PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bumi Flobamora, merupakan julukan untuk nama-nama pulau Flores, pulau
Sumba, Timor dan Alor yang merupakan gugusan pulau-pulau besar yang ada di
wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur. Di samping pulau tersebut ada juga puluhan
pulau kecil lainnya seperti Lembata, Adonara, Rote ,Sabu, Solor, Komodo dan Palue.
kepulauan, karena pada hakekatnya kondisi wilayahnya terdiri atas 566 buah pulau
yang relatif sedang dan kecil luasnya, mulai dari 0,0-0,9 hingga 10.000-14.000 km
persegi. Kondisi masing-masing pulau yang ada melahirkan aneka ragam kultur
budaya yang berbeda satu dengan lainnya. Secara keseluruhan wilayah Nusa
Tenggara Timur dengan kekayaan budayanya merupakan aset daerah yang patut
kesenian daerah (seni tari, seni suara dan seni musik), pakaian daerah (tenun ikat),
cukup besar antara lain: Danau Tiga Warna Kelimutu (Kabupaten Ende); Binatang
(Kabupaten Ngada); Taman Laut Teluk Maumere (Kabupaten Sikka); Taman Laut
Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Johanes (Kabupaten Kupang); Peninggalan
1
Sejarah, budaya dan obyek wisata alam lainnya; dan tenun ikat tradisional
http://www.dephut.go.id/ informasi/Provinsi/ntt/ntt.html.
Busana atau pakaian merupakan karya seni di luar fungsi praktisnya. Warna,
rancangan, motif, kombinasi, dan bahan yang dipergunakan dalam membuatnya tidak
dengan menggunakan hasil-hasil pemikiran baru tanpa harus kehilangan ciri yang
paling mendasar dari tekstil yang dipergunakan. Rancangan baru ini mendekatkan
dunia internasional.
memiliki adat, budaya dan kesenian sendiri-sendiri. Hal ini yang mempengaruhi
hias/motif tenunan pada kain tradisional di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Setiap
suku mempunyai ragam hias tenunan yang khas yang menampilkan tokoh-tokoh
oleh penghayatan yang mendalam akan kekuatan alam ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Timur merupakan seni kerajinan tangan turun-temurun yang diajarkan kepada anak
cucu demi kelestarian seni tenun tersebut. Motif tenunan yang dipakai seseorang akan
2
dikenal atau sebagai ciri khas dari suku atau pulau mana orang itu berasal. Setiap
Pada suku atau daerah tertentu, corak atau motif binatang atau orang-orang
lebih banyak ditonjolkan seperti Sumba Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang,
naga, singa, orang-orangan, pohon tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor Tengah
Selatan banyak menonjolkan corak motif burung, cecak, buaya dan motif kaif. Bagi
Dilihat dari kegunaannya, produk tenunan di Nusa Tenggara Timur terdiri atas 3
(tiga) jenis yaitu: sarung, selimut dan selendang dengan warna dasar tenunan pada
umumnya warna-warna dasar gelap, seperti warna hitam, coklat, merah hati dan biru
tua. Hal ini disebabkan masyarakat/pengerajin dahulu selalu memakai zat warna
nabati seperti taum, kulit akar mengkudu, kunyit dan tanaman lainnya dalam proses
pewarnaan benang, dan warna-warna motif dominan warna putih, kuning langsat,
merah marun.
Timur saat ini telah menggunakan zat warna kimia yang mempunyai keunggulan
seperti: proses pengerjaannya cepat, tahan luntur, tahan sinar, dan tahan gosok, serta
mempunyai warna yang banyak variasinya. Zat warna yang dipakai tersebut antara
warna alami dalam proses pewarnaan benang sebagai konsumsi adat dan untuk
3
ketahanan kolektif, minyak dengan zat lilin dan lain-lain untuk mendapatkan kualitas
Dari ketiga jenis tenunan tersebut di atas penyebarannya dapat dilihat sebagai
berikut: (1). Tenun Ikat ; penyebarannya hampir merata di semua kabupaten di Nusa
Tenggara Timur kecuali Kabupaten Manggarai dan sebagian Kabupaten Ngada; (2).
Tenun Buna; penyebarannya di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu dan
yang paling banyak adalah di Kabupaten Timor Tengah Utara; dan (3). Tenun Lotis
atau Sotis atau Ikat; terdapat di Kabupaten/Kota Kupang, Timor Tengah Selatan,
Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Flores Timur, Adonara, Lembata, Sikka, Ngada,
dapat dihindari adanya pergeseran-pergeseran nilai. Di satu sisi nilai baru yang belum
berakar, dan di sisi lain nilai lama sudah menjadi pudar dan aus. Hal ini akan dapat
berakibat bagi masyarakat akan kehilangan identitas, pegangan dan arah tujuan hidup
bermasyarakat.
Tenggara Timur sehingga berdampak pada pengenalan bagi masyarakat luas, maka
dalamnya terkandung nilai-nilai yang hakiki yang patut dikenali oleh generasi
penerus.
budaya yang ada terlebih-lebih, berupa kain-kain tenun ikat perlu dilakukan guna
4
dapat mengungkapkan baik dari segi sejarah, teknik pembuatan, hiasan yang
terkandung di dalamnya maupun nilai-nilai luhur yang tersirat dalam pembuatan ikat
tersebut.
diperlukan diturunkan dari generasi ke generasi secara informal dan bukan melalui
pendidikan formal. Adapun bahan baku yang digunakan pada awalnya berasal dari
jenis binatang atau hewan yang berupa kulit, tulang, tumbuh-tumbuhan (kulit, daun),
logam dan batu-batuan. Dengan keterampilan yang dimiliki manusia akan berkarya
dan sudah tentu akan menghasilkan suatu benda atau barang yang dapat dipakai untuk
keperluan hidupnya. Benda atau barang yang dihasilkan sering disebut dengan hasil
budaya. Salah satu hasil budaya yang kita warisi sampai saat ini yang sudah
mengalami perkembangan yang cukup pesat adalah pakaian yang kita pakai, baik
Satu hal yang perlu disadari bahwa manusia dan kebudayaan berkembang
sesuai dengan perjalanan waktu, sehingga banyak unsur kebudayaan lama cenderung
ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat pendukungnya. Hal yang tidak disadari
oleh masyarakat, bahwa kebudayaan lama belum tentu tidak sesuai dengan
perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Salah satu unsur kebudayaan yang
Pada awalnya bahan untuk pembuatan pakaian diambil dari bahan–bahan yang
ada di sekitar masyarakat pengrajin seperti daun–daunan, kulit kayu atau kulit
5
binatang, yang dibuat secara sederhana untuk menutupi tubuh. Fungsi pakaian
terutama untuk melindungi tubuh dari sengatan sinar matahari, cuaca dingin dan
kepribadian atau dapat dikatakan sebagai cerminan status sosial bagi masyarakat
pemakainya. Dengan adanya fungsi pakaian sebagai cerminan status sosial, maka
tidak jarang manusia mengeluarkan sesuatu yang banyak untuk mendapatkan pakaian
yang baik agar dapat dipandang sebagai manusia berderajat tinggi. Akibat
bentuk kebudayaan masa lalu, dalam hal ini pakaian tradisional yang sering disebut
dengan pakaian adat. Proses pembuatan pakaian adat tersebut dilakukan secara
tradisional, yaitu melalui aktivitas bertenun. Aktivitas ini lahir sebagai perwujudan
ide-ide dalam memenuhi kebutuhan akan sandang atau pakaian, dan bahkan bila
ditelusuri pakaian yang dihasilkan dari kreativitas bertenun tidak saja dipakai sebagai
pelindung tubuh/ badan tetapi juga untuk memenuhi peralatan upacara adat atau ritual
lainnya.
Sebagai akibat dari perkembangan zaman yang begitu pesat, belakangan ini
hasil kreativitas manusia yang merupakan warisan budaya sering dilupakan dan
bahkan ditinggalkan, padahal memiliki banyak muatan nilai budaya yang tinggi.
Mengingat akan saratnya kandungan nilai tersebut, perlu adanya upaya atau tindakan
nyata untuk dapat melestarikan segala bentuk budaya tradisional, dalam hal ini kain
6
Akhir-akhir ini perhatian masyarakat Indonesia terhadap tenun tradisional,
apabila ada suatu karya bangsa Indonesia berupa desain, justru dipatenkan oleh orang
asing (Hasyim dan Alwusitho:1998). Dengan demikian, apabila ada orang Indonesia
yang ingin memproduksi desain tradisional hasil kreasi nenek moyang sendiri,
terpaksa harus membayar mahal kepada pemilik hak paten tersebut. Kondisi seperti
ini sudah tentu sangat disayangkan apabila dilihat dari sisi pelestarian kebudayaan.
Indonesia adalah salah satu negara penghasil seni tenun yang terbesar di dunia,
berlangsung sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Kondisi ini memberikan sumbangan
yang cukup besar bagi kekayaan keanekaragaman jenis tenun bangsa kita.
perubahan dan perkembangan aneka ragam pakaian termasuk tenun ikat sebagai salah
satu aspek kehidupan. Kearifan lokal yang sering disebut dengan local wisdom, local
genius atau yang lebih tepat local knowledge merupakan bagian dari kebudayaan
masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang multi etnik dijumpai keragaman jenis
7
praktik yang biasanya ditentukan oleh aturan-aturan yang berterima secara jelas atau
samar-samar maupun suatu ritual atau sifat simbolik, yang ingin menanamkan nilai-
nilai dan norma-norma perilaku tertentu melalui pengulangan, yang secara otomatis
Kearifan lokal biasanya terwujud sebagai sistem filosofi, nilai, norma, hukum
adat, etika, lembaga sosial, sistem kepercayaan melalui upacara. Di satu sisi berfungsi
sebagai pola bagi kelakuan dan di sisi lain merupakan cara-cara, strategi-strategi
manusia dan masyarakat untuk survive dan adaptif dalam menghadapi perubahan
sosiofak, dan ideofak atau kombinasinya secara lebih rinci terdapat pada berbagai
aspek kehidupan seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertanian, dan lain-
lain.
Sementara ini, tidak sedikit orang khawatir bahwa ada kecendrungan kearifan
mampu mengendalikan lingkungan alam, akan tetapi di pihak lain kemampuan untuk
laku manusia tampaknya semakin tidak efektif. Jika manusia ingin bebas dari rasa
kekhawatiran dan rasa takut, peranan kebudayaan tardisional berupa kearifan lokal
8
masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan adat dan hukum maupun pola ideal
setempat.
Sehubungan dengan gejala seperti ini, maka Direktorat Jenderal Nilai Budaya
Seni dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, melalui Direktorat Tradisi
dengan Unit Pelaksana Teknis Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bali,
inventarsisasi tenun tradisional sebagai salah satu langkah untuk membuat data base
kekayaan aspek tradisi Indonesia. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan tenun
tradisional yang ada di Indonesia dapat terdata dengan baik. Maka dilakukanlah
pendeskripsian kembali tentang kain tenun yang ada di Indonesia umumnya dan
Adonara khususnya.
Kain tenun ikat yang terkenal dari daerah Adonara di Kabupaten Flores Timur
Nusa Tenggara Timur dibedakan antara kain sarung kewatek yang digunakan untuk
kaum perempuan, kain sarung nowing untuk kaum laki-laki. Perbedaan antara
keduanya terletak pada motif dan ragam hias yang distilisasikan ke dalam tenunan.
B. Rumusan Masalah
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya bangsa Indonesia sebagai
masyarakat multikultur dengan ciri khas masing-masing, termasuk juga suku bangsa
Lamaholot yang berada di Kabupaten Flores Timur sebagai salah satu persebaran
9
Belum banyaknya data dan informasi yang memadai tentang tenun ikat dan
dirasakan pula semakin berkurangnya minat generasi muda terhadap tenun ikat, Hal
masyarakat.
ini masyarakat harus fleksibel, itu berarti harus terbuka menghadapi arus komunikasi
dan informasi global dan selektif dalam menerima hal-hal yang menguntungkan demi
kemajuan pembangunan bangsa dan negara. Adapun permasalahan yang ingin dikaji
C. Tujuan
10
5. Diharapkan dapat bermanfaat bagi pelestarian dan pengembangan kebudayaan
D. Ruang Lingkup
akan diambil akan diatur sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan. Untuk
mendapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh tentang tenun ikat di Nusa
inventarisasi tenun ikat yang meliputi: sejarah/latar belakang munculnya tenun ikat,
arti simbol yang terdapat dalam tenun ikat, teknik-teknik pembuatannya, alat-alat
yang diperlukan untuk membuat tenun ikat serta kelengkapan lain yang ikut
Timur. Alasan pemilihan tenun tersebut adalah karena masih kurangnya tulisan
tentang tenun dari daerah Nusa Tenggara Timur khususnya dari Adonara. Dengan
11
masyarakat Indonesia pada umumnya, agar mau berperan aktif dalam upaya
pendukungnya.
E. Kerangka Pemikiran
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik manusia dengan proses belajar. Menyimak definisi tersebut di atas, bahwa
yaitu:
peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Wujud ini memiliki sifat yang sangat
abstrak, tak dapat diraba atau difoto dan bertempat dalam alam pikiran
dalam masyarakat. Tindakan berpola tersebut oleh para ahli sering disebut sistem
12
sosial. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan dalam pergaulan satu sama lainnya berdasar adat, tata kelakuan.
Sistem sosial ini bersifat kongkret, sehingga dapat dilihat dan difoto.
seperti ini sering disebut kebudayaan fisik. Wujud kebudayaan inilah yang paling
kongkret dan bisa dilihat, karena merupakan seluruh dari karya manusia dalam
masyarakat. Sebagai contoh; mulai dari yang kecil seperti jarum, kancing baju,
kain songket dan lain-lain sampai yang paling besar seperti bangunan bertingkat,
Ketiga wujud di atas dalam kenyataan dimasyarakat sulit terpisah satu dengan
yang lainnya. Di samping tiga wujud kebudayaan tersebut, ada tujuh unsur
kebudayaan universal yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial,
(4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6)
ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian, dan mempunyai
tiga wujud ide, aktivitas, dan kebenadaan yang masing-masing biasanya disebut
sistem budaya atau adat istiadat, sistem sosial, dan kebudayaan kebendaan (1984:79).
13
Pengrajin tenun ikat, yaitu orang yang beraktivitas sebagai penenun atau orang
yang bermata pencaharian sebagai penenun yang umumnya diwarisi secara turun
dilakukan oleh penenun tenun ikat di Nusa Tenggara Timur. Sitem ekonomi
dan mendistribusikan barang kebutuhan hidup manusia. Sistem sosial (social system)
adalah semua aktivitas tingkah laku berpola yang telah membudaya dalam interaksi
manusia dalam suatu masyarakat. Sistem budaya (cultural system) adalah rangkaian
gagasan, konsepsi, norma, adat istiadat yang menata tingkah laku manusia dalam
teknologi tidak saja merupakan modifikasi dari suatu kegiatan ilmu pengetahuan,
tetapi mempunyai akibat mengubah pola hidup manusia dan mengubah struktur sosial
ialah makhluk yang berpikir dan bekerja. Di samping itu, manusia selalu beruhasa
perubahan seperti inovasi, invensi, adaptasi, dan adopsi. Perubahan masyarakat juga
14
terjadi karena keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
faktor. Berhubungan dengan interaksi terjadi di segala bidang, maka perubahan tidak
hanya dalam bidang sosial dan budaya, tetapi juga dalam bidang demografi,
manusia yang berpola dan mereka sebut sebagai Kerangka Teori Tindakan (Frame of
hal menganalisis suatu kebudayaan secara keseluruhan, perlu dibedakan secara tajam
antara empat komponen, yaitu: (sistem budaya); (2) sistem sosial; (3) sistem
kepribadian; dan (4) sistem organisme. Keempat komponen itu, walaupun erat
kaitannya satu dengan yang lain, juga merupakan entitas yang khusus, masing-masing
dengan sifat-sifatnya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut sistem budaya (cultural system)
manusia. Sistem sosial (social system) terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia atau
kehidupan masyarakat. Sistem kepribadian (personality system) terdiri atas isi jiwa
dan watak individu dalam masyarakat, berbeda satu dengan yang lainnya namun
15
distimulasi dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, norma-norma dalam sistem budaya dan
oleh pola-pola tindakan dalam sistem sosial yang telah terinternalisasi melalui proses
sosialisasi dan pembudayaan selama hidup (sejak masa kecilnya). Sistem organik
dalam proses biologik serta biokimia dengan organisme manusia (Talcott Parsons,
diri sebagai suatu sistem. Keseluruhan komponen sistem yang merupakan bagian dari
masyarakat dan kebudayaan terdiri dari empat tingkat sistem budaya, sitem sosial,
sistem kepribadian, dan sistem organis. Teori tindakan, suatu teori yang memandang
sistem tersebut: sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem organis
berhubungan satu dengan yang lain, serta hubungan yang saling mempengaruhi di
kebudayaan yang sangat kompleks. dan inti dari teori ini adalah pendirian bahwa
16
dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
kehidupannya.
ini menganggap bahwa masyarakat sama halnya dengan organisasi biologis, karena
Sejalan dengan pandangan di atas, di dalam setiap struktur sosial baru dapat berfungsi
relatif mantap dan stabil, 2) setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemen-
elemen yang terintegrasi dengan baik, 3) setiap elemen dalam suatu masyarakat
suatu sistem, dan 4) setiap struktur sosial yang befungsi didasarkan pada suatu
17
Teori Interaksi Sosial
Suatu identitas kelompok etnik bukan sesuatu yang diakibatkan oleh sifat
fisik-alamiah, melainkan suatu kategori sosial yang dikenakan oleh kelompok tertentu
terhadap kelompok lain dan ditetapkan secara inter-subjektif (Feagin and Feagin,
1990:103). Karena itu, persoalan-persoalan antar kelompok etnik juga penting untuk
proses interaksi sosial di tingkat mikro adalah George Simmel. Juga dikemukakan
bahwa posisi Simmel, berada di antara kedua ekstrim realisme Durkheim dan
dikemukakan sebagai berikut, “Posisi Simmel yang berada di antara kedua ekstrem
itu melihat bahwa masyarakat lebih daripada hanya sekadar suatu kumpulan individu
serta pola perilakunya; namun masyarakat tidak independen dari individu yang
itu terjadi, meliputi interaksi timbal balik. Melalui proses ini, individu saling
berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga masyarakat itu sendiri muncul. Pra
sebagian individu yang menyatakan bahwa mereka itu terikat dengan individu lain.
Hal demikian seperti yang bisa disimak dalam pernyataan sebagai berikut; “The
18
reality of social processes, what Simmel calls “sotiation”, is located in the mind, so
that society is a unity of cognition, a product of the fact that each individual is party
diartikan sebagai pola perilaku universal dan berulang-ulang melalui mana berbagai
isi diungkapkan. Isi kehidupan sosial mencakup antara lain naluri erotis, kepentingan
objektif, dorongan keagamaan, bantuan atau perintah dan lain-lain. Keseluruhan isi
ini menurut Simmel menyebabkan orang hidup bersama orang lain, bertindak
terhadap mereka, bersama mereka, mempengaruhi dan dipengaruhi mereka dan balik
di kalangan individu melalui mana, isi kehidupan sosial mengemuka dalam kenyataan
sosial (Waters, 1994:22). Berbagai bentuk sosiasi yang dikemukakan oleh Simmel
(Johnson, 1986:259).
19
halnya melihat, makan atau bergerak kesana kemari, suatu kegiatan sepanjang waktu,
tidak ada hentinya. Dengan demikian, simbolisasi adalah tindakan esensial pikiran
(mind) dan mind mencakup lebih daripada sesuatu yang disebut akal-pikiran
(thought). Dalam tiap mind tertimbun juga jumlah material simbolik lain - yang
dipakai untuk tujuan lain atau sama sekali tidak terpakai - yang tidak lain adalah
produk kegiatan otak yang spontan dan suatu “suku cadang” ide-ide. Cassirer
membedakan antara tanda (sign) dengan simbol (symbol). Tanda adalah bagian „dunia
fisik‟ yang berfungsi sebagai operator yang memiliki substansial. Sementara simbol
adalah bagian dan dunia makna manusia yang berfungsi sebagai disaignator. Simbol
tidak memilki kenyataan fisik tetapi substansial hanya memiliki nilai fungsional
School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert Blummer. Awal
yaitu aliran/mahzab Chicago, yang dipelopori oleh oleh Herbert Blumer, melanjutkan
penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi
manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang
benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalaman
nya, dan usaha untuk memahami nilai dari tiap orang. Blumer dan pengikut nya
autobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews. Blumer
20
komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif,
inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. masyarakat dan diri dipandang
sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk
menghilangkan inti sari hubungan sosial. Menurut H. Blumer teori ini berpijak pada
premis bahwa (1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada
pada “sesuatu” itu bagi mereka, (2) makna tersebut berasal atau muncul dari
“interaksi sosial seseorang dengan orang lain”, dan (3) makna tersebut
berlangsung.
Berdasarkan teori di atas teori fungsional, interaksi sosial dan teori semiotik
akan digunakan dalam menganalisis potensi alam dan budaya khususnya tentang
disempurnakan lagi.
F. Metodologi
penulisan mengenai aspek tenun yang akan dikaji. Untuk memperoleh atau menjaring
data yang berkaitan dengan inventarisasi tenun ikat di Adonara digunakan beberapa
21
a. Metode Kepustakaan
Metode ini dilakukan paling awal yaitu untuk mendalami dan memperluas
masyarakat Nusa Tenggara Timur. Dengan metode ini akan mendapatkan sumber
sekunder atau kepustakaan yang berkaitan dengan tenun ikat yang berada di Adonara
b. Metode Observasi
maupun tergambar dalam kain ikat yang hendak diamati, khusus kain ikat yang
metode ini dibantu dengan menggunakan kamera untuk dokumentasi. Hasilnya akan
c. Metode Wawancara
G. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan yang akan berisi tentang: latar belakang, tujuan, ruang
22
Bab II berisi tentang gambaran umum tentang tenun khususnya tenun yang
akan diinventarisasi. Dalam gambaran umum tentang tenun ini akan ditulis mengenai
hal-hal seperti pengertian tenun, definisi tenun (termasuk asal mula dikenalnya
perkembangan tenun.
Bab III Kain Tenun Ikat di Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Dalam bab ini akan diungkapkan mengenai hal-hal seperti bahan yang digunakan,
peralatan yang dipakai menenun, proses pembuatan kain tenun, motif atau ragam hias
Bab IV akan diuraikan tentang makna dan fungsi pemanfaatan tenunan dalam
kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut mengenai aspek sosial budaya maupun
aspek ekonominya. Sedangkan bab V merupakan bab penutup yang akan diisi dengan
kesimpulan maupun rangkuman dan isu penting yang muncul saat ini. Untuk
melengkapi laporan penelitian ini akan dilengkapi dengan daftar pustaka serta
lampiran-lampiran lainnya.
23
BAB II
A. Lokasi Penelitian
termasuk daerah gugusan pulau yang tanahnya kering, bahkan tandus dibandingkan
terdiri atas tanah yang keras berbukit-bukit dengan sungai-sungai yang kurang air.
kerajaan yang ada di Nusa Tenggara Timur pada umumnya telah berubah status
menjadi swapraja. Adapun swapraja di Flores terdiri atas Swapraja Ende, Lio,
Larantuka, Adonara, Sikka, Ngada, Riung, Nage Keo, dan Manggarai. Nusa Tenggara
Timur pada waktu itu merupakan wilayah hukum dari Keresidenan Timor dan daerah
residen. Keresidenan Timor dan daerah bagian barat (Timor Indonesia pada waktu
itu) Flores, Sumba, Sumbawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya dengan pusat
Timor, Afdeeling Flores ibukotanya di Ende, dan afdeeling Sumbawa, Sumba dengan
Pada masa penjajahan, Pulau Flores juga pernah termasuk salah satu pulau
dalam gugusan pulau-pulau yang dalam pembagian dulu disebut Sunda Kecil (Bali,
24
Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor). Di dalam pembagian sekarang
termasuk salah satu pulau dalam gugusan pulau-pulau Nusa Tenggara, suatu nama
yang baru untuk menggantikan nama Sunda Kecil, sesuai dengan usul Prof. Mr.
Mohammad Yamin pada tahun 1954. Dengan berlakunya UU No. 44 tahun 1950
administratif seperti Provinsi Sunda Kecil diubah menjadi Provinsi Nusa Tenggara
yang terdiri atas enam daerah pulau yakni; Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Alor
dan Timor. Kemudian keluar UU No. 69 tahun 1958 masing masing tentang
1958. Berdasarkan itu Provinsi Nusa Tenggara di bagi atas 3 Daerah Swatantra
Tingkat I yaitu, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri atas Lombok dan Sumbawa
dan Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri atas Sumba, Flores dan Timor (Kapita,
1976:11).
Pulau Flores dahulu terdiri atas lima kabupaten dan saat ini telah mengalami
ibukotanya Bajawa, Nage Keo dengan ibukotanya Mbay, Kabupaten Ende dengan
ibukotanya Ende, Sikka ibukotanya Maumere dan Flores Timur dengan ibukotanya
Larantuka,
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik 2009, Kabupaten Flores Timur dengan
beberapa gugusan pulau-pulaunya sepert Adonara, dan Solor memiliki luas wilayah
25
sebesar 1.812,35 km 2 dengan jumlah penduduk sebanyak 234.076 jiwa dengan
mengalirkan cukup air. Pulau Flores memiliki banyak teluk. Di sini terdapat pula
beberapa pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh perahu-perahu dagang antara lain
Bari, Pota, di Manggarai (pantai Barat), Gelitiang di Sikka (pantai Tengah Utara) dan
Larantuka di pantai Timur Laut. Sedangkan Kota Ende (di pantai Selatan) dan
Maumere (di pantai Utara) sangat penting peranannya sebagai pelabuhan di Flores.
Pulau-pulau kecil yang termasuk sebagai bagian dari Flores adalah Pulau Solor,
Kabupaten Flores Timur yang memiliki luas wilayah 1.812,35 km2, keadaan
topografinya dapat digambarkan sebagai berikut; dari seluruh luas wilayah, 79,4
persen berada pada ketinggian di bawah 500m; 3,02 persen memiliki kemiringan 0-3
persen; 5,83 persen memiliki kemiringan 12-40 persen; dan 71,54 persen memiliki
bergunung-gunung. Ketinggian lebih dari 550 m dari permukaan laut sebesar 79,4
persen dari luas wilayah dan hampir 20,6 persen dari total luas wilayah mempunyai
ketinggian di di bawah 550 m. sedangkan, keadaan iklim atau cuaca dapat dirinci
sebagai berikut: jumlah rata-rata curah hujan per tahun 918, 275 mm dan jumlah rata-
rata hari hujan per tahun 76,75 – 126 hari. Bulan basah November sampai Maret,
26
sedangkan bulan kering April hingga Oktober dengan suhu rata-rata 26o – 32o C.
Desa Lamapaha sebagai lokasi penelitian memiliki jumlah penduduk sebanyak 586
jiwa yang terdiri dari 313 orang laki-laki dan 273 orang perempuan atau sebanyak
Desa Lamapaha sebagai daerah penelitian tenun ikat berada pada ketinggian
750 m di atas permukaan laut dengan tofografi sebagain kecil berupa dataran dan
selebihnya adalah berbukit-bukit. Suhu rata-rata 30 0 C dan curah hujan sebesar 275
mm dengan jumlah bulan hujan 4 bulan. Mata pencaharian dari penduduk desa
Lamapaha sebagian besar adalah sebagai petani yaitu sebanyak 276 orang, pegawai
negeri 16 pengrajin 25 orang pedagang 8 orang, sopir dan tukang ojek 20 orang.
B. Pengertian Tenun
Sejak lama kain menjadi bagian dari kehidupan manusia, sebagai penutup dan
pelindung tubuh serta unsur penting dalam berbagai ritual budaya. Penemuan kain
sulit dilacak secara pasti kapan, di mana dan siapa pembawa atau yang
memperkenalkannya di suatu daerah. Namun, satu hal yang pasti khususnya kain adat
atau kain yang ditenun secara manual dan mengikuti tradisi turun temurun dimiliki
Bangsa Indonesia dikenal sebagai salah satu bangsa yang mempunyai kain-kain
tradisional terindah di dunia, seperti batik dan tenun ikat. Selama berabad-abad
kepandaian dan keterampilan tentang batik dan tenun ikat diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya sebagai salah satu bagian dari budaya yang berkait dengan
27
falsafah hidup, kegiatan sosial dan ekonomi. Begitu kuatnya kedudukan sehelai kain
adat dalam kehidupan bangsa Indonesia, sehingga setiap daerah atau suku bangsa
mempunyai kain-kain adat sendiri yang berbeda dan mempunyai ciri atau keunikan
sendiri. Dari Aceh atau Indonesia bagian barat sampai timur, khususnya Nusa
Tenggara Timur tenun ikatnya diakui sebagai kain-kain tenun ikat yang terbaik
Risman Marah dalam bukunya yang berjudul Berbagai Pola Kain Tenun dan
benang kapas mendatar dan membujur dalam suatu kerapatan dan memakai corak
melampaui sejarah panjang dengan pasang surut sesuai dengan perkembangan tingkat
kebutuhan manusia. Dari yang masih sekedar penutup aurat dari kulit kayu atau kulit
binatang, sampai pada kain halus dengan hiasan mutu manikam, manusia sebenarnya
telah jauh berkembang tidak sekedar ingin melindungi tubuhnya, melainkan telah
yang dikenal telah sampai pada tingkat kebudayaan tinggi, kebutuhan akan sandang
itu telah mencapai pula tingkat sophisticated, dan berjalan paralel dengan dunia
“roh” bangsa itu yang berisi : agama, kepercayaan, folklore, cita rasa dan spirit
28
kebutruhan akan sandang, Indonesia dapat dikatakan merupakan salah satu negara
penghasil tenun yang besar di dunia, karena hampir di setiap daerah di Indonesia
memiliki jenis-jenis kain tradisional berupa tenunan dengan sebutan yang bervariasi.
mana bahan dasar itu merupakan penghasil benang katun yang paling sesuai untuk
alat-alat tenun manual, bangsa Indonesia telah dapat mengolah kapas menjadi kain
tenun yamg mempunyai kekayaan jenis dan corak yang sangat beragam. Corak atau
motif itu biasanya mempunyai bentuk dasar yang geometrik, sesuai dengan teknik
mempunyai fungsi dan nilai simbolis yang bermacam–macam pula. Setiap jenis
tenun daerah memiliki banyak variasi. termasuk yang ada di daerah Adonara,
Badudu dan Mohammad Zain, terbitan Pustaka Sinar Harapan Jakarta tahun 1996,
dijelaskan sebagai berikut. Tenun adalah hasil pekerjaan berupa kain yang dibuat dari
benang yang dianyam (dari alat dikerjakan dengan tangan atau mesin). Dengan
demikian, jelaslah bahwa tenun tersebut merupakan hasil pekerjaan yang berupa kain
29
yang bahan dasarnya berupa benang yang proses pembuatannya dengan cara dianyam
dengan peralatan yang diperlukan dan dikerjakan dengan tangan atau peralatan
berupa mesin. Dalam buku tersebut juga diuraikan mengenai pengertian menenun
C. Perkembangan Tenun
Pada jaman duhulu yang sering disebut jaman purba, kehidupan manusia
Upaya mereka untuk menutupi sekujur tubuh mereka hanya dengan kulit kayu sukun
hutan. Kondisi ini berkembang terus pada kehidupan nenek moyang sesudahnya.
Berawal dari sini proses pembuatan pakaian dari kulit kayu berkembang terus. Proses
pembuatan pakaian dari kulit kayu dengan alat yang masih sangat sederhana adalah
sebagai berikut; kulit kayu dikupas dari batang pohon, kemudian direndam dalam air
atau lumpur beberapa hari lalu dikeringkan. Selanjutnya kulit kayu yang sudah kering
diberi motif dan untaian dari siput dan biji-bijian sebagai asesoris dan diikat dengan
tali (dijahit).
perkembangan pula, yakni dengan karya cipta tenun ikat yang didukung keberadaan
dan tingkat spiritual yang tinggi karena kegaiban alam mendorong peminat kelompok
lain untuk ikut mempelajari di mana pada proses mengerjakan tenun diawali dengan
30
serat tali batang pisang dan daun kelapa untuk menghasilkan lembaran kain. Beranjak
dari sini mulailah terjadi saling tukar seni budaya tenun ikat antar kelompok.
yang menghasilkan biji kapas dan serat kapas juga bahan pewarna alamiah seperti
generasi ke generasi yang memakan waktu cukup lama di wilayah Nusa Tenggara
Timur ini menyebabkan tiap-tiap wilayah memiliki ciri khas motif tersendiri namun
semuanya mengacu pada latar belakang sejarah proses pembuatannya yang sama
mempengaruhi aksi reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat itu.
Adapun sumber kebiasaan bersama itu adalah tata nilai dan cita rasa yang hidup di
dalam masyarakat itu. Kaitan dalam hal ini adalah tenun ikat sebagai warisan telah
daerah Adonara
Pada awalnya tenun ikat atau pakaian hanya berfungsi sebagai pelindung badan
dari pengaruh alam dan lingkungannya baik berupa panas dan dingin. Selanjutnya,
pakaiannya dengan berbagai perhiasan mulai dari ujung kaki sampai ke rambut
termasuk penyempurnaan tata rias yang dapat mengubah penampilan menjadi lebih
31
menarik. Semua itu pada dasarnya merupakan hasil kreativitas manusia itu sendiri
dapat dikatakan sebagai cerminan status sosial bagi masyarakat pemakainya. Fungsi
yang terakhir inilah yang lebih dominan dan berkembang pesat akhir-akhir ini,
sehingga tidak jarang manusia mengeluarkan uang yang banyak untuk mendapatkan
kualitas pakaian yang baik sehingga dapat dinilai sebagai manusia yang memiliki
derajat yang tinggi. Karena perkembangan zaman tersebut dirasakan perlu untuk
pada masyarakat yang biasa disebut dengan pakaian adat atau pakaian tradisi daerah.
gambaran kampung yang sudah mengalami perubahan hingga saat ini kaum
Lamapaha, dalam ritus kehidupannya penuh dengan kegiatan bernuansa seni dan
budaya yang diturunkan leluhurnya secara turun temurun maupun hasil kreasi baru.
Berbagai seni budaya yang ada dapat berupa hasil kerajinan tenun ikat oleh para
D. Persebaran Tenun
Kris Bheda dalam tulisannya “Flores “Nusa Tenun Tangan” bahwa tenun
berasal dari marga Salvi sebuah suku di India tenun ikat ini berawal, melalui jalur
32
sutera, terus menyelusuri Asia Tenggara, hingga Indonesia. Penyebaran tenun ikat di
Nusa Tenggara Timur hampir merata, sehingga Nusa Tenggara Timur juga mendapat
Pesona keindahan motif dan ragam hiasnya, menjadikan tenun ikat sebagai
cenderamata bagi setiap orang yang datang dan berkunjung ke bumi Flobamora ini,
bumi di mana wanitanya memiliki daya cipta dan kreasi seni yang sangat tinggi.
Setiap daerah yang ada di Nusa Tenggara Timur menampilkan corak dan ragam hias
serta warna yang berbeda-beda. Perbedaan ini menjadikan tenun ikat semakin
mempunyai variasi dan motif yang istimewa dan beragam sesuai dengan budaya etnis
atau suku yang memakainya termasuk juga suku Lamaholot. Kerajinan tenun ikat
Adonara adalah kewatek (sarung perempuan), nowing (sarung laki-laki), dan senai
(selendang). Kain tenun ikat Adonara juga dapat dijadikan untuk baju, tas, jaket
Pada umumnya tenun ikat Lamaholot merupakan tenun lurik yang ditandai
jalur-jalur ikat motif atau ikat ragam hias geometris, menyerupai jenis sarung hujan
gerimis. Ada juga sarung Lamaholot dengan bidang tengah non ikat berwarna biru
hitam nila merah tua. Hanya dua bagian pinggir bertata jalur-jalur ikat dan jalur non
ikat sehingga merupakan tenunan lurik juga. Tenunan ikat Lamaholot ini mempunyai
banyak kesamaan dengan tenun ikat Krowe Tana Ai yaitu penduduk bagian timur
Kabupaten Sikka.
33
Tenun Ikat di Adonara merupakan tenunan lurik berjalur besar. Tenun ikat itu
merupakan tenunan lurik dengan jalur-jalur ikat sederhana. Rupanya tenunan ini
mengutamakan jalur-jalur dengan kontras warna yang tajam, dimana diselingi juga
dengan sulaman sederhana ragam hias geometris. Tenunan Adonara ini halus karena
kategori sederhana, namun terdapat juga tenunan ikat motif sedang besar atau juga
ragam hias geometris yang lebih dari sederhana. Tenun ikat jenis ini di kompleks
Masyarakat Flores Timur mengenal beberapa macam kain sarung yang berasal
dari Pulau Adonara yaitu kain sarung yang digunakan oleh kaum lelaki disebut
nowing. Pada dasarnya kain sarung berupa selimut dari masyarakat Lamapaha
warna dasarnya hitam atau biru kehitam-hitaman. Pada seluruh bagiannya ditenun
dengan jalur-jalur biru muda. Kain ini biasa digunakan untuk bekerja, bertamu, dan
pesta perkawinan adat. Perbedaannya adalah kain untuk bekerja adalah kain yang
telah usang, kain yang digunakan untuk bertamu adalah kain yang masih baik, dan
kain yang digunakan dalam pesta-pesta adalah kain yang masih baru.
Kain sarung yang digunakan kaum wanita adalah kewatek. Dalam melakukan
pekerjaan, kaum wanita menggunakan kain sarung yang sudah usang, untuk bertamu
menggunakan kain sarung yang masih baik, dan pada waktu berpesta menggunakan
kain yang masih baru. Pada masa kini kain yang digunakan untuk bekerja adalah kain
34
Proses pembuatan kain di pulau Flores dan sekitarnya sama dengan daerah lain
di Nusa Tenggara Timur. Biasanya dibuat sendiri dengan bahan dasarnya adalah
dibeli di toko.
Kain sarung atau tenun ikat di Adonara dan juga daerah lainnya di Nusa
Tenggara Timur memiliki motif yang bermacam-macam seperti motif kolon matan
(mata burung tekukur) kau nepi (daun kelapa yang dilepaskan dari pelepahnya)
kebukak (kupu-kupu) galak lolon (mata tombak atau lembing) plat (silet) makok
nuwen (pantat mangkok) belepeten (penutup) ile hurun (puncak gunung) dan lako
dowa (tapak musang). Fungsi pakaian selain pakain harian, juga sebagai lambang
status sosial, dan sebagai alat tukar dan khusus di Adonara kain tenun juga sebagai
dengan baik, kerajinan tenun ikat belum diberdayakan secara masksimal. Diharapkan
kerajinan tenun ikat dapat meningkatkan pendapatan per kapita. Perlu program
E. Masyarakat Pendukung
35
kemasyarakatan, kekerabatan dan religi. Para pengrajin dalam menciptakan barang-
karena banyak diminati oleh masyarakat sekelilingnya, seperti barang seni ukir, seni
kebudayaan.
lain, kain tenun, anyam-anyaman dan berbagai macam perhiasan serta barang seni
lainnya. Kepandaian yang dimiliki dan telah berlangsung terus turun-temurun dari
Adapun ciri-ciri dari kerjinan tradisional yang utama adalah: (1) pembuatan
Begitu juga dengan bahan baku yang dipergunakan untuk membuat barang-
barang diambil dari alam sekitarnya, seperti tanah, kulit hewan, tumbuh-tumbuhan,
36
mempercantik hasil kerajinannya sangat statis, dari dahulu sampai sekarang hampir
merupakan keterampilan yang wajib mereka kuasai. Seorang gadis, harus bisa
menenun. Pandangan seperti ini masih tetap dipertahankan. Seorang gadis yang akan
menikah, yaitu suatu ketentuan adat yang harus dilalui bagi seorang yang akan
dirinya dan untuk calon suaminya, yang merupakan hasil tenunan sendiri.
Syair di atas tidak saja memuji dedikasi dan ketrampilan kerja menenun
perempuan jaman dulu, melainkan juga membandingkan, mencela sikap yang acuh
tak acuh dari wanita jaman sekarang dalam pekerjaan memintal benang. Umumnya
37
gadis-gadis dan generasi muda saat ini, walaupun mereka tidak mencemooh, namun
tenun ikat sangat bergantung pada masyarakat bersangkutan. Begitu juga dengan
tahun:
“Untuk membuat tenun ikat nowin maupun kewatek atau sarung tenun ikat
dibutuhkan waktu 1 minggu dengan menggunakan bahan benang jadi, sedangkan
kalau mengunakan bahan kapas bisa bulanan bahkan tahunan. Proses menenun
didapat secara turun temurun dan umumnya dilakukan oleh kaum perempuan yang
telah belajar paling tidak saat umur 14 tahun. Hal ini merupakan suatu keharusan
yang diharapkan pada para gadis saat akan menikah sudah biasa membuat kain ikat
sendiri. Pada hari Minggu dan hari besar keagamaan mereka tidak melakukan
aktivitas menenun. Harga sebuah tenun ikat kewatek untuk perempuan berkisar
antara 150.000 ribu sampai 200.000 ribu sedangkan nowin yaitu sarung untuk laki-
laki berkisar antara 100.000 – 150.000 ribu atau tergantung tingkat kesulitan atau
motif dan ragam hiasnya."1
1
Wawancara dengan YosepinaBarek Mado tanggal 17 April 2009
38
BAB III
A. Modal Produksi
Setiap kegiatan usaha, baik industri kecil (rumah tangga) maupun industri
besar modal merupakan hal utama. Setiap pengembangan usaha tidak bisa dilepaskan
dengan modal berupa uang, termasuk juga di dalamnya modal tenaga. Demikian juga
halnya dengan kegiatan usaha tenun ikat yang ada di Desa Lamapaha permodalan
merupakan persoalan yang dialami oleh setiap penenun. Sebagai usaha keluarga,
kegiatan menenun hampir menjadi mata pencaharian pokok bagi kaum perempuan.
adanya benang buatan pabrik, mereka membuat kain tenun dengan bahan baku dari
kapas hasil tanaman sendiri di kebun di sekitar tempat tinggal, dipintal sendiri hingga
perkembangan teknologi saat ini telah memungkinkan para pengrajin tenun untuk
memperoleh bahan baku dalam bentuk benang tenun yang sudah jadi, siap untuk
ditenun menjadi sehelai kain. Benang tenun jenis ini merupakan buatan pabrik sangat
mudah diperoleh di pasar Weiwerang atau di pasar kota Larantuka. Benang jenis ini
dengan benang yang merupakan hasil pintalan sendiri, bahkan ditinjau dari segi harga
39
Produsen benang tenun sampai saat ini belum ada di sekitar desa Lamapaha
memperolehnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila saat ini hampir
semua pengrajin lebih memilih benang pabrik untuk produksi kain tenun,
selembar kain tenun para pengrajin di desa Lamapaha jauh lebih cepat dengan
menggunakan benang pabrik dibandingkan dengan benang dari hasil pintalan sendiri.
Saat ini masyarakat Lamapaha di Pulau Adonara masih juga membuat tenun ikat
dengan benang pintalan dari bahan alami yatiu dari kapas, yang digunakan pada
upacara adat atau hari besar lainnya hanya saja sudah semakin sedikit karena sulitnya
Salah satu faktor produksi, yaitu tenaga kerja berperan sangat penting karena
akan menentukan kualitas dan kuantitas hasil produksi. Tenaga kerja selalu
digunakan dalam proses produksi sesuai dengan bentuk dan macam produksi
proses produksi memegang peranan penting apalagi dikaitkan dengan pengadaan dan
pengembangan tenun ikat. Hal tersebut dapat dilihat dari mata pencaharian
penduduknya sebagian besar petani, peternak, dan pengrajin tenun ikat. Bagi kaum
wanita, kerajinan tenun ikat membuat sarung (kewatek dan nowing) dan selendang
40
adalah sebagai petani kebun. Modal produksi dan sumber biaya tentunya diusahakan
sendiri oleh pengrajin, dari hasil menenun selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari dan modalnya akan dibelikan bahan-bahan untuk pembuatan tenun ikat. Hal ini
senada dengan pendapat Bapak Martinus Ola Notan salah seorang tokoh di desa
Lamapaha dan Ibu Maria Uba Bakan seorang guru sekolah dasar yang juga
Bagi pengrajin tenun ikat di Desa Lamapaha, Pulau Adonara yang masih
bersifat tradisional, yang menjadi persyaratan utama yang harus dipenuhi setiap
tenaga kerja antara lain: ketekunan, ketelitian, keterampilan dan bakat seni pada
pembuatan motif dan ragam hias. Tingkat pendidikan tidak menjadi prasyarat utama
kegiatan bernuansa seni dan budaya yang diturunkan leluhurnya secara turun temurun
maupun hasil kreasi baru. Berbagai seni budaya yang ada dapat berupa hasil kerajinan
2
Wawancara dengan Bapak Martinus Ola Notan dan Ibu Maria Uba Bakan tanggal 17 April 2010.
41
tenun ikat oleh para pengrajin wanita berupa sarung (kewatek dan nowing) selendang
(senai). Para pengrajin tenun memperlihatkan kreativitas yang cukup baik, terbukti
dengan semakin banyaknya jenis motif dan ragam hias tenun ikat yang diproduksi
B. Bahan Baku
pengolahan kapas mulai dari pembersihan, pemisahan biji kapas, pengeringan dengan
menjemur kapas tersebut sampai pada proses pemintalan dari kapas menjadi benang.
42
Pengadaan bahan baku, yaitu benang
melainkan dengan adanya pemasaran benang pabrik sangat membantu sehingga lebih
mempermudah proses produksi tenun ikat. Adanya situasi dan keadaan ekonomi
masyarakat yang mulai semakin maju dan berkembang dengan tersedianya sarana-
benang tekstil. Kebutuhan akan benang ini diusahakan dari dalam negeri sendiri.
merupakan bahan utama dalam pembuatan tenun ikat, tidak lagi melalui pemintalan
sendiri dengan alat yang sangat sederhana, tetapi telah tersedia benang jadi yang siap
Larantuka.
bagi para pengrajin tenun ikat. Oleh karena itu, kebutuhan bahan baku telah tersedia
dalam bentuk siap pakai. Adanya bahan baku akan mempermudah proses penenunan
Pengrajin tenun Adonara pada saat ini sudah tidak lagi melakukan pengolahan
bahan dalam arti yang sebenarnya, karena bahan yang mereka terima sudah dalam
43
bentuk jadi. Pengrajin tinggal menenunnya untuk menghasilkan sebuah kain tenun.
Pada awalnya pengrajin yang ada di Desa Lamapaha juga mengolah bahan sendiri
dari bahan kapas hingga menjadi benang tenun, sampai akhirnya menjadi kain. Bahan
kapas diperlukan pada saat tertentu yang menggunakan kain ikat asli, seperti
tenun ikat, mereka berusaha secara mandiri untuk mendapatkan bahan sesuai dengan
modal atau kemampuan yang dimiliki. Menurut Yosepina Barek Mado pengerjaan
tenun ikat apabila dikerjakan orang lain dengan upah Rp. 30.000 bisa diselesaikan
Penghasilan yang didapatkan dari kegiatan menenun masih tergolong kecil yaitu
sebesar 10 ribu rupiah per hari. Bagi para pengrajin, penghasilan yang mereka
peroleh memang masih jauh dari harapan namun mereka merasa bersyukur dapat
membantu meringankan beban suami dalam mencari nafkah untuk keperluan sehari-
hari. Budaya kerja para pengrajin yang ada di Desa Lamapaha sudah demikian tinggi
ketrampilan yang dapat dibanggakan khususnya dalam hal menenun. Pengrajin tenun
yang ada di desa Lamapaha mereka umumnya mulai menenun pagi hari apabila
mereka tidak pergi ke kebun. Pengrajin yang ada di Desa Lamapaha, Kecamatan
Matahari dengan anggota 10 orang dan Kelompok Melati yang juga beranggotakan
44
mengalami kesulitan diberikan pinjaman berupa modal untuk pengadaan bahan baku
berupa benang dengan catatan apabila mereka sudah menjual hasil tenunannya
dari suku bangsa mencakup sekitar delapan sistem peralatan dan unsur-unsur
ataupun masyarakat pedesaan yang hidup dari hasil pertanian. Sistem teknologi
tersebut terdiri atas: (1) alat-alat produksi; (2) senjata; (3) wadah; (4) alat-alat
menyalakan api; (5) makanan, minuman, bahan pembangkit gairah dan jamu-
jamuan; (6) pakaian dan perhiasan; (7) tempat berlindung dan perumahan; (8) alat-
universal yang dikenal dalan setiap kebudayaan. Sistem pengetahuan dan teknologi
terdiri ataspengetahuan tentang alam sekitar, flora, fauna, zat dan bahan-bahan
mentah, tubuh manusia, kelakuan sesama manusia, ruang waktu, maupun bilangan.
45
sebagai petani cenderung memahami sifat-sifat alam pegunungan, flora, maupun
fauna di sekitarnya. Sebaliknya, orang yang bermukim di pesisisr pantai dan bermata
pencaharian sebagai nelayan akan mengenal sifat-sifat laut, flora, maupun fauna yang
dan teknologi yang sama dengan masyarakat Adonara pada umumnya. Masyarakat
tentunya telah mengenal dengan baik sifat-sifat alam dan lingkungan sekitarnya.
Cuaca dan musim dijadikan pedoman dalam menjalankan aktivitas pertanian. Pola
tanam, pengairan, musim tanam, maupun musim panen berlangsung sesuai keadaan
musim. Terutama masa-masa tanam untuk tanaman palawija dipilih hari-hari baik
kerajinan misalnya kerajinan bambu dengan mengambil bahan dasar dari pohon-
pohon bambu yang banyak tumbuh di alam sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat
yang menggeluti usaha ini telah mengenal jenis-jenis kapas dengan sifat dan kualitas
bahan pewarna dipakai sebagai bahan dasar. Saat ini sebagain besar tenun ikat dibuat
dari bahan benang jadi. Namun, untuk keperluan tententu atau upacara daur hidup
46
yang memerlukan kain asli, maka dibuatlah tenun ikat dari bahan kapas. Pembuatan
tenun ikat dari bahan kapas diperlukan beberapa alat sebagai berikut.
Seorang ibu
sedang memintal
dengan senure
47
Peralatan yang diperlukan dalam proses menenun sebagai berikut:
tenetek yaitu tempat melakukan aktivitas menenun, biasanya alat ini terbuat dari
Ibu Maria Penaten Ola sedang berdiri di samping senerek (tempat menenun) dan
ikat pinggang penenun yang berwarna kuning
Wulo nawe yaitu alat yang berfungsi untuk memisahkan antara benang atas dan
benang bawah agar tidak bercampur, Sedangkan penahan benang ada 2 jenis yaitu
pola menahan benang di atas dan sapit menahan benang bagian bawah,
seligu yang berguna sebagai penahan sapit. Beloin yaitu benang sebanyak 5 helai
yang berfungsi sebagai pembentuk motif. Surit sebuah alat yang terbuat dari bilah
48
bambu pipih yang berfungsi untuk merapatkan benang beloin, nubo yang berfungsi
D. Proses Menenun
antaranya sebagai simbol status sosial, keagamaan, budaya dan ekonomi. Dapatlah
dikatakan bahwa dalam membuat sehelai kain tenun ikat tidaklah mudah dan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Para wanita di dalam membuat sehelai kain
tenun ikat selalu bekerja secara bersama, ini dilakukan untuk mempermudah proses,
karena tidak semua wanita mampu membuat kain tenun ikat dari tahap awal sampai
dengan selesai. Tenun ikat dalam proses pembuatannya memiliki beberapa tahap
berikut ini.
1. Pemintalan benang
3. Pewarnaan.
49
4. Menenun
Proses awal biji kapas dibersihkan dari serat kapas dengan menggunakan
menalok (alat penggelintir biji kapas) dengan jalan memutar. Serat kapas yang sudah
dipisahkan dari bijinya dibersihkan kembali supaya halus dengan menggunakan alat
seperti busur yang disebut menuhu. Pekerjaan membersihkan serat kapas disebut
dengan buhu lelu. Serat kapas halus yang sudah bersih kemudian digumpalkan dalam
gumpalan agak besar sepesar bola kasti disebut lelu lon. Lelu berarti putih bersih dan
Lelu lon dipintal untuk dibuat benang oleh kaum wanita dengan alat pemintal
sederhana yang digerakkan dengan jari tangan yang disebut dengan tenure (senure)
atau memintal. Disebut ture senure, ture artinya putar, senure adalah nama alatnya.
Benang hasil ture senure dibuat atau dililitkan pada alat yang disebut belawa.
Hasilnya dibuat dalam bentuk klos yang disebut dengan kenodot warnanya masih
putih. Kenodot ini biasanya disimpan dan merupakan benang yang sudah siap pakai.
dalam cairan secara alami dengan menggunakan periuk dari tanah liat. Adapun
warna yang didapat dari proses pencampuran dengan cairan itu antara lain :
a. Air yang direndam dalam campuran daun nila atau tarum (taum) untuk
50
c. Untuk mendapatkan warna coklat atau merah air dicampur dengan kulit akar
mengkudu.
kecil, kemudian diikat dengan tali lalu dicelup dalam cairan warna sesuai
dengan keinginan kemudian diangkat lalu dijemur. Setelah kering ikatan pada
kenodot kecil dilepaskan dan warna kenodot masih tetap putih dan motif ini
disebut dengan mowak (motif). Kenodot yang berwarna atau yang masih
dalam bentuk bulatan yang disebut udung kira-kira sebesar bola pingpong
bulatan dan siap digunakan untuk menenun. Kenodot yang sudah diklos
dirakit untuk ditenun disebut dengan neket. Adapun alat yang digunakan
antara lain nuda, wulo, nawe, dan klobong. Rangkaian benang sudah siap
untuk ditenun. Demikian proses penyiapan benang kapas hingga siap untuk
ditenun. Perbedaan yang sangat jelas jika menggunakan benang hasil pintalan
dengan benang pabrik adalah dari alat yang dipergunakan. Pada benang
pintalan biji kapas dibersihkan dengan menuhu, sebuah alat berbentuk seperti
sebuah busur.
51
Proses membersihkan kapas dengan
menuhu
2. Mowak (Motif)
Mowak atau motif adalah benang kenodot yang masih berwarna putih stelah
terlebih dahulu diikat sesuai dengan motif yang dikehendaki akan dibuat. Proses
helai diikat dengan tali rafia. Pada bagian yang diikat nantinya akan terbentuk
motif yang dikehendaki. Saat ini kebanyakan para pengrajin tenun ikat yang ada
di desa Lamapaha tidak membuat mowak atau motif sendiri melainkan mereka
membeli di desa lain. Umumnya harga sebuah mowak di Lamapaha dan Adonara
yaitu 10 ribu rupiah. Mowak yang dibeli ini akan dapat digunakan untuk membuat
52
Membuat motif dengan mengikat benang Selag‟ga tempat mengikat benang mowak
dengan menggunakan tali rafia
pengerjaannya cukup lama dan memakan waktu. Berkat tersedianya motif di pasaran
tenunannya.
3. Perwarnaan
Warna yang ada merupakan hasil racikan dari dedaunan dan tumbuh–
tumbuhan yang tumbuh di wilayah desa Lamapaha. Adapun bahan umum yang
dipergunakan oleh para pengrajin khususnya yang masih menggunakan benang hasil
pintalan antara lain kulit akar pohon mengkudu, tarum atau nila, dan kunyit. Bila kita
perhatikan sebenarnya para nenek moyang kita pada jaman dahulu sudah menerapkan
konsep kesehatan jauh sebelum adanya obat-obatan yang diproduksi pabrik modern.
Berdasarkan penuturan dari Bapak Martinus Ola Notan, semua jenis bahan pewarna
yang digunakan dalam proses pencelupan merupakan ramuan untuk kesehatan bagi
53
pemakainya. Pada jaman modern saat ini kita ketahui mengkudu merupakan ramuan
herbal untuk mengobati berbagai penyakit. Daun tarum merupakan bahan untuk
mengangkal dari serangan magis, demikian juga halnya dengan kunyit dapat
Proses pewarnaan dijalani dalam waktu paling tidak selama 24 jam atau sehari
semalam atau lebih agar sari warna benar-benar meresap pada serat benang. Beberapa
jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan pewarnaan yaitu mengkudu,
tarum, kemiri, kunyit, lain–lain, sehingga nuansa warna kain tenun ikat Nusa
Tenggara Timur terdiri atas: merah, yang dihasilkan dari kulit akar mengkudu, hitam
yang dihasilkan dari daun tarum atau nila dan kuning dari kunyit.
Dalam pemberian warna pada kain tenun ikat ada dua macam benang tenun
yang perlu diwarnai yaitu benang pakan dan benang lungsi. Proses pemberian warna
dengan bahan-bahan asli atau bahan-bahan alami memakan waktu yang cukup lama
dan pekerjaan mewarnai ini sangat rumit, untuk mengerjakan selembar kain tenun
Proses pembuatan warna dari daun tarum/nila Motif yang telah terbentang di selag‟ga
54
Benang klos yang siap diwarnai Ikatan benang klos yang telah diwarnai
Guna mendapatkan warna sesuai dengan motif yang akan dibuat khususnya untuk
tenun ikat yang menggunakan benang dari bahan kapas setelah benang dibersihkan
dan dipintal benang untuk keperluan tenun ikat sudah siap untuk diwarnai.
menggunakan bahan-bahan alami yaitu dengan menggunakan daun taum atau tarum
atau nila. Benang yang terbuat dari pintalan kapas direndam dalam sebuah paso
/periuk dari tanah liat selama kurang lebih 24 jam, lalu dicampur dengan kapur,
bahan lainnya, akan menghasilkan warna kuning. Tenun ikat dengan menggunakan
bahan pewarna alami yang dijumpai dalam tenun ikat Adonara di Desa Lamapaha
55
4. Proses Menenun
Penenunan yang saat ini masih dilakukan oleh pengrajin tenun ikat yang ada
di Desa Lamapaha adalah menenun dengan benang jadi atau benang pabrik. Adapun
proses penenunan itu yaitu benang klos yaitu benang pabrik dengan aneka warna
dipintal dengan sebuah alat yang disebut dengan tenure. Sedangkan proses
memintalnya disebut dengan ture senure. Benang klos yang sudah dipintal ini
kemudian dililitkan pada alat yang disebut belawa. Pekerjaan menyiapkan bahan-
bahan sebelum menenun yaitu neket merangkai benang lungsi yang beraneka warna
sesuai dengan motif maupun ragam hias yang dikehendaki. Setelah neket dengan
peralatan seperti nuda, wulo nawe, dan klobong selesai dilakukan maka proses
menenun telah siap untuk dilaksanakan. Pada saat menenun benang yang telah
dirangkai dengan wulo nawe atau benang lungsi telah siap dirangkai dengan benang
pakan yang dimasukkan silih berganti dari kanan dan kiri penenun.
Ditenun dengan alat tenun yang sangat tradisional, dililit dipinggang wanita
penenun, melekat tidak terpisahkan, bermakna hidup wanita telah diembani dengan
tanggung jawab untuk terus mempertahankan warisan ini agar semua orang
mengetahui bagaimana nenek moyang di masa lalu telah mewariskan sesuatu yang
luar biasa. ada pada jalur benang ikat lungsi merupakan perpaduan alat yang sangat
serasi yang terlihat di saat wanita menenun. Alunan sentakan di saat wanita menenun
menggoda hati yang mendengar, karena nada yang ditimbulkan bagaikan alunan
melodi kehidupan.
56
Ibu Bonefasia Bulu sedang menenun motif Proses merangkai benang dengan belawa sebelum
kebukak atau kupu-kupu melakukan penenunan
Seorang gadis di Desa Lamapaha sedang Seorang ibu di Desa Lamapaha sedang membuat beloin
menyelesaikan tenun kewatek sebagai benang pakan tenun ikat
diperuntukkan sebagai bahan pakaian modern, tas, dompet kain pintu/jendela, kain
57
Pembuatan selembar kain tenun dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap
berikutnya sampai pada tahap penenunan untuk menghasilkan selembar kain (tenun
ikat). Guna mendapatkan selembar kain sarung pengrajin yang ada di Desa Lamapaha
menghabiskan 58 ko‟ten atau klos. Berdasarkan keterangan dari Ibu Maria Penaten
Ola 52 klos untuk benang lungsi dan 6 klos untuk beloin atau benang pakan. Harga
sebuah benang klos untuk lungsi saat ini adalah 1200 rupiah dan satu klos untuk
beloin adalah 4000 rupiah. Jika kita kalkulasikan jumlah modal yang harus
dikeluarkan oleh para pengrajin untuk sebuah kain sarung baik kewatek maupun
nowing yaitu 52 x 1200 rupiah = 62.400 rupiah ditambah 6 x 4000 rupiah = 24.000
rupiah sama dengan 86.400 rupiah. Jika satu buah sarung laku dijual dengan harga
150.000 rupiah maka penghasilan yang didapat dari kegiatan menenun satu lembar
waktu 3 – 4 hari kalau mereka bekerja sehari penuh. Jadi penghasilan yang didapat +
digambarkan oleh keheterogenan masyarakatnya yang terdiri atas suku, agama, dan
berbagai kelas sosial mulai dari kelas ekonomi hingga pembagian tenaga kerja secara
sosial (division of labor). Dalam hal ini, kita mengenal motif batik misalnya yang
58
merupakan sebuah tradisi motif pakaian yang terkenal hingga ke berbagai penjuru
dunia. Batik dikenal secara umum berasal dari kriya tekstil penduduk di kawasan
pulau Jawa, baik yang berada di kawasan pedalaman maupun yang berada di kawasan
pesisir pantai.
sebuah kawasan kepulauan yang terdiri atas populasi ratusan suku bangsa, maka
Indonesia memiliki berbagai ornamentasi motif pakaian yang luar biasa kuantitasnya.
hal yang sangat menarik dan jika mungkin merupakan sebuah hal yang luar biasa
Indonesia yang memang sangat beragam tersebut, yang layak untuk dianalisis dengan
Tenunan dari Nusa Tenggara Timur dan beberapa wilayah Indonesia bagian
tenun Nusa Tenggara Timur menjadi hidup. Ada pesona keindahan kain tenun Nusa
Tenggara Timur. Menurut Ny Ratnawati, tenun Nusa Tenggara Timur dibuat secara
tradisional dan merupakan kerajinan rumah tangga. Ada tenun ikat, di mana proses
pembentukan motifnya dengan cara mengikat. Selain itu ada tenun gedong dan tenun
59
Pewarnaannya menggunakan bahan kimia serta bahan alami atau tradisional.
Untuk mendapatkan warna merah, digunakan akar mengkudu. Sedang warna kuning
didapat dari kunyit. Masih ada beberapa lagi tumbuhan yang bisa dimanfaatkan untuk
Daya tarik atau pesona tenun ikat di Nusa Tenggara Timur umumya dan
Adonara di Kabupaten Flores Timur khususnya terletak pada motif dan ragam hias.
Motif utama merupakan nama dari jenis dan macamnya sarung kewatek terdapat
pada bagian tengah dan adapula terdapat pada setiap lembaran dari sarung. Motif
penghias adalah motif yang mendampingi motif utama yang disebut mowak. Menurut
jenis dan macamnya motif serta asal lokasi pembuatan tenun ikat itu berasal.
Tenun Ikat Kewatek Tenoton yang dipakai untuk Nowing (Sarung Untuk Laki-laki)
para ibu yang sudah paruh baya
60
Motif galak lolon (ujung tombak) Motif kau nepi (daun kelapa yang
dipatahkan)
Dalam pesona motif dan ragam hias, diciptakan melalui perenungan dan
penggunaannya diperuntukkan bagi hal-hal yang berkaitan dengan adat dan budaya,
dan menjadikannya sebagai tradisi yang terwarisi secara turun temurun. Inilah
khasanah budaya yang terlihat dari beragam motif dan ragam hias kain tenun ikat.
Motif yang super sampai yang kecil, memperlihatkan bagaimana kehebatan wanita
Adonara berhubungan dengan bangsa pendatang seperti orang Eropa. Tenun Adonara
lebih banyak menggunakan warna hitam kebiru-biruan dan warna merah dengan
61
Salah satu ragam hias kain Adonara yang berbeda dengan kain tenun daerah-
daerah lain adalah hanya menggunakan satu motif pada bidang tengah-tengah kain.
Motif tersebut diulang-ulang dan baru berhenti pada jalur pembatas bermotif sulur di
kedua ujung kain yang menyerupai tumpal dan diberi hiasan rumbai-rumbai. Jalur
pembatas kain-kain tenun Flores pada umumnya tidak hanya di kedua ujung kain,
melainkan dapat dibuat di bagian tengah, samping, kedua ujung, atau pinggir kain.
Kain berlatar belakang hitam. Ragam hias pada kain ini ada pada jalur-jalur
horisontal yang memberi kesan seperti gemerlap cermin, yang diwujudkan dalam
pembiasan garis geometris. Kain ini terdiri atas dua helai yang digabung dengan
jahitan tangan. Pada jalur besar tampak motif ceplok bunga, yang diilhami oleh kain
patola. Pengaruh kain patola juga tampak pada adanya barisan tumpal.
http://alfonsadeflores.blogspot.com/2009/01/tenun-ikat-flores-keragaman-corak-
dan.html.
Motif dan ragam hias yang terdapat dalam kain tenun ikat Adonara
pada malam hari ada kupu-kupu masuk ke dalam rumah mereka itu pertanda bahwa
bahwa mereka selalu dalam lindungan para leluhur mereka yang telah meninggal
dunia. Demikian juga dengan motif kolon matan atau mata tekukur mengandung
makna bahwa apabila burung tekukur sudah mulai turun mencari makan ke tanah,
menjadi suatu pertanda bagi para penduduk sudah mulai musim tanam. Motif kau
62
nepi, yaitu daun kelapa yang dilepaskan dari dahannya, kau nepi biasanya
dipergunakan sebagai bahan atap rumah oleh penduduk Adonara pada umumnya,
walaupun saat ini penduduk sudah banyak yang menggunakan atap dari seng maupun
dari genteng. Makna yang terkandung pada motif dengan ragam hias seperti ini
adalah makna keagungan, dimana letak dari kau nepi atau daun kepala itu adalah
Motif loko dowa yaitu tapak musang yang sedang berjalan juga
Demikian juga halnya dengan motif dan ragam hias yang lain yang terdapat pada kain
Salah satu daerah di Flores bagian timur yang cukup menonjol dalam
pembuatan kain tenun ikatnya adalah daerah Adonara. Ragam hias kain tenun ikat
dari daerah ini diilhami oleh kain patola India berupa motif ceplok seperti jelamprang
pada kain batik. Selain motif ceplok, kain dari Adonara ini juga dihiasi dengan motif
daun, dahan, dan ranting. Kain patola diperkenalkan oleh para pedagang dari
Portugis, yang pada abad keenam belas mengadakan perdagangan dan pertukaran
kain patola dengan rempah-rempah dari nusantara bagian timur, termasuk di Flores.
Bangsa Portugis, dan bangsa-bangsa Eropa lain (Belanda dan Jerman) meninggalkan
flores-keragaman-corak-dan.html.
63
Menurut Suwati Kartiwa, bahwasanya pemakaian ragam hias dalam pakaian di
Indonesia pada umumnya tidak hanya dari satu jenis motif saja, akan tetapi sering
Ragam hias tradisional yang tumbuh dan berkembang di Desa Lamapaha dan
sejak zaman prasejarah. Jenis-jenis ragam hias yang masuk dalam kelompok ini
berupa garis-garis lingkaran: motif skematik seperti garis, segi empat, belah ketupat,
Pada ragam hias tumbuh-tumbuhan dapat dilihat dari berbagai jenis dan
sehingga menambah keindahan kain tenun ikat. Adapun jenis ragam hias tumbuh-
tumbuhan antara lain berbentuk bunga mangga. Ragam hias tumbuh-tumbuhan ini
umumnya terdapat pada berbagai jenis kain tenun ikat di Desa Lamapaha, Kecamatan
digambarkan dalam motif tenun ikat yang pada dasarnya melambangkan bahwa
64
3. Ragam Hias Binatang
Beberapa jenis binatang yang sering digambarkan pada kain tenun ikat antara
lain: burung, kupu-kupu, dan komodo. Adapun jenis ragam hias binatang ini pada
mitologi seperti mitologi danau kelimutu. Ragam hias binatang, daun maupun bunga
menurut keterangan beberapa orang pengrajin tenun ikat di Desa Lamapaha Adonara
tidak setiap saat mereka tenun. Para pengrajin akan menenun jenis motif dan ragam
hias ini apabila mereka mendapat pesanan, karena motif seperti ini kurang
mengerjakan motif mendorong para pengrajin lebih memilih mengerjakan jenis motif
dan ragam hias yang banyak dicari dan laku di pasaran. Pengrajin tenun ikat di Desa
Yang dimaksudkan dengan ragam hias ini adalah jenis ragam hias yang terdapat
pada beberapa tenun ikat tertentu yang coraknya tidak jelas apakah itu ragam hias
65
Ragam hias binatang berupa lokon matan tenun ikat dengan motif kebukak
(mata tekukur) (kupu-kupu)
Ragam hias plat atau silet tenun ikat dengan motif galak lolon
atau ujung tombak yang langsung
ditenun
66
Seorang tokoh masyarakat Lamapaha tenun ikat kewatek yang tidak
mengenakan sarung nowin menggunakan motif (tenoton)
67
BAB IV
(alam). Interaksi antara manusia dengan sesamanya kerap terwujud dalam bentuk
lingkungan fisik lebih bersifat hubungan saling mempengaruhi. Dalam hal ini
digunakan sebagai pedoman atau pola bagi kelakuannya. Sehubungan dengan hal
adalah sebagai alat adaptasi yang digunakan oleh manusia dalam menghadapi
68
Hasil karya sebagai wujud kebudayaan. Sistem gagasan, tindakan, dan hasil
wujud sistem gagasan (atau sering pula disebut kebudayaan dalam wujud idea),
terdiri atasnilai, norma, aturan, hukum, dan adat-istiadat. Sifatnya sangat abstrak
(tidak dapat dilihat, atau diambil) dan tersimpan di setiap kepala individu warga
masyarakat. Meskipun bersifat abstrak, namun ia ada dan berfungsi sebagai pedoman
tindakan atau tingkah laku manusia yang berpedoman atau ditata oleh nilai-nilai,
manusia yang berpedoman pada nilai, norma, aturan, hukum, dan adat-istiadat disebut
“tindakan berpola” atau action. Sebagai makhluk berbudaya, sebagian besar dari
sebagian kecil saja dari tindakan manusia yang bukan tergolong tindakan berpola
(seperti gerak refleks dan gerakan naluriah lainnya). Tindakan manusia yang bersifat
naluriah tersebut disebut behavior. Tindakan berpola dapat dijumpai dalam aktivitas
menenun untuk menghasilkan tenun ikat yang melalui perilaku atau tibdakan berpola
dari awal sampai menjadi tenun ikat. Tindakan tersebut tersebut ditata atau
dipedomani oleh seperangkat nilai, aturan, atau norma tertentu yang terpelihara pada
(fisik) sehingga sering pula disebut material culture atau phisical culture.
69
Kebudayaan material ini bersifat sangat kongkrit dan dapat dilihat, dan diobservasi
secara langsung. Sebagai hasil tindakan berpola, maka dihasilkanlah suatu tenun ikat
dan berbagai jenis kerajinan lainnya. Sebagai suatu bentuk masyarakat dalam rangka
melestarikan warisan budaya leluhur mereka yang kemudian menjadi kearifan lokal
A. Penggunaan Kain
jumlahnya mencapai hampir tiga puluh suku. Setiap suku 'mempunyai bahasa dan
dialeknya sendiri. Di bagian barat pulau Flores tinggal orang Manggarai, di bagian
tengah tinggal orang Ngada, Riung, dan Nage Keo, sedangkan di bagian timur
berdiam orang Ende, Lio, Sikka, dan Kedang dan Lamaholot. Sebagian besar
masyarakat Flores hidup dari bercocok tanam dan berternak kerbau, kuda, kambing
ayam dan babi. Beberapa jenis hewan seperti babi dan kambing dipergunakan
dipelajari sejak mereka masih kecil. Salah satu tradisi para wanita penenun yang
menarik yaitu kebiasaan memakan sirih dilakukan wanita Flores, khususnya penenun,
di sepanjang hari saat bekerja. Jenis-jenis kain tenun yang dihasilkan adalah
selendang lebar yang berfungsi sebagai selimut bagi laki-laki dan sarung untuk
wanita. Selimut atau selendang juga digunakan sebagai penutup jenazah. Selain
70
sebagai selimut dan pakaian yang dijual bebas di pasaran, kain tenun ikat juga
digunakan sebagai perlengkapan upacara adat sebagai pakaian adat, pakaian upacara,
dan mas kawin dan hadiah. Bagi masyarakat Lamapaha memberikan kain tenun
sebagai pemberian atau hadiah pada saat mereka diberitahukan oleh kerabatnya anak
gadisnya akan menikah. Umumnya seorang anak gadis yang dipinang atau menikah
mereka harus menyediakan puluhan kain tenun baik kewatek maupun nowin sebagai
mas kawin, dan sebagai gantinya pihak pengantin laki-laki akan menghadiahkan
a. Hasil Produksi
bernuansa seni dan budaya yang diturunkan leluhurnya secara turun temurun maupun
71
Kewatek dengan motif makok nowen Kewatek dengan ragam hias loko dowa
atau dasar mangkok atau tapak musang
Kewatek dengan motif plat atau silet kewatek dengan ragam hias ile hurun
(puncak gunung)
Seperti telah diuraiakan di atas, dari sekian banyak hasil produksi yang telah
dibuat oleh para pengerajin kain tenun di lokasi penelitian khususnya dan Adonara
seperlunya dipakai untuk keperluan diri sendiri bagi si penenunnya. Kain-kain yang
dibuat yang bahan bakunya diusahakan sendiri oleh pengerajin, sebagian besar dijual
72
dan kadangkala ada juga yang disimpan untuk koleksi atau keperluan pada ritual adat
dan agama. Pemakaian tenun ikat yang berbentuk sarung, baik untuk laki-laki biasa
yang sudah tua dan perempuan dapat dijumpai di pasar Weiwerang maupun pasar
kota Larantuka, digunakan sebagai pakain sehari-hari. Sedangkan pada saat hari besar
atau upacara adat dipakai tenun ikat atau bahan pakaian yang diperlukan pada saat
kegiatan tersebut. Sedangkan pemakian tenun ikat yang telah dijahit menjadi baju,
banyak dijumpai di instansi pemerintah atau swasta pada hari tertentu dalam setiap
minggunya. Hal ini menggambarkan sebagai bentuk untuk tetap mencintai hasil
kelompokkan: (1) pakaian harian atau pakaian kerja; (2) pakaian untuk bertamu;
Barang-barang yang berupa tenun ikat atau pakaian yang akan dijual itu
dibawa ke pasar oleh pengerajin tenun. Pada umumnya para pengerajin atau penenun
ada secara langsung menjual ke toko atau ke pasar Weiwerang , dan ada pula yang
pula pengepul yang datang langsung ke sentra industri atau penghasil tenun ikat di
penginapan atau hotel yang ada di Larantuka Flores Timur serta ada juga yang dijual
tempat pariwisata.
73
d. Alat Angkutan yang Digunakan
pula oleh transportasi yang memadai. Untuk di Desa Lamapaha dan Adonara
e. Jangkauan Distribusi
Dengan adanya prasarana dan sarana angkutan yang sudah lancar, maka untuk
menyebarluaskan hasil produksi tenun ikat tidak hanya dipasarkan di Lamapaha dan
74
Nusa Tenggara Timur umumnya, tetapi juga sudah dipasarkan ke kota-kota besar di
Telah disebutkan di atas bahwa pemakaian tenun ikat atau pakaian tradisional
dapat kelompokkan: (1) pakaian harian atau pakaian kerja; (2) pakaian untuk
bertamu; dan (3) pakaian upacara dan pesta. Seperti dijumpai pada saat masyarakat
menyambut tamu pada upacara adat saat ada tarian, mereka mengalungkan selembar
kain tenun khas Adonara yang dinamakan kewatek. Keramahan ini adalah pertanda
Berbagai jeni upacara adat masih dilaksanakan seuai dengan siklus kehidupan
setiap tahun. Ada yang bersifat rutinitas misalnya membuka kebun/bertani dan ada
Terkait juga dengan pembuatan tenun ikat sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuan mereka untuk mewarisi suatu kearifan lokal dalam proses dari bahan
baku hingga menjadi bahan jadi (tenun ikat) yang tidak terlepas dari hubungan
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Saat
hitam). Dengan tetap mempertahankan apa yang telah diwarisi dari nenek moyang,
mereka berusaha pula untuk memperdaya diri, misalnya dalam proses pembuatan
tenun tetap secara tradisional namun berusaha untuk mengambangkan atau berkreasi
75
B. Makna Sosial Budaya
Dalam organisasi sosial tradisional orang Adonara mengenal sistem klen yang
patrilineal, artinya anggota satu klen itu merasa berasal dari satu nenek moyang
dengan menarik garis keturunan dari pihak laki-laki. Mereka juga mengamalkan adat
sendiri. Sebuah klen dipimpin oleh seorang kepala klen yang disebut Laki Pu’u.
seorang kepala klen juga berstatus sebagai Kolu, yakni orang yang mempunyai hak
menguasai tanah yang belum digarap dalam wilayah klennya. Hak ini diperolehnya
Selain fungsi sosial ekonomi yang menunjukkan identitas dan nilai ekonomis
bagi pengrajin tenun ikat dari produksi yang dihasilkan, fungsinya itu bisa juga
dilihat dari segi budaya, yaitu nilai-nilai budaya yang akumulatif dalam produk-
produk atau hasil karya mereka yang merupakan kebudayaan fisik. Nilai-nilai budaya
tersebut paling jelas dapat ditunjuk pada pakaian upacara. Sebab produk itu dibuat
yakni upacara keagamaan yang tidak terlepas dari nilai religius. Nilai-nilai budaya
semacam itulah yang berfungsi sebagai pedoman aktivitas pengrajin tenun ikat,
sehingga aktivitas mereka itu berpola sesuai dengan nilai-nilai budaya tersebut. Untuk
merealisasikan nilai-nilai budaya tersebut, maka pengrajin tenun ikat itulah yang
berhak sebagai orang yang membidangi keterampilan di bidang kerajinan tenun ikat.
76
Selain merupakan haknya, pembuatan tenun ikat dapat juga dilihat sebagai
kewajiban mereka karena mereka percaya bahwa kegiatan itu merupakan warisan
tenun ikat, yang mempunyai peranan dan fungsi sejak tradisi kecil hinga tradisi
modern (kini). Hal ini dapat dimaklumi karena perkembangan masyarakat dan
yang lebih tinggi biasanya disebut unsur survival. Dengan meminjam istilah ini dapat
dikatakan pengerajin tenun ikat, aktivitas, dan produknya merupakan unsur sosial
budaya yang survive melewati perkembangan tradisi kecil hingga tradisi besar,
bahkan juga bisa sampai pada tingkat perkembangan tradisi modern. Menurut
dan kebudayaan yang berkembang sejak zaman penjajahan dan zaman kemerdekaan.
Sebagai suatu sistem, kegiatan produksi kerajinan tenun ikat di Desa Lamapaha
tersebut. Dalam kaitan ini, sistem kegiatan produksi kerajinan tenun ikat memiliki
tiga komponen utama, yaitu sistem budaya yang dianut oleh komponen personal
(pengrajin tenun ikat), bukan pengrajin, dan komponen peralatan. Dengan demikian,
dari satu segi, kegiatan produk tersebut merupakan kegiatan ekonomi, namun di sisi
lain kegiatan tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terkait dengan aspek budaya.
77
Keterkaitan aspek budaya dan aspek sosial itu bisa terjadi karena model-model
landasan ekonomi sebagai suatu sistem dari kebudayaan dimiliki oleh masyarakat
yang bersangkutan (Suparlan, 1984). Hal ini menjadi operasional dalam kehidupan
sosial yang nyata karena adanya pranata-pranata sosial, yaitu hubungan antara
demikian, apa yang telah berkembang atau ada pada suatu masyarakat merupakan
seperangkat konsep, pengetahuan, dan ide-ide seperti apa yang telah diwariskan oleh
mengandung unsur yang sangat kompleks, karena menyangkut aktivitas sosial dalam
masyarakat. Antara konsep sosial dan konsep budaya terjalin suatu keterikatan makna
norma-norma sehingga dalam pergaulan bisa tercipta rasa saling menghargai antara
satu dengan yang lainnya. Sistem sosial sebagai suatu sistem terwujud berupa
aktivitas manusia yang berinteraksi saling berhubungan serta saling bergaul yang
mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan pada tata kelakuan, sedangkan sistem nilai
78
merupakan konsepsi yang hidup dalam pikiran masyarakat mengenai hal-hal yang
telah mendorong lebih aktif peranan wanita karena industri kerajinan tenun ini hanya
bersifat statis dan hanya menenun bila diperlukan saja, karena kurangnya lapangan
pekerjaan. Di samping itu, tugas-tugas utama pada umumnya hanya berkisar pada
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan di bidang pertanian. Pekerjaan menenun pada
waktu itu hasilnya hanya untuk keperluan pribadi dan upacara. Berkembangnya
industri kerajinan tenun memberikan banyak kesempatan bagi banyak wanita untuk
dan hal ini telah membawa perubahan di dalam pola kehidupan masyarakat, terutama
dalam kaitannya dengan peranan wanita. Para wanita mulai mendapatkan kesempatan
tangga.
wanita tidak lagi hanya sebagai ibu rumah tangga, akan tetapi mulai mengalami
pergeseran pada pekerjaan yang mendapatkan hasil atau pekerjaan yang mempunyai
nilai ekonomis. Keadaan ini telah meningkatkan motivasi para wanita untuk bekerja,
79
Menekuni pekerjaan sebagai penenun, wanita dituntut untuk dapat membagi
waktu dan tugas. Keadaan ini justru mempengaruhi pembagian kerja dalam keluarga.
Sebagai ibu rumah tangga ia tidak lagi dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah
sehari-hari, untuk itu dilakukan pembagian tugas dalam pekerjaan rumah tangga
memberi hak dan kewajiban, atau sebagai tempat dalam masyarakat sehubungan
dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestise, hak dan kewajiban.
status dan achieved status. Status terjadi karena adanya keteraturan hubungan dalam
benda yang dimiliki seperti tanah, serta benda berharga lainnya yang bernilai
ekonomis. Makin tinggi pendidikan seseorang di daerah ini makin tinggi pula status
yang dimiliki. Semakin banyak orang mampu memenuhi faktor-faktor penentu status,
maka makin tinggi status yang diraih atau sebaliknya. Di Adonara kebanyakan dari
mereka yang memiliki status yang tinggi adalah mereka yang memiliki lebih dari satu
80
faktor penentu status. Kedudukan dalam jabatan administratif pemerintahan juga
dipimpinnya.
Lamapaha Adonara saat ini menyebabkan kedudukan yang berbeda bagi anggota
masyarakatnya. Mereka yang sebagian besar berasal dari kalangan petani dengan
modal ketekunan dan kecermatan menjalankan usaha kerajinan tenun ikat yang
sukses. Apalagi mereka yang mampu mengenyam pendidikan tinggi akan lebih
dan dihormati, sehingga status yang diperoleh semakin tinggi. Selain faktor kekayaan
dan keturunan sebagai penentu status, faktor pendidikan juga mampu menempatkan
kerja sampingan seperti memelihara ternak yang mudah dan laku dijual serta dapat
memberikan hasil tambahan seperti ayam, kambing, kerbau dan sapi. Watak kerja
81
bekerja serta terbiasa membudayakan kerja. Keadaan ini menimbulkan semangat
kerja dan lapangan kerja baru yang lebih baik sehingga watak kerja masyarakat
semakin berkembang. Kerja yang dilakukan dipandang mulia dan halal yang
memberikan harapan dan kehidupan yang lebih baik karena tersedianya lapangan
C. Makna Ekonomi
memperoleh dan menyampaikan barang atau jasa dengan jual beli, maka peranan
pasar tidak dapat diabaikan. Kegagalan suatu usaha untuk menjual barang atau jasa
yang dihasilkan dikarenakan tidak mampu pengusaha memenuhi keinginan dan selera
bagi kelangsungan hidup suatu usaha atau perusahaan. Peningkatan hasil produksi
tanpa diikuti dengan perluasan pemasaran akan menimbulkan over produksi dan
rangkaian kegiatan yang membawa hasil produksi suatu perusahaan dari produsen ke
konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk pemasaran langsung
82
konsumen biasanya datang sendiri ke tempat produsen dan membeli barang dari
hasil produksi pengrajin tenun ikat ke konsumen dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Konsumen yang datang ke Lamapaha dapat melihat, memilih dan membeli
barang yang diinginkan secara langsung kepada pengrajin dengan harga yang sedikit
lebih murah. Untuk memudahkan konsumen melihat atau memilih barang, pengrajin
telah menyiapkan kain tenunannya. Pemasaran tidak langsung selain melalui orang
tua asuh, juga melalui agen (artshop) dan pedagang perantara baik yang berasal dari
Lamapaha, maupun dari luar. Dengan demikian, pedagang perantara sangat penting,
dalam upaya memperluas jangkauan pemasaran barang kerajinan tenun ikat dari
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik manusia dengan proses belajar. Menyimak definisi tersebut di atas, bahwa
kebudayaan itu memiliki arti yang amat luas sebagai keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Kebudayaan terdiri atas
sistem pengetahuan, religi, dan kesenian, dan mempunyai tiga wujud ide, aktivitas,
83
dan kebenadaan yang masing-masing biasanya disebut sistem budaya atau adat
Pengerajin tenun ikat, yaitu orang yang beraktivitas sebagai penenun atau orang
yang bermata pencaharian sebagai penenun yang umumnya diwarisi secara turun
dilakukan oleh penenun tenun ikat di Nusa Tenggara Timur. Sistem ekonomi
(social system) adalah semua aktivitas tingkah laku berpola yang telah membudaya
dalam interaksi manusia dalam suatu masyarakat. Sistem budaya (cultural system)
adalah rangkaian gagasan, konsepsi, norma, adat istiadat yang menata tingkah laku
manusia. Semakin tinggi dan luas tenda, semakin sehat aspek-aspek kehidupan yang
berada di bawahnya, karena terbuka ruang lapang untuk mudah bergerak. Sebaliknya
semakin sempit dan rendah tenda yang menaungi membuat berbagai aspek yang
dalam naungannya semakin sempit, pengap dan tidak ada ruang gerak. Hal ini
berlaku untuk semua aspek kebudayaan seperti sistem kepercayaan dan religiusitas,
84
kesenian, bahasa, organisasi sosial politik, sistem pengetahuan, teknologi, ekonomi
Secara ekonomi letak Lamapaha tidak terlalu jauh dengan ibu kota Kecamatan
daerah penghubung lalu lintas laut antara kabupaten Lembata, Solor dengan
Larantuka. Secara ekonomi pula sebenarnya pekerjaan tenun ikat sebagai modal
dengan teknologi tradisional. Teknologi itu sendiri tidak terlepas dari pengetahuan
fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan psikologis yang khas. Sebagai penetapan
ilmu pengetahuan, teknologi merupakan cara kerja manusia yang secara intensif
yang berbeda dengan dunia primer atau lingkungan alam (Marad, 2000:42).
tenun ikat. Berbagai cara dilakukan untuk mengolah bahan mentah menjadi suatu
benda atau alat melalui proses pengolahan tertentu sehingga dapat digunakan oleh
dua dasar yang harus dipenuhi yakni kebutuhan biologis seperti makan, minum,
85
pakaian, dan kebutuhan psikilogis seperti rasa aman, kasih sayang, rasa keindahan,
dan sebagainya. Dalam rangka memenuhi kedua kebutuhan dasar makan, minum,
rasa aman, rasa keindahan, manusia mengolah bahan-bahan yang disediakan alam
Pengolahan bahan baku menjadi tenun ikat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
teknologi modern.
untuk memenuhi kebutuhan manusia bisa dijumpai di Adonara khususnya dan Flores
tenunan lain (tarum atau nila, mengkudu dan sebagainya). Kerajinan ini pada
Aktivitas kerajinan tenun ikat sudah ada sejak masa tradisi kecil hingga saat ini
mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan bagi kelompok tenun ikat dapat
berfungsi secara sosial dan ekonomi, yaitu mewujudkan produk yang menunjukkan
oleh orang non penenun, dan produk itu pula dibutuhkan oleh kalangan masyarakat.
usaha baru turut pula mempengaruhi aktivitas kerajinan tenun ikat. Warga masyarakat
86
yang pendidikan tinggi memungkinan untuk melamar pekerjaan lain yang dianggap
pekerjaan menenun
Sejalan dengan itu pula aktivitas kerajinan tenun ikat memiliki ciri khas
tersendiri, yaitu mereka yang bekerja adalah keturunan tenun ikat yang bertahan sejak
tradisi kecil hingga kini. Ini diperkuat juga teori Talcott Parson dan E. Durkheim,
Talcott Parsons memandang kebudayaan sebagai tindakan manusia yang berpola dan
mereka sebut sebagai Kerangka Teori Tindakan (Frame of Referensi of the Theory of
komponen, yaitu: (sistem budaya); (2) sistem sosial; (3) sistem kepribadian; dan (4)
sistem organisme. Begitu juga dengan jiwa dan watak individu dalam masyarakat
(pengerajin tenun ikat), berbeda satu dengan yang lainnya namun distimulasi dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai, norma-norma dalam sistem budaya dan oleh pola-pola
tindakan dalam sistem sosial yang telah terinternalisasi melalui proses sosialisasi dan
pembudayaan selama hidup (sejak masa kecilnya sebagai proses belajar untuk
mewarisi keahlian dari leluhurnya). Menurut teori ini masyarakat dan kebudayaan
kaitannya dapat mewujudkan diri sebagai suatu sistem, bahwa tindakan manusia pada
87
Lebih lanjut Durkheim didasarkan atas pembagian kerja di dalam masyarakat
yang masing-masing mewujudkan pola solidaritas dan integrasi yang berbeda satu
sama lain, mengatakan: (1) bahwa dalam masyarakat yang sederhana, di mana seolah-
olah tidak ada pembagian kerja antara sesama anggota masyarakat, maka solidaritas
masyarakat terwujud atas dasar prinsip kesamaan satu sama lain yang disebut
sigmen) dengan ciri-ciri: (a) masing-masing satuan hampir sama dalam keahlian; (b)
mereka masing-masing dapat berdiri sendiri dan karena itu kurang tergantung satu
sama yang lain; (c) mereka relatif sama dalam perasaan, keyakinan, kebiasaan,
kepercayaan; (d) mereka sangat terikat kepada kelompok dan tunduk kepada aturan
susila yang berlaku umum; dan (2) bahwa dalam masyarakat kompleks/modern,
keadaan pembagian kerja sangat kompleks dan berspesialisasi. Keadaan seperti itu
mewujudkan bentuk solidaritas yang lain, yaitu solidaritas atas dasar ketergantungan
Untuk pengerajin tenun ikat sesuai dengan pandapat pertama dari Durkheim ada
solidaritas masyarakat dalam hal ini pengerajin tenun ikat, atas dasar prinsip
kesamaan satu sama lain sebagai solidaritas mekanis. Terwujud dalam satuan
sama; masing-masing dapat berdiri sendiri dan karena itu kurang tergantung satu
88
sama yang lain; mereka relatif sama dalam perasaan, keyakinan, kebiasaan,
Selain itu, usaha untuk meningkatkan kreativitas dan etos kerja yang tinggi
dalam rangka untuk terus eksis dan bisa memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal
kreativitas para pengerajin tenun ikat tetap bekerja sesuai dengan kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki, terlihat adanya hasil produksi (bentuk kreativitas baru)
dari sebelumnya.
hasil produksi pengrajin tenun ikat ke konsumen dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Konsumen yang datang ke Lamapaha Adonara dapat melihat, memilih dan
membeli barang yang diinginkan secara langsung kepada pengrajin dengan harga
yang sedikit lebih murah. Untuk memudahkan konsumen melihat atau memilih
selain melalui bapak angkat, juga melalui agen (artshop) dan pedagang perantara baik
yang berasal dari Adonara maupun dari luar. Dengan demikian, pedagang perantara
langsung oleh pengepul dan juga sampai ke luar daerah bahkan mancanegara.
terjadinya suatu perubahan dalam berbagai aspek sosial ekonomi. Demikian juga
89
dalam aspek sosial terjadi perubahan yang cukup berarti, seperti dalam bidang
arti pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas hidup mereka. Dalam bidang
peningkatan dengan semakin bervariasinya berbagai macam motif dan ragam hias.
pengembangan dalam perluasan skala usaha seperti tenun ikat dan usaha-usaha
lainnya. Perluasan skala usaha kerajinan tenun terlihat dengan munculnya pengrajin-
pengrajin tenun ikat yang tersebar di setiap rumah tangga di Desa Lamapaha
banyak memanfaatkan tenaga kerja baik yang berasal dari Lamapaha sendiri maupun
Kesempatan kerja pada hakikatnya memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial,
sumber penghidupan yang vital bagi tenaga kerja, oleh karena itu dengan memperluas
kesempatan kerja maka pendapatan tenaga kerja dan taraf hidup mereka menjadi
lebih baik. Dengan demikian nilai sosial yang dimiliki dalam artian mampu
memberikan status dan peranan sosial bagi individu yang mempunyai pekerjaan,
sehingga menjamin kepastian kehidupan sosialnya, kepercayaan diri dan harga diri di
90
industri kerajinan tenun ikat di Desa Lamapaha maka masyarakat setempat mendapat
telah memacu mereka untuk menyimpan uang dari sisa hasil usahanya. Jumlah uang
mereka merasakan kondisi saat ini jauh lebih baik. Keadaan ini terbukti dari
memperbaiki rumah dari jerih payah menenun warga masyarakat Lamapaha yang
pada dasarnya adalah masyarakat petani yang tidak memiliki tanah pertanian yang
cukup luas, sehingga pendapatan dari sektor pertanian sering tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan termasuk juga kebutuhan akan pakaian, yaitu tenun ikat yang
telah tersedia sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu peristiwa transaksi
jual beli tenun ikat dari pengamatan yang dilakukan “Seorang ibu dari kampung
menjual langsung ke pengepul (pembeli) 1 sarung kewatek dihargai antara Rp. 75.000
s.d. Rp. 100.000, kemudian dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi”.
Ada pula seseorang yang membeli (di tempat penjualan tenun ikat di pinggir
jalan) dan menjual lagi kepada perseorangan untuk mencari untung. Penulis mencoba
menawar dengan kisaran harga Rp. 200.000 s.d. Rp. 300.000 atau bahkan Rp.
91
400.000, tetapi ada seorang pembeli yang menawar Rp. 115.000. Lain halnya apabila
pembeli itu turis asing atau tamu mancanegara sebuah kain ikat bisa dihargai sampai
Rp. 1.000.000 ke atas. Kain untuk menikah yang asli dihargai Rp. 1.200.000, kain
baru Rp. 400.000, bahan baju Rp. 325.000, sarung Rp. 75.000 – Rp. 100.000 sarung
perempuan Rp. 400.000, selendang Rp. 50.000, hiasan Rp. 50.000, dan ikat kepala
Rp. 25.000 serta harga baju anak-anak Rp. 50.000, baju dewasa Rp. 320.000. Di
pasar Weiwerang dijumpai pula sebuah toko yang menjual bahan jadi untuk tenun
busana penutup dan pelindung tubuh. Kemudian berkembang untuk kebutuhan adat,
antara lain buat pesta, upacara, tarian, perkawinan dan kematian. Hingga sekarang
menjadi bahan busana resmi dan modern, yang didesain sesuai perkembangan mode
Dilihat dari proses produksi atau cara mengerjakannya, tenunan yang ada di
Nusa Tenggara Timur dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni tenun ikat, tenun buna
dan tenun lotis/sotis atau songket. Kini kegunaannya tidak terbatas pada produk
sarung, selimut dan selendang, tapi telah dihasilkan juga produk tenunan yang
mengalami modifikasi sesuai fungsinya seperti taplak meja, sarung bantal kursi,
92
D. Makna Tenun Ikat
terletak antara dua benua (Asia dan Australia) dan antara dua samudera (Hindia dan
Pasifik) sehingga sejak lama kawasan nusantara ini menjadi lalu lintas perdagangan
yang ramai. Kondisi tersebut berpengaruh besar terhadap tata cara kehidupan
Penduduk wilayah pantai umumnya mempunyai sifat lebih terbuka, egaliter dan cepat
(pegunungan) umumnya lebih tertutup dan lambat menerima perubahan. Kondisi ini
memberi pengaruh besar pada kain-kain tenun tradisional yang dimilikinya. Pengaruh
tersebut dapat dilihat terutama pada warna dan corak atau ragam motifnya, seperti
motif bunga, burung, naga, burung merak, bunga ros, daun anggur, sulur arasbesque,
banyak dikombinasikan dengan motif asli yang sudah ada dan diinspirasi dari alam
Kain dalam hal ini adalah kain hasil tenunan tangan secara tradisional sejak
dulu dikaitkan dengan budaya dan filosofi hidup yang dipegang masyarakat adat
penghasil dan pengguna kain-kain tersebut tentu mengandung makna. Kain dianggap
bukan sekadar pembalut tubuh, penutup aurat. Namun, lebih dalam dan lebih luas
bagi kehidupan. Kain adalah hidup dan hidup adalah tradisi sosial, budaya, dan
ekonomi. Kain tenunan tersebut ada yang tidak boleh dipakai sembarangan dan hanya
93
Masyarakat di kawasan Indonesia Timur seperti masyarakat Sumba dan Flores,
khususnya Adonara di Flores Timur kaum wanita menenun ketika sang suami pergi
ke kebun, sambil mengurus anak para ibu mencurahkan kerinduan, doa dan harapan
untuk sang suami yang telah pergi mencari nafkah keluarga. Kain-kain indah yang
mereka hasilkan selain untuk kebutuhan busana keluarga kini juga sebagai salah satu
sumber penghasilan. Namun, ada saat membuat kain tenun memakan waktu berbulan-
bulan untuk yang sifatnya sakral, misalnya untuk pembungkus jenazah atau dalam
upacara pernikahan kain dari pengantin wanita ditukar dengan emas dan perak atau
gading oleh keluarga pengantin pria. Kain tenun yang dihasilkan tidak disangkal
mengalami banyak perubahan karena zaman dan masa yang terus berganti dan
makna pada jenis kain tertentu (sakral) dan acara tertentu pula yang perlu dijaga
kelestariannya.
Secara simbolis yang menjadi kekuatan lain dari kain tenun Nusa Tenggara
Timur adalah penggunaan warna alami, yang memakai zat pewarna nabati seperti
taum, mengkudu, kunyit dan berbagai tanaman lain dalam proses pewarnaan benang.
Penonjolan corak dan motif menjadi ciri khas dari suku atau pulau di Nusa Tenggara
Timur, seperti menonjolkan motif bunga atau daun, dengan pemanis motif binatang.
Dalam masyarakat etnis Nusa Tenggara Timur, tenunan dianggap sebagai harta
milik keluarga yang bernilai tinggi karena sulit dibuat. Proses pembuatan dan
penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi penenun, sehingga dari segi
ekonomi harganya terbilang mahal. Tenunannya sangat bernilai, dipandang dari nilai
94
simbolis yang terkandung di dalamnya, termasuk arti dari ragam hias yang ada yakni
busana penutup dan pelindung tubuh. Kemudian berkembang untuk kebutuhan adat,
antara lain buat pesta, upacara, tarian, perkawinan dan kematian. Hingga sekarang
menjadi bahan busana resmi dan modern, yang didesain sesuai perkembangan mode
April 2003).
Secara simbolis, yang menjadi kekuatan lain dari kain tenun Nusa Tenggara
Timur adalah penggunaan warna alami, yang memakai zat pewarna nabati seperti
taum, kulit akarmengkudu, kunyit dan berbagai tanaman lain dalam proses pewarnaan
benang. Tenunan dianggap sebagai harta milik keluarga yang bernilai tinggi karena
sulit dibuat. Proses pembuatan dan penuangan motif tenunan hanya berdasarkan
dalamnya, termasuk arti dari ragam hias yang ada yakni bernilai spiritual dan mistik
menurut adat.
Tenun ikat sebagai sebuah karya manusia yang dikerjakan secara tradisional
yang dilakukan secara turun menurun telah memberikan pengetahuan untuk membuat
tenun ikat dari bahan baku hingga menjadi siap pakai. Ada berbagai kreasi atau
pengembangan dari apa yang diwariskan nenek moyang merupakan sesuatu yang
95
perlu ditingkatkan dan dikembangkan sebagai suatu pemberdayaan budaya.
pertama, peningkatan kemampuan, motivasi dan peran semua unsur masyarakat; dan
dan peran semua unsur masyarakat; artinya agar dapat menjadi sumber yang
langgeng untuk mendukung semua bentuk usaha kesejahteraan sosial. Sebagai suatu
bentuk karya budaya yang juga mengandung makna sosial dan ekonomi.
adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain,
sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan
sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai
memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis: (1) pencarian
simbolis; (3) kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan (4)
adanya suatu keteraturan dalam proses pembuatan dari bahan baku menjadi bahan
96
siap pakai. Begitu juga dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat
adanya suatu sistem yang masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat
masing sistem: “secara konkrit, setiap sistem empiris mencakup keseluruhan, dengan
demikian tidak ada individu kongkret yang tidak merupakan sebuah organisme,
kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam sistem kultural “.
97
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Para pengrajin tenun ikat yang ada di desa Lamapaha Adonara, melakukan
usaha yang ditekuni secara turun temurun dan masih bertahan sampai saat ini adalah
Peralatan menenun tradisional dan hasil tenun ikat merupakan salah satu unsur
kebudayaan yang dimiliki hampir semua suku bangsa di Indonesia. Alat-alat produksi
sebagai salah satu sistem teknologi juga dimiliki oleh masyarakat Adonara khususnya
jenis hasil produksi dibuat sedemikian rupa bermacam warna dan motif untuk
Tenun ikat sebagai salah satu unsur kebudayaan, tetap dipertahankan oleh para
pengrajin tenun ikat dengan kesadaran tetap bekerja karena sebagai pekerjaan
pengetahuan yang diwarisi secara turun temurun sebagai suatu kearifan lokal. Hal ini
hasilnya dipasarkan untuk masyarakat sekitar (pasar Weiwerang) dan ke luar daerah
Bali, Jakarta dan bahkan sampai mancanegara. Guna menjaga kelestarian dan
kelangsungan dari produksi tenun ikat khususnya di kalangan generasi muda perlu
98
upaya dan perhatian yang serius dari pemerintah daerah memberikan apresiasi bagi
penggunaan kain tenun untuk seragam kantor dan seragam anak sekolah.
menggunakan alat tenun bukan mesin, namun sampai saat ini kain tenun yang
diproduksi dengan peralatan tenun yang sangat sederhana masih diminati, terbukti
sampai saat ini penenun yang ada di lokasi penelitian masih tetap eksis karena masih
banyaknya pesanan yang harus dikerjakan. Hal ini membuktikan bahwa penenun
tradisional masih dibutuhkan, karena ada motif–motif tertentu yang tidak bisa
tradisional terutama yang menyangkut tentang tenun ikat, karena di dalamnya sarat
Peranan tenun ikat pada umumnya berdimensi ganda, yaitu dimensi teknis dan
dimensi sosial budaya yang terkait satu sama lainnya. Secara teknis, peranan tenun
ikat terwujud sebagai pembuat berbagai corak tenun ikat tardisional. Sedangkan
secara sosial budaya, peranan tenun ikat tersebut lahir karena struktur sosial
posisi yang disertai dengan hak dan kewajiban. Aktivitas dan kerajinan tenun ikat
berfungsi ekonomi, sosial, dan religius, baik bagi kalangan tenun ikat sendiri maupun
99
B. Saran
dilakukan upaya antara lain: peningkatan keterampilan tentang cara-cara produksi dan
kuantitas tetap terjaga; dan supaya menjaga kestabilan atau keseragaman harga
kiranya perlu dibentuk wadah atau pemasarannya melalui KUD atau Bapak Angkat,
maupun apresiasinya terhadap tenun ikat untuk dipakai sebagai pakaian wajib baik
sehingga para pengrajin tenun ikat terus dapat berkarya dalam upaya pengembangan
tentang teknologi yang bermutu dan tepat guna, terutama bagi para pengerajin tenun
kreatif masyarakat.
penerus tenun ikat dengan nilai keluhurannya, misalnya dengan memajang kain-kain
bagaiamana proses benang dibuat, bagian dari alat-alat tenun, serta makna-makna
setiap motif
100
DAFTAR PUSTAKA
101
Mbete, Aron Meko, dkk. 2006. Khazanah Budaya Lio-Ende. Denpasar Pustaka
Larasan dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende.
Mbete, Aron Meko, dkk. 2008. Nggua Bapu Ritual Perladangan Etnik Lio-Ende.
Denpasar Pustaka Larasan dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Ende.
Panggabean, Ratna. “Tekstil Nusantara”, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut
Teknologi Bandung. Bimbingan Teknis Inventarisasi Tenun Tradisional 10
Maret 2010.
Parimartha, I Gde. 2002. Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815 – 1915.
Jakarta: Djembatan.
Risman Marah 1990. Berbagai Pola Kain Tenun dan Kehidupan Pengrajinnya,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Roy W. Hamilton, Editor. Gift of The Cotton Maiden Textiles Of Flores And The
Solor Islands
Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial.
Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Sareng Orinbao, P 1992. Seni Tenun Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores, Seminari
Tinggi ST. Paulus Ledalero, Nita Flores
Semiarto Aji Purwanto. “Pengolahan Data dan Teknik Penulisan Laporan”
Departemen Antropologi, FISIP UI. Bimbingan Teknis Inventarisasi Tenun
Tradisional 18 Februari 2009.
Schoorl, J.W.1982. Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara
Sedang Berkembang. PT. Gramedia, Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986. Talcott Parsons: Fungsionalisme Imperatif. Jakarta: CV
Rajawali.
Suwati Kartiwa, 1989. Kain Ikat Indonesia (ikat Weaving In Indonesia). Jakarta:
Djambatan.
------------, “Memahami Tenun Tradisional Indonesia”, Bimbingan Teknis
Inventarisasi Tenun Tradisional 18 Februari 2009.
Suparlan, Parsudi (ed.). 1984. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya. Jakarta:
CV Rajawali.
Wake, Petrus. 2003. Kebudayaan Suku Lio. Bekasi: Yayasan Bina Insan Mandiri.
Widyatmika, Munanjar. 1983. “Kepemimpinan dalam Struktur Masyarakat Lio di
Nusa Tenggara Timur”, dalam Seminar Sejarah Lokal: Stratifikasi Sosial dan
Pola Kepemimpinan Lokal. Jakarta: Depdikbud, Proyek IDSN.
102
Sumber Internet
103
KEWATEK DAN NOWING
TENUN IKAT ADONARA
104