Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh
ajaran Islam bermuara pada tiga hal ini. Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya
merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. Ketiga unsur tersebut dapat
dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan
pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Qur’an dan as
Sunnah telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya
bermunculan aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bid’ah. Selain itu, kasus-kasus
kriminalitas yang semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu
cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku
umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang
membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut
agar kita tidak tersesat dan tetap berada di jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga
unsur tersebut yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan
mengambil esensi dari ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk
agar selamat di dunia dan di akhirat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Aqidah, Syariah dan Akhlak?
2. Apa Itu Agama Islam ?
3. Bagaimana perkembangan Ilmu – ilmu keislaman?
4. Apa yang disebut filsafat, tasawuf dan pembaruan dalam Islam?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian Aqidah, Syariah dan Akhlak.
2) Untuk lebih mendalami Agama Islam dan ilmu – ilmu keislaman.
3) Untuk mengetahui hubungan filsafat dan tasawuf serta pembaharuan dalam
islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aqidah, Syariah dan Akhlak
A. Aqidah
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (bahasa Arab) aqidah berasal dari
kata al-'aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan),
dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat, at-tamaasuk
(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-
yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan). "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata
dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: "
‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan "
‘Uqdatun Nikah. Allah ta’ala berfirman :

Artinya : “ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang


tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu,
ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah
kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan
jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-
Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)” (Al-Maa-idah : 89)

2
Sedang secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan
tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah
adalah kepercayaan yang menghujan atau tersimpul di dalam hati. Sedangkan
menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak
tercampur oleh keraguan.
Adapun aqidah menurut para ahli seperti berikut :
a) M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk
jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.
b) Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama
dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan
yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh
keragu-raguan. Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan
prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan
melebihinya.
c) Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya
hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan
kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Aqidah dalam agama
islam adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-
malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan
buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip
Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma'(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i
(pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut
Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.
Upaya Memperkokoh Aqidah
Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan
kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun

3
ini sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk
mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang
Allah SWT.
Fungsi Aqidah
Sebagai hal yang sangat fundamental bagi seseorang, aqidah oleh karenanya
disebut sebagai titik tolak dan sekaligus merupakan tujuan hidup. Atas dasar itu
maka aqidah memiliki peran yang sangat penting di dalam memunculkan
semangat peningkatan kualitas hidup seseorang. Fungsi tersebut antara lain:
1. Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.
2. Akidah Dapat Menumbuhkan Kedisiplinan.
3. Aqidah Berpengaruh Dalam Peningkatan Etos Kerja.

B. Syariah
Syariah ialah apa-apa yang disyariatkan atau dimestikan oleh agama atau
lainya itu bagi seseorang untuk dilaksanakan ,berupa peraturan-peraturan dan
hukum-hukum sebagai manifestasi atau konsekuensi dari akidah yang dianut.
Demikian arti syariah secara umum. Apa pula yang dikatakan syariah islam?
Syariat islam adalah apa-apa yang disyariatkan Allah terhadap semua hamba-Nya,
berupa sunnah atau peraturan-peraturan dan hukum-hukum untuk dilaksanakan
dan diamalkan debagai perwujudan, manifestasi dan konsekuensi dari akidah yang
dianut,yaitu akidah islam yang sebenarnya menurut peraturan, tidak sah
pemakaian syariah itu kepada yang bukan peraturan Islam, karena kata syariah itu
hanya terdapat dalam islam yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri. Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum
dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari
syariah itu sendiri.

4
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan
diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah (dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah.
Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan
lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis
besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqih. Dalam
menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan:
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24:51, 4:59) menjauhi
bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram
(7:33, 156-157), maka : Tinggalkan yang subhat (meragukan). Ikuti yang
wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele.
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan
menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan.
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syari’ah
(3:103, 8:46). Syari’ah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh
(jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar.
Perbedaan Syari’ah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syari’ah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu
Fiqh memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam
syari’ah. Keduanya ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan
diantara keduanya. Berikut ulasannya, Syari’ah terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

5
2. Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya
(binatang dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’
dan secara istilah adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syari’ah yang
berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf dan mengkaji secara
mendalam ilmu Syari’ah yang terdiri dari ibadah, baik yang bersifat mahdhah
maupun ghairmahdhah.
Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum
Islam, makna Syari'ah adalah Aturan yang bersumber dari nash yang qat'i.
Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni.
Fungsi Syariah
Syari’ah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka
mendapatkan ridha Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia juga memiliki “tujuan” yang sangat
mulia.
Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan
hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak
ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia
diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “...Maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat menghormati dan
menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mu’min
tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk
menyampaikan kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa
maka akan terkesan seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal
bagaimana mungkin kita butuh keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja
tidak butuh dengan keislaman seseorang.
Yang kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi
keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat,
contohnya hukum “qishash”. Di dalam Islam dikenal ada “tiga” macam
pembunuhan, yakni pembunuhan yang “disengaja”, pembunuhan yang “tidak
disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya dilihat dari sisi

6
kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti
suatu pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang
terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati
atau membayar “Diyat”(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda
dengan kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang “seperti disengaja”,
di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat” (denda)
sebelum qishash. Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan
perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah SWT: “Dan dalam
qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179).
Yang ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi
keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina
ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina
muhshon (suami/istri, duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : “Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (An Nuur, 24:2). Ditetapkannya
hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan.
Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan
siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa
akan semrawutnya kehidupan ini.
Yang keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini
sangat menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw
menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal),
maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan
benar mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa
menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas
dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi

7
lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum
Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan
akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu
kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal
tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan
baik dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat
mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang
membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk
memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan
segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman atau apa pun yang dihisap misalnya,
yang dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang diharamkan oleh Islam
adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas minuman air anggur
yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar adalah,
“setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan” (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90
Allah SWT menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maa-
idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk,
berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan,
karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Yang kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang
jelas untuk bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya
dengan menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah, 5:38). Juga peringatan keras
sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan harta milik orang
lain dengan zalim, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka

8
akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa,
4:10).
Yang keenam, “melindungi kehormatan seseorang”. Termasuk melindungi
nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan
fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu
betapa luar biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk
atau “Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan
kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman: “Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya.
Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. An Nuur, 24:4). Juga dalam
firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia
dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan
larangan keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan
menggunjing terhadap sesama mu’min (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan
bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan”. Allah SWT berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al
Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, “melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara”.
Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan
“kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam “dengan
cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib
atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-
idah, 5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim,

9
Nabi Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang
sah maka penggallah lehernya”.

C. Akhlak
Kata akhlak berasal dari kata akhlaaqun, jamak taksir dari kata khuluqun yang
berarti perangai atau kesopanan. Menurut istilah Akhlak adalah perbuatan
manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya.
Imam Al-Ghazali mengatakan : Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa(manusia ), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang
dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan(lebih lama). Maka jika sifat
tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan
norma agama, dinamakan akhlaq yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan
tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya
adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq
berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq
(pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan
prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika
tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari
pengertian etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau norma
prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur
hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-
Akhlak Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan

10
tingkah laku yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as
Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara
menurut Imam Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh
oleh seseorang sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari
penciptaan dirinya.
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan
akhlakul al-madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga
dapat terbagi menjadi dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu
Allah SWT dan akhlaq terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan
Allah, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq
terhadap manusia terdiri dari akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri
sendiri, akhlaq terhadap keluarga, terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan
hubungan antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda
mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna.
Ajaran tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut
Hadis Nabi yaitu Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
Jenis-jenis akhlaq
Ulama Ahklaq menyatakan bahwa akhlaq yang baik merupakan sifat para Nabi
dan orang-orang Shiddiq ,sedangkan akhlaq yang buruk merupakan sifat
syaitandan orang-orang yang tercela. Maka pada dasarnya ,akhlaq itu menjadi
dua macam jenis:
1. Akhlaq baik atau terpuji yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan ,sesame
manusia dan makhluk-makhluk lain;
2. Akhlaq buruk atau tercela yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan ,sesama
manusia dan makhluk-makhluk lain.
Sumber Akhlaq

11
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau
mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah
Al-Qur’an dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan masyarakat
sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk
dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau
tercela, semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an dan as Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai
baik?tidak lain karena syara’ menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain karena Syara’ menilainya demikian.
hidup

2.2. Agama Islam dan Ilmu – ilmu keislaman


A. Agama Islam
Islam adalah sebuah agama yang berpusat terutama di sekitar Al-Qur'an,
sebuah teks agama yang diimani oleh umat Muslim sebagai kitab suci (kitābullāh)
dan firman langsung dari Tuhan (muslim menyebutnya sebagai Allāh) seperti
yang diwahyukan kepada Muhammad, nabi Islam yang utama dan terakhir. Pada
2020, Islam diperkirakan dianut oleh 1,9 miliar orang di seluruh dunia sehingga
menjadi agama terbesar kedua setelah Kekristenan.
Muslim percaya bahwa Islam adalah versi lengkap dan universal dari
iman primordial yang diturunkan berkali-kali melalui nabi-nabi sebelumnya
seperti Adam, Ibrahim, Musa, dan Isa (Yesus).[7] Wahyu sebelumnya ini dikaitkan
dengan Yudaisme dan Kristen, yang dianggap dalam Islam sebagai agama
pendahulu spiritual.[8] Mereka juga menganggap Al-Qur'an, ketika disimpan
dalam bahasa Arab Klasik, sebagai wahyu Tuhan yang tidak berubah dan terakhir
bagi umat manusia. Seperti agama Abrahamik lainnya, Islam juga mengajarkan
tentang Penghakiman Terakhir, di mana orang yang saleh akan dimasukkan
ke surga (Jannah) dan orang yang jahat akan dihukum di neraka (Jahannam).

12
Konsep dan praktik keagamaan termasuk Rukun Islam —dianggap sebagai
ibadah wajib— dan mengikuti hukum Islam (syarīʿah), yang menyentuh hampir
setiap aspek kehidupan, dari perbankan dan keuangan dan kesejahteraan hingga
peran perempuan dan lingkungan. Kota Makkah, Madinah, dan Yerusalem adalah
rumah bagi tiga situs paling suci dalam Islam, dalam urutan menurun: Masjidil
Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa, masing-masing.

"Islam" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata benda infinitif kuadri-
literal (maṣdar rubā‘ī). Bentuk kata kerja sempurna aktif triliteralnya (fi‘l māḍi
ṡulaṡī mabnī ma‘lūm) adalah salima (‫سلم‬, "selamat"). Arti semantik dari bentuk
kuadri-literalnya ini adalah tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah
diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan,
menyampaikan (addā), atau masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau
kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām).[12] Semua istilah yang
seakar kata dengan “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan,
kedamaian, dan kemurnian.
Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan
terhadap perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap
ketentuan dan hukum-hukum-Nya. Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada
Tuhan bukanlah sebutan untuk paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari
rasa berat hati dalam mengikuti ajaran agama dan lebih suka memilih jalan mudah
dalam hidup. Seorang muslim mengikuti perintah Allah tanpa menentang atau
mempertanyakannya, tetapi disertai usaha untuk memahami hikmahnya.
Istilah "Islam" juga dapat diartikan sebagai agama yang diberikan oleh
Allah kepada Muhammad sebagai jalan keselamatan di dunia dan akhirat yang
ajarannya dilandasi oleh tauhid dan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan
manusia. Islam sebenarnya juga dipakai untuk menyebut keyakinan monoteistik
yang diyakini bersama oleh agama – agama samawi (saat ini
Judaisme dan Kekristenan); lihat QS al-Maidah ayat 44, QS Ali Imran ayat 67 dan
52. Namun, Islam lebih populer digunakan untuk agama yang dibawa

13
oleh Muhammad sebagaimana terdapat dalam sebuah ayat Al-Qur'an yang
diturunkan di akhir-akhir masa kenabiannya:
Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara menyatakan
kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad.[19] Bentuk
jamaknya adalah muslimin, muslimun, atau umat Islam.
Konsep dasar mengenai ketuhanan di dalam Islam dijelaskan dalam satu
surah bernama Surah Al-Ikhlas yang hanya terdiri dari empat ayat. Ayat pertama
dari surah ini menyebutkan bahwa Tuhan yang Maha Esa bernama Allah. Ayat
kedua menjelaskan tentang kemampuan yang dimiliki-Nya sebagai Tuhan, yaitu
sebagai tempat meminta segala sesuatu. Kemudian, pada ayat ketiga disebutkan
sifat-Nya ialah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Ayat keempat juga
menyebutkan sifat-Nya yaitu tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya.
Dalam ajaran Islam. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak
disembah, memiliki nama-nama terbaik, dan memiliki sifat dan karakter
tertinggi. Ajaran monoteisme Islam disebut tauhid, yang didefinisikan sebagai
pengesaan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Tuhan dan yang Dia
wajibkan. Pengesaan Allah dalam hal-hal kekhususan Tuhan dibagi menjadi dua
bahasan: tauhid rububiyah dan tauhid asma' wash-shifat, sedangkan pengesaan
Allah dalam hal-hal yang Dia wajibkan dibahas dalam tauhid uluhiyah.

B. Ilmu – Ilmu Keislaman


Kata ilmu (Arab), secara etimologi berarti “al-Ma‟rifat” atau pengetahuan.
Keislaman dari kata dasar Islam mendapat konfiks ke-an, dalam bahasa Indonesia
berfungsi sebagai pembentuk kata benda atau kata kerja. Islam itu sendiri secara
berasal dari kata Masdar “Aslama”, artiya ketundukan, kepatuhan dan juga berarti
agama Islam. Secara etimologi Islam adalah, agama yang berdasarkan pada
kepasrahan (taslim) terhadap kehendak Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Dan
berdasarkan pada pengetahuan tentang Keesaan-Nya. Istilah lain biasa digunakan
kata “al-Din” yaitu ajaran yang mencakup seluruh sisi kehidupan manusia, tak
menyisakan apapun di luar wilayahnya.

14
Dari beberapa rangkaian istilah tersebut, dapat dirumuskan yang dimaksud
dengan ilmuilmu keislaman adalah, ilmu-ilmu yang dikembangkan oleh orang
Islam, baik ilmu yang bersifat fisik maupun metafisik yang terikat pada ajaran
Islam.
Bila diteliti secara cermat, sesungguhnya dalam Islam tidaklah
mengadakan pemisahan antara ilmu pengetahuan (Sains) dengan ilmu-ilmu
agama, seperti dalam satu sisi adanya ilmu kedokteran, matematika, fisika,
mekanika, botanika, optika, astronomika disamping juga filsafat dan logika.
Dan sisi yang lain ada ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu hadits, dan lain-lain.
Walaupun beberapa ulama muslim tetap menggolongkan ilmu-ilmu pengetahuan
itu ke dalam beberapa klasifikasi, di antaranya:
1. Al-Farabi, dalam bukunya yang berjudul “Klasifikasi Ilmu”, membagi ilmu itu
meliputi : Ilmu Bahasa, Ilmu Logika yang menghasilkan pengetahuan pasti,
ilmu-ilmu pendahuluan seperti ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu tentang langit dan
music, serta ilmu fisika dan matematika.
2. Ikhwan al-Safa mengklasifikasikan ilmu itu ke dalam tiga kelas, yakni : ilmu
matematika, fisika dan ilmu metafisika.
3. Hasan Hanafi membagi ke dalam tiga dimensi : a. Ilmu-ilmu yang berdimensi
rasional-tektual (Aqliyah-Naqliyah) b. Ilmu yang berdimensi tektual murni
(Naqliyah) c. Ilmu yang berdimensi rasional murni (Al-Aqliyah - Al-
Khasanah), seperti: matematika, Fisika, Ilmu Kemanusiaan, dsb.
Tantangan Ilmu-Ilmu Keislaman di Tengah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Modern Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, semula
adalah muncul di Yunani pada abad ke enam sebelum masehi. Ilmu pengetahuan
yang banyak berkaitan dengan dunia materi pada waktu itu masih bersatu dengan
dunia filsafat yang banyak memusatkan perhatiannya pada dunia metafisika
(dunia dibalik materi). Ilmu dan Filsafat masih berada dalam satu tangan.
Phytagoras, Aristoteles, Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah
disamping seorang filsof juga seorang ilmuan.
Ketika ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di ambil alih oleh para
ilmuwan Muslim melalui penerjemahan karya-karya klasik Yunani secara besar-

15
besaran ke dalam Bahasa Arab dan Persia di “Darul Hikmah” (Rumah Ilmu
Pengetahuan) Bagdad pada abad ke VIII hingga abad ke- XII Masehi, Seperti :
Abu Yahya al-Batriq berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat
Yunani karya besar Aristoteles dan Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil
menterjemahkan buku : “Timacus” karya Plato, “Prognotik” karya Hyppocrates,
dan buku “Aphorisme” karya penting dari Galen dan juga Tsabit Ibn Qurra al-
Harrani (826-900) berhasil menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan
matematika Yunani karya besar dari : Apoloonius, Archimedes, Euclid,
Theodosius, Ptolemy, Galen dan Eutocius.20 Pada masa periode Islam ini,
kematerian ilmu pengetahuan yang semula hanya bersatu dengan dunia filsafat,
akhirnya masuk pula kesatuan agama di dalamnya.
Hal ini dapat pada para tokoh muslim seperti : Ibn Rusyd, Ibn Sina, al-
Ghazali, al-Biruni, al-Kindi, al-Farabi, alKhawarizmi dan yang lainnya, mereka
adalah disamping sebagai seorang filsof, ilmuwan juga seorang agamawan (teolog
maupun ahli dalam bidang hukum Islam).
Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, adalah terjadinya kilas balik
dari Timur (Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat kerja keras orang-
orang Eropa yang belajar di Universitas-universitas Andalusia, Cordova dan
Toledo (Spanyol slam), seperti : Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth,
Gerard dan Cremona dan Cremona dan yang lainnya.
Terjadinya kerja sama Islam – Kristen di Sicilia yang pernah dikuasai
Islam tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota Sicilia pernah dijadikan
tempat penterjemah buku-buku karya ulama Muslim ke dalam bahasa Latin,
sehingga melahirkan renaissans di Italia. 22 Juga terjadinya kontak Islam –
Kristen selama perang salib. Sejak peristiwa ini, ilmu pengetahuan dan filsafat
yang telah dikuasai oleh dunia Islam dibawa kembali ke dunia Barat (Eropa) dan
sebagai akibatnya, Eropa keluar dari masa kegelapan dan memasuki masa
renaisans selanjutnya memasuki abad modern dengan kemajuan teknologinya
yang cepat dan spektakuler. Sifat ilmu pengetahuan yang semula masih bersatu
dalam kesatuan filsafat dan agama, pada masa renaissans Eropa hingga memasuki
zaman modern seperti saat ini. Ilmu pengetahuan hanya memusatkan perhatiannya

16
kepada dunia materi. Terlepas nilai filsafat maupun agama, sehingga kemudian
muncul suatu paham apa yang disebut dengan “Humanisme” yang mengakui
bahwa manusia dengan segala kemampuannya merupakan sumber kekuatan yang
melebihi kekuatan - kekuatan lainnya sehingga menyisihkan peranan dan
kedaulatan Tuhan.
Dari pengaruh faham materi inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa
seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis berlomba-lomba merebut
wilayah Islam yang membentang dari Atlantik hingga Pasifik. Dunia Islam harus
mengakui akan kekuatan Barat (Eropa) baik secara, ekonomi, militer maupun
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuannya. Terlebih lagi setelah menyadari
kekalahannya atas peristiwa invasi Mesir oleh Napoleon pada tahun 1789.
Kesadaran atas ketertinggalannya terhadap Barat timbul karena dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan di kalangan muslim selama ini :
1. Masih banyak menggunakan logika deduktif, maksudnya dalam hal
mengembangkan ilmu pengetahuan masih bertolah pada pengetahuan fakta-
fakta yang bersifat umum kemudian ditarik ke dalam kesimpulan-kesimpulan
yang bersifat khusus. Sehingga ilmu pengetahuan yang dihasilkan kebanyakan
masih bersifat teoritism abstrak dan masih bersifat idealis. Hal itu sangat
berbeda dengan pengembangan ilmu pengetahuan dimasa keemasan Islam abad
ke IX sampai dengan abad ke- XI, yang mana Jabir Ibn Hayyan (721-815)
misalnya, menurut pengakuan barat adalah orang pertama yang menggunakan
metode ilmiah secara induktif dalam penelitiannya di bidang al-kemi yang oleh
ilmuan barat disebut ilmu kimia. Jabir dengan nama latinnya menjadi Geber,
adalah orang pertama yang mendirikan bengkel denan menggunakan tungku
pemanas untuk mengolah mineral dan mengektradisi mineral-mineral itu
menjadi zat kimiawi kemudian mengklasifikasikannya. Demikian juga
Mahmud Ibn Zakaria ar-Razi (865-925) yang namanya dilatinkan menjadi
Razes, adalah orang pertama yang menggunakan alat khusus untuk melakukan
proses penelitian kimia sebagaimana lazimnya dilakukan oleh para ahli kimia,
seperti adanya destilasi, kristalisasi, kalsinasi dan lain sebagainya. Yang pada
akhirnya buku-buku al-Razi tentang ilmu kimia dianggap sebagai manual atau

17
buku pegangan laboratorium kimia yang pertama di dunia yangbanyak
dipergunakan oleh sarjana-sarjana barat setelah menyelesaikan studinya di
Universitas - Universitas Islam Toledo maupun Cordova
2. Dikalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka daripada studi
atas realitas sosio-kultural. Akibatnya terjadi kurang berkembangnya literatur-
literatur tentang ilmu-ilmu empiris Islam, seperti : sosiologi Islam, antropologi
Islam, psikologi Islam, ekonomi Islam dan sebagainya. Hal ini sangat berbeda
dengan ilmu pengetahuan empiris Islam yang pernah dikembangkan oleh
ilmuan Muslim di abad renaissans Islam, dimana hasil karya ilmuan muslim
banyak yang dijadikan sumber rujukan dalam studi pustaka, hal ini dapat
dilihat seperti pada buku Al-Fihrist (index of the science) karya besar Ibn
Ya‟qub an-Nadim, berisi tentang ensiklopedis monumental yang masih
signifikan hingga abad ini. Termasuk bidang Zoologi oleh ad-Dinawari, Book
of Animals oleh al-Jahiz, book of roads and provinces oleh Ibn Khurdadbih dan
dalam Book of the countries oleh al-ya'qubi dan masih banyak yang lainnya.
3. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normatif, eksistensi
dan struktur keilmuan Islam. Sebagai misal dalam menyikapi problematika
tantangan modernisasi yang ditandai oleh pesatnya perkembangan
industrialisasi, transformasi, canggihnya alat-alat informasi, dan kuatnya
paham rasionalisme yang apabila dihadapkan kepada agama, di kalangan
muslim belum mampu menyelesaikan dengan cara dialektis tetapi masih
bersifat normatif.29 Dan para peneliti muslim masih kurang siap menghadapi
atau menolak gagasan asing, karena tidak adanya persiapan secara memadai
untuk melawan mereka melalui telaah mendalam dan penolakan terhadap
promis-promis palsu. 30 Akibat yang ditimbulkan tentang posisi nilai
normative, eksistensi dan struktur keilmuan Islam menjadi tidak jelas. Ada
yang datang dari Barat, seperti westernisasi, rasionalisme, sekularisme,
gagasan filsafat Barat dan semua yang berbau ke barat-baratan ditolak bahkan
dikafirkannya.

18
Dari uraian pembahasan sebagaimana keterangan di atas dapatlah dirumuskan
disini, bahwa pada dasarnya tantangan utama ilmu-ilmu keislaman ditengah-
tengah perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan modern, di antaranya adalah :
a. Di kalangan muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan umumnya
masih banyak menggunakan logika deduktif.
b. Lebih menekankan pada studi pustaka dari pada studi atas realitas sosio-
kultural masyarakat.
c. Akibat point kedua diatas menyebabkan kurangnya literature tentang ilmu-
ilmu yang bernuansa empiris, seperti : Sosiologi Islam, Antropologi Islam,
Psikologi Islam, Ekonomi Islam dan sebagainya.
d. Belum adanya paradigm yang jelas tentang posisi nilai normatik Islam,
eksistensi dan struktur kelimuan yang ada di dalamnya.

2.3. Filsafat, Tasawuf dan Pembaharuan dalam Islam


A. Filsafat
Filsafat Islam adalah salah satu cabang filsafat yang dilakukan oleh umat
Islam yang berhubungan erat dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Filsafat
Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan filsafat ilmu. Pengertian Filsafat
Islam Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos”
dan “shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya
kearifan atau kebijakan sehingga filsafat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan.
Secara umum pengertian filsafat adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah
dasar dan umum tentang masalah-masalah seperti keberadaan, pengetahuan,
nilai, akal, pemikiran, dan bahasa. Filsafat memiliki berbagai macam cabang
yang dibedakan dari kajian dan pemikirannya.
Salah satu cabang filsafat adalah filsafat Islam. Menurut Elvi Damayanti
dalam bukunya yang berjudul History Of Filsafat Islam, filsafat Islam adalah
suatu ilmu yang di dalamnya terdapat ajaran Islam dalam membahas hakikat
kebenaran segala sesuatu.

19
Filsafat Islam itu adalah filsafat yang berorientasi pada Alquran, mencari
jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah. Filsafat
Islam sendiri merupakan filsafat yang diterapkan berdasarkan hukum dan ajaran
yang berlaku dalam agama Islam. Filsafat Islam lahir dari aktivitas usaha
penerjamahan naskah-naskah ilmu filsafat Yunan ke dalam bahasa Arab.
Aktivitas ini berjalan selama masa khalifah Abbasiyah berkuasa. Meskipun
demikian, filsafat Islam disebut tidak terpengaruhi oleh pemikiran filsafat
Yunani sebab konsep pemikiran dan ajarannya bersumber dari Alquran dan
hadis yang dijadikan rujukan dalam ajaran Islam. Alquran sendiri banyak
membahas tentang konsep ketuhanan, manusia, alam semesta, moralitas, etika
dan estetika, sehingga filsafat Islam lahir sebagai ajaran filsafat yang baru.
Berdasarkan beberapa penjelasan, dapat disimpulkan bahwa filsafat
Islam adalah berpikir secara sistematis, radikal dan universal tentang segala
sesuatu berdasarkan ajaran Islam.

Karakteristik Filsafat Islam


Salah satu karakteristik filsafat islam adalah filsafat yang bersifat religius
dan spiritual. Filsafat Islam memiliki karakteristik tertentu yang membedakan
filsafat ini dengan cabang filsafat lainnya.
Sebagai Filsafat Religius-Spiritual Filsafat Islam disebut sebagai religius
karena filsafat ini berasal dari ajaran Islam. Tokoh pemikirnya merupakan umat
Islam yang hidup dengan kebudayaan Islam. Filsafat Islam juga hadir sebagai
lanjutan dari pembahasan-pembahasan keagamaan dan teologi yang ada
sebelumnya. Oleh sebab itu, topik-topik pembahasan dalam Islam yang bersifat
religius dan mengesakan Tuhan.
Bersifat Rasional Meskipun bersifat religius dan spiritual, filsafat Islam
juga masih mengemukakan akal dan menafsirkan problematika di alam semesta
berdasarkan akal dan logika.
Penyatuan rasional dan spiritual terlihat jelas dalam berbagai diskursus yang dikaji
oleh para filosof muslim. Teori Emanasi yang dikembangkan al-Kindi, al-Farabi
dan Ibnu Sina membuktikan hal tersebut, dikatakan bahwa al-Farabi, merasa

20
kecewa atas buku Metafisika Aristoteles. Dengan cara religius dan spiritual ini,
filsafat Islam bisa mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan filsafat
kontemporer.
Bersumber dari Alquran dan Hadis Filsafat Islam berlandaskan pada
prinsip agama Islam dalam hal ini Alquran dan hadis. Maka sumber ilmu dalam
filsafat Islam adalah dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil rasional (‘aqli).
Secara umum, seluruh sarjana baik timur ataupun barat meyakini bahwa
Alquran dan hadis berperan penting dalam perkembangan pemikiran filsafat
dalam Islam. Hal ini terlihat dari beberapa ide yang disampaikan oleh filsuf
muslim, seperti al-Kindi yang membagi lapangan filsafat Islam menjadi tiga
bagian, yakni ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu ketuhanan.

B. Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu upaya atau usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk menyucikan jiwa dengan cara menjauhi pengaruh kehidupan
yang bersifat kesenangan duniawi dengan cara mendekatkan diri kepada Allah
sehingga kehadiran Allah senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan
(Pemadi, 2004).
Tasawuf merupakan cabang imu yang menekankan dimensi rohani
daripada materi, akhirat daripada dunia fana, dan bathin daripada lahir. Nilai
spiritual seperti keikhlasan ibadah dan kerinduan kepada Allah merupakan tujuan
pokok tasawuf. Para sufi berzuhud, menerima kepurusan Allah SWT dengan hati
lapang dan berdzikir hingga mencapai kesatuan wujud (Armando, 2005).
Berikut pengertian tasawuf berdasarkan etimologi atau asal bahasanya:

1. Ahlu suffah, yaitu sekelompok orang pada masa Rasulullah yang


hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan
mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
2. Shafa, yaitu nama bagi orang-orang yang bersih atau suci. Makna tersebut
sebagai nama dari mereka yang memiliki hati yang bersih atau suci,

21
maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya di hadapan Allah
SWT.
3. Shaf, yaitu orang-orang yang ketika salat berada di barisan yang paling
depan. Makna shaff ini dinisbahkan kepada para jemaah yang selalu
berada pada barisan terdepan ketika solat, sebagaimana solat yang berada
di barisan pertama maka akan mendapat kemuliaan dan pahala.
4. Sufi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang disamakan artinya dengan
hikmah, yang berarti kebijaksanaan.
5. Shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang
banyak sekali tumbuh di padang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum
sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaannya.
6. Shuf, yang berarti bulu domba atau wol. Mereka disebut sufi karena
memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang terbuat dari
bulu domba menjadi pakaian khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu
bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar,
itulah lambang dari kesederhanaan pada saat itu. Berbeda dengan orang
kaya saat itu yang memakai kain sutra.
7. Shuffah, yaitu serambi Masjid Nabawi yang ditempati sebagian sahabat
Rasulullah. Makna tersebut dilatarbelakangi oleh sekelompok sahabat
yang hidup zuhud dan konsentrasi beribadah kepada Allah SWT serta
menimba ilmu bersama Rasulullah yang menghuni serambi Masjid
Nabawi.
Sedangkan pengertian tasawuf berdasarkan pendapat para ahli sufi antara lain
sebagai berikut:
a. Menurut Al-Junaid Al-Bagdadi (Pemadi, 2004), tasawuf adalah
membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan
akhlak yang fitri, menekan sifat basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa
nafsu, memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang pada ilmu
kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar
keabadianNya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji
terhadap Allah SWT, dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.

22
b. Menurut Abu Qasim Abdul Karim Al-Qusyairi (Pemadi, 2004), tasawuf
adalah menjabarkan ajaran-ajaran Al Quran dan Sunnah, berjuang
mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bidah. mengendalikan syahwat,
dan menghindari sikap meringankan ibadah.
c. Menurut Abu Yazid al-Bustami (Pemadi, 2004), tasawuf mencakup tiga
aspek yaitu takhalli (melepaskan diri dari perangai yang tercela), tahalli
(menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (mendekatkan diri
kepada Tuhan).
d. Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani (Alba, 2012), tasawuf adalah
menyucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan khalawt,
riyadloh, taubah dan ikhlas.
e. Menurut Syaikh Ibnu Ajibah (Alba, 2012), tasawuf merupakan ilmu yang
membawa seseorang agar bisa bersama dengan Allah SWT melalui
penyucian jiwa batin dan mempermanisnya dengan amal saleh dan jalan
tasawuf tersebut diawali dengan ilmu, tengahnya amal dan akhirnya adalah
karunia Ilahi.
f. Menurut H. M. Amin Syukur (Alba, 2012), tasawuf adalah latihan dengan
kesungguhan (riya-dloh, mujahadah) untuk membersihkan hati,
mempertinggi iman dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka
mendekatkan diri manusia kepada Allah sehingga segala perhatiannya
hanya tertuju kepada Allah.
Tujuan Tasawuf
Menurut Rivay (2002), tujuan tasawuf adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa
yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu
sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral.
Tasawuf yang bertujuan moralitas ini bersifat praktis.
b. Ma'rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyaf al-
hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat
ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis analitis.

23
c. Membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada
Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan
dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan.

C. Pembaharuan dalam Islam


Dalam tradisi khajanah intelektual Islam, istilah pembaruan (dalam
konteks ini, pembaruan Islam) dianggap sebagai terjemahan dari kata Arab tajdid,
dan juga modernism dalam terminologi Barat. Menyadari atas kandungan makna
negatif, sudah barang tentu di samping kandungan makna positifnya, dalam istilah
modernisme, kemudian Harun Nasution memberikan saran terutama kepada umat
Islam (Indonesia) sebaiknya agar menggunakan istilah “pembaruan” saja untuk
menunjuk pembaruan dalam Islam, termasuk di Indonesia. Dengan ungkapan lain,
kata “pembaruan” dianggap lebih tepat dipergunakan oleh umat Islam untuk
menunjuk pembaruan dalam Islam ketimbang kata modernisme.
Di samping term tajdid, terkait dengan pembaruan keagamaan dalam
Islam, sebenarnya dikenal pula istilah ishlah dengan makna perubahan (dalam
konteks perbaikan), yang pada level operasional di lapangan lebih menampakkan
dalam bentuk gerakan purifikasi atau pemurnian Islam. Berpangkal pada
pemaknaan ontologis terhadap dua term ini, tajdid dan ishlah, kemudian di
kalangan pemikir Islam terjadi perbedaan dalam memberikan arti konsepstual
terhadap istilah pembaruan Islam itu: di satu pihak ada sebagian yang melakukan
pemilahan secara ketat antara konsep pembaruan (tajdid) dengan ishlah
(perubahan, perbaikan dalam makna pemurnian), tetapi ada pula sebagian lainnya
yang mengiklusikan makna perbaikan-pemurnian (ishlah) ke dalam konsepsi
pembaruan Islam.
Berdasarkan pemaknaan tersebut selanjutnya dapat ditegaskan adanya tiga
hal berikut yang inheren pada pembaruan Islam.
Pertama, pembaruan dalam Islam menunjuk pada usaha melakukan
perubahan. Usaha ini dilakukan setelah adanya kesadaran dan keprihatinan umat
Islam atas kondisi internal kemunduran yang dialaminya.

24
Kedua, ajaran agama Islam, khususnya hasil ijtihad dan pemikiran para
ulama terdahulu, adalah merupakan sasaran pembaruan Islam. Dengan lain kata,
sesungguhnya pembaharuan Islam sama sekali tidaklah berpretensi memperbarui
atau melakukan perubahan terhadap al-Qur’an dan asSunnah, karena
kebenarannya mutlak shalih likulli zaman wa makan (benar untuk setiap waktu
dan tempat).
Ketiga, subjek pembaruan dalam Islam adalah para pembaru dari kalangan
insider (internal) umat Islam, bukan dari kalangan outsider (eksternal, non-
Muslim), meskipun dalam banyak hal pembaruan Islam itu tidak dapat dilepaskan
dari pemikiran makro pada umumnya.
Keempat, latar belakang pembaruan dalam Islam secara eksternal tidak
terlepas dari adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di satu
pihak, tentu secara internal lahir setelah adanya kesadaran dan keprihatinan akan
kondisi internal kemunduran dunia Islam tersebut.
Sungguh pun demikian penting ditegaskan, bahwa gerakan pembaruan
Islam, merujuk Voll, merupakan bagian asli dan sah dari penjabaran Islam di
panggung sejarah, karenanya bukan hal yang unik dalam Islam. Berkaitan dengan
hal tersebut, pembaruan dalam Islam sama sekali tidak berpretensi melakukan
perubahan terhadap hal-hal yang prinsip dan fundamental dari ajaran Islam.
Ditinjau dari konteks kategorisasi ayat al-Qur’an atas qath’i addilalah dan
dhanni ad-dilalah, pembaruan Islam hanyalah masuk ke dalam wilayah ayat-ayat
al-Qur’an yang berkategori dhanni ad-dilalah. Meskipun demikian, yang
diperbarui, sekali lagi, bukanlah ayat-ayat al-Qur’an atau hadisnya, melainkan
interpretasi ulama terhadap ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis
tersebut, khususnya yang berkategori dhanni ad-dilalah.
Dan itulah sebabnya jikalau digunakan teori kategorisasi M. Amin
Abdullah yang membuat klasifikasi Islam atas normatif dan historis, maka sasaran
pembaruan dalam Islam hanyalah bisa masuk pada ranah Islam historis, hasil
kreasi intelektual para ulama, dan sama sekali tidak diperbolehkan memasuki
ranah Islam normatif (al-Qur’an dan as-Sunnah).

25
Dengan perkataan lain, sesungguhnya sasaran pembaruan dalam Islam
bukanlah merubah dan memperbarui Islam normatif yakni al-Qur’an dan al-hadis,
melainkan pembaruan terhadap hasil ijtihad pemikir Islam dalam melakukan
interpretasi dan elaborasi terhadap alQur’an dan al-hadis tersebut.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (bahasa Arab) aqidah berasal dari
kata al-'aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan),
dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat, at-tamaasuk

26
(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-
yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
Syariat islam adalah apa-apa yang disyariatkan Allah terhadap semua
hamba-Nya, berupa sunnah atau peraturan-peraturan dan hukum-hukum untuk
dilaksanakan dan diamalkan debagai perwujudan, manifestasi dan konsekuensi
dari akidah yang dianut,yaitu akidah islam yang sebenarnya menurut peraturan,
tidak sah pemakaian syariah itu kepada yang bukan peraturan Islam, karena kata
syariah itu hanya terdapat dalam islam yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul.
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya
adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq
berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq
(pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan
prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika
tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari
pengertian etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau norma
prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur
hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
Islam adalah sebuah agama yang berpusat terutama di sekitar Al-Qur'an,
sebuah teks agama yang diimani oleh umat Muslim sebagai kitab suci (kitābullāh)
dan firman langsung dari Tuhan (muslim menyebutnya sebagai Allāh) seperti
yang diwahyukan kepada Muhammad, nabi Islam yang utama dan terakhir.
Filsafat Islam adalah salah satu cabang filsafat yang dilakukan oleh umat
Islam yang berhubungan erat dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Filsafat
Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan filsafat ilmu. Pengertian Filsafat
Islam Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos”
dan “shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya
kearifan atau kebijakan sehingga filsafat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan.

27
Secara umum pengertian filsafat adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah
dasar dan umum tentang masalah-masalah seperti keberadaan, pengetahuan,
nilai, akal, pemikiran, dan bahasa. Filsafat memiliki berbagai macam cabang
yang dibedakan dari kajian dan pemikirannya.
Tasawuf adalah salah satu upaya atau usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk menyucikan jiwa dengan cara menjauhi pengaruh kehidupan
yang bersifat kesenangan duniawi dengan cara mendekatkan diri kepada Allah
sehingga kehadiran Allah senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan
(Pemadi, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam
http://repository.iainkediri.ac.id/19/10/BAB%20VIII.pdf

28
29

Anda mungkin juga menyukai