Hubungan
Aqidah,
Syariah, dan
Akhlak
AFDAL ZIKRI
153610501
BAYU DEFITRA
153610529
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mungucapkan terima kasih kepada :
1. Pak Drs. H. M. Ali Noer ,Ma.
Terima kasih,
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Pentingnya Pembukaan
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Pengertian
1.2. Pembahasan
1.3. Pendapat Para Ahli
BAB III PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam
bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga
unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Quran dan as Sunnah
telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya bermunculan
aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bidah. Selain itu, kasus-kasus kriminalitas yang
semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak
pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu
mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang membahas ketiga unsur yang menjadi
kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut agar kita tidak tersesat dan tetap berada di
jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur
tersebut yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari
ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di
akhirat.
B. Pentingnya Pembukaan
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, maka
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat mempelajari aqidah.
Untuk mengetahui pengertian syariah, serta karakteristiknya di dalam
Islam.
Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara pembentukan akhlaq.
D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini kami hanya membatasi permasalahan hanya tentang
kerangka dasar Agama Islam yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq.
E. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di sini ialah:
1. Hubungan akidah dengan syariat
Menjelaskan tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh
hubungan keduanya.
2. Hubungan akidah dengan akhlak
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Aqidah
Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata Aqoda, Yaqidu, Aqdan-Aqidatan
yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. Sedangkan secara teknis
aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya
di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau
tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak
tercampur oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut
ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di
dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.Adapun aqidah menurut Syaikh
Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari
segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi
manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.Sedangkan Syekh
Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan
bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Upaya Memperkokoh Aqidah
Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan
kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini
sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk
mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang Allah
SWT.
Fungsi dan Sumber Aqidah
Fungsi Aqidah : Ibaratnya, Aqidah adalah dasar atau pondasi mendirikan
bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kuat dan kokoh
pondasi dibuat. Kalau dasar/pondasi lemah, bangunan itu akan roboh dan ambruk. Tak
ada bangunan tanpa dasar/pondasi.
Dalam ajara Islam, Aqidah-Akhlaq-Syariah (Ibadah dan Muamalah), tidak bisa
dipisahkan, satu sama lain saling terkait.
Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti memiliki akhlaq yang mulia,
melaksanakan ibadah sebagaimana tuntunan dan bermuamalah sebaimana di syariatkan
Allah SWT. Juga, jika seseorang berakhlaq mulia, pasti ia kuat aqidahnya, ibadahnya dan
bermuamalahnya-pun bagus dan seterusnya.
Sumber Aqidah Islam adalah Al-Quran dan as Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah SWT dalam Al Quran dan oleh Rasulullah SAW dalam as
Sunnahnya, wajib di imani (diyakini dan diamalkan).
Syariah
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek
hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah
itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat,
zakat, puasa
Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) .
Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat,
dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59)
menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan
haram (7 :33, 156-157), maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan
jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286),
dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam
syariah (3:103, 8:46).
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar
ma'ruf nahi munkar.
Perbedaan Syariah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syariah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh
memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syariah. Keduanya
ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.
Berikut ulasannya, Syariah terdiri dari dua bagian yaitu:
(1). Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(2). Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang
dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti paham dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syariah yang terdiri dari
ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian
yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan
yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang
bersumber dari nash yang zanni.
Ibadah dan Muamalah dalam Kehidupan Manusia
Syariah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka mendapatkan ridha
Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya Syariat Islam
kepada manusia juga memiliki tujuan yang sangat mulia. Pertama, memelihara atau
melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih
antara beriman atau tidak, karena, Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam
(QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, ...Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat
menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mumin
tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan
kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan
seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh
keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman
seseorang.
Yang kedua, melindungi jiwa. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan
jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum
qishash. Di dalam Islam dikenal ada tiga macam pembunuhan, yakni pembunuhan
yang disengaja, pembunuhan yang tidak disengaja, dan pembunuhan seperti
disengaja. Hal ini tentunya dilihat dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya
berbeda. Jika terbukti suatu pembunuhan tergolong yang disengaja, maka pihak
keluarga yang terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum
qishash/mati atau membayar Diyat(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus
pembunuhan yang tidak disengaja atau yang seperti disengaja, di mana Hakim harus
mendahulukan tuntutan hukum membayar Diyat (denda) sebelum qishash. Bahwasanya
dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya dapat kita
simak dari firman Allah SWT: Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,
hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa (QS. Al Baqarah, 2:179).
Yang ketiga, perlindungan terhadap keturunan. Islam sangat melindungi
keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum Dera seratus kali bagi pezina ghoiru
muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri,
duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (An Nuur, 24:2).
Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan.
Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja
termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya
kehidupan ini.
Yang keempat, melindungi akal. Permasalahan perlindungan akal ini sangat
menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan,
Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama
baginya. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya.
Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak
berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam
Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa.
Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang
bisa menggunakan akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh
karena itu kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal
tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik
dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan
eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang membedakan manusia dengan
makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap
berfungsi, maka Islam mengharamkan segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman
atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang
diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas
minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar
adalah, setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah
SWT menyatakan, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan (QS. Al Maa-idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang
dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka
tergolong syaitan, karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Yang kelima, melindungi harta. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk
bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan
hukum potong tangan bagi pencuri. Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al Maaidah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang
memakan harta milik orang lain dengan zalim, Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam)
(QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, melindungi kehormatan seseorang. Termasuk melindungi nama
baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah,
misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar
biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau Dera delapan
puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya
kepada orang lain. Allah SWT berfirman: Dan orang-orang yang menuduh wanitawanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik (QS. An Nuur,
24:4). Juga dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanitawanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di
dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan
keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing
terhadap sesama mumin (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang ketujuh, melindungi rasa aman seseorang. Dalam kehidupan
bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan. Allah SWT berfirman: Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS. Al Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam
menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan kudeta
terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam dengan cara yang Islami.
Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara
bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan
keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, Apabila
datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah maka penggallah lehernya.
Akhlaq
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jamanya adalah
akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang
diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk
(manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas
akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan
alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak
Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku
yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan as Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam
Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang
sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul almadzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi menjadi
dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT dan akhlaq
terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang dibagi menjadi
dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap manusia terdiri dari
akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga,
terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda
mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran
tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu
Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
Urgensi Akhlaq
Akhlak mendapat kedudukan yang tinggi di dalam Islam, hal ini dapat
dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Islam telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama
Islam diturunkan. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Aku diutus hanyalah
semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia (HR Malik).
Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber
akhlaq adalah Al-Quran dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mutazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara (Al-Quran dan as Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai
baik?tidak lain karena syara menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain karena Syara menilainya demikian.
B. Pembahasan
Hubungan Aqidah dengan Syariat
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang
kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman
(Aqidah), Islam (Syariat), dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW
dengan malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam,
dan Ihsan tersebut sebagai berikut.
Iman (Aqidah)
: Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar
(ketentuan Tuhan) baik dan buruk.
Islam (Islam (Syariat): Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
puasa Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.
Ihsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau
tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.1[1]
Ditinjau dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar
ketiganya sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar
(Aqidah), batang (Syariat), dan daun (Akhlak).
Hubungan aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini.
Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan
akidah dan syariah menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok
yang kemudian di atasnya dibangus syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang
dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat di dalam
Islam, melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan berkembang,
melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung
tanpa fondasi.2[2]
Ada juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah
hubungan di antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang
tinggi hendaklah dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau seorang
telah mengakui percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah mengakui
pula percaya kepada Rasul-rasul Utusan Tuhan, niscaya dengan sendirinya kepercayaan
itu mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh
Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia telah percaya bahwa kelak dia akan berjumpa
dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa berusaha di dalam hidup menempuh jalan lurus.
Tak obahnya dengan orang yang mengakui diri gagah berani, dia ingin membuktikan
keberaniannya ke medan perang. Seseorang yang mengakui dirinya dermawan, berusa
mencari lobang untuk menafkahkan harta bendanya kepada orang yang patut dibantu.
Seorang yang mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya perkatannya
jangan bercampur bohong.3[3]
Inilah aqidah yang kuat, aqidah yang sebenarnya. Apabila keyakinan semacam ini telah
dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah mempunyai
prinsip yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang dengan
penuh rasa tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila mereka berada di
atas dasar kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan mereka. Kalau ia melihat
mereka menyimpang dari jalan yang benar, maka ia mengambil jalan sendiri.4[4]
1
2
3
4
Rasulullah bersabda:
Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia
berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat
baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah
pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau
mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu. (HR. Turmuzi)
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang sangat
fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan
uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala
kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti bendabenda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.5[5]
Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa alAllah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali
Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata,
kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi mengemukakan
beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan manusia.
1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang
berpandangan sempit dan berakal pendek.
2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam
harkatnya sebagai manusia.
3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke
dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang
bagaimanapun.
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan
percaya teguh kepada Allah SWT.
7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh
kepada hukum-hukum Allah.6[6]
Hubungan Aqidah dengan Akhlak
Menurut Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan dan
menjalankan bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam
mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan
5
6
7
8
9
10
mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak beriman atau
lemah imannya.11[11]
Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma,
karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer.
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak
berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini
mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits
yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh
akal
dan
syariat.
2.
Menurut
Ahmad
bin
Musthafa
(Thasy
Kubra
Zaadah)
Ia seorang ulama ensiklopedia mendefinisikan akhlah sebgai berikut; Akhlak adalah
ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah
terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan
marah,
kekuatan
syahwat
Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua
keburukan,
yakni
sebagai
berikut:
Hikmah, merupakan kesempurnaankekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah,
dan
yang
kedua
adalah
berlebihan.
Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
keberanian
dan
yang
kedua
adalah
berlebihan
keberanian.
Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat
tersebut,
sedangkan
yang
kedua
adalah
berlebihnya
sifat
tersebut.
Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang,
dan masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan
anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu
akhlak
disebutkan
penjelasan
detail
tentang
hal-hal
ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari
posisi
pertengahan,
dan
terus
berada
di
posisi
pertengahan
itu
Topik ilmu ini adalah insting insting diri, yang membuatnya berada di posisi
petengahan
antara
sikap
mengurangi
dan
berlebihan
Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, Tuan raja, hendaknya anda bersikap
pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan
mengurangi
adalah
kelemahan.
Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna
dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi
sosok
yang
terpuji
3.
Menurut
Muhammad
bin
Ali
al-Faaruqi
at-Tahanawi
Ia berkata, Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri.
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan
kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir
panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat
dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak.
Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan
sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika
ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak.
Pengertian Syariah oleh beberapa ahli dan penulis hukum islam:
1. Menurut Fyzee (1965), pengertian syariah sama dengan Canon of law, yaitu keseluruhan
perintah Tuhan. Tiap tiap perintah Tuhan dinamakan hukum. Hukum Allah SWT tidak
mudah dipahami dan syariah itu meliputi semua tingkah laku manusia.
2. Agnides memberikan definisi syariah sebagai sesuatu yang tidak akan diketahui adanya,
seandainya tidak ada wahyu Ilahi.
3. Hanafi (1984) memberikan pengertian syariah yaitu hukum shukum yang diadakan oleh
Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya, baik hukumhukum tersebut berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut
sebagai , "hukum hukum cabang dan amalan"/ Dan untuk itu maka kepercayaan (i'tikad)
yaitu yang disebut sebagai "hukum hukum pokok atau keimanan, yang terhimpun dalam
kajian ilmu kalam.
4. Ashshiddieqy, pengertian syariah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk
para hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah, agar setiap hamba melaksanakan dengan
dasar imam, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun mengenai akhlak dan
aqidah kepercayaan yang bersifat batiniah.
5. Rosyada, definisi syariah adalah menetapkan norma norma hukum untuk menata
kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan umat
manusia lainnya.
6. Zuhdi (1987), pengertian syariah adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya
untuk hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar imam, baik yang berkaitan
dengan aqidah, amaliyah, dan yang berkaitan dengan akhlak.
Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat
beralih dari padanya.
aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertamatama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh
dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari
kebimbangan dan keragu-raguan.
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Menurut Abdullah Azzam, aqidah adalah iman dengan semua rukun-rukunnya yang enam.Berarti
menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan ataukepercayaan akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya,Nabi-nabi-Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaitan antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat
akar, batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi
kehancuran untuk pohon tersebut.
Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa
aqidah, syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya.
Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang
kepadanya sebagai seorang manusia.
Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas
satu sama lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan
yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA