PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar
ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh
umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-sunnah.
Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas
pendidikan Islam yang kita terima. Pendidikan Islam di Indonesia seringkali
berhadapan dengan berbagai problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan
Islam mengandung berbagai komponen antara satu dengan yang lain saling
berkaitan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari
kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem
filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist.
Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi
memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Adapun dalam
makalah ini membahas tentang aksiologi pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian nilai dalam pendidikan islam ?
2. Apa saja nilai-nilai dalam pendidikan islam?
3. Bagaimana karakteristik dan tingkatan nilai dalam aksiologi?
4. Bagaimana jenis nilai sebagai cabang ilmu filsafat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian nilai dalam pendidikan islam
2. Untuk mengetahui nilai-nilai dalam pendidikan islam
3. Untuk mengetahui karakteristik dan tingkatan nilai dalam aksiologi
4. Untuk mengetahui jenis nilai sebagai cabang ilmu filsafat
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
3. Tahap caluing (member nilai). Seseorang mampu menangkapstimlasi
tersebut atas dasar nilai-nilai yang tekandung di dalamnya dan mulai
menyusun persepsi tentang objek.
4. Tahap organization (mengelompokkan nilai). seseorang mulai mngatur
sebuah sistem nilai tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
dirinya.
5. Tahap characterization (karakteristik nilai). Yang ditandai dengan
ketidakpuasan seseorang dalam pengelokpokan sistem nilain yang
diyakininya dalam kehidupan secara mapan, ajek, dan konsisten.
2
Endang Syafruddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-pokok Pemikiran Tentang Islam,
(Jakarta, Raja Wali, 1990), cet-2, hlm. 24
3
Abdurrahman An-Nahlawi mengungkapkan bahwa “keimanan
merupakan landasan aqidah yang dijadikan sebagai guru, ulama untuk
membangun pendidikan agama islam”.3
Di dalam al-Quran surah An-Nisa’ ayat 136 :
3
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, tth), hlm. 84.
4
Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 145.
5
Aswil Rony, dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman, (Padang:
Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat, 1999), hlm. 18.
6
Ibid., hlm. 60
4
berarti hamba atau budak), yakni pengabdian (dari kata “abdi”, abd) atau
penghambaan diri kepada Allah Swt, Tuhan yang maha Esa. Karena itu dalam
pengertiannya yang lebih luas, ibadat mencakup keseluruhan kegiatan manusia
dalam hidup di dunia ini, termasuk kegiatan “duniawi” sehari-hari, jika kegiatan
itu dilakukan dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri
kepada Tuhan, yakni sebagai tindakan bermoral.7 Abu A’alal Maudi menjelaskan
ibadah berasal darikata Abd yang berarti pelayan dan budak. Jadi hakikat ibadah
adalah penghambaan. Sedangkan dalam arti terminologinya ibadah adalah usaha
mengikuti mhukum dan aturan- aturan Allah Swt dalam menjalankan kehidupan
sesuai dengan perintahnya, mulai dari akil balig sampai meninggal dunia.8
Dapat dipahami bahwa ibadah merupakan ajaran islam yang tidak dapat
dipisahkan dari keimanan, karena ibadah merupakan bentuk perwujudan dari
keimanan. Dengan demikian kuat atau lemahnya ibadah seseorang ditentukan oleh
kualitas imannya. Semakin tinggi nilai ibadah yang dimiliki akan semangkin
tinggi pula keimanan seseorang. Jadi ibadah adalah cermin atau bukti nyata dari
aqidah. Dalam pembinaan ibadah ini, firman Allah Swt dalam suratTaha ayat 132
yang artinya “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah
yang memberikan rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi
orang yang bertaqwa”.
Seluruh tugas manusia dalam kehidupan ini berakumulasi pada tanggung
jawabnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Jika ditinjau lebih lanjut ibadah
pada dasarnya terdiri dari dua macam yaitu: Pertama; Ibadah ‘Am yaitu seluruh
perbuatan yang dilakukan oleh setiap muslim dilandasi dengan niat karena Allah
Swt Ta’ala. Kedua; Ibadah Khas yaitu suatu perbuatan yang dilakukan
berdasarkan perintah dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Contoh dari ibadah ini
adalah:
a) Mengucap dua kalimat syahadat Dua kalimat syahadat terdiri dari
dua kalimat yaitu kalimat pertama merupakan hubungan vertikal
7
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 1995), hlm. 57.
8
Abdul A’ala al-Maududi, Dasar-dasar Islam, (Bandung, Pustaka, 1994), hlm. 107.
5
kepada Allah Swt., sedangkan kalimat kedua merupakan hubungan
horizontal antar setiap manusia.
b) Mendirikan Shalat Shalat adalah komunikasi langsung dengan Allah
Swt., menurut cara yang telah ditetapkan dan dengan syarat-syarat
tertentu.
c) Puasa Ramadhan Puasa adalah menahan diri dari segala yang dapat
membukakan/melepaskannya satu hari lamanya, mulai dari subuh
sampai terbenam matahari. Pelaksanaannya di dasarkan pada surat al
baqarah ayat 183.
d) Membayar Zakat. Zakat adalah bagian harta kekayaan yang
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat.
Pendistribusiannya di atur berdasarkan Surat at Taubah ayat 60.
e) Naik haji ke Baitullah Ibadah haji adalah ibadah yang dilakukan
sesuai dengan rukun Islam ke 5 yaitu dengan mengunjungi Baitullah
di Mekkah.9
Kelima ibadah di atas adalah bentuk pengabdian hamba terhadap
Tuhannya secara langsung berdasarkan aturan-aturan, ketetapan dan syarat-
syaratnya. Setiap guru atau pendidik di sekolah mestilah menanamkan nilai-nilai
ibadah tersebut kepada anak didiknya agar anak didik tersebut dapat
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ibadah tersebut memiliki pengaruh yang luar biasa dalam diri, pada
saat melakukan salah satu ibadah, secara tidak langsung akan ada dorongan
kekuatan yang terjadi dalam jiwa. Jika tidak melakukan ibadah seperti biasa yang
ia lakukan seperti biasanya maka dia merasa ada suatu kekurangan yang terjadi
dalam jiwa.
9
Aswil Rony, dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman, (Padang:Bagian
Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat, 1999), hlm. 26-31.
6
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2. Nilai absolut atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku
sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash
sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras,
maupun kelas sosial. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relatif
sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan tingkatan/hierarki
nilai: Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai,
dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (niai material).
Kaum Realis, Mereka menempatkan niLai rasional dan empiris pada tingkatan
atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam
dan aturan berfikir logis. Kaum Pragmatis, Menurut mereka, suatu aktifitas
dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting,
dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai yang
meghargai masyarakat.
7
Pendidikan, antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah
moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk menemukan
kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk
mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sangat sulit
membayangkan perkembangan iptek tanpa adanya kendali dari nilai-nilai
etika agama.
Untuk itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang
dapat dipergunakan sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan
menggunakan pendekatan etik-moral, dimana setiap persoalan pendidikan
Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan
masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta
masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya
menciptakan suatu kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan
kreatif. Tidak hanya pada siswa melainkan pada seluruh komponen yang
terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.
Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religius menjadi target
arah pengembangan sistem pendidikan Islam. Oleh sebab itu berdasarkan pada
pendekatan etik moral, pendidikan Islam harus berbentuk proses pengarahan
perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas
kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan peserta didik
sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latar belakang sosio budaya
masing-masing.10
2. Estetika dan Pendidikan
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni
dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-
hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan
sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya. Filsafat Pendidikan Islam dan
Estetika Pendidikan. Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat
pendidikan Islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitik beratkan
10
Munir, Mulkhan. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah (Yogyakarta :
SIPress, 1994). hlm. 256.
8
kepada “predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia
pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler
mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni: Seni sebagai
penembusan terhadap realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat
kesenangan, Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan
hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses
pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-
moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif
yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa,
guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan
Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang
kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai-nilai pendidikan islam adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup yang
saling berkaitan yang berisi ajaran-ajaran guna memelihara dan mengembangkan
fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya untuk membentuk
manusia yang sesuai dengan norma atau ajaran islam. Selain itu, nilai nilai dalam
pendidikan islam berhubungan dengan etika dan estetika, baik nilai itu sesuatu
yang bersifat subjektif maupun objektif.
B. Saran
Sebaiknya tujuan dari nilai itu adalah untuk mengetahui apakah sesuatu itu
baik atau buruk, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, dan sebagainya.
Sehingga dengan mengetahui nilai, maka akan tercapai apa yang menjadi tujuan
manusia.
10
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad dan Abdul Mujid. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung:
Triganda Karya
O. Kattsoff, Louis. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Gazalba, Sidi. 2002. Sistematika Filsafat, Buku keempat, Pengantar Kepada Teori
Nilai. Jakarta : Bulan Bintang.
11