Anda di halaman 1dari 6

Identitas buku

Judul : Transformasi Nilai Tauhid Menguhah dan Mengunah Kehidupam

Pengarang : Dr. Mursidin, M.Pd.

Penerbit :Tunas Mandiri 2006

Buku ini ditulis oleh Dr. Murdin, M. Pd pada tahun 2020. Buku ini lebih mendekatkan para
pembaca pada pemahaman yang mendasar bahwa tauhid bukanlah ilmu “alam sana”, tetapi ilmu
terapan yang bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, meski derivasinya lebih terlihat pada
Syari ‟ at atau Akhlak. Kenapa banyak insan kehilangan Allah? Sibuk mencari Tuhan. bimbang
menggapai al-Khalik. Padahal Allah ada dimana-mana. Bahkan Allah lebih dekat daripada urat
leher sendiri dan Allah tidak pernah meninggalkan mahluknya walau satu detikpun. Perkataan
aqidah, tauhid atau iman, begitu akrab, familiar dan populer di kalangan umat Islam. Ketiga istilah
ini, seakan-akan sudah menjadi hiasan bibir dan polesan ucapan yang biasa terungkapkan dalam
perkataan yang spontan dan otomatis. Nampaknya pengucapan ketiga istilah ini, semudah
melapalkan kata makan, minum, tidur, pergi, uang, hati syahadat, shalat, zakat, puasa, haji dan
seterusnya. Namun pemahaman dan pemaknaan secara teologis, konseptual, metodologis, dan
praksis masih mengalami permasalahan yang fundamental dan krusial.
BAB 1
Pengertian aqidah :
Aqidah sepadan juga dengan pengertian tauhid dan sering juga dimaknai dengan iman.
Pembahasan aqidah secara teologis acapkali kaya dengan konsep yang abstrak, teori yang beragam
dan metodologi yang tidak applicable. beberapa istilah yang acapkali dipersamakan maknanya
dengan pengertian dasar tentang aqidah, seperti:
1. Ilmu Aqa‟id
2. Aqaidul Islam
3. At-Tauhid
4. Asy-Syari‟ah
5. Al-Iman
6. Ilmu Kalam
7. Ilmu Ushuluddin
8. Ilmu Hakiki
9. Ilmu Makrifat
Pengertian Aqidah secara etimologis bila diambil dari kata kerja “ Aqodahu, Yaqidahu, Aqdan ”
bisa berarti ikatan sumpah seperti kata Uqdatun Nikah (ikatan nikah). Lawan kata darinya al-Hallu
(penguraian atau pelepasan).
Pengertian iman
Unttuk meyakini bahwa aqidah memiliki irisan dan integrasi makna dengan iman, maka
perhatikan pula apa yang dimaksud dengan keimanan: Iman adalah sebuah keyakinan akan Allah
sebagai pencipta, pemilik dan pengatur segala kehidupan mahluk. Allah menciptakan mahluk dari
sesuatu yang sama sekali tidak ada bahan dan asalnya, yang disebut Badi‟u dan Allah menciptakan
mahluk (termasuk diri kita) dari sesuatu yang ada asal, bahan dan sebab akibatnya, yang disebut
Khalaqa. Keimanan kepada Allah, harus dijalankan secara utuh, integral dan menyeluruh, yakni
berpadunya antara keyakinan hati dengan ucapan dan tindakan. Seseorang yang beriman dipastikan
hatinya teguh, ucapannya teduh dan perilakunya puguh. Sebab segala yang diucapkan dan
dilakukan adalah manifestasi keimanannya. Sebagaimana aqidah, imanpun memiliki dimensi yang
luas dan dalam sehingga pemahaman iman harus dibongkar dari jenis-jenis iman agar memberi
warna pemahaman yang bersifat general, Khoer Affandi (2008:253) menjelaskan beberapa jenis
iman sebagai berikut:
a. Iman Lughatan : yakni iman secara bahasa, yaitu unsur-unsur keper- cayaan.
b. Iman „Aqidatan: mengesakan yang diibadati (Allah) disertai keyakinan terhadap ke-Esa-an Zat,
Sifat dan Perbuatan-Nya.
c. Iman Syahadatan: iman yang harus diikrarkan dengan memenuhi syarat ma ‟ rifat dan tashdiq
(pembenaran), yaitu iddi ‟ an (meyakini dan membenarkan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh
manusia dan Muhammad utusan-Nya), qabul, yaitu menerima dan menjalankan
semua ajaran Nabi Muhammad.
Lebih lanjut Khoer Affandi menjelaskan bahwa dalam dunia tasawuf
dikenal adanya tiga tingkatan iman yang sudah benar-benar mendalam serta mendasar, sehingga
keimanan dalam tingkatan ini sudah menduduki maqom tertentu secara istiqomah, yakni:
a. Iman „ilm al-yakin : seseorang yang meyakini sifat „ilm, sama‟ dan bashar yang dimiliki
Allah. Ia telah memiliki keyakinan hati bahwa Allah selalu bersamanya. Hatinya tidak luput dari
perasaan keya- kinan dilihat, didengar dan diperhatikan Allah. Ia selalu merasakan Allah hadir
dalam setiap desah, deru dan debur kehidupannya, sekalipun ia berbaur dengan keramaian,
kehirukpikukan dan kege- merlapan lampu kehidupan metropolitan, tetapi hatinya tidak pernah
lalai, lengah dan lemah. Orang yang berada istiqomah dalam pencapai maqam ini disebut
muraqabah.
b. Iman haqqul yakin: seseorang yang meyakini sifat qudrah dan iradah Allah. Apa yang dilihat,
didengar dan dirasakannya selalu menjadi jembatan emas untuk melakukan muhadharah dan
musyahadah kepada Allah. Ia melihat mahluk lain tetapi hatinya memikirkan, menyadari serta
meresapkan Sang Pencipta mahluk. Orang yang telah mencapai
maqam ini telah meraih maqam musyahadah.
c. Iman „ain al-yakin: seseorang yang meyakini sifat hayat Allah. Ia
memiliki perasaan bahwa yang ada dan hidup hanyalah Allah. Ia tidak sempat memilikirkan
mahluk lain, karena hatinya terhalang oleh pekerjaan hatinya yang senantiasa mengingat dan
merenungkan Allah semata. Orang yang telah mencapai maqam ini disebut wali majdub.
Pengertian Tauhid
Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah dengan satu- satunya yang diibadati. Tidak
ada yang berhak diibadati selain Allah. Karenanya satu-satunya dosa yang tidak bisa diampuni
adalah pelanggaran terhadap tauhid, yakni musyrik kepada Allah. Karenanya pasti tidak ada satu
perintah atau laranganpun dalam ajaran Islam yang bisa terlepas atau terhindar dari tauhid, karena
tauhid adalah inti dan esensi Islam. Jantung hatinya Islam dan ruh kehidupan Islam yang hakiki.
Menurut Hasan Hanafi, (2001:206) terdapat beberapa pendekatan penafsiran yang dapat dijadikan
rujukan dalam membongkar, mengguar, dan memapar makna-makna mendasar dan mengakar
tentang Aqidah, Iman dan Tauhid:
a. Penafsiran Filologis, penafsiran terhadap teks berdasarkan bahasa, pemunculan maknanya
didasarkan oleh pendekatan ilmu linguistik seperti filologi, fonetik, sintaksis, semiologi, gaya
bahasa, retorika dan sebagainya. Bahasa lebih merupakan bentuk pikiran sementara makna adalah
isinya. Bahasa adalah rumah dari wujud, bukan ruang hampa. Bahasa merupakan alat untuk
memahami makna dan mene-mukan realitas. Pembentukan kata atau bahasa bersifat mutlak,
arbitrer asalkan memiliki sumber dan maknanya.
b. Penafsiran Historis, penafsiran yang didasarkan pada realitas asli dimana peristiwa itu terjadi.
Perkembangan aqidah, tauhid atau keimanan memiliki bentang panjang sejarah yang dibawakan
oleh para utusan Allah yang disempurnakan secara terus menerus hingga mendapat finalisasi pada
masa utusan nabi dan rasul terakhir, Muhammad SAW dan semua yang menyangkut aqidah,
keimanan dan tauhid telah berakhir sempurna.
c. Penafsiran Hukum, penafsiran yang didasarkan pada kaidah benar atau salah, hak atau batil
terhadap sistem keyakinan yang dijalani. Kaidah penafsiran hukum biasanya berdasarkan teks
wahyu, karena inti dari wakyu adalah hukum. Aqidah, keimanan atau tauhid merupakan hukum
dasar yang menjadi landasan pijak bagi hukum- hukum Islam berikutnya, seperti syari‟at maupun
akhlak. Kebenaran syari ‟ at dan ketepatan berakhlak akan sangat ditentukan oleh kebenaran
penafsiran dan pemahaman aqidah/tauhid. Bila aqidah atau tauhid ditafsirsalahkan atau salah dalam
penafsiran maknanya, maka segala hukum yang lainnya pasti salah.
pemahaman tentang aqidah atau tauhid bukan sekedar makna luar, arti- fisial, dekoratif tetapi jauh
menjangkau aspek yang tidak nampak keper- mukaan dan kepermulaan, tetapi lebih bersifat
esensial dan subtansial. Kekuatan tauhid atau aqidah kini terkesan mengalami degradasi dan
dikotomi dengan syari ‟ ah dan akhlak, sehingga nampak berbagai perilaku yang menunjukkan
kontra-produktif satu dengan yang lain. Misalnya seorang yang taat shalat (syariah), tetapi tidak
signifikan terhadap kemu- liaan akhlak dan sekaligus kekokohan aqidahnya.
BAB 2
Tauhid inti ajaran islam
Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan. Pengenalan tentang Tuhan perpusat pada
pentauhidan-Nya. Pentauhidan kepada Tuhan hanya- lah pada apa yang disebut Allah, yang tiadak
ilah selain Allah, Yang Maha Suci dari segala sifat-sifat kemahlukan. Tak ada yang bisa disetarakan,
disemisalkan, apalagi diserupakan dengan-Nya. Allah benar-benar tidak membutuhkan ruang dan
waktu. Dan jika ada yang meyakini sebuah konsepsi Tuhan membutuhkan kehadiran mahluk, maka
itu pasti sebuah keyakinan yang keliru. Manusia secara hakiki dan esensi tidak bisa melepaskan
dirinya dari eksistensi Tuhan. Terlepas dari ada atau tidak adanya kesadaran untuk mengakui
kebenaran eksistensial itu. Karena diakui atau ditolak Allah sudah diakui manusia sejak alam
konsepsi melalui IKRAR PRIMORDIAL, yakni ikrar yang dilakukan manusia sejak dalam alam
konsepsi (QS. Al- „ Araf [7]:172), ” Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terha- dap jiwa mereka (seraya
berfirman), “ Bukankah Aku ini Tuhanmu? ” , mereka menjawab, “ Betul, Engkau Tuhan kami,
kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan,
“Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Tauhid Kesatuan Total
Islam memiliki lapisan kedalam ajaran yang begitu dahsyat. Ia tidak hanya berbicara pada apa
yang bisa dilihat, dipikirkan, dirasakan tetapi diyakini oleh keimanan yang dalam. Islam
sama-sekali tidak memisahkan inti ajarannya dalam sebuah episode yang pragmental atau parsial.
Karena Islam hanya berbicara satu keyakinan yakni Pentauhidan atau peng-Esa-an Allah dalam
segala zaman dan keadaan tanpa kompromi. Sedangkan pemilahan adanya dimensi ajaran yang
bersifat Aqidah, Syari ‟ ah dan Akhlak hanyalah ada dalam penyebutan, sebab hakekatnya sama
seperti es dan air, es adalah air dan air adalah es, itu-itu jugakan.
Untuk mencapai makrifat harus berdiri tegak di atas syariat dan tarekat yang benar, tentu saja
agar mencapai yang hakiki, tidak bias, seperti merasa dekat dengan Allah padahal masuk pada
perangkap syetan. Jika begini pasti ada yang salah. Hakekat mengintegrasikan bermacam ilmu,
sehingga menjadi landasan yang kuat untuk mencapai pengetahuan, yakni makrifat. Untuk sampai
bermakrifat orang harus:
a. Mengerti ciptaan Allah, seperti riset pakar sains yang sampai pada simpulan, “ tidak semua
diciptakan dengan sia-sia”. Aku berlin- dung dengan maaf-Mu dari hukum-Mu. Itulah akal baik
mak- rifatnya kepada Allah.
b. Lalu menuju pemahaman sifat-sifat Allah, Aku berlindung dengan ridho-Mu dari murka-Mu.
Itulah akal baik taatnya kepada Allah.
c. Memikirkan zat Allah. Aku berlindung dengan-Mu terhadap-Mu. Itulah bekerjanya akal baik
sabarnya pada Allah.
Ketiga makrifat ini, bila dijalankan dengan baik dan benar akan
mengantar seseorang mencapai maqom Yakin. Yakin atas kebenaran yang Hak dan yakin hanya
adanya satu kebenaran Tunggal yang berasal dari Zat Yang Maha Luhur. Mengerti ciptaan Allah
saja sudah sangat cukup bagi orang yang berpikir untuk bermakrifat kepada Allah, dekat
dengan-Nya, bersama-Nya dan senantiasa dalam naungan-Nya. Terlebih bila ber- makrifat dengan
sifat-sifat Allah yang Maha Sempurna. Sempurna dalam sifat ar-Rahman, Yang Maha Pengasih,
dengan limpahan kasih sayang yang tidak terbatas bagi semua mahluk-Nya.
BAB 3
Fitrah Bertauhid
Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan. Pengenalan tentang Tuhan perpusat pada
pentauhidan-Nya. Pentauhidan kepada Tuhan hanya- lah pada apa yang disebut Allah, yang tiadak
ilah selain Allah, Yang Maha Suci dari segala sifat-sifat kemahlukan. Tak ada yang bisa disetarakan,
disemisalkan, apalagi diserupakan dengan-Nya. Allah benar-benar tidak membutuhkan ruang dan
waktu. Dan jika ada yang meyakini sebuah konsepsi Tuhan membutuhkan kehadiran mahluk, maka
itu pasti sebuah keyakinan yang keliru.
Penerimaan total atas tauhid sebagai konsep abstrak membutuhkan pembuktian dan pembaktian
yang nyata dalam bentuk perilaku terukur, teramati dan terlihat secara nyata. Syari‟at pasti terlahir
dari keniscayaan pembuktian konsep abstrak tauhid yang harus ternyatakan secara aktual dan
dibangun secara berkelanjutan, agar keyakinan tauhid tetap terpelihara, utuh dan tidak tercemari
virus-virus kemusyrikan.
Syari‟at merupakan bentuk lanjutan tatanan mewujudkan tauhid dan buahnya berupa Akhlak,
yakni perbuatan perwujudan dari nilai aqidah/tauhid yang dilatih dalam bentuk peribadatan syariah.
Jadi aqidah, syariah dan akhlak adalah saudara kembar tiga yang terlahir dari induk yang sama
yaitu Tauhid itu sendiri.
Tauhid Kesatuan Total
Islam memiliki lapisan kedalam ajaran yang begitu dahsyat. Ia tidak hanya berbicara pada apa
yang bisa dilihat, dipikirkan, dirasakan tetapi diyakini oleh keimanan yang dalam. Islam
sama-sekali tidak memisahkan inti ajarannya dalam sebuah episode yang pragmental atau parsial.
Karena Islam hanya berbicara satu keyakinan yakni Pentauhidan atau peng-Esa-an Allah dalam
segala zaman dan keadaan tanpa kompromi. Sedangkan pemilahan adanya dimensi ajaran yang
bersifat Aqidah, Syari ‟ ah dan Akhlak hanyalah ada dalam penyebutan, sebab hakekatnya sama
seperti es dan air, es adalah air dan air adalah es, itu-itu jugakan. Sayid Sabiq (2006: 15) ketika
menguraikan tentang aqidah dan syari‟at menegaskan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan secara
subtansi dan esensi, sebab keduanya seperti buah dengan pohonnya, musabab dengan sebabnya,
natijah (hasil) dengan mukaddimah (proses pendahuluannya) yang senantiasa menyatu dan
menyatukan yang satu untuk tetap satukesatuan utuh.
Penyatuan aqidah, syariah dan sekaligus Akhlak terjadi pada semua ajaran Islam, shalat
misalnya. Ketika shalat diyatakan konsep keyakinan inti atau aqidah utama yang bisa membedakan
antara kafir dengan muslim, maka secara otomatis dibutuhkan syariah (shalat) sebagai tata aturan
pokok untuk menjalankan sistem shalat agar meng-aqidah. Padahal sejatinya tujuan shalat adalah
untuk membuat pelakunya samakin berakhlak, yakni mampu mencegah perbuatan pahsya dan
munkar (khianat, dosa, dan dholim terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain),
“...Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar...”(QS. Al-Ankabut [29]:45)
dan dalam tahapan tertentu sekaligus mampu mewujudkan kualitas umat terbaik, “Kamu semua
adalah sebaik- baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kebaikan dan mencegah
kemunkaran dan beriman kepada Allah”(QS. Ali Imran [3]:110).
Ketika aqidah, syariah dan akhlak dinyatakan sebagai satu kesatuan utuh, aqidah sebagai akar,
syariah sebagai batang dan akhlak sebagai daun- nya, yang bisa menghasilkan buah, maka
ketiganya saling menghidupkan dan sekaligus saling mematikan. Demikian pula dengan datangnya
penyakit pada pohon bisa berasal dari akar, batang maupun daun. Datangnya penyakit untuk
menjadi seorang muslim kaffahpun bisa berasal dari aqidah dengan syirik, pada syariah berupa bid‟
ah dan untuk akhlak semisal perbuatan fitnah, iri, dengki, hasud dan seterusnya.
Diskursus Islam sebagai agama kehidupan yang dideklarasikan sebagai rahmatan lil ‟alamiin,
tegas memiliki keluasan dan kedalaman ajaran yang bukan saja sesuai kebutuhan tetapi melampaui
yang diharapkan dalam kehidupan. Islam berbicara bukan saja tentang alam dunia (hari ini), tetapi
juga berbicara tentang kehidupan dan paska kehidupan di dunia (surga dan neraka).Hakekat
mengintegrasikan bermacam ilmu, sehingga menjadi landasan yang kuat untuk mencapai
pengetahuan, yakni makrifat. Untuk sampai bermakrifat orang harus:
a. Mengerti ciptaan Allah, seperti riset pakar sains yang sampai pada simpulan, “ tidak semua
diciptakan dengan sia-sia”. Aku berlin- dung dengan maaf-Mu dari hukum-Mu. Itulah akal baik
mak- rifatnya kepada Allah.
b. Lalu menuju pemahaman sifat-sifat Allah, Aku berlindung dengan ridho-Mu dari murka-Mu.
Itulah akal baik taatnya kepada Allah.
c. Memikirkan zat Allah. Aku berlindung dengan-Mu terhadap-Mu. Itulah bekerjanya akal baik
sabarnya pada Allah.
Ketiga makrifat ini, bila dijalankan dengan baik dan benar akan
mengantar seseorang mencapai maqom Yakin. Yakin atas kebenaran yang Hak dan yakin hanya
adanya satu kebenaran Tunggal yang berasal dari Zat Yang Maha Luhur. Mengerti ciptaan Allah
saja sudah sangat cukup bagi orang yang berpikir untuk bermakrifat kepada Allah, dekat
dengan-Nya, bersama-Nya dan senantiasa dalam naungan-Nya. Terlebih bila ber- makrifat dengan
sifat-sifat Allah yang Maha Sempurna. Sempurna dalam sifat ar-Rahman, Yang Maha Pengasih,
dengan limpahan kasih sayang yang tidak terbatas bagi semua mahluk-Nya.

Anda mungkin juga menyukai