Anda di halaman 1dari 13

AQIDAH, SYARIAH DAN AKHLAK

AQIDAH

„Aqidah (ُ ‫ )ا َ ْلعَ ِق ْيدَة‬menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-„aqdu (ُ ‫)العَ ْقد‬
ْ yang
berarti ikatan , at-tautsiiqu(‫ )الت َّ ْوثِي ُْق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat , al-
ihkaamu (‫ )اْ ِإلحْ كَا ُم‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar -rabthu biquw -wah ( ‫ط‬ ُ ‫الر ْب‬
َّ
ُ
ٍ‫ )بِق َّوة‬yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): „aqidah
adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.

Jadi, „Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah
‫ ازوج ّل‬dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman
kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik
dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma‟
(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath‟i (pasti), baik secara ilmiah
maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang
shahih serta ijma‟ Salafush Shalih.

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya" (QS. An-Nisa':69).

Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat
Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf
Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan
pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas
makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid
menurut pembagian ulama:

1. Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah


hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
2. Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni
mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan
mengatur alam semesta ini.
3. Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya.
Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah
Subhanahu wa Ta'ala. dalam dzat, asma maupun sifat.

1
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam
Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir)
termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia
Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis
pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir
baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali
setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid
Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila
yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini
sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal
ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam
Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita
beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf
ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas].

Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena
masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi
langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang
artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an".

Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman
baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan
tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul
pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari
Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh
Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah
oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis
bantahan-bantahan dalam karya mereka.

Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok


agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih
terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah)
atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas
jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang
mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut
Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul
hadits, ahlul sunnah dan salaf.

Bahaya Penyimpangan Aqidah


Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak

2
berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan
keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan
oleh sejumlah faktor diantaranya :

1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian


dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan
menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang
artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk.
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi
yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh
yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan,
atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka
sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka
dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya
ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS
ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang
artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr”.
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan
ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima
tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam,
sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad
SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan
fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya,
atau memajusikannya" (HR: Bukhari). Apabila anak terlepas dari bimbingan orang
tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang,
lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan
keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu
dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass
media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan
mendistorsinya secara besar-besaran.

3
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari
hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah
Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang
Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-
Nisa' 69 yang artinya : “Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi,
para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya”.

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan
amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina
setiap individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata
tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam
mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni
dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu‟jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman
permulaan Islam.

Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya tentang
sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya dan
meyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman dan keselarasannya dengan
segala era.

Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di berbagai
sisi dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :

 Dalam Sisi Pemikiran.

Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun


kesalahan yang terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa
diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia mampu
untuk meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan
ampunan-Nya.

Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para


penguasa zalim dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain. Akidah
juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan itu
dengan hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal itu tidak
menimbulkan kekacauan.

4
Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu,
menyembah fenomena-fenomena alam di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang
tidak benar.

Melalui proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan


manusia. Ia memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya
dan membuka cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga
membuka jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan ruang lingkup
indra yang sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk
merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri
mereka, serta menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utama.

Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk
menyingkap rahasia-rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa
terdahulu, dan merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat guna
mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan validitasnya untuk setiap masa
dan tempat.

Dari sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan
dan mengikat ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu
pengetahuan dari iman akan menimbulkan akibat jelek. Akidah juga memerintahkan
akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk menyimpulkan sebuah
Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalam hal itu.

 Dalam Sisi Sosial.

Akidah telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat
masyarakat Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan
mengenal akidah, mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama
dan kepentingan sosial.

Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan


antara ketamakan manusia akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa
berkorban demi kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial
dalam diri setiap individu.

Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap
individu dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab
terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan
orang lain dan mendorong setiap individu muslim untuk hidup bersama.

Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar
anggota masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang berlandaskan fanatisme,
suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berlandaskan asas-
asas spiritual. Yaitu takwa, fadhilah dan persaudaraan antar manusia. Akidah telah
berhasil merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda

5
masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan
ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain. Di samping
itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi Jahiliah yang menodai
kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.

 Dalam Sisi Kejiwaan.

Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia


meskipun bencana sedang menimpa.

Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk
meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara tersebut
adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian
yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena
itu, tidak mungkin bagi manusia untuk mencari kesenangan dan ketentraman di dunia
ini.

Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan
dalam ujian Allah di dunia. Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah
menegaskan bahwa setiap musibah pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan
manusia bahwa musibah terbesar yang adalah musibah yang menimpa agama.

Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan
yang dapat melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya
cemas dan bingung. Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya.
Karena tanpa tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya,
dan tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.

Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-


penyakit jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati,
akan menimbulkan akibat-akibat sosial dan politik yang berbahaya, seperti fitnah
yang pernah menimpa muslimin di Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam
Ali a.s.

 Dalam Sisi Akhlak.

Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu
muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan
dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab.
Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang
memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung
jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari
kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam
kehidupan sehari-hari.

SYARIAH

6
Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia
di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk
mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur‟an, yaitu :

1. Surat Asy-Syura ayat 13

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah
kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)” (Quran surat Asy-Syura ayat 13).

2. Surat Asy-Syura ayat 21

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang


mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? Sekiranya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih”
(Qur‟an Surat Asy-Syura Ayat : 21).

3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18

“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariat (peraturan) dari urusan
(agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-
orang yang tidak mengetahui” (Qur‟an Surat Al-Jatsiyah ayat : 18).

Pengertian Syariah Islam Dalam Kehidupan


Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang
Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm
Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen
dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau
dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi
parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.

Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-
lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat
melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain
sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk.

Ruang Lingkup Syariah

7
Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :

1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah


SWT (ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan
haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam :
 Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum,
pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat,
I‟tikaf, do‟a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan
mayit, dan lain-lain.
 Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah,
hibbah, dan lain-lain.
 Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
yang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti),
diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama
dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-
piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan
lain-lain.
 Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan
dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah,
penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu‟, li‟am dzilar, ilam
walimah, wasiyat, dan lain-lain.
 Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya :
qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad,
khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
 Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan
(politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah
(persamaan), „adalah (keadilan), ta‟awun (tolong menolong), tasamu
(toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi‟amah
(kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
 Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur,
sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen),
syaja‟ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-
lain.
 Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan,
berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim,
mesjid, da‟wah, perang, dan lain-lain.

Sumber-Sumber Syariah

8
1. Al-Qur‟an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan
rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur‟an yang bersifat umum.
3. Ra‟yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur‟an dan As-Sunnah untuk
menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur‟an dan As-
Sunnah.

Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila


dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
2. Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila
dikerjakan mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-
minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-lain.
3. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan
apabila ditinggalkan tidak berdosa.
4. Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk
ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan
apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan
lain-lain.

Ibadah Sebagai Bagian Dari Syariah


Syariah mengatur hidup manusia sebagai hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan
patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam
bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh Syariah Islam.
Esensi ibadah adalah penghambaan diri secara total kepada Allah sebagai pengakuan akan
kelemahan dan keterbatasan manusia di hadapan kemahakuasaan Allah. Dengan demikian
salah satu bagian dari syariah adalah ibadah.

Secara umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan
yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud
dengan tugas hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Qur‟an Surat Adz-
Dzariyah ayat 56 yang berbunyi : “Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku” (Adz-Dzariyat : 56).

Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah
SWT dan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat, dzikir, puasa, dan
lain-lain. Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang
kuat maka syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

AKHLAK

9
Akhlak (Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama).
Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi
kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk
tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan
Muhammad sebagai Rasul Allah [1]. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut : “Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-
Qalam, 68 :4)”.

Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa
arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang
baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan
santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.

Ulamah akhlak brbeda pendapat tentang apa kah akhlak yang lahir dari manusia
merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan
bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk
karena pembawanya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau
latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam.
Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan.

Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa
Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini
dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama,
mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk
normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta
nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.

Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia,
ada issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan.
Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan.
Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk
akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga
kembali kepada kesuciannya.

Ulama berbeda pendapat tentang ukuran baik dan buruk akhlak. Mereka terbagi menjadi tiga
golongan :

 Golongan pertama, Muktazilah (aliran teologi islam rasional dan liberal pada abad
ke-8, didirikan oleh wasil bin ata [80 H/699 M-131 H/748 M]), berpendapat bahwa
ukuran baik dan buruk akhlak adalah esensinya. Untuk ini mereka membagi akhlak
yang menuntut esensinya adalah buruk dan Allah SWT pasti melarangnya, seperti
besikap jujur dan adil. Ada akhlak yang menurut esensinya bisa baik dan buruk,
seperti membunuh.
 Golongan kedua. Maturidiah (aliran yang didirikan oleh abu Abu Mansur
Muhammad al-maturidi [w. 333H/944 M]) dan mashab *Hanafi, sependapatdengan

10
golongan Muktazilah. Hanya saja mereka, berbeda pendapat tentang tanggung
jawab terhadap akhlak tersebut. Menurut mereka, akal tidak dapat menetapkan
kewajiban, yang menetapkan kewajiban adalah syarak. Manusia akan dimintai
pertanggung jawaban hanya atas dasar kesadaran etisnya yang diperoleh melalui
syarak.
 Golonga ketiga, Asy‟ariyah (aliran yang didirikan oleh Abu Hasan Ali bin
Ismailal-Asy-ari [260H/873 M-324 H/935 M]) dan jumlah ulamah usul fikih,
berpendapat bahwa baik dan buruk akhlak ditentukan olej syarak. Apa yang
diperintahkan adalah baik dan yang dilarangnya adalah baik dan apa yang
dilrangnnya adalah buru. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban diperoleh
melalui syarak.

Al-Quran meberi kebebasan kepada manusia untuk memilih bertingkah laku baik atau
buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia dan
diminta pertanggung jawabannya diakherat atas segalah tingkah lakunya [3]. Allah SWT
berfirman : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya. (mereka berdoa) : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kami tersalah.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri
ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S Al Baqarah 2 : 286[4]).

Sumber Akhlak. Akhlak orang muslim merujuk pada dua sumber utama pada ajaran
islam. Sumber pertama diterangkan oleh *Aisyah binti Abu Bakar ketika ditanya para sahabat
tentang akhlak Rasulullah SAW Aisyah berkata adalah : “Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-
Quran”(H.R Ahmad bin Hanban). Adapun sumber kedua adalah keteladanan yang
dicontohkan oelh Rasulullah SAW kepada umatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah
SWT di dalam firman-Nya : “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S Al-Ahzab. 33 : 21) [5].

Sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga
sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dab terhadap lingkungannya.
Akhlah terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap
Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna :

a. Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.


b. Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih
dahulu.
c. Berbaik sangka kepada Allah SWT

11
Akhlak Terhadap Sesama Manusia :

1. Akhlak terhadap Orang Tua diantaranya sebagai berikut :


a. Memelihara keridaan orang tua.
b. Berbakti kepada orang tua.
c. Memelihara etika pergaulan kepada orang tua.
2. Akhlak terhadap kaum kerabat
Akhlak yang paling utama terhadap kaum kerabat ialah mengadakan hubungan
silaturahmi dan berbuat ihsan (baik) terhadap mereka, seperti mencintai mereka serta
turut merasakan suka dan duka mereka. Diatara ayat-ayat yang berbicara tentang akhlak
ini ialah surah an-Nisa (4) ayat 1 dan 36, surah ar-ra‟d (13) ayat 25, surah al-israh (17)
ayat 26, dan surah Muhammad (47) ayat 22. Diantara hadist Nabi SAW yang berbicara
tentang akhlak ini ialah “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirmaka
hendaklah ia mengadakana hubungan silaturrahmi” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

3. Akhlak terhadap tantangan. Diantara akhlak seseorang terhadap tantangannya ialah


sebagai berikut :
a. Tidak menyakiti tetangganya. Baik dengan perbuatan maupun denga perkataan.
b. Berbuat ihsan (kebaikan) kepada tentangga diataranya ialah melakukan *takziah
ketika tetangganya mendapatkan musibah, melakukan *tahnia ketika tetanggany
mendapat kegembiraan, menjenguknya ketika sakit, menolongnya ketika dimintai
tolong.

Ahklah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah


sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-
benda yang tak bernyawa.

Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi


manusia sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam.
Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk
mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran
menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38).
Oleh sebab itu menurut Al-Qurtubi, makluk-mahluk itu tidak boleh diperlukan secara
aniayah.

Allah SWT menciptakan Ala mini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-
Nya. (Q.S. Al-Ahqaaf. 46:3) : “Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.
dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka”.

M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam memanfaatkan alam manusia tidak


hanya dituntut untuk tidak bersikap angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, tetapi
juga dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT,

12
pemilik ala mini. Manusia ditutntu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau
kelompok saja tetapi juga kemaslahatan semua pihak. Dengan demikian, manusia
diperintahkan bukan untuk mencari kemenagan, tetapi keselarasan dengan alam.

Kitab Tentang Akhlak. Disamping petunjuk tentang akhlak dalam bentuk perbuatan
seperti dikemukakan diatas, didalam islam terdapat juga petunjuk untuk memiliki perangai
seperti sabar, ramah, ikhlas, pemaaf, jujur,dan kasih sayan, serta petunjuk untuk menghindari
perangai yang buruk sepertipemarah, pendendam, dan berdusta.

Pembahasan tentang petunjuk-petunjuk tersebut banyak dimuat dalam kitab tasawuf dan
akhlak antara lain sebagai berikut :

a. Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah (risalah karya Qusyairi). Karya Abu Qasim Abdul


Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al-Qusyairi (376
H/986 M-465 H/1074 M). kitab ini membahas antara lain tingkah laku, prinsif dan
sifat sufi, serta kode etika para pelajar.
b. Ihya Ulum Ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), karya Imam al-gazali.
Kitab yang terdiri atas 4 jilid ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama
mengupas masalah ibadah dengan segala rahasianya. Bagian kedua membahas
masalah adat dan muamalah. Bagian ketiga menyajikan hal-hal yang dapat
merusak diri, termasuk akhlak-akhlak tercela. Bagian keempat menguraikan hal-
hal yang menyelamatkan manusia dalam berbagai kerusakan, termasuk akhlak
terpuji.
c. Al-Azkar (Zikir-zikir), karya imam an-Nawawi, kitab ini berkumpulan hadist dan
doa tentang aktivitas sehari-hari, latihan rohani, etika umum, dan lain-lain yang
mempererat hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya.
d. Al-Akhlaq al-Islamiyyah wa Ususuha (Akhlak Islamdan dasar-dasarnya). Karya
Ayekh Abdurrahman Hasan Habnakah al-Maidani (ahli ilmu akhlak konteporer
asal Suriah). Materinya antara lain dasarnya akhlak yang digalidari Al-Quran dan
hadis petunjuk praktis penerapan akhlak, dan pendidikan akhlak.

13

Anda mungkin juga menyukai