Pengertian aqidah Kata ” ‘aqidah “ diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar- rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al- ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy- syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat),at- tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al- jazmu(penetapan). “Al-‘Aqdu” (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: ” ‘Aqadahu” “Ya’qiduhu” (mengikatnya), ” ‘Aqdan” (ikatan sumpah), dan ” ‘Uqdatun Nikah” (ikatan menikah) Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi) Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut. Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan
Rububiyyah Allah Ta’ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta’ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.
Jadi dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok
kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN AQIDAH Meminjam sistematika Hasan Al-Banna, maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah: 1. Ilahiyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah, af’al Allah, dan lain-lain. 2. Nubuwwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mukjizat, karamat, dan lain-lainnya. 3. Ruhaniyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, ruh, dan lain-lain. 4. Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-qur’an dan hadis) seperti alam barzah, akhirat, adzab kubur, tanda-tanda kiyamat, surga dan neraka, dan lain-lain. SUMBER AQIDAH ISLAM
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan hadis. Artinya apa
saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh
Rasulullah dalam sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan). Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash (teks) yang terdapat dalam kedua sumber tersebut, dan mencoba memahami dan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluk Allah. FUNGSI AQIDAH Aqidah adalah dasar dan fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah, bangunan itu akan cepat roboh. Tidak ada bangunan tanpa fondasi. Kalau ajaran Islam dibagi dalam sistematika aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah; atau aqidah, syari’ah, dan akhlak; atau iman, Islam, dan ihsan, maka ketiga aspek atau keempat aspek di atas tidak dapat dipisahkan sama sekali. Satu sama lain saling terkait. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila tidak memiliki aqidah yang benar. Begitu seterusnya bolak-balik dan bersilang. PEMAHAMAN TAQDIR Kata taqdir berasal dari kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Jika dikatakan “Allah telah menaqdirkan “ maka berarti “Allah telah memberi ukuran / kadar / batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya. Dari sekian banyak ayat Al-Qur’an dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan taqdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah menuntun dan menunjukkan mereka arah yang seharusnya mereka tuju. QS. al-A’la, 87:1-3 menegaskan “Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi, yang menciptakan (semua makhluk) dan meyempurnakannya, yang memberi taqdir kemudian mengarahkannya. (QS. Yasin, 36:38), Yasin, 36:39, (al-Furqan, 25:2), (al-Hijr, 15:21), (QS.al-Thalaq, 65:3) KEESAAN ALLAH
Keesaan Allah mencakup empat macam keesaan,
yaitu: 1. Keesaan Zat 2. Keesaan Sifat 3. Keesaan Perbuatan 4. Keesaan dalamberibadah kepada-Nya Ruang Lingkup Hukum Islam
Ruang lingkup hukum islam dalam makna syariah islam
sangat luas. Oleh karena dalam makna syariah islam
meliputi seluruh ajaran islam, baik yang berkaitan dengan keimanan, amaliah ibadah ataupun akhlak. Berbeda apabila ruang lingkup hukum islam yang dimaksud adalah ilmu fiqih. Ilmu fiqih itu sendiri merupakan bagian dari syariah, sehingga dalam makna ilmu fiqih lebih sempit daripada ruang lingkup hukum islam dalam makna syariah islam. Berikut ini ruang lingkup syariah islam, antara lain:
Hubungan manusia dengan Tuhannya secara vertikal
diantaranya meliputi, shalat, puasa, zakat, naik haji dan lain sebagainya; Hubungan manusia muslim dengan sesama muslim antara lain meliputi, tolong menolong, bekerja sama, sillaturrahmi dan lain sebagainya; Hubungan manusia dengan sesama manusia, antara lain meliputi tolong menolong, mewujudkan perdamaian, bekerja sama dalam meningkatkan kesejahteraan dan lain sebagainya; Hubungan manusia dengan alam di lingkungan sekitarnya dan alam semesta; Hubungan manusia dengan kehidupan, yakni hidup dengan berusaha mencari karunia Allah yang halal, mensyukuri nikmat- Nya, dan lain sebagainya. ruang lingkup syariah islam meliputi beberapa hal sebagai berikut: mustofa ali Munakahat, yakni mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan; Wirasah, yakni mengatur segala hal yang berhubungan dengan waris (pewarisan); Muamalat, yakni mengatur segala hal yang berhubungan dengan jual- beli dan sewa menyewa serta pinjam meminjam dan lain sebagainya; Jinayat, yakni mengatur segala hal mengenai perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman pidana; Al-ahkam as-sulthaniyah, yakni mengatur segala hal yang berhubungan dengan hukum tata negara; Siyar, yakni mengatur segala hal yang berkaitan dengan peperangan; Mukhasamat, yakni mengatur segala hal mengenai peradilan dan kehakiman serta hukum acara. Pengertian akhlak Akhlak adalah istilah bahasa Arab yang asal katanya khuluk berarti perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Istilah Akhlak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengandung pengertian sebagai suatu budi pekerti atau kelakuan. Jika diurai secara bahasa, akhlak berasal dari rangkaian huruf kha-la-qa yang berarti menciptakan. Dalam Islam, pengertian akhlak adalah suatu perilaku yang menghubungkan antara Allah SWT dan makhlukNya. Akhlak menyangkut kondisi internal, suasana batin seseorang sebagai individu Pengertian akhlak menurut para ahli Menurut Abu Hamid Al Ghazali:
Akhlak adalah satu sifat yang terpatri dalam jiwa yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa memikirkan dirinya dan merenung terlebih dahulu. Menurut Ibnu Maskawaih:
Akhlak adalah 'hal li an-nafsi daa'iyatun lahaa ila af'aaliha
min goiri fikrin walaa ruwiyatin' yakni sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Ruang lingkup akhlak 1. Akhlak terhadap Allah. Mengabdi hanya kepada Allah: Qs.Adz-zariyat:56 Tunduk dan patuh kepada Allah:Qs.Ali Imron:132 Tawakkal:Qs. Al-Baqoroh :15 Bersyukur kepada Allah: Qs. Ibrahim : 6-7 Penuh harap kepada Allah: Qs. Al-Baqoroh ;218 Ikhlas menerima keputusan Allah: Qs.At-taubat:59 Husnud-dhan: Taubat dan istighfar: Qs. At-Tahrim: 8 2. Akhlak terhadap mahluk
Akhlak kepada Manusia
Akhlak terhadap orang tua
Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat
Akhlak terhadap tetangga,
Akhlak terhadap masyarakat
Perbedaan Akhlak Dengan Moral dan Etika
Pertama, dasar penentuan atau standar ukuran baik dan
buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat. Kedua, standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Konsekuensinya, akhlak bersifat mutlak, sedang moral dan etika bersifat relatif (nisbi).