Anda di halaman 1dari 6

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Nama Mahasiswa : Ahmad Roziqin


B. Judul Modul : Akidah Islam dan Iman Kepada Allah
C. Kegiatan Belajar : KB 1

d. Refleksi : Bagi seorang muslim, iman adalah bagian yang paling mendasar
dari kesadaran keagamaannya. Dalam berbagai makna dan tafsirannya,perkataan iman menjadi
bahan pembicaraan di setiap pertemuan keagamaan, yang selalu di sebutkan dalam rangka
peringatan agar di jaga dan diperkuat. Menurut saya manusia tidak bisa menjalani hidup yang
baik atau mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan peradaban manusia, tanpa
memiliki keimanan.

N
BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN
O
1 KONSEP AQIDAH
Iman kepada Allah, para ISLAM/SYARIAT IHSAN/
Malaikat-Nya, Kitab-kitab- AKHLAQQ
Nya, para Rasul-Nya, hari
akhir dan qadar yang baik
maupun buruk 1. Akidah Islam.
Peta Konsep (Beberapa a) Pengertian Akidah
Secara etimologis akidah berasal dari bahasa Arab, ‘aqada-
istilah dan definisi) di ya’qidu- ‘aqdan-‘aqidatan, artinya simpul, ikatan,
modul bidang studi perjanjian, kokoh, kepercayaan atau keyakinan (Munawwir,
1984: 953). Ungkapan kalimat ‫ذا‬444‫دت ك‬444‫ إعتق‬artinya “saya
mempercayai atau meyakini begini.” Sedangkan,
secara terminologis akidah adalah “suatu kepercayaan
yang diyakini kebenarannya oleh seseorang yang
mempengaruhi cara bagaimana dirinya berpikir, berkata
dan berbuat.” Senada dengan yang dikemukakan oleh
Yusuf Qardawi bahwa akidah adalah suatu
kepercayaan yang meresap ke dalam hati.
Jika kata akidah diikuti dengan kata Islam, maka
berarti kepercayaan yang menjadi keyakinan
berdasarkan ajaran Islam (rukun iman)
Aqiadah islam Iman, Islam dan Ihsan dianalogikan
maka ibarat pohon, akidah (Iman) sebagai akarnya,
Islam (fiqih dan Ibadah) sebagaai batangnya dan ihsan
sebagai bunga dan buahnya.
Syariah dapat dibagi menjadi dua yaitu: I’tiqodiyah dan
‘amaliyah.
I’tiqodiyah adalah sesuatu yang menjadi dasar
bagaimana perbuatan manusia, atau kepadanya
didasarkan bagaimana perbuatan manusia, seperti
keyakinan akan Ke- esaan Allah dan kewajiban
menyembah allah.
Sedangkan ‘amaliyah adalah: sesuatu yang
berhubungan dengan bagaimana perbuatan manusia
seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
Secara Bahasa Akidah diambil dari kata al ‘aqdu yang
merupakan bentuk infinitive (masdar) darai kata ‘aqoda
ya’qidu yang berarti mengikat sesuatu. Akidah
merupakan “amalun qolbiyun” atau keyakinan dalam
hati tentang sesuatu dan dia membenarkan hal tersebut.
Secara terminologi adalah suatu kepercayaan yang
diyakini kebenarannya oleh seseorang yang
mempengaruhi (mengikat) cara ia berfikir, berucap dan
berbuat dan merupakan perbuatan hati. Atau secara
sederhana aqidah Islam adalah iman kepada Allah,
malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah,
Hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang kemudian
dikenal dengan rukun Iman.
Menurut Yusuf Qardawi, akidah adalah suatu
kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh
keyakinan, tidak bercampur syak dan keraguan serta
menjadi alat kontrol bagi tingkah laku dan perbuatan
sehari- hari.
Apabila ketaatan seseorang kepada Allah telah mampu
melenyapkan sifat-sifat buruk yang bersarang dihatinya
seperti diantaranya sifat iri, dengki, ria angkuh,
sombong, bakhil, malas dll maka ia berhak
menyandang gelar mukmin, tapi apabila ia masih suka
berbuat maksiat atau dosa, ia bergelar fasiq, mukmin
fasiq atau mukmin “’ashi” dan belum pantas
menyandang mukmin hal ini sesuai dengan firman
Allah Swt dalam surat Al-A’raf ayat 43 dan Al-Hijr
ayat 47.
Ruang lingkup akidah menurut pendapat yang popular
seperti ulama mesir Abdullah bin Abi Shalah’ (wafat
1830) Adalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir dan
Qadar baik maupun buruk.
b) Sumber Akidah Islam
Sumber dari akidah Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis.
Di dalam Al- Qur’an terdapat banyak ayat yang
menjelaskan pokok akidah Islam. Akidah Islam ini
identik dengan keimanan, sebab keimanan
merupakan pokok dari akidah Islam. Di antara ayat
Al-Qur’an yang memuat kandungan akidah Islam
adalah sebagai berikut: “Rasul telah beriman kepada
Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-
Nya’, dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami
taat’, dan (mereka berdoa): ‘Ampunilah kami, ya
Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”
(Q.S. Al-Baqarah: 285).
c) Posisi Aqidah islam dalam ajaran islam
Ajaran Islam secara garis besar terdiri dari akidah,
ibadah dan akhlak. Untuk masing-masing ketiga ajaran
Islam tersebut, ada ilmu yang mempelajarinya. Ilmu
yang mempelajari akidah disebut ilmu tauhid atau ilmu
kalam atau ilmu aqaid atau ilmu usuludin atau ilmu
ma’rifat, akan tetapi di antara nama-nama ini yang
paling terkenal dan paling subtansial adalah ilmu
tauhid dan ilmu kalam. Sementara itu, ilmu yang
mempelajari ibadah disebut ilmu fikih. Terakhir, ilmu
yang mempelajari akhlak disebut ilmu akhlak atau ilmu
tasawuf.
d) Tujuan Akidah Islam
1. Memupuk dan mengembangkan potensi-
potensi ketuhanan yang ada sejak lahir. Hal
ini karena manusia sejak di alam roh sudah
2. Menjaga manusia dari kemusyrikan
3. Menghindari dari pengaruh akal yang
menyesatkan

e) Hubungan antara Akidah dan akhlak


Akidah dan akhlak adalah bagian penting
dalam syariat Islam yang keduanya merupakan
kesatuan dan memiliki hubungan timbal balik. Pola
hubungan akidah dan akhlak dapat dijelaskan,
sebagai berikut: Pertama, akidah melahirkan
akhlak. Dengan kata lain, akhlak yang baik
merupakan mata rantai dari keimanan. Contohnya,
seorang yang beriman akan merasa malu
melakukan kejahatan. Sebaliknya, akhlak yang
dipandang buruk adalah akhlak yang menyalahi
prinsip-prinsip keimanan. Iman tidak sempurna jika
hanya berada dalam hati, tetapi harus tergambarkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk ibadah
dan akhlak yang baik. Dapat dikatakan bahwa
hanya akidah yang benar yang akan melahirkan
akhlak yang baik. Oleh karena itu, Sa’id Hawa
(2015: 53-54) mengatakan bahwa ilmu aqaid
mengikat ilmu tasawuf. Artinya, ilmu
tasawuf menyempurnakan ilmu aqaid.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa bertasawuf
yang benar adalah memiliki akidah yang benar.
2. Iman Kepada Allah
Pokok dari segala pokok akidah adalah iman
kepada Allah Swt. yang berpusat pada pengakuan
terhadap kemaha-Esaan-Nya. Dari iman kepada
Allah Swt., dengan sendirinya akan lahir keimanan
pada pokok-pokok (rukun) iman yang lain, yaitu
iman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya,
para rasul-Nya, hari kiamat dan qadar-Nya yang
baik dan yang buruk. Oleh karena itu, Abu Hasan
Al-Asy'ari (1955: 123) memberikan definisi bahwa
iman adalah at-tasdȋq billah (membenarkan Allah).
3. Tauhid
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu
bentuk masdar dari wahhada, yuwahhidu, tauhidan
yang berarti “menjadikan sesuatu satu atau
mengesakan sesuatu.” Yang dimaksud tauhid
dalam konteks keagamaan adalah tauhidullah,
mengesakan Allah. Maka, tauhid secara bahasa
adalah mengesakan Allah atau Tuhan. Maksud
mengesakan Allah ialah mengaitkan Allah dengan
keesaan-Nya, bukan menjadikan Allah satu atau
esa, karena keesaan Allah itu telah melekat pada
dzat-Nya, bukan karena ada yang menjadikan-Nya
menjadi esa (Oman Fathurrahman, 1999: 90)..
Macam macam Tauhid
1 Tauhid Rububiyah
Rububiyah berasal dari akar kata Rabb yang
merupakan bentuk infinitif (mashdar) dari kata Rabba
- Yarubbu, yang berarti “menata, memelihara,
membimbing.” Selain itu, berarti “sesuatu yang
tumbuh dari satu keadaan menuju keadaan yang
sempurna.” Dari beberapa ayat Al-Qur`an yang
memuat kata Rabb, di antaranya menjelaskan bahwa
Allah adalah dzat Pencipta, Penata, Pemelihara dan
Pembimbing alamsemesta. Di antaranya dapat dilihat
dalam QS. Al-Fatihah: 2; QS. Al- Anbiya`: 56; QS.
Asy-Syu‘ara: 28; Ash-Shaffat: 5, dan lain-lain
Secara istilah tauhid rububiyah adalah menyakini
bahwa “Allah itu
Maha Pencipta, Pemelihara dan yang mengatur segala-
galanya.” Beberapa ulama menjelaskan bahwa tauhid
rububiyah adalah seorang hamba yang meyakini
bahwa Allah Tuhan yang menyendiri dalam
penciptaan, pemberian rizki dan pengaturan yang
memelihara semua ciptaan dengan berbagai
kenikmatan dan mengatur kelompok tertentu, yaitu
para nabi dan para pengikutnya dengan akidah yang
benar, akhlak yang mulia, ilmu yang bermanfaat dan
amal saleh (Aceng Zakaria, 2008:
2. Tauhid Uluhiyah
Arti kata ilah, yang terdiri dari tiga huruf, yaitu
hamzah, lam dan ha‘, dalam Mu‘jam al-Lughah
memiliki arti sebagai berikut: Menyembah, seperti
dalam kata alaha–ilaahatan-uluhatan;Berlindung atau
merasa aman dan tentram, seperti dalam kalimat alahtu
ila fulanin; Tertutup, seperti arti kata laaha yaliihu
laihan;Rindu atau cinta, seperti dalam kalimat alaha al-
fasiil bi ummihi; Menghadap, seperti dalam kalimat
alaha ar-rajulu ila ar-rajuli;Meminta pertolongan,
seperti dalam kalimat alaha ar-rajulu ya‘lahu.
3. Tauhid Dzat, Asma dan Sifat
Yang dimaksud tauhid dzat, asma dan sifat adalah
meyakini bahwa Allah itu Esa, tiada sekutu bagi-Nya
dan tidak ada seorang pun atau sesuatupun yang setara
dengan-Nya. Dia tidak melahirkan dan tidak
dilahirkan, Dia memiliki nama-nama yang baik dan
sifat-sifat yang luhur tiada yang menyamainya atau
menandinginya siapapun.
Beberapa ulama mendefinisikan tauhid dzat, asma dan
sifat adalah
seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Allah
memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tinggi, tidak
menyekutukan selain Allah dalam nama-nama dan
sifat-sifat itu, tidak juga mentakwilkan sifat-sifat-Nya
sehingga ia merusaknya, dan tidak menyerupakannya
dengan sifat-sifat makhluk sehingga ia
menggambarkannya atau menyerupakannya (Aceng
Zakaria, 2008: 200).
4. Sifat Allah
Salah satu bentuk perwujudan dari iman kepada Allah
adalah percaya akan keesaan Allah dalam asma dan
sifat-Nya, yaitu bahwa tidak ada suatu apapun yang
menyerupai sifat Allah dalam kesempurnaan dan
kualitasnya. Selain itu, juga penting diyakini bahwa
seluruh nama dan sifat Allah yang ada dalam asma` al-
husna, semuanya baik/bagus (al-husna), dan tidak ada
Nama dan Sifat yang buruk pada Allah SWT. Q.S. Al-
A’raf/7: 180; Thaha/20: 8; Al-Hasyr/59: 24; dan Al-
Isra`/17: 110.
Kalangan teolog pengikut As’ariyah
mengklasifikasikan Sifat Allah Menjadi Tiga, Pertama,
sifat wajib (yang harus ada pada Allah) ada 20 sifat;
kedua, Sifat Mustahil (yang tidak boleh ada pada
Allah) yang merupakan kebalikan atau lawan dari sifat
Wajib jumlahnya juga 20 sifat dan Ketiga, sifat Jaiz
(boleh) ada satu sifat, yang kemudian digabung dengan
4 sifat wajib Rasul, 4 sifat Mustahil rasul dan 1 sifat
jaiz bagi rasul genap 50 sifat, sehingga sering juga
dikenal dengan “‘aqidatul Khomsuun” atau aqidah
lima puluh.
Allah juga memiliki sifat yang jumlahnya lebih banyak
yakni 99, yang dikenal dengan Asmaul Husna (nama-
nama yang baik atau bagus).
(Oman Fathurrahman, 1999: 90). mengaitkan Allah dengan
Daftar materi bidang keesaan-Nya, bukan menjadikan Allah satu atau esa, karena
2 studi yang sulit keesaan Allah itu telah melekat pada dzat-Nya, bukan karena
dipahami pada modul ada yang menjadikan-Nya menjadi esa (Oman Fathurrahman,
1999: 90). Menurut saya ini sulit di fahami
1. Memaknai Tauhid memang sulit, sulit mengkonkretkannya
dalam bentuk praktek nyata. Berapa banyak yang mengaku
Daftar materi yang menjalankan/mengamalkan amalan tauhid, namun ternyata apa
yang dikerjakan sungguh tidak berdasar sama sekali. Hal ini
sering mengalami
3 biasanya didasari dengan keyakinan bahwa apapun pendahulu
miskonsepsi dalam kerjakan, maka secara otomatis kita wajib mengikutinya juga.
pembelajaran 2. Terkait dengan kedamalaman materi, menurut saya materi
tauhid di Madrasah aliyah sangat cocok terutama terkait dengan
pengenalan sifat-sifat Allah melalui pendekatan yang intensif.

Anda mungkin juga menyukai