Anda di halaman 1dari 20

Jujur, Kiat Menuju Selamat

Mukadimah Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya. Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda, Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta. Definisi Jujur Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bidah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik. Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya). Allah berfirman,

Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. (QS. al-Maidah: 119) Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. az-Zumar: 33) Keutamaan Jujur Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi, Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan. Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama. Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda, Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya. Dalam kehidupan sehari-hari dan ini merupakan bukti yang nyata kita dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain, rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlombalomba datang untuk bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut mendapatkan kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah baginya kebahagian dunia dan akherat. Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta. Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan. Dengan

kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang maruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak. Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk jujur dan benar, sebagaimana firmanfirman Allah yang berikut, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. at-Taubah: 119) Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS. al-Maidah: 119) Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya). (QS. al-Ahzab: 23) Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (QS. Muhammad: 21) Nabi bersabda, Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu, sesungguhnya kejujuran, (mendatangkan) ketenangan dan kebohongan, (mendatangkan) keraguan. Macam-Macam Kejujuran 1. Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.

2. Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran. 3. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah. Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya). (QS. al-Ahzab: 23) Dalam ayat yang lain, Allah berfirman, Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). (QS. at-Taubah: 75-76) 4. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin, sebagaimana dikatakan oleh Mutharrif, Jika sama antara batin seorang hamba dengan lahiriahnya, maka Allah akan berfirman, Inilah hambaku yang benar/jujur. 5. Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hujurat: 15) Realisasi perkara-perkara ini membutuhkan kerja keras. Tidak mungkin seseorang manggapai kedudukan ini hingga dia memahami hakikatnya secara sempurna. Setiap kedudukan (kondisi) mempunyai keadaannya sendiri-sendiri. Ada kalanya lemah, ada kalanya pula menjadi kuat. Pada waktu kuat, maka dikatakan sebagai seorang yang jujur. Dan jujur pada setiap kedudukan (kondisi) sangatlah berat. Terkadang pada kondisi tertentu dia jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya. Khatimah

Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah, Dan katakanlah (wahai Muhammad), Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisiMu kekuasaan yang menolong. (QS. al-Isra: 80) Allah juga mengabarkan tentang Nabi Ibrahim yang memohon kepada-Nya untuk dijadikan buah tutur yang baik. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. (QS. asy-Syuara: 84) Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Allah berfirman, Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Baqarah: 177) Di sini dijelaskan dengan terang bahwa kebenaran itu tampak dalam amal lahiriah dan ini merupakan kedudukan dalam Islam dan Iman. Kejujuran serta keikhlasan keduanya merupakan realisasi dari keislaman dan keamanan. Orang yang menampakkan keislaman pada dhahir (penampilannya) terbagi menjadi dua: mukmin (orang yang beriman) dan munafik (orang munafik). Yang membedakan diantara keduanya adalah kejujuran dan kebenaran atas keyakinannya. Oleh sebab itu, Allah menyebut hakekat keimanan dan mensifatinya dengan kebenaran dan kejujuran, sebagaimana firman Allah, (Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hasyr: 8) Lawan dari jujur adalah dusta. Dan dusta termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah, Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS. Ali Imran: 61)

Dusta merupakan tanda dari kemunafikan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati. (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32) Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat, maka wajib bagi kita untuk selalu jujur dalam ucapan, perbuatan, dan muamalah kita. Dengan demikian jika kita senantiasa menjauhi kedustaan, niscaya kita akan mendapatkan pahala sebagai orang-orang yang jujur dan selamat dari siksa para pendusta. Waallahu Alam. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orangorang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. az-Zumar: 32-35) Dari artikel Jujur, Kiat Menuju Selamat Muslim.Or.Id by null

Semangat Islam
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".(QS Al An'am :161) Untuk baca selengkapnya klik Judul masing-masing post

Selasa, 01 September 2009


Jujur dan Amanah dalam Islam Jujur adalah sifat penting bagi Islam. Salah satu pilar Aqidah Islam adalah Jujur. Jujur adalah berkata terus terang dan tidak bohong. Orang yang bohong atau pendusta tidak ada nilainya dalam Islam. Bahkan bisa jadi orang pendusta ini digolongkan sebagai orang yang munafik. Orang-orang munafik tergolong orang kafir. Nauzubillah. Allah berfirman:

Artinya: Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. [Qur'an Suran Al-Baqarah ayat 8 sampai 10]

Kalau seandainya ummat Islam seorang pendusta, tidak jujur, tentunya ketika ia menyatakan beriman, maka imannya sangat rapuh untuk dipercaya, karena orangnya tidak amanah atau dapat dipercaya karena telah dianggap pendusta. Bapak-bapak ibu-ibu remaja serta anak-anak sekalian. Memang kita diciptakan manusia ini dua jalan. Jalan kejahatan dan jalan kebaikan. Firman Allah ta'ala:

Artinya: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. [Qur'an Surat As-syam ayat 8] Firman Allah lagi:

Artinya: Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. [Qur'an Surat AL-Balad ayat 10 dan 11] Yang dimaksud dengan "dua jalan" ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Jalan kejahatan adalah jalan yang mudah dan enak dikerjakan, tetapi jalan kebaikan dan kebajikan adalah jalan yang sulit, mendaki lagi sukar. Kalau kita memilih jalan kebaikan, kebajikan. Inilah jalan yang diridhoi Allah subhanahu wata'ala, dan orang yang berada dijalan ini akan mendapat ganjaran dari allah subhanahu wata'ala. Tetapi jalan kebaikan ini tidak mudah, sulit lagi sukar.

Artinya: Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. [Qur'an Surat Al-Balad ayat 12 sampai 16] Demikianlah jalan kebaikan yang harus orang-orang mu'min tempuh dan selalu bersabar berada dijalannya sama seperti kita puasa dibulan ramadhan ini tetap sabar dalam menjalankan ibadah dan segala kebaikan dan kebajikan yang kita amalkan selama dalam bulan Ramadhan. Perbuatan baik dijalan yang baik tersebut diantaranya juga bersikap jujur. Jujur dalam segala perbuatan dan perbuatan kita. Karena orang yang terbiasa tidak jujur akan selalu menjadi serentetan kebohongan berikutnya yang lambat laun menjadi kebiasaan, dan dicaplah sebagai pembohong atau pendusta, nauzubillah. Hadits nabi membawa pesan nabi salallohu alaihi wasalam tentang kejujuran adalah:

Artinya : Selalulah kamu jujur, karena sesungguhnya jujur itu mengantarkan kamu pada kebaikan dan kebaikan itu sesungguhnya mengantarkan pada surga. Sedangkan dusta akan mengantarkan pada keburukan dan dosa, dan sesungguhnya dosa itu akan mengantarkan pada neraka. [Hadits: Mutafaqun Alaih] Oleh sebab itu hendaklah kita akan senantiasa jujur. Dan dikatakan kita sebagai orang yang jujur. Orang jujur ada kemungkinan akan teguh dalam memegang amanah. Sedangkan orang yang pendusta atau tidak jujur sama sekali tidak bisa memegang amanah. Jujur dan amanah adalah serangkaian sifat yang perlu kita sikapi. Sebagaimana rasulullah adalah seorang yang mempunyai sifat jujur, terpercaya [Amanah]. Oleh sebab itu kita patut menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik. Sebagaimana Firman allah ta'ala:

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 21] Demikian yang dapat saya sampaikan lebih dan kurang saya mohon ma'af wabilahi taufiq wal hidayah wasalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.

Jujur Itu Indah Mengapa harus takut dgn kejujuran. Sesungguhnya jujur tidak menakutkan dan merisaukan. Ketakutan sabda dari orang-orang sekte sesat. Padahal dalam agama apapun,jujur menjadi ajaran yang penting. Ketidakjujuran identik dengan pengkhianatan. Berkhianat kepada siapa. Jelas kepada-Nya, dan kepada nurani sendiri. Kejujuran identik dengan iklas menerima segala risiko. Risiko apapun ketika memunculkan keberanian jujur. Percayalah apapun yang kita terima, tetaplah indah asalkan dipenuhi dengan kejujuran. Bohong (Tidak jujur) Jika anda berbohong itu dosanya akan banyak dan semakin bertambah. Sebagai contoh: Sebenarnya anda akan pergi bermain dengan teman anda. Ketika ditanya Orang tua anda, anda menjawab kalau "anda akan pergi mengerjakan tugas" (itu bohong dan dosa yang ke-1), kemudian ditanya lagi mengerjakan dimana? Anda menjawab "dirumah teman" (itu bohong dan dosa yang ke-2), kemudian ditanya lagi teman siapa? Anda jawab "agus" (itu bohong dan dosa yang ke-3), ditanya lagi rumahnya mana? Anda jawab "selosari" (itu bohong dan dosa yang ke-4), dst...... (itu bohong dan dosa yang ke-.....) Itulah kenapa ketidakjujuran tidak disukai ALLAH SWT dan menjadi dosa yang beruntun

Jujur Itu Indah | Minggu, 4 Desember 2011 | 03:29 WIB Dibaca: 39 Komentar: 0 |

Share: Prang! Aduh, cangkir kesayangan Ayah pecah. Alya takut sekali mengaku kepada Ayah. Nanti Ayah marah! Lain lagi dengan Syauqi. Semua teman mainnya asyik mengobrol tentang liburan ke luar negeri. Uugh... malunya, kalau jujur bilang bahwa ia belum pernah pergi ke luar negeri! Jujur deh, berbuat jujur itu susah atau tidak? tanya Ibu Henny Supolo, seorang pemerhati pendidikan anak dari Yayasan Cahaya Guru. Susaaahh! Itulah jawaban beberapa teman yang duduk di kelas IV sampai kelas VI dari berbagai SD di Indonesia. Sebetulnya ada bermacam-macam alasan yang membuat kita sulit selalu jujur. Namun, alasan yang paling sering adalah malu, takut dimarahi, takut dijauhi, takut tidak dipercaya. Seperti pengalaman Alya dan Syauqi, biarpun susah dilakukan, mereka berdua sepakat bawah jujur itu indah, asyik, dan menyenangkan. Menurut mereka, jujur bisa membawa ketenangan dan perasaan lega.

Jujur itu memang indah dan asyik! Masalahnya, kita sering merasa takut jika berbuat salah. Rasa takut itulah yang membuat kita menjadi tidak jujur. Apalagi kalau kita membuat kesalahan yang cukup heboh. Misalnya tidak lulus UAN! Waduh malunya! Kita pasti takut memberitahu Mama dan Papa. Ya, mereka pasti akan kecewa. Ssstt... bukan cuma kita yang merasa takut dan malu, tetapi juga bapak-ibu guru, dan kepala sekolah kita! Jika banyak murid yang tidak lulus misalnya, kesannya mereka tidak pandai mengajar kita. Nah, karena itulah banyak juga ketidakjujuran dalam sistem ujian. Bapak Bupati Bojonegoro Drs H Suyoto MSi adalah salah satu contoh tokoh yang sangat mengutamakan nilai kejujuran. Pak Bupati Suyoto, atau Kang Yoto panggilannya, berupaya mengembalikan sistem ujian yang jujur di sekolah.

Beliau tidak segan-segan menghukum kepala sekolah di Bojonegoro yang melanggar kejujuran ujian sekolah. Menurut Kang Yoto, orangtua harus bisa menerima anak apa adanya. Setiap anak pada dasarnya jujur, yang penting anak sudah belajar dengan benar. Jangan menyontek atau tidak jujur demi mendapat nilai bagus. Nilai kecil yang dicapai dengan benar-benar belajar jauh lebih penting daripada nilai tinggi yang diperoleh dengan menyontek. Kalau sampai ada anak yang tidak lulus, jangan ditekan-tekan sampai dia stres. Justru anak itu harus kita temani, kita besarkan hatinya supaya dia mau belajar lebih keras saat ujiannya diulang, kata Kang Yoto. Kang Yoto menambahkan, orang bisa sukses bukan hanya karena nilai pelajaran yang tinggi, tetapi juga jujur! Jujur itu membawa kesuksesan! Kalau kita jujur, orang akan percaya sama kita. Kepercayaan itu kunci kesuksesan.

Memang tidak mudah untuk bersikap jujur. Namun, jika kita punya tekad untuk jujur, pasti kita bisa menjalankannya. Dengan bimbingan Ibu Henny Supolo, beberapa teman berhasil menuliskan tips agar bisa bersikap jujur. Antara lain lebih rajin beribadah, lebih percaya diri untuk mengatasi malu, berani menanggung risiko, menerima diri kita apa adanya, pantang menyerah, dan lebih rajin belajar agar tidak perlu menyontek. Pak Anies Baswedan, Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, menambahkan, kejujuran harus disampaikan dengan cara yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Jangan sampai kejujuran membuat teman tersinggung. Pak Anies memberi contoh. Ada teman yang baru selesai berlari keliling lapangan. Ia berkeringat dan bau sekali, tetap langsung bermain dengan kita. Kalau kita jujur dan langsung berkata, Kamu bau! Bagaimana perasaannya? Pak Anies lalu memberi saran. Akan lebih baik kalau kita ajak dia ke sudut ruangan, menjauh dari teman-teman yang lain. Lalu kita bisikkan kepadanya, Bagaimana kalau kamu mandi dulu, baru main? Begitu, lebih enak, kan? Semua pernyataan jujur itu indah. Jujur itu susah, takut, malu, dan lain-lain tersebut terucap dalam acara Konferensi Anak Indonesia 2011 yang digelar November 2011. Dalam konferensi yang diadakan majalah Bobo itu, 36 delegasi dari berbagai wilayah di Indonesia mendiskusikan soal kejujuran dan cara mengatasinya, termasuk Alya dan Sauqi.

Balkis Safira, kelas VI A SD I BA Palembang. Ternyata berbohong itu membuat kita gelisah dan tidak tenang. Dhiya Adzkia Fadhila Haidar, kelas V Ibnu Ziyad, SDIT Jamiatul Muslimin, Dumai. Rupanya jujur itu membuat hatiku sejuk! Filzah Thahirah Amanina, kelas 6A SDIT Iqra 1, Bengkulu. Sekali kita berbohong, selamanya kita akan terus berbohong. Monica Maharani Aurora, kelas V, SDN 3 Cinyasag, Panawangan, Ciamis. Memang benar, berbuat jujur itu susah. Kita takut melakukannya. Takut dimarahilah, takut begitu, takut begini. Tetapi kalau kita sudah berterus terang, pasti akan dimaklumi!

Mengapa Harus Jujur? Bila Berbohong Itu Tidak Apa-Apa!


OPINI | 17 April 2010 | 09:15 via Mobile Web Kompasianer menilai Inspiratif Dibaca: 642 Komentar: 20 1 dari 1

Mengapa kebohongan itu begitu tumbuh subur dalam kehidupan kita sehari-hari , sedangkan agama mengajarkan kepada kita untuk bersikap jujur ? Apakah kita tidak menyadarinya ? Karena sejak kecil tanpa sadar kita telah diajarkan untuk berbohong dengan alasan demi kebaikan . Bahwa berbohong itu tidak apa-apa , apabila untuk hal yang baik, sehingga terbawa menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi pembenaran . Sifat bohong tertanamlah menjadi karakter kita yang sulit untuk dihilangkan dikemudian hari. Berbohong menjadi tidak apa-apa karena dirasakan membawa manfaat dan keuntungan sementara . Bahkan bagi kita bekerja , berbohong sudah menjadi menu sehari-hari dan diwajibkan . Sehingga berbohong menjadi tidak risih lagi. Karena memang kita dipaksa dan keadaan mengharuskan untuk tidak boleh jujur , demi keuntungan perusahaan. Bila kita tidak bisa ikut berbohong , resikonya mungkin kita akan kehilangan pekerjaan dan itu memang adalah pilihan sulit. Sebab itu berhubungan dengan perut yang tak bisa ditawar-tawar . Tetapi selama ini bila kita melihat kenyataan yang ada, sebagai pekerja sepertinya kita tidak berkeberatan bila diwajibkan harus berbohong oleh perusahaan. Karena itu kita anggap adalah sebagai bagian dari pekerjaan . Tak ada masalah dan yang penting tetap bisa bekerja dengan tenang . Kemudian kita menganggap itu bukan sebagai kesalahan tetapi adalah bagian dari pekerjaan . Sebagai kewajiban seorang pekerjaan . Kalaupun memang dosa, biar saja boss yang tanggung! Dengan enteng celetuk seorang rekan kerja dulu , sewaktu jadi sales . Karena setiap hari harus terpaksa berbohong pada pelanggan . Tetapi kebiasaan berbohong yang kita jalani selama ini yang kita anggap tidak apa - apa didalam dunia kerja , hal ini pun berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari . Selalu ada keinginan untuk berbohong dan merupakan menu penyedap sehari-hari serta semakin berani . Bahkan kepada Tuhan , malaikat , dan dewa pun kebohongan berani kita lakukan , semata-mata demi menipu dan keuntungan. Kebohongan demi kebohongan tanpa ada penyesalan lagi .

Bila nurani kita masih berfungsi , pasti kita akan risih dan merasa tidak enak hati bila kebohongan harus kita lakukan . Karena bila itu terus berlangsung akan menjadi penyakit yang menggerogoti hati kita. Membunuh sisi baik didalam diri kita. Apakah kita harus terus berbohong demi hidup kita didunia sampai kita tidak bisa berbohong lagi pada waktunya ?

KRISTI POERWANDARI Yang tidak biasa dan tergelincir berbohong akan gelisah karena ada yang terasa salah. Yang berbohong dalam keseharian sebagai cara hidup kehilangan kepedulian, kesantunan, rasa malu, dan martabat. Mereka adalah titik-titik nila yang merusak susu sebelanga. Justru karena pernah berbohong, saya jadi mengerti bahwa itu perilaku salah karena langsung saja memunculkan rasa gelisah, takut, dan bingung. Bahkan, saya langsung merasa muak kepada diri sendiri. Bahkan, ketika orang lain tidak tahu pun, saya tetap merasa kecewa pada diri sendiri karena tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Terlebih bila gara-gara takut ketahuan, kebohongan itu terpaksa saya tutupi dengan kebohongan lain, kebohongan lain, dan kebohongan lain lagi. Perilaku apa pun yang intensinya mengarahkan pada penyimpulan yang salah sesungguhnya adalah berbohong. Semua orang pernah melakukannya, awalnya untuk melindungi diri dari situasi yang dianggap mengancam. Penelitian Victoria Talwar dkk (2002, 2007) memperlihatkan bahwa perilaku berbohong telah ditampilkan anak pada usia sangat dini. Satu contoh yang sering disebut adalah penelitian eksperimental, di mana anak diminta tidak mengintip mainan atau tidak bermain dengan mainan yang tersedia ketika ditinggalkan sendirian. Karena kesulitan mengendalikan dorongan rasa ingin tahu, sebagian besar anak tidak mematuhi instruksi tersebut dan tetap mengintip atau mencoba bermain dengan mainan yang ada. Ketika kemudian ditanya, mereka tidak mengakui tindakannya. Mengintip mainan atau bermain bukan suatu tindakan buruk, tetapi dalam tahapan perkembangan moralnya, anak memahami baik-buruk dari sejauh mana mereka mematuhi instruksi. Jadi, ketika tidak mematuhi instruksi, mereka merasa buruk. Karena takut dihukum, mereka berbohong. Yang menarik adalah anak prasekolah menganggap berbohong itu sangat buruk dan yakin seorang yang berbohong akan merasa bersalah. Mereka bahkan menganggap berbohong karena tidak patuh itu lebih buruk daripada ketidakpatuhan itu sendiri. Artinya, pada usia sangat dini, anak mengerti bahwa tidak mematuhi aturan itu tidak baik, tetapi lebih buruk lagi berbohong. Meski berkata jujur jauh lebih baik, menutupi kebenaran atau berbohong itu berbeda-beda kadarnya. Kekacauan penegakan hukum yang ramai diliput media dan membuat kaget kita semua di awal tahun ini terkait dengan rangkaian perilaku berbohong yang seolah sudah jadi kebiasaan, hobi, cara hidup. Ini menjatuhkan harga diri bangsa hingga sejatuh-jatuhnya. Inti korupsi Talwar menjelaskan bahwa kemampuan untuk berbohong secara meyakinkan akan makin berkembang sejalan usia. Untuk berbohong meyakinkan, kita harus tidak saja memproduksi pernyataan palsu, tetapi juga menampilkan konsistensi antara pernyataan bohong pertama dan pernyataan-pernyataan berikutnya. Artinya, kita harus banyak memproduksi rangkaian pernyataan palsu untuk menghindari inkonsistensi agar kebohongan tak terdeteksi.

Ditemukan tidak ada hubungan antara perilaku aktual dan pemahaman konseptual serta moral. Anak yang menyuruh anak lain bicara jujur toh juga menampilkan perilaku berbohong untuk menutupi kesalahan sendiri. Tampaknya lebih parah lagi yang tertampilkan pada orang dewasa karena orang dewasa justru sering berkata sangat moral dan religius, tetapi di belakang layar berperilaku sangat berkebalikan. Menyamarkan, menutupi kebenaran, atau berbohong adalah inti dari semua tindakan buruk, malapraktik, penyelewengan kekuasaan, dan korupsi yang terus- menerus kita bahas belakangan ini. Sistem makro yang terbangun dapat sangat memudahkan terjadinya kebohongan, penyelewengan, dan korupsi. Takut terungkap keterlibatannya dalam kasus sama atau kasuskasus lainnya, atau senang menikmati keuntungan duniawi dari kebohongannya, para pihak diam saja, pura-pura tidak tahu, atau malah melakukan langkah aktif untuk menutup informasi. Demikianlah berbohong dan korupsi melembaga. Zyglidopoulos (2008) melihat betapa rasionalisasi dan overkompensasi sering digunakan individu untuk mengatasi disonansi atau kekacauan batin akibat berbohong/korupsi. Vikas Anand dkk (2005) melihat lebih jauh lagi bahwa taktik rasionalisasi digunakan bukan saja oleh individu, tetapi juga kelompok secara kolektif dan kelembagaan untuk menetralisasi penyesalan atau perasaan negatif. Bahkan, taktik- taktik sosialisasi pembenaran juga kemudian diberikan kepada orang-orang baru yang masuk dalam organisasi. Menjaga martabat Yang ngeri adalah bila saking seringnya bicara tidak jujur, manusia mematikan kemanusiaannya: kepedulian, hati nurani, tanggung jawab sosial, dan martabat diri. Bersyukurlah kita yang pernah berbohong, merasa sangat tidak nyaman, dan tersadarkan bahwa itu adalah petunjuk dari kebaikan hidup untuk berhenti. Bersyukurlah kita yang berhenti pada satu kebohongan, tidak menindaklanjuti dengan rangkaian pernyataan palsu lain. Bersyukurlah kita yang tidak seperti banyak tokoh yang ramai dimuat dalam media. Mereka sungguh telah membunuh martabatnya karena lebih takut berbicara jujur daripada berbicara bohong, menciptakan realitas palsu untuk menghilangkan kemuakan pada diri sendiri. Meski hidup dalam ketidakjujuran, fasih berkelit dengan penjelasan teknis-normatif, dan tetap mantap mengklaim diri sebagai pemimpin. Penegak hukum dan pemimpin yang menutup-nutupi kebenaran dan tidak mampu berkata jujur menjadi penanggung jawab utama kehancuran seluruh sendi kehidupan lembaga dan bangsa yang dipimpinnya. Dengan nyaris tiadanya pemimpin yang memberi keteladanan, semoga siapa pun juga terpanggil untuk mengembalikan martabat kemanusiaan kita, setidaknya dengan mulai memimpin diri sendiri untuk berkata dan bertindak jujur. Belum terlambat untuk menjaga martabat. Biarlah keajaiban kebaikan menuntun kita semua untuk membawa diri, keluarga, lembaga, masyarakat, dan bangsa menjadi lebih baik pada tahun 2011 ini.

Bohong Vs Jujur
9 Mei 2009 oleh Idin Saepudin Ruhimat Hidup yang sangat indah adalah hidup yang dihiasi dengan sebuah kejujuran, bukan dengan kebohongan. Banyak ulama mengkategorikan jujur sebagai pangkalnya semua ibadahibadah apapunkenapa demikian..???? Jujur dalam setiap keadaan akan merangsang terbentuknya sikap berserah diri, sabar, dan tawakal.dengan jujur terhadap dirinya bahwa dirinya tidak memiliki kekuatan apa-apa dibandingkan dengan kekuatan yang dimiliki oleh yang maha kuat maka akan melahirkan sebuah sikap berserah diri dan takluk kepada dzat yang maha kuat tersebut.tetapi apabila kita bohong dengan segala kelemahan yang kita miliki maka akan melahirkan sikap sombong, takabur atau jumawa..coba lihat dengan sikap jujur akan melahirkan sikap yang rendah hati, tawadhu, dsb.. Tapi coba lihat kalau kita senantiasa bohong maka akan melahirkan sebuah sikap yang takabur, sok, dsb.dan yang terpenting lagi dengan berbuat bohong maka akan melahirkan kebohongankebohongan yang lainnya..misalnya ketika si fulan telat datang ke pertemuankemudian dia berbohong bahwa ketelatan datang tersebut karena terjebak macet..satu kali si fulan bohong..kemudian teman-temannya bertanya.emang macetnya kenapa fulan????si fulan jawabitu tuh ada mobil nyungsrek masuk ke pembatas jalan..bohong kedua niheh terus teman yang lainnya bertanya lagi.mobil apa fulan????/ si fulan jawab mobil sedan.bohong ketiga dehterus-terus dan terus bohong. wallahualam

Jujur dan Bohong

Jujur itu seperti minum jamu Terkadang pahit memang Tapi menyehatkan Bohong itu seperti merokok Nikmat memang (buat pelakunya) Seperti candu Perlahan tapi pasti Membunuh pelakunya dan orang yang terkena asapnya Mencari orang jujur Seperti mencari mencari mutiara di dasar samudra Susah Tapi pasti ada Jujur itu mutiara Bohong itu debu dan kotoran Pertanyaannya Bisakan merubah pembohong menjadi penjujur? Lho bukankah mutiara dulunya debu / kotoran yang singgah didalam kerang? Yang perlahan kotoran itu dipoles oleh kerang Lalu menjadi mutiara Jadi jawabnya Didunia ini, nggak ada yang nggak mungkin asal ada kemauan dan kerja keras Sesungguhnya, bahwa didalam setiap kesulitan pasti ada kemudahan sesudahnya Sebuah kalimat, sindiran dan nasihat dari saya untuk diri saya sendiri

Anda mungkin juga menyukai