Anda di halaman 1dari 4

Kaidah Dala>lah al-Alfazh ‘ala al-Ahkam (Iba>rah, Isya>rah, Nas} dan Iqtidha’)

Muhammad Wahyu Ramadhan (07030321094)


Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya
Wahyuramadhan7789@gmail,com

ABSTRAK
Hukum Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Kedua sumber tersebut, sejak
masa maupun sepeninggalnya Nabi Muhammad tidak ada yang berubah ataupun
bertambah. Meski, persoalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat selalu mengalami
perubahan, tergantung fenomena yang terjadi. Oleh karena itu, pemahaman yang
mendalam tentang sumber-sumber hukum Islam merupakan suatu yang patut dipahami
(keniscayaan). Salah satu usaha menemukan suatu hukum atau aturan agama yang terdapat
berbagai sumber-sumber hukum Islam adalah melalui pemahaman dari petunjuk
kebahasaan (dala>lah al-lafdzi). Pemahaman tersebut tidak hanya berupa pemahaman
secara tersurat, tapi dapat juga dipahami secara tersirat apa yang terdapat dalam bahasa
nas} (al-Qur’an dan al-sunnah). Dari pemahaman tersebut memiliki beberapa macam cara
atau metode dan dari masing-masing metode mempunyai implikasi pemahaman yang
berbeda satu sama lain.
A. Dala>lah Al-‘Ibara>h
1. Pengertian al-‘ibarah
Secara etimologi berasal dari kata “dalla>-yadullu>-dallan-dala>latan” yang berarti
menunjukkan, menuntun. Pengertian secara umumnya adalah “memahami sesuatu atas
sesuatu”. Kata sesuatu yang pertama disebut madlul (yang ditunjuk dan kata sesuatu yang
kedua disebut dalil, yaitu yang menjadi petunjuk). Contoh sederhananya adalah lampu
menyala menunjukkan adanya listrik. Lampu nyala menunjukkan adanya listrik. Lampu
sebagai dalil dan listrik sebagai madlulnya.

Sedangkan al-‘Iba>rah yang disebut juga dengan ‘ibarah an-nash, lafadz yang maknanya
langsung dipahami dari kalimatnya atau bentuk lafadznya sendiri, baik makna yang dimaksud
dari bentuk lafadz secara asli maupun dikehendaki secara pengikutan. Maksud dari asli
adalah makna sebenarnya dari diucapkannya lafadz, sedangkan pengikut diartikan sebagai
makna kedua dari tujuan dinyatakannya suatu lafadz tersebut.1

2. Contoh Dala>lah al-‘Iba>rah

1
M. Fajar Maulana, “Penerapan Dalalah Ibarah dalam Perkembangan Hukum Islam”, Makalah: Ushul Fiqh H, 4
Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 275:

ۗ ‫واَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الر ِّٰب‬...


... ‫وا‬ َ
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Ayat ini dari segi dala>lah al-‘Iba>rahnya dapat dipahami dalam dua makna yang
setiap dari pemaknaan tersebut diambil dari teks nash diatas.

Pertama, menjelaskan bahwa jual beli itu halal sedangkan riba itu haram. Ini adalah
makna asal atau asli dari ayat diatas.

Kedua, menafikkan persamaan anatara jual beli dan riba. Jual beli adalah halal
sedangkan riba itu haram. Karena ayat untuk menolak perkataan orang musyrik, yang
mengatakan bahwa jual beli itu sama seperti riba.2

3. Hukum Dala>lah Al-‘Iba>rah

Hukum dala>lah al-‘Ibara>h adalah qoth’i, yaitu jelas pemahamannya dan mengandung
arti yang dapat diambil atau dipahami melalui kalimat atau nash yang tersusun. Dalalah
al-‘Ibarah wajib diamalkan tanpa adanya keraguan dan kebimbangan didalamnya, meskipun
sedikit.

B. Dala>lah Isya>rah
Dala>lah isya>rah atau Isya>rah al-nas} disebut juga makna yang tersirat, yaitu suatu
pengertia dari lafadz sebagai kesimpulan dari pemahaman terhadap sesuatu ungkapan dan
bukan dari ungkapan itu sendiri.

Contohnya adalah firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 187, sebagai
berikut:\

.... ‫و ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َح ٰتّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْال َخ ْي ِط ااْل َس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ۖ ِر‬...
َ
Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam,
yaitu fajar.

Iba>rah al nas}nya dalam ayat diatas mengandung arti bolehnya makan dan minum serta
hubungan kelamin sepanjang malam. Di samping itu, ayat tersebut mengandung isya>rah al
nas} yaitu seseorang yang masuk waktu subuh dalam keadaan junub (sesudah berhubungan
kelamin tetapi belum mandi) sah puasanya hari itu, karena kelanjutan ayat tersebut yaitu, ‫ثُ َّم‬
2
Ibid, 7
‫صيَا َم اِلَى الَّي ِْل‬
ِّ ‫ اَتِ ُّموا ال‬yang mengandung arti bahwa bila hubungan suatu istri dilakukan waktu
malam, maka mandinya dilakukan setelah terbitnya fajar. Hal tersebut berarti si fulan dalam
keadaan junub (berhadas besar).3

C. Dala>lah Nas}

Dalalah al-Nas} atau makna sederhananya, yaitu pengertian secara implisit tentang suatu
hak lain yang dipahami dari pengertian nas} secara eksplisit, karena adanya faktor
penyebab yang sama. Contoh adalah:

‫فَاَل تَقُلْ لَّهُ َمٓا اُفٍّ َّواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِر ْي ًما‬
dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan
yang baik.

Secara eksplisit ayat ini menjelaskan tentang tidak dibolehkannya mengucapkan “ah”
kepada kedua orang tua. Secara implisit adalah bila ucapan “ah” dilarang maka memukul dan
mencaci,sangat tidak diperbolehkan atau saja diharamkan.4

D. Dala>lah Iqtidha’

Iqtidha’ al-nas} atau Dala>lah Iqtidha’ (makna yang dikehendaki), yakni penunjukkan
lafadz terhadap sesuatu, dimana pengertian lafadz tersebut tidak logis kecuali dengan adanya
sesuatu tersebut. Contohnya adalah:

...ۗ ‫ف َواَد َۤا ٌء اِلَ ْي ِه بِاِحْ َسا ٍن‬


ِ ْ‫ع ۢبِ ْال َم ْعرُو‬
ٌ ‫فَ َم ْن ُعفِ َي لَهٗ ِم ْن اَ ِخ ْي ِه َش ْي ٌء فَاتِّبَا‬...

Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah mengikutinya dengan cara yang
patut dan hendaklah menunaikan kepadanya dengan cara yang baik.

Ayat di atas menjelaskan bahwa jika keluarga orang yang dibunuh telah memaafkan,
maka hendaklah diikuti dengan sikap yang baik pula kepada yang diberi maaf. Yakni sebagai
konsekuensi laogis dari sikap memaafkan tersebut adalah adanya imbalan harta benda yang
berupa ayat.5

3
Yassirly Amrona Rosyada, “Dalalah Lafdzi; Upaya Menemukan Hukukm”, Jurnal al-ahkam, Vol 2 No 2 Tahun
2017, 131
4
Yassirly Amrona Rosyada, “Dalalah Lafdzi;..., 133
5
Ibid, 134

Anda mungkin juga menyukai