Anda di halaman 1dari 13

Kearifan lokal

papua barat
TIAra anIsa larasatI 2105081018
Latar belakang
Papua adalah salah satu provinsi paling besar yang ada di
Indonesia dan terletak di wilayah timur Indonesia. Selain
memiliki alam yang melimpah, Papua juga kaya akan
kebudayaan serta tradisinya.

Seperti daerah lain di Indonesia, Papua juga kental akan adat


istiadat turun temurun serta masih melestarikan tradisinya
hingga sekarang.

Tradisi yang masih dipelihara oleh masyarakat Papua ini


termasuk upacara adat Papua yang dilaksanakan pada
momen tertentu. Upacara adat Papua saat ini tidak hanya
sekadar upacara belaka, akan tetapi juga menjadi obyek
wisata bagi para wisatawan.
1. Bakar Batu, Ritual Masak Bersama-sama

Upacara adat Papua yang pertama adalah upacara bakar batu yang
menjadi salah satu bentuk syukur bagi masyarakat Papua. Upacara ini
merupakan tradisi, di mana masyarakat Papua melakukan sebuah
ritual memasak bersama-sama.

Biasanya, upacara bakar batu dilakukan oleh suku pedalaman seperti


Nabire, Lembah Baliem, Pegunungan Tengah, Paniai, Pegunungan
Bintang, Yahukimo dan Dekai. Dalam sejarahnya, upacara bakar batu
bagi masyarakat di pegunungan tengah Papua merupakan pesat
untuk membakar daging babi.

Upacara batu bakar dilakukan untuk menyambut berita kebahagiaan


seperti dilaksanakannya perkawinan adat, kelahiran, penobatan
kepala suku hingga mengumpulkan prajurit ketika akan pergi
berperang.
2.BARAPEN
Barapen merupakan tradisi membakar makanan beramai-ramai dan
kemudian disantap bersama. Butuh proses panjang untuk
mempersiapkan pembakaran hingga makanan siap santap. Tahapannya
mulai dari menggali lubang, memanaskan batu, hingga membakar bahan
makanan

Proses
Pertama, salah seorang penduduk akan menggali tanah, selanjutnya
disebut kolam. Dalamnya kolam tergantung seberapa banyak makanan
yang akan dibakar. Sambil menunggu, batu mulai dibakar di atas kayu
bakar hingga merah membara.

Setelah kolam siap, di bagian dasar dialasi semacam alang-alang


kemudian ditutup daun pisang , di atasnya ditata daging, kemudian
ditutup lagi dengan daun pisang. Di atas daun pisang diletakan lagi batu
membara, ditutup lagi dengan daun pisang, baru ditata jagung, umbi-
umbian, dan sayuran. Seperti sebelumnya, di atas sayur dan umbi-
umbian, ditutup daun dan ditindih dengan batu membara. Selanjutnya
ditutup lagi dengan kayu bakar untuk menjaga panas di dalam bisa
bertahan lama.
3. Wor, Ritual untuk Meminta Perlindungan
Upacara Wor merupakan tradisi yang telah dilakukan secara turun
temurun oleh Suku Biak, yaitu suku yang mendiami berbagai daerah di
Papua. Upacara Wor dapat dimaknai sebagai upacara adat yang
memiliki hubungan dengan kehidupan religius dari masyarakat Suku
Biak, sehingga segala macam aspek kehidupan sosial masyarakat Suku
Biak seringkali diwarnai dengan Wor.

Bagi warga Biak, upacara Wor merupakan suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh keluarga inti dengan melibatkan kerabat suami dan
istri. Tujuannya adalah untuk memohon sekaligus meminta
perlindungan untuk anak mereka pada penguasa alam semesta.

Upacara Wor juga dipercaya oleh warga Biak dapat melindungi


seseorang setiap ada peralihan siklus dalam hidupnya. Biasanya,
masyarakat Suku Biak melaksanakan upacara Wor untuk mengiringi
pertumbuhan fisik anak-anak, sejak masih dalam kandungan, sudah
lahir hingga usia tua atau bahkan kematian.
4.Tanam Sasi, Upacara Adat Kematian oleh
Suku Marind Anim
Upacara adat tanam sasi adalah upacara adat kematian yang berkembang di
daerah Kabupaten Merauke dan dilaksanakan oleh suku Marind atau suku
Marind-Anim. Suku Marind berada di wilayah dataran luas di Papua Barat.

Kata anim dalam penamaan suku Marind Anim ini memiliki arti laki-laki dan kata
anum artinya adalah perempuan. Jumlah penduduk dari suku ini diperkirakan
sebanyak 5000 hingga 7000 jiwa.

Sasi adalah sejenis kayu yang menjadi media utama dalam rangkaian upacara
adat kematian satu ini. Kayu sasi ditanam selama kurang lebih 40 hari setelah
kematian seseorang di daerah tersebut. Kayu sasi kemudian akan dicabut,
setelah mencapai hari ke-seribu ditanam.

Upacara tanam sasi ini selalu dilaksanakan oleh Suku Marind dan berdampak
pada hasil ukiran kayu khas Papua yang terkenal hingga ke mancanegara.
5.Kerajinan Papua
Papua memiliki keragaman keunikan khas daerah, seperti noken, saly,
honay, koteka, ukiran, dan sebagainya. Meski kemajuan
pembangunan dan informasi telah menempatkan keunikan-keunikan
itu sebagai sesuatu ketertinggalan, tetapi memberi makna sebagai
kearifan bu daya dan tradisi lokal. Noken terbuat dari tali hutan (kayu)
khusus yang tidak mudah putus, seperti rotan atau pohon lainnya.
Noken atau agiya ini bagi perempuan di pedalaman biasa digunakan
menyimpan anak bayi, babi, umbi-umbian, sayur, dan pakaian
6. Kematian Suku Asmat
Upacara adat Papua yang cukup dikenal adalah upacara kematian oleh
Suku Asmat. Suku Asmat merupakan salah satu suku yang memiliki
populasi terbesar di Papua. Selain sebagai suku terbesar, Suku Asmat
juga memiliki beberapa ritual atau upacara-upacara penting yang biasa
dilakukan dan salah satunya adalah upacara kematian Suku Asmat.

Masyarakat Suku Asmat, biasanya tidak mengubur mayat dari anggota


suku yang telah meninggal dunia. Mereka biasanya meletakan mayat
tersebut di atas perahu lesung dengan dibekali sagu, lalu mayat tersebut
dibiarkan mengalir ke laut membiarkan mayat tersebut berada di atas
anyaman bambu hingga akhirnya membusuk.

Upacara kematian dilakukan oleh masyarakat Suku Asmat, karena


masyarakat Asmat percaya bahwa kematian bukanlah suatu hal yang
alamiah, melainkan sebagai penanda adanya roh jahat yang
mengganggu. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang sakit, maka
warga Asmat akan membuat pagar dari pohon dahan nipah.

Pohon dari dahan nipah ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang
berkeliaran di sekitar orang sakit tersebut dan tidak mendekati orang
tersebut. Ketika orang tersebut, sakit maka orang-orang hanya akan
berdiam dan berkerumun di sekelilingnya tanpa memberi obat atau
makan. Barulah setelah orang yang sakit tersebut meninggal, masyarakat
Suku Asmat akan berebutan untuk memeluk mayat tersebut dan keluar
menggulingkan badannya di lumpur.
7. Kiuturu Nandauw
Di Papua, ada pula beberapa upacara adat khusus penting yang
biasanya dilakukan oleh para orang tua untuk anak-anaknya. Anak-anak
di Papua, biasanya akan melaksanakan serangkaian upacara adat yang
menjadi salah satu tradisi secara turun temurun.

Salah satunya adalah upacara adat Kiuturu Nandauw atau biasa disebut
dengan upacara adat Kakarukrorbun. Upacara adat satu ini merupakan
upacara potong rambut pertama kali yang dilakukan oleh anak-anak
ketika menginjak usia 5 tahun.
8. Ero Era Tu Ura
Upacara adat Papua, tindik telinga atau disebut pula dengan mam Ero Era Tu Ura
merupakan upacara adat yang dilakukan oleh anak-anak yang berumur tiga
hingga lima tahun untuk mendidik telinga mereka.

Upacara ini akan dilaksanakan serta dipimpin oleh seorang dukun yang bernama
Aebe Siewi dan dihadiri oleh sanak keluarga dari anak yang akan ditindik
sekaligus para tetangga.

Anak yang akan menjalani upacara tindik telinga ini nantinya akan duduk di tikar
dan dikelilingi oleh anak-anak lain yang diundang. Lalu, kedua telinga anak
tersebut akan ditindik dengan menggunakan alat khusus.

Upacara Ero Era Tu Ura dilaksanakan untuk menjaga telinga si anak. Karena
masyarakat Papua percaya bahwa telinga adalah salah satu alat pendengar yang
harus dipelihara. Masyarakat Papua juga berharap, agar anak yang telah
mendapatkan tindik telinga selalu mendengarkan suara yang baik dan tidak yang
buruk.
9. Snap Mor
Upacara adat Papua selanjutnya adalah sebuah tradisi menangkap
ikan di air laut yang sedang surut. Upacara adat Papua satu ini
disebut sebagai Snap Mor dan biasa dilakukan oleh masyarakat
Papua dari Suku Biak secara beramai-ramai.

Snap Mor dilaksanakan ketika air laut dalam keadaan surut, yaitu
pada sekitar bulan Juli hingga bulan Agustus. Upacara adat Snap Mor
menjadi salah satu pertanda bahwa warga Suku Bika memiliki
pengetahuan tentang waktu yang tepat dan sesuai untuk menangkap
ikan.

Tidak hanya itu saja, tradisi Snap Mor mengandung nilai kebersamaan
serta menjadi bentuk dari rasa syukur masyarakat Suku Biak karena
berkat dan karunia yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
10. Tradisi Nasu Palek
Upacara adat Papua yang satu ini dinilai cukup ekstrim. Upacara adat
Nasu Palek merupakan sebuah tradisi mengiris telinga yang dilakukan
oleh masyarakat dari Suku Dani.

Tradisi Nasu Palek dilakukan sebagai wujud dari rasa duka cita atau sedih
ketika ada seorang anggota keluarga yang meninggal dunia. Bagi
masyarakat Suku Dani, setiap irisan telinga yang berkurang adalah
sebuah bentuk penghormatan pada ibu, ayah dan saudara yang
meninggal dunia.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai