Anda di halaman 1dari 16

AQIDAH AKHLAK

“SUMBER AQIDAH DAN KLASIFIKASI MANUSIA DALAM ISLAM”

DOSEN PENGAMPU :
HENDRI KRONIKO, M.SY.

DISUSUN OLEH:

HANA JIHAN Y.Y


NIM : 11860122440
MILL ANANDA
NIM : 11860125048
RANA NABILAH ASILIA
NIM : 11860120498
KELAS : 1E (BILINGUAL)

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat menjunjung
tinggi pentingnya akhlak, akidah dan moral. Ketiganya adalah hal yang sangat
penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat, perangai,
karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan
Allah Swt atau dengan sesama makhluk.
Timbulnya kesadaran serta pendirian Akhlak, akidah dan moral merupakan pola
tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup yang selalu
berpegang teguh pada akhlak, akidah dan moral adalah tindakan yang tepat dalam
mewujudkan terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak sesuai
dengan akhlak, akidah dan moral yang baik merupakan tindakan yang menentang
kesadaran tersebut. Sebagai generasi penerus kita harus selalu berakhlak yang
baik dalam kehidupan sehari-hari demi terciptanya kehidupan yang rukun dan
damai.

B. Rumusan masalah
Dari penjelasan latar belakang masalah diatas, maka kita dapat mengambil
kesimpulan untuk rumusan masalah, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari aqidah dan akhlak?
2. Apa saja sumber-sumber dari Aqidah islam?
3. Apa saja tingkatan Aqidah islam?
4. Jelaskan tingkatan manusia dalam Aqidah Islam.

C. Tujuan penulisan
Tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari aqidah dan akhlak.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber dari Aqidah islam.
3. Untuk mengetahui tingkatan-tingkatan Aqidah islam.
4. Untuk mengetahui tingkatan manusia dalam Aqidah Islam.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan
2. Menjadikan makalah ini sebagai motifasi dalam belajar dan supaya lebih aktif
dalam mengikuti pelajaran
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian aqidah dan akhlak

1. Pengertian Aqidah
a. Aqidah secara etimologis
Secara etimologis kata Aqidah berasal dari bahasa Arab. Aqidah berakar dari kata
aqada ya’qidu aqdan aqidatan Aq yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan
kokoh. Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang juga berarti pengikatan. Lalu terbentuk
menjadi Aqidah yang berarti keyakinan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh
seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan
pembenaran terhadap sesuatu. Secara sederhana dapat dipahami bahwa aqidah
adalah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat didalam lubuk jiwa.
b. Aqidah secara terminologi
Secara terminologis terdapat beberapa depenisi tentang Aqidah antara lain Hasan
al-Banna mengatakan aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati manusia, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
Sedangkan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat dterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal,wahyu dan fithrah. Kebenaran itu dipraktikkan (oleh manusia) di dalam hati
serta diyakini kesahihannya secara pasti dan metolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam pengertian umum aqidah adalah
ilmu yang mengkaji persoalan-persoalan dan eksistensi Allah berikut seluruh
unsur yang tercakup didalamnya, suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa beserta ajaranNya.

Aqidah Islamiyah

Aqidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,


para rasul-Nya, hari akhir, kepada qada dan qadar baik-buruk keduanya dari
Allah. Sedangkan makna iman itu sendiri adalah pembenaran yang bersifat pasti
yang sesuai dengan kenyataan, yang muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti
artinya seratus persen kebenaran/keyakinannya tanpa ada keraguan sedikitpun.
Sesuai dengan fakta artinya hal yang diimani tersebut memang benar adanya dan
sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis. keberadaan Allah, kebenaran
Quran, wujud malaikat dll). Suatu dalil untuk masalah iman, ada kalanya bersifat
aqli dan atau naqli, tergantung perkara yang diimani. Jika perkara itu masih dalam
jangkauan panca indra/aqal, maka dalil keimanannya bersifat aqli, tetapi jika
tidak (yaitu di luar jangkauan panca indra), maka ia didasarkan pada dalil naqli.
Hanya saja perlu diingat bahwa penentuan sumber suatu dalil naqli juga
ditetapkan dengan jalan aqli. Artinya, penentuan sumber dalil naqli tersebut
dilakukan melalui penyelidikan untuk menentukan mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh dijadikan sebagai sumber dalil naqli. Oleh karena itu, semua
dalil tentang aqidah pada dasarnya disandarkan pada metode aqliyah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dipahami bahwa Aqidah Islam
adalah :
1) Sesuatu yang dipercayai atau diyakini kebenarannaya dengan sepenuh hati
tanpa keraguan sedikitpun dan dijadikan sebagai pijakan yang benar dalam
kehidupan manusia
2) Akidah yang meyakini tentang keesaan Allah itu telah ada pada diri manusia
sejak manusia sebelum dilahirkan dan dibawanya hingga manusia itu dilahirkan
kedunia sebagai fitrahnya
3) Aqidah Islam akan mampu mendatangkan ketenangan atau ketenteraman jiwa
dan kebahagiaan bagi yang memiliki dan meyakininya. Karena mereka hidup
diatas pijakan yang benar dan amat kokoh.

2. Pengertian akhlak
a. Menurut bahasa
Kata akhlak secara bahasa verasal dari bahasa Arab “Al Khulk” yang diartikan
sebagai perangai, tabiat. Budi pekerti, dan sifat seseorang. Jadi akhlak seseorang
diartikan sebagai budi pekerti yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan sifat-
sifat yang ada pada dirinya.
b. Menurut istilah
Kata akhlak menurut istilah khususnya dalam islam diartikan sebagai sifat atau
perangai seseorang yang telah melekat dan biasanya akan tercermin dari perilaku
orang tersebut. Seseorang yang mmeiliki sifat baik biasanya akan memiliki
perangai atau akhlak yang baik juga dan sebaliknya seseorang yang memiliki
perangai yang tidak baik cenderung memiliki akhlak yang tercela.
c. Macam -macam akhlak
 Akhlakul karimah
Diantara beberapa akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim
adalah kesopanan, sabar, jujur, derwaman, rendah hati, tutur kata yang lembut
dan santun, gigih, rela berkorban, adil, bijaksana,tawakal dan lain sebagainya.
Seseorang yang mmeiliki akhlak terpuji biasanya akan selalu menjaga sikap dan
tutur katanya kepada orang lain dan merasa bahwa dirinya diawasi oleh Allah
SWT.
 Akhlakul mazmumah
Akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi oleh muslim karena dapat
mendatangkan mudharat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Contoh akhlak tercela diantaranya adalah dusta, iri, dengki, ujub, fitnah,
sombong, bakhil, tamak, takabur, hasad, aniaya, ghibah, riya dan sebagainya.
Akhlak yang tercela sangat dibenci oleh Allah SWt dan tidak jarang orang yang
memilikinya juga tidak disukai oleh masyarakat.
B. Sumber-sumber aqidah islam

Dua sumber pengambilan dalil penting jika ditelaah melalui tulisan para ulama
dalam menjelaskan aqidah.
a) Dalil asas dan inti yang mencakup Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ para

ulama.

b) Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah

kehidupan yang telah diberikan oleh Allah SWT.

1) Al-Qur’an

Secara etimologis, Al-Qur`an adalah bentuk dari mashdar dari kata qara’a,
artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya atau melihat dan
menelaah. Kata “Qur`an” digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an banyak menyinggung hal-
hal yang berkaitan dengan masalah –masalah ketuhanan.
Menurut bahasa Al-Qur’an memiliki arti bacaan. Menurut istilah Al-Qur’an
adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad secar lisan ,makna,
dan gaya bahasa (ushlub) yang termaktub dalam mushaf yang dinukil darinya
secara mutawatir .1[3]
Arti Al-Qur`an secara terminologis ditemukan dalam bebrapa rumusan definisi
sebagai berikut:
1)      Menurut Syaltut, Al-Qur`an adalah: Lafaz Arabi yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
2)      Al-Syaukani mengartikan Al-Qur`an: Kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir.
3)      Definisi Al-Qur`an yang dikemukakan Abu Zahrah ialah: Kitab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad.
4)      Menurut Al Sarkhisi: Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
ditulis dalam mushaf diturunkan dengan huruf yang tujuh yang mansyur dan
dinukilkan secara mutawatir.

1
Al-Qur’an adalah kalam Allah  yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah dari
Lauh Mahfuz melalui malaikat Jibril dengan proses wahyu, yang berfungsi
sebagai pedoman bagi umat manusia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian Al-Qur’an adalah perkataan Allah
yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah dengan proses wahyu, membacanya
termasuk ibadah, disampaikan kepada kita dengan jalan mutawaatir (jumlah
orang yang banyak dan tidak mungkin bersepakat untuk berbohong), dan terjaga
dari penyimpangan, perubahan, penambahan dan pengurangan.
Di dalamnya Allah telah menjelaskan segala sesuatu yang telah dibutuhkan oleh

hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia dan di akhirat. Ia merupakan

petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang-

orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Sebagaimana Firman

Allah dalam QS.Al-An’am:115.

“dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak

ada yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar dan Maha

Mengetahui”.

Al-imam Asy- Syatibi mengatakan Bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan

syariat ini kepada Rasul-Nya yang didalamnya terdapat penjelasan atas segala

sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang

dipikulkan diatas pundaknya, termasuk didalamnya perkara aqidah.

Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah karena Allah

mengetahui kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk

beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati akan ditemui banyak ayat dalam

Al-Qur’an yang dijelaskan tentang aqidah, baik secara tersurat maupun secara

tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan

memahami aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an.


Isi kandungan Al Qur’an, pada garis besarnya mengandung pokok-pokok ajaran
sebagai berikut:
 Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan atau akidah, yaitu ketetapan yang
berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-
rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar.
 Tuntunan yang berkaitan dengan syari’ah, yaitu hukum-hukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau alam sekitar.
 Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim
memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
 Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
 Tuntunan yang berkaitan dengan janji dan ancaman, yakni seperti janji kepada
orang-orang yang berbuat baik dan ancaman kepada orang-orang yang berbuat
jahat atau dosa.
 Tuntunan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi
tentang manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, langit, bumi, matahari dan lain
sebagainya.
 Sejarah atau kisah-kisah masa lalu, seperti kisah para nabi dan rasul, kisah
orang-orang umat terdahulu.

2) As-Sunnah

As-Sunnah menurut bahasa Arab, adalah ath-thariqah, yang berarti metode,

kebiasaan, perjalanan hidup, atau perilaku. Kata tersebut berasal dari kata as-

sunan yang bersinonim dengan ath-thariq (berarti "jalan"). Mengikuti sunnah

berati mengikuti cara Rasullulah bersikap, bertindak, berfikir dan memutuskan.

Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari

Allah Swt walaupun Lfadznya bukan dari Allah tapi maknanya datang darinya.

Hal ini diketahui dalam firman Allah QS. An-Najm: 3-4.

“dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-Nya.

Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”


Rasulullah saw bersabda,”tulislah demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya,

tidak keluar dari-Nya kecuali kebenaran sambil menunjuk lidahnya” (HR. Abu

dawud)

Dikatakan As-Sunnah sebagai wahyu kedua setelah Al-Qur’an karena alasan-


alasan berikut:
 Allah SWT menetapkan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
 Allah SWT menetapkan Muhammad SAW membawa risalah-risalah-Nya.
 Allah SWT menetapkan Muhammad SAW terbebas dari kesalahan ketika
berkaitan dengan kerasulannya.
Rasulullah SAW di ma’shum sehingga apapun yang disampaikannya bukan
berasal dari hawa nafsu, melainkan sebagai wahyu yang dikaruniakan Allah
SWT. Karena Al-Qur’an memberikan penjelasan bahwa hak untuk menjelaskan
makna-makna Al-Qur’an kepada umat manusia berada ditangan Rasulullah SAW.

As-sunnah merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki fungsi sebagai
berikut.
 Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga
keduanya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang
sama.
 Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih
bersifat umum.
 Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an.

3) Ijma’ para Ulama

Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad)

terhadap sesuatu. Ijma’ adalah sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para

mujtahid umat Muhammad SAW setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu

masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga

memahami dan mengamalkan ilmu.


Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad

saw setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah

orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan

ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah swt berfirman dalam QS.An-Nisa:115.

“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran

baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami

biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia

kedalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan

disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang yang

beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah

dalil Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara

bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul.

Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang

tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada

dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah

perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan

fungsi Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak

kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi

qotha’i.

C. Tingkatan aqidah islam

Tingkatan akidah ada empat macam sebagai berikut.

1) Tingkat taklid

Tingkat akidah yang sumber keyakinannya didasarkan atas pendapat orang yang
diikutinya tanpa dipikirkan lagi.

2) Tingkat ilmul yakin


Ilmu yaqin adalah keyakinan akan keberadaan Allah swt berdasar ilmu
pengetahuan tentang sebab akibat atau melalui hukum kausalita, seperti
keyakinan dari para ahli ilmu kalam. Misalnya apa saja yang ada di alam semesta
ini adalah sebagai akibat dari sebab yang telah ada sebelumnya. Sedangkan sebab
yang telah ada sebelumnya yang juga merupakan akibat dari sebab yang
sebelumnya lagi, sehingga sampai pada satu sebab yang tidak diakibatkan oleh
sesuatu sebab, yang disebabkan penyebab pertama atau causa prima. Dan itulah
Tuhan.Tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan dalil yang jelas, tetapi
belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara objek keyakinan dan dalil
yang diperolehnya sehingga memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-
sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.

3) Tingkat ‘ainul yakin

Ainul Yaqin adalah keyakinan yang dialami oleh orang yang telah melewati tahap
pertama, yaitu ilmu al yaqin, sehingga setiap kali dia melihat sesuatu kejadian, tanpa
melalui proses sebab akibat lagi dia langsung meyakini akan wujud Allah Tingkat
keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam
sehingga mampu membuktikan hubungan antara objek keyakinan dan dalil-dalil
serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-
sanggahan yang datang sehingga tidak mungkin terkecoh oleh argumentasi lain
yang dihadapkan kepadanya.

4) Tingkat haqqul yakin


Haqqul yaqin adalah keyakinan dimiliki oleh orang yang telah menyadari bahwa
alam semesta ini pada hakekatnya adalah bayangan dari Penciptanya, sehingga
dia dapat merasakan wujud yang sejati itu hanyalah Allah, sedangkan lainnya
hanyalah bukti dari wujud yang sejati tersebut, yaitu Allah swt.
Haqqul Yaqin dapat juga di artikan sebagai kemantapan dalam pendirian yang
kokoh setelah ia mengetahui kemudian ia melihat dengan penyaksian lalu
kemudian tertanam sedalam2nya pada dirinya bahwa : “Bahwa segala sesuatu
yang terlihat, tidak ada yang melainkan ilmu Allah SWT. Segala apapun yang
terdengar tidak ada uang melainkan kalam Allah SWT, dan tidak ada yang terasa
maupun dirasakan melainkan sirullah (zatullah).
Tingkat keyakinan yang disamping didasarkan pada dalil-dalil rasional, ilmiah
dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara objek keyakinan dan
dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional dan selanjutnya
dapat menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman
agamanya. 
D. Klasifikasi manusia di dalam aqidah Islam

 Klasifikasi manusia menurut Islam

(1) Muttaqi, yang berarti orang yang bertaqwa, yaitu orang yang cinta dan
hormat kepada Alla, dengan terus merasakan kehadiran-Nya di mana saja berada,
sehingga akan selalu menjaga diri dari perbuatan dosa, dan selalu mendapat
dorongan dari imannya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan
indikasi senantiasa berbuat baik dalam bentuk ibadah maupun di bidang
mu’amalah, berlandaskan iman karena Allah dan asas manfaat bagi kehidupan;

(2) Muhsin, yang berarti orang yang berbuat baik, yaitu orang mukmin (beriman)
dan melakukan perbuatan baik atau amal shaleh, atau muhsin bisa dikatakan
sebagai suatu peringkat martabat dari taqwa yang setiap saat kita harus
meningkatkanya;

(3) Mu’min, yang berarti orang yang beriman, yaitu orang yang percaya kepada
Allah, malaikat-malaikatNya, Rasul-rasulNya, Kitab-kitabNya, Hari Kemudian
dan Qadla dan QadarNya. Iman sesungguhnya ada di dalam hati (qalb),
diucapkan dengan lisan, dan diaplikasikan dalam amal;

(4) Muslim, yang berarti orang Islam , yaitu orang yang tunduk patuh, berserah
diri semata kepada Allah. Ia akan menyelamatkan tangan dan lidahnya pada
orang lain dan memandang manusia sama di hadapan Allah dengan menyebarkan
kedamaian di antara manusia;

(5) Kafir, yaitu orang yang tidak percaya, ingkar, dan menolak kebenaran. Kafir
terbagi menjadi 5 jenis, yaitu Kafir lillah (tidak percaya kepada Tuhan, atheis),
Kafir liwahdatillah (tidak percaya kepada keesaan Tuhan, musyrik), Kafir li
Muhammad Rasulillah (tidak percaya kepada Muhammad SAW sebagai rasul),
Kafir li kitabillah (kafir kepada kitab-kitab Allah), dan Kafir lini’matillah (ingkar
terhadap nikmat Allah, tidak bersyukur);

(6) Musyrik, yaitu orang-orang yang menyekutukan Allah seperti mengambil


atau menganggap ada Tuhan selain Allah, seperti Tuhan serupa makhluk,
memiliki anak, dilahirkan, ataupun berada dalam suatu benda;

(7) Munafiq, yaitu orang yang bermuka dua, di lahir dia mengatakan beriman,
tapi dihatinya tidak. Orang munafik jika bicara ia berdusta, jika berjanji mangkir,
dan bila diberi amanat berkhianat (tidak bisa dipercaya);

(8)Fasiq, yaitu orang yang melakukan dosa, padahal dia mengerti bahwa
perbuatannya melanggar ketentuan Tuhan.

 Klasifikasi manusia menurut Al-quran


a. Al-mu’minun
Al-mukminun adalah mereka yang sebaik-baik manusia di dunia karena telah
menyakini akan adanya Allah dan Rasul-Nya. Konsekuensi bagi mukmin yang
taat pada ajaran yaitu menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Allah memberitahukan kepada umat Nabi Muhammmad SAW, bahwa mereka
adalah sebaik-baik umat.Umat yang terbaik yakni yang dilahirkan untuk umat
manusia. Dengan kata lain, mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang
paling bermanfaat buat umat manusia.
b. Al-muslimun
Orang muslim adalah Orang yang telah berpasrah diri, dalam hal ini berpasrah
kepada Tuhan, tetapi dalam rangking manusia ber¬kualitas, seorang yang baru
pada tingkat muslim berada pada tingkatan terendah. Karakteristik seorang
muslim adalah seorang yang telah meyakini supremasi kebenaran, berusaha untuk
mengikuti jalan kebe¬naran itu, tetapi dalam praktek ia belum tangguh karena ia
masih suka melupakan hal-hal yang kecil.
c. Al-muttaqun
Al muttaqun adalahOrang mukmin yang telah menjiwai nilai-nilai kebenaran dan
allergi terhadap kebatilan.Seorang muttaqin adalah orang yang setiap
perbuatannya sudah merupakan perwujudan dari komitmen iman dan moralnya
yang tinggi. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral.
d. As-sholihun
Al-sholihun adalah Mereka adalah orang-orang yang keimanan dan amalannya
banar, tidak hipokrit dalam kehidupan.Orang sholih bukan hanya pandai
mengabdikan dirinya kepada Allah swt.yang diekspresikannya dengan Aqidah
Salimah (keimanan yang lurus atau kokoh) dan Shahihul Ibadah (benar dan tekun
dalam beribadah) seperti yang telah dijabarkan di atas, tapi orang sholih juga
sangat santun dan perhatian kepada sesama manusia. Sikap ini dalam bahasa
praktis disebut Akhlaqul Karimah, artinya berakhlak mulia dan santun kepada
orang lain.
 Orang sholih akan memiliki akhlak berikut:
a) Tidak menghina dan zhalim (aniaya) kepada orang lain
b) Tidak berprasangka buruk
c) Bersikap ramah
d) Berbicara santun dan menghargai orang lain
e) Mendo’akan yang baik untuk orang lain.
f) Berusaha meringankan beban orang lain
g) Berusaha mencintai orang lain dengan tulus tanpa meminta imbalan.

Kesimpulannya, setiap shalat kita mendo’a menjadi orang sholih.Kesholihan


dapat kita raih bukan hanya denga do’a, tapi dengan melatih diri untuk
mencapainya.Secara garis besar ada tiga tanda kesholihan, yaitu sholihul aqidah
(mempunyai keimanan yang laurus dan kokoh), shalihul ibadah (rajin dan benar
dalam beribadah), dan akhlaqul karimah (berakhlak mulia).
e. Al-muhsinun
Makna muhsinin identik dengan dermawan tanpa identitas yang selalu kita sebut
dengan “hamba Allah”.Sementara kalau kita telusuri arti umum muhsinin itu
maknanya adalah orang-orang baik.Muhsinin adalah kata jama’ dari kata muhsin,
yang asal katanya adalah ahsana -yuhsinu – ihsana, yang maknanya, berbuat baik
– kebaikan.Jadi makna muhsinin adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.
Jika kita perhatikan isi al-Quran dengan cermat, ternyata kita akan menemukan
lebih dari 25 kali al-Quran menyebut kata muhsinin itu tersebar di dalam 14 surat,
mulai pada ayat 58 surat al-Baqarah dan ditutup pada ayat 44 surat Al-Mursalat.
Dari sekian jumlah ayat-ayat yang menyebut muhsinin itu, dapat di kelompokkan
ke dalam empat kesimpulan: Pertama, ciri-ciri muhsinin. Kedua, contoh-contoh
muhsinin.Ketiga, sikap Allah terhadap muhsinin dan keempat, janjiAllah kepada
muhsinin.

 Ciri-ciri Muhsinin
1. Muhsinin, adalah orang-orang yang bertaqwa, yang senantiasa menginfaqkan
hartanya di jalan Allah, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan
sempit, bahkan menyisihkan khusus dari hartanya untuk orang yang meminta-
minta dan tak berpunya.
2. Dapat menahan amarah serta senantiasa memaafkan kesalahan orang lain.
Tetap dalam kesabaran di dalam menghadapi semua keadaan, baik dalam keadaan
susah maupun dalam keadaan senang dan bersungguh-sungguh di dalam
melaksanakan perintah Allah SWT.
3. Senantiasa menegakkan shalat, khususnya shalat malam, hingga mereka hanya
tidur sedikit. Senantiasa ingat kepada Allah, khususnya bila tergelincir melakukan
dosa, segera mereka meminta ampun kepada Allah dan berjanji tidak akan
mengulanginya. Ayat-ayat al-Quran adalah pedoman dan penyejuk bagi
mereka.Keyakinan yang kokoh tentang kehidupan akhirat.

 Sikap Allah kepada Muhsinin


Ada empat ayat yang menyatakan Allah SWT mencintai muhsinin, di mana para
muhsinin itu bersungguh-sungguh dalam ketakwaannya dalam dalam
menginfakkan harta mereka di jalan Allah.Oleh karena kecintaannya kepada
muhsinin, Allah senantiasa bersama mereka. Rahmat Allah sangat dekat kepada
muhsinin, dan Allah berjanji tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.

 Janji Allah
Allah berjanji akan membalas dengan kebaikan di dunia dan kebahagiaan di
akhirat untuk para muhsinin itu. Empat kali Allah berulang-ulang menyatakan
tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Untuk itu, Allah memerintahkan
kesabaran, seperti yang tertera di dalan surat Hud ayat 115.Seperti disebutkan
Allah dalam surat al-Maidah ayat 85, balasan untuk muhsinin itu adalah surga
yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal abadi di situ.

 Jenjang Muhsinin
Setiap muslim dituntut untuk menjadi muhsinin dan untuk mencapai tingkat
muhsinin itu, diperlukan ilmu yang secukupnya dalam memahami Islam.
Khususnya isi al-Quran. Lalu dengan dasar iman mengamalkan ajaran-ajaran
Islam itu, bukan sekedar karena adat dan kebiasaan, dan semua amal itu
diusahakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, yaitu dengan cara ihsan. Dan
ketika Rasulullah Saw ditanya tentang ihsan beliau menjawab, ihsan ialah engkau
menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan bila engkau tak melihat-Nya,
maka yakinlah sesungguhnya Dia melihatmu.

f. Al-muhtadun
Istilah Al-muhtadun diartikan sebagai orang yang mendapat petunjuk. Artinya
seseorang yang semula di dalam kesesatan dalam proses perjalanannya berubah
menjadi orang baik dan selalu berada pada jalan yang benar.
g. As-Shodiqun
As-shodiqun adalah ulama yang oleh Allah dikuatkan dengan karamat yang
dzahir sebagaimana para Rasul yang dikuatkan oleh Allah dengan mu’jizat.
Shiddiq (bentuk tunggal dari shiddiqun) adalah orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya karena perkataan yang disampaikan Rasul, bukan karena dalil
cahaya keimanan yang ada dalam hati yang mencegahnya untuk meragukan
perkataan Rasul.Tidak ada kedudukan di antara kenabian yang membawa syariat
dan shiddiqah. Barangsiapa yang menapaki jejak Shiddiqun, berarti ia menapaki
kenabian. Barangsiapa mengaku mendapatkan kenabian dengan membawa syariat
setelah Nabi Muhammad Saw., maka ia telah berdusta dan kafir terhadap apa
yang dibawa oleh orang jujur yaitu Rasulullah Saw.
h. Al-mukhbitun
Al-mukhbitun adalah orang-orang yang runduk dan patuh. Allah menganugerahi
mereka ketundukan dan kepatuhan yakni ketenangan. maksudnya agar ia lega,
tunduk, dan tenang di bumi ini Al-Mukhbitun adalah hamba-hamba Allah yang
merasa tenang karena Allah, hati mereka merasa tenteram, mempercayai Allah,
merendahkan diri di hadapan Yang Maha Meninggikan Derajat dan tunduk
kepada kemuliaan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang diberi kabar gembira
oleh Allah melalui Nabi-Nya, Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang tunduk patuh kepada Allah. Yaitu orang-orang yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang
menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang, dan orang-orang
yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada mereka.
 Inilah sifat-sifat al-Mukhbitun.
Ada empat ciri dari kelompok “Mukhbitin” ini, yaitu:
1. hatinya merespon perintah Allah.Dia memiliki keinginan kuat untuk
melakukan perintah Allah.Dia pun selalu berusaha untuk menjauhi apa yang
dilarang Allah. Inilah yang dimaksud “bergetar hatinya saat mendengar nama
Allah.”Dia memiliki ketenangan hati saat melakukan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
2. dia memiliki ketahanan yang tinggi: tahan uji, sabar, ikhlas, tidak mudah
menyerah. Ketahuilah bahwa ujian adalah bentuk cinta Allah kepada hamba-Nya
karena Allah sangat mencintai rintihan doa dari orang-orang Mukmin. Sehingga
kita harus istiqamah dalam kesabaran.Bahkan sakit bagi seorang mukmin adalah
menjadi pengurang dosa
3. menegakkan shalat dengan sebaik-baiknya, seperti istiqamah shalat di awal
waktu, khusyu dlm shalat.
5. terbiasa berinfak dan memberi.Dia menjdikan infak sebagai lifestyle dan
kebutuhan hidupnya.
i. Zalimun li Nafsihi
Zalimun li Nafsihi yakni orang –orang yang mendholimi dirinya sendiri.
Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang
lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-
orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang
dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah
orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan.
Dalam menerima Al Qur’an yang merupakan firman Nya , umat Nabi
Muhammad terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Zalimun linafsihi ( mereka yang mendzalimi diri sendiri ) adalah orang-orang
yang lebih banyak berbuat kesalahan daripada kebaikannya .
2. Muqtasid ( mereka yang pertengahan ) adalah terdiri atas orang-orang yang
kebaikannya sama dengan keburukan yang di lakukannya.
3. Sabiqun bilkhairat ( mereka yang lebih dahulu berbuat kebaikan )adalah terdiri
atas orang-orang yang kebaikannya sangat banyak dan sangat jarang berbuat
kesalahan. Orang-orang yang termasuk golongan ketiga ini merupakan golongan
yang mendapat karunia yang terbesar,selain itu juga mereka termasuk orang-
orang yang beruntung karena menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup dan
menjalankan apa yang di perintahkannya.Mereka melakukan perbuatannta dengan
ikhlas karena Allah.Kelak Allah akan membalas segala perbuatannya.

j. Ulil Albab
Yang dimaksud ulul albab disini yakni, tidak ada yang memanfaatkan pelajaran
dan peringatan kecuali hanya orang yang mempunyai pemahaman dan akal,
dengan melaluinya ia dapat memahami khitab (perintah) Allah swt.
k. Ulul Abshor
Ulul abshar adalah seseorang yang mempunyai akal sehat yang sempurna yang
selalu mengingat Allah dan bersyukur kepada-Nya.
l. Ulin Nuha
Ulin nuha adalah seseorang yang selalu memikirkan tentang kebesaran Allah
yaitu dengan cara mengetahui sifat-sifat Allah serta melaksanakan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan menjauhi apa yang di larang-Nya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber
hukum dalam Islam
2. Ada beberapa sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam islam yaitu Al-
Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ para Ulama, Akal sehat manusia, dan fitrah kehidupan
3. Ada 4 tigkatan dalam aqidah islam yaitu, taklid, ilmul yakin, ‘ainul yakin, dan
haqqul yakin.
4. Ada 8 klasifikasi manusia menurut islam yaitu,
5. Ada 12 klasifikasi manusia menurut Al-quran yaitu, al-mukminun, al-
muslimun, al-muttaqun, as-sholihun, al-muhsinun, al-muhtadun, as-shodiqun, al-
mukhbitun, zalimun li nafsihi, ulil albab, ulul abshor, dan ulin nuha.

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran atau masukan demi untuk penyempurnaan
makalah kami dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai