MAKNA SYAHADAT
Syahadat disebut juga sebagai dengan syahadatain, karena terdiri dari 2 kalimat.
Kalimat pertama merupakan syahadah at-tauhid, dan kalimat kedua merupakan
syahadah ar-rasul.
Kandungan Syahadat
Ikrar, merupakan pernyataan seorang muslim mengenai keyakinannya. Ketika
seseorang mengucapkan kalimat syahadah, maka ia memiliki kewajiban untuk
menegakkan dan memperjuangkan apa yang ia ikrarkan.
Sumpah, Syahadat juga memiliki makna sumpah. Seseorang yang bersumpah, berarti
dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya itu.
Seorang muslim harus siap dan bertanggung jawab dalam kokohnya Islam dan
penegakan ajaran Islam.
Persaksian, terkandung dalam kalimat syahadat, artinya bahwa setiap muslim menjadi
saksi atas ungkapan ikrarnya, sumpah, dan janji yang dinyatakannya. Dalam hal ini
adalah kesaksian terhadap keesaan Allah,swt dan kerasulan Nabi Muhammad.saw.
Janji, setiap muslim adalah orang-orang yang berserah kepada Allah.swt dan berjanji
untuk setia mendengar dan taat dalam segala keadaan atas semua perintah-Nya,
beserta segala pesan yang disampaikan oleh Allah melalui pengutusan Muhammad.
Memiliki makna yaitu beri’tikad dan berikrar bahwa tidak ada yang pantas disembah
dan menerima amal ibadah kecuali Allah SWTTuhan semesta alam. Lafadz “Illallah”
sendiri adalah penetapan hak miliki Allah SWT semata untuk disembah.
Ada beberapa kalimat syahadat “Laa Ilaaha Illallah” yang ditafsiri dengan penafsiran
batil, yaitu :
“Tidak ada pencipta selain Allah.swt”. Ini adalah sebagian dari arti kalimat “Laa
Ilaaha Illallah”. Namun, bukan ini yang dimaksud, karena arti ini hanya mengakui
tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup.
“Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allh.swt”. Ini juga hanya sebagian dari
makna kalimat.
“Tidak ada sesembahan kecuali Allah.swt”, ini adalah batil. Karena makna
sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil itu adalah
Allah.swt
Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami ingatkan di sini karena tafsir
tersebut ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar
menurut salaf dan para ulama cendikiawan “Tidak ada sesembahan yang hak selain
Allah.swt”.
An-Nafyu (peniadaan): “Laa ilaha” membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan
mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
Al-Itsbat (penetapan): “illallah” menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah
kecuali Allah SWT dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah
Subhanahu wa ta’ala
“Artinya : Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada
Allah, makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-da buhul tali yang amat kuat …”
[Al-Baqarah: 256]
Firman Allah, “siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari “Laa ilaha”
rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah” adalah
makna dari rukun kedua, “illallah”. Begitu pula firman Allah Subhanahu wa ta’ala
kepada Nabi Ibrahim alaihis salam :
“Artinya : Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi
(aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku …”. [Az-Zukhruf: 26-27]
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala , “Sesungguhnya aku berlepas diri” ini adalah
makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, “Tetapi (aku
menyembah) Tuhan yang menjadikanku”, adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun
kedua.
Rukun Syahadat “Muhammad
Rasulullah”
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat “‘abduhu wa rasuluh ” hamba
dan utusan-Nya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith
(meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah
hamba dan rasul-Nya.
Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini
artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan
dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya
apa yang berlaku atas orang lain.
“Artinya : Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,
…’.” [Al-Kahfi : 110]
Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan
karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala memujinya:
“Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Al-Qur’an) …”[Al-Kahfi: 1]
“Artinya : Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam
dari Al-Masjidil Haram …” [Al-Isra’: 1]
Sedangkan rasul artinya, seorang laki-laki yang diutus kepada seluruh manusia dengan
misi dakwah atas perintah Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir
(pemberi peringatan).
Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua sifat ini
meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau
mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga
kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.
Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain Allah,
seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di pihak lain sebagian
orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya, sehingga ia bergantung
kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam
mena’wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya.
SYARAT SYAHADATAIN
Syarat “Laa ilaaha illahllah”
Ada tujuh syarat ketika bersaksi bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah” atau “Laa
ilaaha illallah”. Dengan tanpa syarat-syarat ini, syahadat yang tersebut tidak akan
bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya. Diantara tujuh syarat tersebut adalah:
Ilmu (mengetahui)
Artinya memahami akan makna dan maksudnya. Yaitu mengetahui apa yang
ditiadakan dan apa yang sudah ditetapkan, yang menghilangkan ketidaktahuannya
dengan hal tersebut. Allah Subnahu wa Ta’ala berfirman:
Yang artinya : “…..Akan tetapi (orang yang dapat memberikan syafaat ialah) orang
yang mengakui yang hak (tauhi) dan mereka meyakini(Nya). (Surat Az-Zukhruf: 86)
Maksudnya adalah orang yang bersaksi dengan Laa ilaaha illallah bahwa tiada tuhan
selain Allah, memahami dengan hati dan diikrarkan dengan lisannya. Seandainya ia
mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, makan persaksian tersebut
tidak sah dan tidak ada manfaatnya.
Yaqin (yakin)
Orang yang mengikrarkan harus meyakini atas kandungan sya-hadat itu. Bilamana ia
meragukannya, maka sia-sia persaksian itu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Jika ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan
bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar
gembira dengan (balasan) Surga.” (HR. Al-Bukhari)
Jadi barangsiapa yang hatinya tidak meyakininya, maka ia tidak berhak masuk Surga.
Qabul (menerima)
Yaitu menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; yakni menyem-bah Allah
semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Barangsiapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan ta’at, maka ia termasuk ke
dalam orang-orang yang difirmankan Allah:
Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha
illallah, akan tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan
begitu, berarti mereka belum me-nerima makna laa ilaaha illallah.
Inqiyaad
Inqiyaad : Tunduk dan Patuh terhadap kandungan Makna Syahadat
“Artinya : Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
kokoh.” [Luqman : 22]
Al-‘Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah
yanqadu (patuh, pasrah).
Shidq (Jujur)
Yaitu ketika mengucapkan kalimat ini, dalam hatinya juga membenarkan-nya.
Apabila lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah seorang
munafik dan pendusta.
“Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepa-da Allah dan
Hari kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya
menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit,
lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta.” [Al-Baqarah: 8-10]
Ikhlas
Yaitu membenahi dan membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan
tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadits
‘Itban, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli
syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan
dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
KONSEKUENSI BERSYAHADAT
Selain kita membaca dua kalimat syahadat sebagai pintu untuk masuk Islam. Di dalam
dua kalimat tersebut yaitu kesaksian bahwa, Tiada Tuhan selain Allah (Syahadat
Tauhid) dan Rasulullah Muhammad sebagai utusan Allah (Syahadat Rasul), terdapat
juga konsekuensi yang harus kita terima.
Konsekuensi Syahadat Tauhid
Konsekuensi yang di terima saat masuk islam dari kalimat Asyhadu Alllah Ilaha
Illallah adalah kita harus bisa meninggalkan apapun yang sebelumnya kita jadikan
sebagai Tuhan. Dan tetap beribadah kepada Allah semata tanpa harus
menyekutukannya lagi.
Dewasa ini banyak orang yang mengucapkan kalimat syahadat tetapi masih saja
melanggar konsekuensi tersebut. Mereka menetapkan Tuhan selain Allah baik itu
berupa makhluk, benda mati, pekuburan, pepohonan dll. Naudzubillah.
Bahkan diantara mereka berani menyatakan bahwa tauhid adalah bid’ah, menolak
para da’I dan ulama yang mengajak kembali mereka ke jalan ketauhidan dengan
mencelah setiap ibadah yang dilakukan mereka yang bertujuan kepada Allah semata.
Kita harus bisa mencukupkan diri dengan mengamalkan semua yang menjadi
sunnahnya dan juga meninggalkan urusan ibadah lain yang berbau bid’ah dan
muhdatsat (baru). Juga selalu mendahulukan sabdanya di atas segala pendapat
manusia lain, terutama untuk mereka yang tidak memiliki kemuliaan sebagai ulama.
Seorang muslim yang selalu mengamalkan konsekuensi yang diterimanya baik itu
secara lahir dan juga batin, mereka akan menjadi seorang muslim benar dan hakiki.
Dimana mereka akan mendapatkan kesenangan baik dunia ataupun akhirat sesuai janji
Allah kepada kita.
Namun dia menjadi seorang yang munafik dimana hanya Allah yang mampu
melakukan hisab atas apa yang diterima pada dirinya.
Bagaimana dengan mereka yang tidak melakukan konsekuensi dari dua kalimat
syahadat diatas?
Bagi mereka yang hanya sekedar mengucapkan dua kalimat syahadat.
Mengucapkannya tanpa adanya bukti darinya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak
melakukan baik itu yang diperintah dan dilarang oleh Allah dan Rasulnya.
Bahkan mereka melakukan hal yang sangat bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul. Mereka termasuk golongan orang-orang yang murtad. Maka
diwajibkan kepada mereka untuk bersyahadat kembali jika ingin masuk islam,
tentunya konsekuensi atas dua kalimat syahadat akan tetap berlaku untuk diamalkan
dalam kehidupannya.
Ada pula mereka yang tetap melakukan konsekuensi dari dua kalimat syahadat ini
namun hanya sebagiannya saja. Ini perlu ditela’ah lebih dahulu sampai tingkat
manakah dia melakukannya.
Apabila konsekuensi yang telah ditinggalkan berupa hal yang tidak menyebabkan dia
keluar dari Islam. Berarti dia hanya seorang mukmin yang mempunyai keyakinan
iman yang lemah sehingga perlu ditingkatkan lagi tentang nilai aqidah Islam dalam
dirinya.
Didalam melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa
beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa
berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam
lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid,
maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan
keluarganya.
Salah satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan
berbuat baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan
kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah,
maka beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentuseperti
sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat
jum’at sekali sepekan.
Salah satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah
adalah dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan.
Segala hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut
akan bisa dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib
untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau
ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara
berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar
manusia semakin ingat.
Jadi, mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan
ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin
yakin.