Anda di halaman 1dari 5

DANAU KELIMUTU

Indonesia merupakan sebuah negara dengan banyak pusat wisata, dan Gunung Kelimutu
adalah gunung berapi yang terletak di Pulau Flores, Provinsi NTT, Indonesia. Lokasi gunung
ini tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Gunung ini memiliki tiga
buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna
(Kelimutu) karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun
begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu.
Meskipun hampir tidak ada literatur ilmiah tentang sejarah terbentuknya danau Kelimutu –
danau 3 warna ini, tidak menghentikan pembelajaran tentang danau yang warnanya selalu
berubah-ubah tersebut. Sejak pertama kali ditemukan oleh seorang komandan militer Belanda
bernama B. van Suchtelen pada tahun 1915, Kelimutu mulai menyambut ketenarannya
terutama setelah Y. Bouman melukiskannya lewat tulisan di tahun 1929.Karena tulisan
tersebut, mulai banyak wisatawan, terutama wistawan asing yang datang demi menikmati
keindahan danau. Keindahan dan keunikan tiga warna dari danau ini tidak hanya menarik
perhatian wisatawan, tapi juga peneliti yang merasa kurangnya literatur ilmiah tentang danau
ini. Bagi masyarakat sekitar Kelimutu, danau ini tidak lebih dari danau yang angker karena
legenda masyarakat yang ada di kawasan tersebut.
Nama Kelimutu sendiri dipercaya adalah gabungan dari kata “keli” yang memiliki arti
gunung, dan kata “mutu” yang berarti mendidih. Secara harfiah, Kelimutu dapat diartikan
sebagai “gunung mendidih” dengan warna air yang berbeda. Warna-warna yang ada adalah
biru, merah, dan hijau.Nama dari danau yang berwarna biru adalah Tiwu Ata Bupu/Mbupu
yang berarti “danau orang tua”. Sedangkan untuk danau warna hijau namanya Tiwu Nuwa
Muri Koo Fai, yang memiliki arti “danau muda-mudi”. Danau yang terakhir dan memiliki
warna merah disebut Tiwu Ata Polo, danau sihir. Danau 3 warna ini amat menarik bagi para
ahli geologi, karena meskipun mereka ada dalam bagian gunung api yang sama, warna yang
dihasilkan oleh ketiga danau ini bisa berbeda. Penjelasan dari petugas lokal yang ada di
Taman Nasional Kelimutu adalah perubahan warna ini merupakan hasil dari reaksi kimia
yang muncul dari mineral-mineral di dasar danau yang mungkin terpicu oleh aktivitas gas
vulkan. Danau ini sendiri telah menjadi sumber dari erupsi phreatic di masa lalu, dengan
puncak summit yang tingginya mencapai 1639 m.
Pada masa-masa awal pengembangan taman nasional di area Kelimutu, terjadi beberapa
masalah dengan komunitas lokal tentang penggunaan sumber daya yang ada. Meski begitu,
sekarang para forest ranger sudah mulai membangun hubungan yang cukup baik dengan
masyarakat desa sekitar, dan dari sisi manajemen juga menjadi jauh lebih baik.Kelimutu
sendiri merupakan satu dari pegunungan yang disebut ribu, yaitu kelompok gunung dengan
tinggi lebih dari 1.000 m. Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan
volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah
longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding
danau berkisar antara 50 sampai 150 meter. Untuk akses ke Kelimutu sendiri salah satu yang
paling mudah adalah menggunakan pesawat menuju bandar udara H.Hasan Aroeboesman
Ende, dimana kemudian dilanjutkan dengan menggunakan mobil dari Ende ke Moni yang
membutuhkan waktu 2 jam. Dari Moni, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan
kendaraan dari taman Kelimutu sejauh 13 km yang ditempuh selama 30 menit.
Adapun cerita asal mula terbentuknya danau tersebut yaitu Selain dari sumber-sumber
ilmiah, sejarah terbentuknya danau Kelimutu – danau 3 warna juga ada dalam hikayat
masyarakat sekitar. Pada kisah ini, diceritakan bahwa di masa lalu, puncak gunung Kelimutu
yang disebut juga dengan nama Bhua Ria yang berarti “Hutan Lebat Penuh Awan”,
tinggallah Konde Ratu dengan rakyat-rakyatnya.Dari kumpulan rakyat tersebut, ada dua
orang yang menonjol yaitu Ata Polo, seorang penyihir yang dinilai kejam karena suka
memangsa manusia, dan Ata Bupu, seorang yang amat senang berbelas kasih dan satu-
satunya yang mampu menangkal sihir milik Ata Polo. Meskipun keduanya memiliki
kemampuan sihir yang luar biasa dan sifatnya bertolak belakang satu sama lain, mereka
berdua berteman baik dan hormat pada Konde Ratu. Di masa itu, kehidupan yang terjadi di
Bhua Ria sama seperti kehidupan di daerah lain, tenang dan biasa saja. Hal ini berubah ketika
sepasang Ana Kalo (yatim piatu) datang dan meminta tolong kepada Ata Bupu untuk
melindungi mereka karena kedua orang tuanya telah tiada. Hal ini disetujui Ata Bupu dengan
syarat mereka tidak boleh meninggalkan ladang milik Ata Bupu, takut mereka akan menjadi
mangsa Ata Polo.
Kecemasan Ata Bupu terbukti ketika Ata Polo datang menjenguk dan mencium bau
mangsa yang keluar dari kedua Ana Kalo. Ata Bupu memohon pada Ata Polo untuk paling
tidak menunggu mereka dewasa sebelum memangsanya. Ketika dewasa dan menjadi Koo Fai
dan Nuwa Muri, barulah sejarah terbentuknya danau Kelimutu – danau 3 warna terbentuk.Ata
Bupu mencoba menghalau Ata Polo yang berusaha sekuat tenaga untuk memangsa para Ana
Kalo, dan sadar tidak bisa mengalahkan Ata Polo, Ata Bupu memutuskan untuk kabur ke
perut bumi. Ata Polo semakin menggila dan ketika sedang mengejar dua remaja tadi, ia juga
ditelan bumi, sementara para remaja tewas karena gempa dan terkubur hidup-hidup.Tak lama,
dari tempat Ata Bupu kabur ke perut bumi menyembul air berwarna biru yang diberi nama
Tiwu Ata Bupu. Di tempat tewasnya Ata Polo juga keluar air, tapi berwarna merah darah dan
diberi nama Tiwu Ata Polo. Sementara itu, di gua persembunyian para remaja muncul air
berwarna hijau tenang dan bernama Tiwu Nuwa Muri Koo Fai.
Selain pemandangannya yang mempesona, Danau Kelimutu ternyata menyimpan kisah
penuh mitos yang dipercayai oleh penduduk setempat secara turun temurun. Konon, arwah
orang yang sudah meninggal bersemayam di ketiga danaunya.Gunung Kelimutu dikenal
mempunyai tiga buah danau kawah yang memiliki warna berbeda. Ajaibnya lagi, warna
ketiga danau tersebut bisa berubah-ubah tanpa ada siapapun yang bisa memprediksi. Kadang
biru, kadang merah, bisa juga hitam. Selalu berubah selama kurun 25 tahun terakhir.Oleh
masyarakat Suku Lio yang tinggal di sekeliling Danau Kelimutu, berubahnya warna danau ini
dipercaya akibat kekuatan gaib yang menyelimuti gunung ini. Masyarakat Suku Lio sendiri
menyucikan Gunung Kelimutu, sehingga tidak boleh sembarangan bertingkah ketika berada
di gunung ini.
Menurut kepercayaan suku Lio, kawah Gunung Kelimutu merupakan tempat
bersemayamnya arwah orang-orang yang sudah meninggal. Ketiga Danau Kelimutu pun
memiliki nama yang berbeda sesuai dengan peruntukannya. Warna danau pun menjadi
perlambang, arwah siapa saja yang tinggal dan bersemayam di sana."Danau pertama letaknya
terpisah dengan 2 danau lainnya. Danau ini namanya Tiwu Ata Mbupu. Danau ini dipercaya
sebagai tempat berkumpulnya arwah-arwah para tetua adat yang sudah meninggal,"
Sementara dua danau lainnya letaknya bersebelahan, yaitu Tiwu Nuwa Muri Ko'ofai yang
dipercaya sebagai tempat berkumpulnya arwah pemuda-pemudi yang sudah meninggal.
Danau satunya bernama Tiwu Ata Polo, yang konon berisi arwah para tukang tenung, atau
orang-orang jahat.Masing-masing warna danau juga menjadi perlambang arwah yang tinggal
di sana. Tiwu Ata Mbupu yang mewakili para tetua adat berwarna biru tua, Tiwu Nuwa Muri
Koo'o Fai yang mewakili arwah muda-mudi berwarna biru muda, sedangkan Tiwu Ata Polo
yang mewakili arwah jahat memiliki warna merah darah.Kepercayaan ini terkait dengan
cerita rakyat yang begitu melegenda di kalangan suku Lio. Kisah itu berupa pertempuran sisi
baik yang diwakili Ata Mbupu (tetua adat yang bijaksana) dan sisi gelap yang diwakili Ata
Polo (dukun jahat). Kedua tokoh ini bertempur dan akhirnya sisi baik lah yang
menang.Perubahan warna paling sering terjadi di danau Ata Polo. Dari tahun lalu berwarna
kehitaman, kini berwarna hijau toska. Sedangkan Nuwa Muri Koofai pernah berwarna
putih.Ata Polo yang paling sering berubah. Pernah merah darah, terus hitam, sekarang hijau
toska. Tak ada yang bisa memprediksi. Para penduduk di sekitar Danau Kelimutu percaya,
bahwa pada saat danau berubah warna, mereka harus memberikan sesajen bagi arwah orang -
orang yang telah meninggal.

Cerita dari Danau Kelimutu tidak hanya sebatas untuk memanjakan mata saja. Masyarakat
yang tinggal di sekitar kawasan Danau Kelimutu mempunyai “cerita dan cara” sendiri untuk
menunjukan bagaimana Danau ini sebagai bagian dari kesatuan budaya dan kehidupan
mereka.Suku Lio-ende yang tinggal di sekitar kawasan Danau kelimutu adalah masyarakat
yang turut menjaga Danau Kelimutu. Masyarakat Suku Lio-Ende “percaya” bahwa Danau
kelimutu merupakan tempat tinggal para arwah leluhur mereka sehingga masyarakat Suku
Lio-Ende menganggap Danau Kelimutu adalah tempat yang sakral. Masyarakat juga
diharuskan memberi penghormatan kepada para leluhur yang tinggal di Danau Kelimutu dan
juga mensakralkan tempat tersebut.Salah satu bentuk penghormatan itu adalah dengan
menggelar upacara penghormatan terhadap leluhur Danau Kelimutu yang disebut
dengan Upacara Ka Dua Bapu Ata Mata.Upacara ini dilakukan dengan cara menyajikan
makanan khusus setelah panen (Pati Ka) kepada arwah leluhur yang konon menghuni 3
danau: Tiwu Ata Mbupu, Tiwu Nua Muri Koo Fai, dan Tiwu Ata Polo sebagai bentuk
komunikasi dan penjagaan relasi dengan leluhur, alam semesta dan kekuatan
adikodrati.Upacara Ka Dua Bapu Ata ini erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap
legenda dari Danau Kelimutu. Masyarakat percaya bahwa jiwa atau arwah akan datang ke
Danau Kelimutu setelah ia meninggal dan tinggal di kawah itu untuk selamanya.

Sebelum masuk ke dalam salah satu danau atau kawah, para arwah akan terlebih dahulu
menghadap Konde Ratu, penjaga pintu masuk di Perekonde. Arwah tersebut masuk ke salah
satu danau atau kawah yang ada sesuai dengan usia dan perbuatannya.Maka, tidaklah aneh
jika tempat yang “keramat” ini telah menjadi legenda yang berlangsung turun-temurun.
Masyarakat setempat juga percaya bahwa tempat ini memang tempat yang disakralkan.
Gambar : prosesi pa.a loka pati ka du,a bupu ata mata

Upacara Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata dimulai dengan prosesi para partisipan ritual yang
terdiri dari perwakilan masyarakat adat dan peserta lainnya baik dari kalangan pemerintah,
TN Kelimutu, dan para wisatawan. Semua peserta prosesi menuju rute prosesi sekitar 700
meter ke arah Puncak Kelimutu dengan berjalan kaki dan diiringi musik tradisional Lio-
Ende.Semua peserta prosesi diharuskan mengenakan pakaian adat Lio-Ende. Kaum pria
mengenakan kain sarung khusus hasil tenunan untuk lelaki (Luka) dan mengenakan destar
dari berbahan batik (Lesu), serta tenun ikat (Semba) atau selendang. Sedangkan kaum
perempuan memakai kain sarung tenun ikat (Lawo) dan baju adat (Lambu).
Para tetua adat (Mosalaki Pu’u) memimpin pelaksanaaan puncak ritual Pati Ka dari tempat
yang khusus. Ritual diawali dengan pemberian makan kepada leluhur berupa sesajen yang
terdiri dari daging babi, nasi beras merah, sirih pinang, dan moke(minuman yang terbuat dari
aren). Para Mosalaki Pu‟u meletakkan sesajen di atas batu yang menjadi mesbah atau altar
sesajian.Ritual tersebut diiringi dengan pengucapan doa oleh seorang perwakilan mosalaki
dan diakhiri dengan tarian Gawi Sodha oleh para Mosalaki Pu‟u sambil mengelilingi lokasi
altar sesajian. Setelah prosesi ini selesai, upacara dilanjutkan dengan tari-tarian tradisional
dan nyanyian dari sanggar-sanggar seni yang ada di lingkungan masyarakat Lio-Ende.

Gambar:Batu Arwah

Ritual ini tidak hanya memiliki keluhuran dari as pek cultural saja. Jika dilihat lebih dalam,
kandungan nilai-nilai spiritual dan filosofis di dalam ritual ini mengambil peran yang sama
dengan nilai cultural dari upacara ini.Secara spiritual, masyarakat mencoba menunjukan
kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan. Lainnya adalah penjagaan terhadap alam yang
coba diwujudkan dengan pensakralan Danau Kelimutu sebagai cagar alam yang harus dilest-
arikan.

Gambar: mosalaki yang akan melakukan pa,a loka

Kini, upacara ini memiliki potensi lain yaitu menarik wisatawan untuk menyaksikan dan
ikut berkontribusi dalam ritual ini. Dengan demikian, upacara Pati Ka Dua Bapu Ata Mata
memiliki potensi pariwisata.Saat ini upacara ini dilaksanakan setiap tanggal 14 Agustus
setiap tahunnya. Upacara ini juga mendapat dukungan dari pemerintah setempat sebagai salah
satu kearifan yang berpotensi mengangkat citra Danau Kelimutu itu sendiri.
Terlepas dari berbagai mitos yang menyelimuti Danau Kelimutu, danau cantik ini memang
menarik untuk dikunjungi. Tak hanya turis lokal, turis mancanegara pun kerap mengunjungi
danau ini karena terpesona dengan keindahannya. andapun dapat berkunjung ke tempat ini
untuk mengisi waktu liburan ataupun sekedar refresing untuk melepas penat dari aktivitas dan
hiruk pikuknya proses hidup. Sungguh danau yang ajaib dan hanya dimiliki oleh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai