6. Iman kepada qada dan qadar
Dalam menciptakan sesuatu, Allah selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum sebab akibat.
Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal khusus yang sangat jarang
terjadi. Sunnah Allah ini mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani maupun yang bersifat
rohani.
Makna qada dan qadar ialah aturan umum berlakunya hukum sebab akibat, yang ditetapkan olehnya
sendiri. Definisi segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara
pasti oleh Allah SWT, untuk segala yang ada.
1.2 SUMBER AQIDAH
Sumber aqidah islam adalah Al-Quran dan Sunnah artinya informasi apa saja yang wajib
diyakini hanya diperoleh melalui Al-Quran dan Al-Sunnah. Al-Quran memberikan penjelasan
kepada manusia tentang segala sesuatu. Firman Allah :

...

...Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat, bagi orang-orang yang berserah diri (QS. Al- Nahl/16: 89)

Sedangkan akal fikiran bukanlah merupakan sumber aqidah, dia hanya berfungsi untuk
memahami nash-nash (teks) yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba
membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Quran dan Al-Sunnah (jika
diperlukan). Itupun harus didasari oleh semua kesadaran bahwa kemampuan akal manusia sangat
terbatas.
Informasi mengenai pencipta alam ini dan seisinya adalah dalil Allah yang hanya bisa
diketahui melalui Al-Quran dan Al-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata tidak dapat
mengetahui siapa yang meciptakan alam. Akal manusia hanya dapat memikirkan keteraturan dan
keseimbangan.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang Aqidah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)

Aqidah secara bahasa artinya simpul, kokoh, ikatan, dan perjanjian. Menurut istilah aqidah
adalah sejumlah kebenaran yang secara fitrah dapat diterima secara umum oleh manusia, dan

tidak akan bercampur sedikitpun dengan keraguan, dan dapat men-datangkan ketentraman jiwa.
2) Istilah lain dari aqidah adalah iman dan tauhid.
3) Kata aqidah dalam Al-Quran ditemukan dengan istilah aqdan, aqadtum, uqud, uqdah, dan
uqad.
4) Ruang lingkup pembahasan meliputi ilahiyyat, nubuwwat, ruhaniyat, dan samiyyat.
5) Sumber aqidah ada dua, yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah Al-Maqbulah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahnya. 1982. Jakarta: Departement Agama RI.
Basyir A. Azhar. 1988. Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: UII.
Rosyadi Imron. 1994. Study Islam, Surakarta: LPID.

MAKALAH AQIDAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, memohon ampunanNya, serta bertobat kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri
serta perbuatan-perbuatan buruk kami. Barangsiapa telah diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak
ada satu pun yang dapat menye-satkan-Nya, dan barangsiapa yang disesatkan Allah, tidak ada
satu pun yang dapat menunjukinya.
B. Tujuan
Dengan di buatnya makalah ini berharap mempunyai banyak manfaat dan mempunyai banyak
tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada
AllahI semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya, maka tujuan dari
ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepadaNya juga membebaskan akal dan pikiran dari
kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari akidah. Karena orang yang hatinya kosong dari
akidah ini, adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah serta menyembah materi yang dapat di
indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat. Ketenangan
jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam pikiran. Karena akidah ini
akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela bahwa Dia sebagai Tuhan
yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh karena itu hatinya menerima takdir-Nya,
dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari pengganti yang lain. Meluruskan tujuan dan
perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang
lain. Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan
mereka yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.
BAB II
PENGANTAR AQIDAH
A. Pengertian Aqidah
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan.
Sedangkan pengertian aqidah dalam agama mksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan
pada perbuatan. Seperti pada aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul.
Menurut Bahasa ( Etimologi ) :
Berasal dari Al-aqdu artinya ikatan yang kuat,bisa pula menjadi kepercayaan yang kokoh.
Ikatan janji, terkadang juga disebut aqdun.
Aqidatan berarti keyakinan.
Menurut Istilah ( Terminologi ) :
Yaitu perkara yang dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi
suatu kenyataan yang kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan
kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung oleh suatu keraguan apapun pada orang yang
meyakininya.
Menurut hasan Al-Banna :
Aqaid ( bentuk jamak dari aqidah ) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketenangan jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercapur sedikitpun
dengan keragu-raguan.

( Al-Banna,tt,hal.465 )
Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy :
Aqidah adalah sejulah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fhitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini
kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu. (Al-Jazairy, 1978,Hal.21).
B. Beberapa Istilah Lain Tentang Aqidah
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu Iman
dan Tauhid dan yang semakna dengan ilmu aqidah yaitu Ushuluddin, Ilmu Kalam dan Fikih
Akbar.
Iman, mencakup semua permasalahan Itiqadiyah dan mebenarkan didalam hati. Sesuatu yang
diyakini oleh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Tauhid, Artinya mengesakan ( mengesakan Allah- Tauhidullah ). Ajaran atuhid adalah tema
sentral aqidah dan iman, oleh karena itu aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.
Ushuluddin, Artinya pokok-pokok agama, yang mencakup rukun iman, rukun Islam dan apaapa yang telah disepakati oleh para imam.
Ilmu Kalam, Artinya berbicara atau pembicaraan. Dapat dikatakan ilmu kalam karena banyak
dan luasnya dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang
beberapa hal. Misalnya tentang Al-Quran apakah khaliq atau bukan, hadist atau qadim. Tentang
takdir, apakh manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang yang berdosa besar kafir atau
tidak. Pembicaraan atau perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berpikir rasional dan
filsafati mempengaruhi para pemikir dan ulam Islam.
Fikih Akbar, munculnya pemahaman ini bahwa tafqquh fiddin yang diperintahkan Allah SWT,
dalamsurah At-Taubah ayat 122.
C. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Sistematika Hasan Al Banna:
a. Ilahiyat, Pembahasan tentang segala yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti
wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah.
b. Nubuwat, Berhubungan dengan Nabi dan Rasul (Kitab-kitab Allah, mujizat, Karamah dll)
c. Ruhaniyat, berkaitan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syaithan dsb
d. Samiyyat, Membahas segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat SamI (dalil naqli
berupa Al Quran dan Sunnah) seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat,
Surga-Neraka dsb.
Sebagaian ulama berpendapat bahwa pembahasan pokok aqidah Islam harus terumus dalam
rukun iman yang enam. Yaitu iman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada nabi dan rasulNya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada akhir dan iman kepada qada dan qadar.
Sistematika Arkanul Iman:
1. Iman kepada Allah
2. Iman Kepada Malaikat
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
5. Iman Kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Taqdir Allah
D. Sumber Aqidah

Sumber aqidah Islam adalah Al-Quran dan As-Sunah, artinya apa saja yang disampaikan oleh
Allah dan rasulnya wajib di imani dan diyakini atau diamalkan. akal pikiran tidaklah jadi sumber
akidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut.
dan akal tidak mampu juga menjangkau suatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. tetapi
akal hanya perlu membuktikan jujur atau bisakah kejujuran sipembawa berita tersebut di
buktikan secara ilmiah oleh akal dan pikiran itu aja. Sedangkan akal fikiran bukanlah merupakan
sumber Aqidah. Firman Allah:
...dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) sebagai penjelas atas segala sesuatu
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (an-Nahl,16:89)
Apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al Quran dan Oleh Rasulullah dalam Sunnahnya
wajib diimani (diyakini dan diamalkan).Akal Pikiran tidak menjadi sumber aqidah, tapi hanya
berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Akal tidak akan
mampu menjangkau hal-hal yang ghaib.
E. Beberapa Kaidah Aqidah
Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini adanya, kecuali bila akal saya mengatakan
tidak .
Keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa melalui berita yang
diyakini kejujuran si pembawa berita
Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh inderanya.
Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu
Iman adalah fitrah setiap umat manusia
keyakinan tentang Hari Akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya Allah
F. Fungsi Aqidah
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Seorang yang mamiliki aqidah yang
kuat, pasti akan melakukan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat
dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt kalau tidak dilandasi dengan
aqidah. peranan yang sangat besar dalam hidupnya antara lain:
Menopang seluruh prilaku, membentuk dan memberi corak dan warna kehidupannya dalam
hubungannya dengan makhluk lain dan hubungannya dengan Tuhan.
Aqidah/ keyakinan akan memberikan ketenangan dan ketentraman dalam pengabdian dan
penyerahan dirinya secara utuh kepada Zat yang Maha Besar
Iman memberikan daya dorong utama untuk bergaul dan berbuat baik sesama manusia tanpa
pamrih.
Dengan iman seorang muslim akan senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah
semata.
Aqidah sebagai filter, penyaring budaya-budaya non Islami (sekuler).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap individu
muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan
melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai
berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mujizat

dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.


Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai
dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya
sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran
pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam
setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunantuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah
teraktualkan dalam kehidupan kita insya Allah.

Pendidikan Aqidah Dalam Islam

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan
kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang
yang beriman (mumin).
Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang
secara dogmatis, sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi,
karena akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani dapat
diindra dan dijangkau oleh akal manusia
Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil aqli yang haq dapat menghasilkan
keyakinan dan keimanan yang kokoh. Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat
memberikan keimanan yang diharapkan hanyalah dalil-dalil yang qathi.
Makalah kecil ini menampilkan beberapa bahasan yang bisa membantu siapa
saja yang ingin memahami aqidah.

2. Rumusan Masalah
1.

Apa aqidah itu?

2.

Apa landasan filosofis dan religiusnya?

3.

Apa saja ruang lingkup aqidah?

4.

Apa kaidah dari aqidah?

5.

Apa fungsi aqidah?

3. Tujuan Makalah
1.

Menjelaskan pengertian aqidah

2.

Menjelaskan landasan filosofis dan religiusnya

3.

Menerangkan tentang ruang lingkup aqidah

4.

Memaparkan delapan kaidah aqidah

5.

Menyampaikan fungsi utama aqidah

PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN DAN LANDASAN AQIDAH
1.1. Pengertian Aqidah Islam
Secara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata aqada - yaqidu aqdan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi
aqidah berarti keyakinan.[1] Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah
keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian.
Secara terminologis (isthilahan), terdapat beberapa definisi (tarif) antara
lain:
1.

Menurut Hasan al-Banna:

Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh


hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikitpun dengan keragu-raguan[2]
2.

Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:


, , ,
,

Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum


(axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu
dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya
secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran
itu[3]
Untuk lebih memahami kedua definisi di atas maka perlu dikemukakan
beberapa catatan tambahan:
1.

Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan
oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Misalnya anda melihat
meja di hadapan mata, anda tidak lagi memerlukan dalil atau bukti bahwa benda itu
ada. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian itu disebut ilmu
nazhari. Misalnya 1+1=2, tentu perlu dalil untuk orang yang belum tahu teori itu. Di
antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal
maka tidak memerlukan lagi adanya dalil, misalnya sepeda bannya ada dua
sedangkan mobil bannya ada empat, tanpa dalil siapapun pasti mengetahui hal
tersebut. Hal inilah yang disebut badihiyah. Badihiyah adalah segala sesuatu
yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan
mendarah daging maka kebenaran itu tidak perlu pembuktian lagi.

2.

Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk


mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk
menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang
Tuhan, misalnya, setiap manusia memiliki fithrah bertuhan, dengan indera dan akal
dia bisa buktikan adanya Tuhan, tapi hanya wahyulah yang menunjukkan
kepadanya siapa Tuhan yang sebenernya.

3.

Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang


sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami lebih dahulu Syak (50%-50% antara
membenarkan dan menolak), kemudian Zhan (salah satu lebih kuat sedikit dari
yang lainnya karena ada dalil yang menguatkan), kemudian Ghalabatuz Zhan
(cenderung menguatkan salah satu karena dalilnya lebih kuat, tapi masih belum
bisa menghasilkan keyakinan penuh), kemudian Ilmu/Yakin (menerima salah satu
dengan sepenuh hati karena sudah meyakini dalil kebenarannya). Keyakinan yang
sudah sampai ke ringkat ilmu inilah yang disebut aqidah.

4.

Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Artinya lahiriyah seseorang bisa


saja pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan
ketenangan jiwa karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan
keyakinannya. Kawin paksa misalnya, hidup satu rumah dengan orang yang tidak
pernah dia sukai, secara lahiriyah hubungan mereka telah sukses karena berakhir
dipelaminan namun jiwa mereka tidaklah tenteram seperti kelihatan.

5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala yang
bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini
sekaligus dua hal yang bertentangan. Misalnya ada meyakini gula itu rasanya
manis, tentunya anda akan menolak untuk meyakini bahwa gula itu rasanya asin,
tidak mungkin anda yakin bahwa gula itu rasanya manis dan asin.
6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya
terhadap dalil. Misalnya:
-

Anda akan meyakini adanya beasiswa bila anda mendapatkan informasi tentang
beasiswa tersebut dari orang yang anda kenal tidak pernah berbohong.

Keyakinan itu akan bertambah apabila anda mendapatkan informasi yang sama
dari beberapa orang lain, namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda akan
meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubuhat (dalil dalil yang menolak
informasi tersebut).

Bila anda melihat pengumuman beasiswa di fakultas maka bertambahlah


keyakinan anda sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil

Apabila anda diberi formulir pengajuan beasiswa maka keyakinan anda semakin
bertambah dan segala keraguan akan hilang bahkan anda tidak mungkin ragu lagi
bahkan anda tidak akan merubah pendirian anda sekalipun semua orang
menolaknya

Ketika anda bolak balik mengurus segala yang terkait dengan beasiswa maka
bertambahlah pengetahuan dan pengalaman anda tentang beasiswa yang diyakini
tadi.

1.2. Landasan Filosofis Aqidah Islam


Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada AlQuran dan Sunnah.
Allah mengutus (Rasul) yang membawa pesan dari-Nya untuk disampaikan
kepada seluruh umat manusia. Pesan Allah itu ditulis dalam Al-Kitab (Al-Quran).
Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk
mengenal adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatanNya Yang Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan berhatihati. Yang menerima hikmah-hikmai inilah yang disebut Hukuman atau Filosof.
[4]

Berikut beberapa pendapat para filosof barat tentang Tuhan:


-

Pendapat Xenophanes
Xenophanes menyatakan: Tuhan hanya satu, yang terbesar di antara dewa dan
manusia, tidak serupa dengan makhluk yang fana.
Tuhan Yang Esa itu tidak dijadikan tidak bergerak dan berubah-ubah, dan ia
mengisi seluruh alam. Dia melihat semuanya, mendengar semua dan memikirkan
seluruhnya. Mudah sekali Ia memimpin alam ini dengan kakuatan fikirNya.

Pendapat Socrates
Socrates menyatakan: Tuhan pencipta ala mini bukanlah hanya untuk memikirkan
dan memperhatikan manusia saja, tapi ialah roh bagi manusia. Jika tidak begitu
cobalah sebutkan padaku, hewan manakah yang dapat mengetahui adanya Tuhan
yang mengatur susunan tubuh yang mempunyai sifat-sifat tinggi seperti ini! Coba
katakana hewan mana selain manusia yang dapat dibawa akalnya menyembah dan
berkhidmah kepada Tuhan?

Pendapat Descartes
Descartes menyatakan: Saya tidak menjadikan diri saya sendiri. Sebab kalau saya
menjadikan, tentulah saya dapat memberikan segala sifat kesempurnaan kepada
diri saya itu. Oleh sebab itu tentu saya dijadikan oleh Dzat yang lain. Dan sudah
pasti pula Dzat lain itu menjadikan saya mempunyai sifat-sifat kesempurnaan,
kalau tidak akan sama halnya dengan diri saya.
Saya selalu merasa diri saya dalam kekurangan, dan pada waktu itu juga diri saya
merasa tentu ada Dzat yang tidak kekurangan, yakni sempurna. Dan Dzat yang
sempurna itu ialah Allah[5]
Mari kita kaji Al-Quran lalu kita perhatikan kandungannya, bahwa apa yang
dinyatakan oleh para filosof di atas, semakna dengan apa yang dinyatakan oleh
Allah di dalam Al-Quran:

Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari


setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!
Dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia
berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur
luluh?"
Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang
pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk. [QS.36:77-79].

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?


Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah
mati). [QS.86:5-8]
Dari uraian di atas, nyatalah bahwa pada hakikatnya landasan aqidah Islam
adalah Al-Quran dan Sunnah.

1.3. Landasan Religius Aqidah Islam


Sumber aqidah Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah dalam Al-Quran dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya
wajib diimani (diyakini dan diamalkan).[6]
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi
memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba
kalau diperlukan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan AlQuran dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan
akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai
sesuatu yang tidak terbatas. Misalkan, saat ditanya, kekal [sesuatu yang tidak
terbatas] itu sampai kapan?, maka akal tidak akan mampu menjawabnya karena
akal itu terbatas.

Aqidah itu mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak


mungkin ada peluang bagi seseorang untuk meragukannya. Dan untuk mencapai
tingkat keyakinan ini, aqidah Islam wajiblah bersumber pada dua warisan tersebut
[Al-Quran Hadits] yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Dan akal bukanlah
bagian dari sumber yang tidak ada keraguan padanya.
Dengan kata lain, untuk menjadi sumber aqidah, maka asal dan indikasinya
haruslah pasti dan meyakinkan, tidak mengandung sedikut pun keraguan. Jika kita
memandang Al-Quran dari segi wurud, maka ia adalah pasti lagi meyakinkan
karena telah ditulis selagi Rasulullah masih hidup dan juga dihafal serta sejumlah
besar sehabat yang mustahil mereka sepakat berdusta untuk memalsukannya. Dan
juga karena itu, tidak pernah timbul perselisihan tentang kesahihan Al-Quran di
kalangan umat Islam sejak dahulu hingga sekarang.[7] Tidak pernah ada yang
berbeda pendapat bahwa Tuhan itu ada, bahwa Tuhan itu satu, bahwa Tuhan itu
mahakuasa.
Aqidah atau iman itu mempunyai peran dan pengaruh dalam hati. Ia
mendorong manusia untuk melakukan amal-amal yang baik dan meninggalkan
perbuatan keji dan mungkar. Ia mengawal dan membimbing manusia ke jalan yang
lurus dan benar serta menjaganya untuk tidak tergelincir ke dalam lembah
kesesatan; dan juga menanamkan dalam dirinya kecintaan kepada kebenaran dan
kebaikan. Sesungguhnya hidayah Allah hanya diberikan kepada manusia yang
hatinya telah dimasuki iman.[8]
Allah berfirman dalam Surat al-Taghabun/64:11 :

(11 ). . . . . .
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi hidayah
kepada hatinya.
Pada hakikatnya, iman yang dalam hati itu atau aqidah ibarat nur atau cahaya yang
menerangi hati dan sangat diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya di dunia.
Tanpa cahaya itu hati sangat gelap, sehingga akan sangat mudah orang tergelincir
dalam lembah maksiat. Ibarat orang yang berjalan pada waktu malam tanpa lampu
atau cahaya, ia akan sangat mudah terperosok ke dalam lobang atau jurang.

Demikianlah peranan iman yang merupakan bangunan bawah/fondasi utama dari


kepribadian yang kukuh dan selalu mengawal serta membuat hati agar selalu baik
dan bersih, sehingga dapat memberi bimbingan bagi manusia ke arah kehidupan
yang tenteram dan bahagia.

2. RUANG LINGKUP, KAIDAH, FUNGSI SERTA MANFAAT AQIDAH ISLAM


1. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Meminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan
aqidah adalah:
1.

Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah
(Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, afal Allah dan
lainnya.

2. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan


Nabi dan Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mujizat, karamat dan lain
sebagainya.
3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.
4. Samiyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
lewat Sami (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh,
akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.[9]
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistimatika arkanul iman (rukun iman) yaitu:
1.

Iman Kepada Allah SWT.

2.

Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin, Iblis dan
Syetan).

3.

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.

4.

Iman Kepada Nabi dan Rasul.

5.

Iman Kepada Hari Akhir.

6.

Iman Kepada Takdir Allah.

2. Delapan Kaidah Aqidah


1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakin adanya, kecuali bila
akal saya mengatakan tidak berdasarkan pengalaman masa lalu.
Misalnya, bila saya untuk pertama kali melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi
air

putih

kelihatan

bengkok,

atau

melihat

genangan

air

di

tengah

jalan

[fatamorgana], tentu saja saya akan membenarkan hal itu. Tapi bila terbukti
kemudian bahwa hasil penglihatan indera saya salah maka untuk kedua kalinya bila
saya melihat hal yang sama, akal saya langsung mengatakan bahwa yang saya
lihat tidak demikian adanya.
2.

Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga


bias melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
Banyak hal yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita meyakini
adanya. Misalnya anda belum pernah ke Thailand, Afrika atau Yaman, tapi anda
meyakini bahwa negeri-negeri tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah, tentang
Daulah Abbasiyah, Umayyah atau tentang kerajaan Majapahit, dan lain-lain, anda
meyakini kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang anda terima dari sumber
yang anda percaya.

3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak
bisa menjangkaunya dengan indera anda.
Kemampuan alat indera memang sangat terbatas. Telinga tidak bisa mendengar
suara semut dari jarak dekat sekalipun, mata tidak bisa menyaksikan semut dari
jarak jauh. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa memungkiri wujudnya sesuatu
hanya karena inderanya tidak bisa menyaksikannya.
4.

Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah


dijangkau oleh inderanya.

Khayal manusiapun terbatas. Anda tidak akan bisa menghayalkan sesuatu yang
baru sama sekali. Waktu anda menghayalkan kecantikan seseorang secara fisik,
anda akan menggabungkan unsur-unsur kecantikan dari banyak orang yang sudah
pernah anda saksikan.
5.

Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan
waktu.
Tatkala

mata

mengatakan

bahwa

tiang-tiang

listrik

berjalan

waktu

kita

menyaksikannya lewat jendela kereta api akal dengan cepat mengoreksinya. Tapi
apakah akal bisa memahami dan menjangkau segala sesuatu? Tidak. Karena
kemampuan akalpun terbatas. Akal tidak bisa menjangkau sesuatu yang tidak
terikat dengan ruang dan waktu.
6.

Iman adalah fithrah setiap manusia.


Setiap manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan. Pada saat seseorang
kehilangan harapan untuk hidup, padahal dia masih ingin hidup, fithrahnya akan
menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan. Misalnya bila anda masuk hutan, dan
terperosok ke dalam lubang, pada saat anda kehilangan harapan untuk bisa keluar
dari lubang tiu, anda akan berbisik Oh Tuhan!

7.

Kepuasan materil di dunia sangat terbatas.


Manusia tidak akan pernah puas secara materil. Seorang yang belum punya sepeda
ingin punya sepeda. Setelah punya sepeda ingin punya motor dan seterusnya
sampai mobil, pesawat, dan lain lain. Bila keinginan tercapai maka akan berubah
menjadi sesuatu yang biasa, tidak ada rasa kepuasan pada keinginan itu. Selalu
saja keinginan manusia itu ingin lebih dari apa yang sudah di dapatnya secara
materil. Dan keinginan manusia akan dipuaskan secara hakiki di alam sesudah
dunia ini.

8.

Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan


tentang adanya Allah.
Jika anda beriman kepada Allah, tentu anda beriman dengan segala sifat-sifat Allah,
termasuk sifat Allah Maha Adil. Kalau tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakah

keadilan Allah itu terlaksana? Bukankah tidak semua penjahat menanggung akibat
kejahatannya di dunia ini? Bukankah tidak semua orang yang berbuat baik
merasakan hasil kebaikannya?. Bila anda menonton film, ceritanya belum selesai
tiba-tiba saja dilayar tertulis kalimat Tamat, bagaimana komentar anda? Oleh
sebab itu, iman anda dengan Allah menyebabkan anda beriman dengan adanya
alam lain sesudah alam dunia ini yaitu Hari Akhir.
3. Fungsi Aqidah
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi
bangunan yang akan didirikan harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat. Kalau
fondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa
fondasi.[10]
Kalau ajaran Islam kita bagi dalam sistimatika Aqidah Ibadah Akhlak dan
Muamalat, atau Aqidah Syariah dan Akhlak, atau Iman Islam dan Ihsan, maka
ketiga/keempat aspek tersebut tidak bisa dipisahkan sama sekali. Satu sama lain
saling terkait. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan
ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat dengan baik.
Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt kalau tidak dilandasi dengan
aqidah. Misalnya orang nonmuslim memberi beras kepada seorang yang miskin,
amal ibadah orang itu nilainya NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima
ibadahnya karena orang itu tidak punya landasan aqidah.
Seseorang bisa saja merekayasa untuk terhindar dari kewajiban formal,
misalnya zakat, tapi dia tidak akan bisa menghindar dari aqidah. Misalnya, aqidah
mewajibkan orang percaya bahwa Tuhan itu cuma satu yaitu Allah, orang yang
menuhankan Allah dan sesuatu yang lain [uang misalnya] maka akan kelihatan
nanti, tidak bisa ditutup-tutupi, tidak bisa direkayasa. Entah dari bicaranya yang
seolah-olah uang telah membantu hidupnya, tanpa uang dia tidak akan nisa hidup,
atau dari perilakunya yang satu minggu sekali datang ke pohon besar dan berdoa
disitu.
Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode Mekah
memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh.
Sehingga bangunan Islam dengan mudah berdiri di periode Madinah. Dalam dunia

nyatapun ternyata modal untuk membangun sebuah bangunan itu lebih besar
tertanam di fondasi.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah
maka syariat/jasad kita tidak ada guna apa-apa.

KESIMPULAN
Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai
fondasi. Di mana seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah
merupakan beberapa prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang
termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya. Karena sifatnya
keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan
oleh Allah Swt. melalui wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.
Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada AlQuran dan Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir
kepada manusia untuk mengenal adanya Allah dengan memperhatikan alam
sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba
teratur, cermat dan berhati-hati.
Sumber aqidah Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah
menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang
terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan
membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Quran dan Sunnah.
Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat
terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang
tidak terbatas.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah
maka syariat/jasad kita tidak ada guna apa-apa.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta, LPPI, 1992.
Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1997.
Al-Jazairy, Abu Bakar Jabir, Aqidah al-Mukmin, Cairo, Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyah,
1978.
Al-Banna Hasan, Majmuatu ar-Rasail, Muassasah ar-Risalah Beirut, tanpa tahun.
Drs. Edi Suresman, A.Md., Aqidah Islam, Malang, IKIP, 1993.

Anda mungkin juga menyukai