Anda di halaman 1dari 22

Menjelaskan Hubungan Tentang

Aqidah, Syariah, dan Akhlak.


Teknik Geologi UIR
2015/2016

Hubungan
Aqidah,
Syariah, dan
Akhlak

AFDAL ZIKRI

153610501

BAYU DEFITRA

153610529

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mungucapkan terima kasih kepada :
1. Pak Drs. H. M. Ali Noer ,Ma.

sebagai guru pembimbing

2. Teman-teman yang ikut berpartisifasi


3. Dan orang tua murid yang sudah membantu dan mendukung dalam pembuatan
tugas makalah ini.
Berkat beliaulah sehingga tugas makalah ini dapat di selesaikan dengan baik dan
benar.
Penulis menyadari sepenuh hati bahwa dalam pembuatan tugas karya tulis
yang dibuat oleh penulis jauh dari kesempurnaan yang diharap kan dalam semua pihak,
khususnya pembaca. Untuk itu penulis membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca,
agar karya tulis yang dibuat oleh penulis menjadi sempurna dan bermanfaat bagi semua.

Terima kasih,

Pekanbaru, 03 September 2015

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Pentingnya Pembukaan
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Pengertian
1.2. Pembahasan
1.3. Pendapat Para Ahli
BAB III PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam
bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga
unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Quran dan as Sunnah
telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya bermunculan
aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bidah. Selain itu, kasus-kasus kriminalitas yang
semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak
pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu
mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang membahas ketiga unsur yang menjadi
kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut agar kita tidak tersesat dan tetap berada di
jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur
tersebut yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari
ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di
akhirat.

B. Pentingnya Pembukaan

C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, maka
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat mempelajari aqidah.
Untuk mengetahui pengertian syariah, serta karakteristiknya di dalam
Islam.
Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara pembentukan akhlaq.

D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini kami hanya membatasi permasalahan hanya tentang
kerangka dasar Agama Islam yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq.

E. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di sini ialah:
1. Hubungan akidah dengan syariat
Menjelaskan tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh
hubungan keduanya.
2. Hubungan akidah dengan akhlak

Menjelaskan tentang pengertian akhlak, dalil-dalil, serta contoh hubungan keduanya.BAB

II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Aqidah
Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata Aqoda, Yaqidu, Aqdan-Aqidatan
yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. Sedangkan secara teknis
aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya
di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau
tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak
tercampur oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut
ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di
dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.Adapun aqidah menurut Syaikh
Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari
segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi
manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.Sedangkan Syekh
Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan
bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Upaya Memperkokoh Aqidah
Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan
kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini
sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk
mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang Allah
SWT.
Fungsi dan Sumber Aqidah
Fungsi Aqidah : Ibaratnya, Aqidah adalah dasar atau pondasi mendirikan
bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kuat dan kokoh
pondasi dibuat. Kalau dasar/pondasi lemah, bangunan itu akan roboh dan ambruk. Tak
ada bangunan tanpa dasar/pondasi.
Dalam ajara Islam, Aqidah-Akhlaq-Syariah (Ibadah dan Muamalah), tidak bisa
dipisahkan, satu sama lain saling terkait.
Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti memiliki akhlaq yang mulia,
melaksanakan ibadah sebagaimana tuntunan dan bermuamalah sebaimana di syariatkan

Allah SWT. Juga, jika seseorang berakhlaq mulia, pasti ia kuat aqidahnya, ibadahnya dan
bermuamalahnya-pun bagus dan seterusnya.
Sumber Aqidah Islam adalah Al-Quran dan as Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah SWT dalam Al Quran dan oleh Rasulullah SAW dalam as
Sunnahnya, wajib di imani (diyakini dan diamalkan).
Syariah

Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek
hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah
itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat,
zakat, puasa
Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) .
Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat,
dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59)
menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan
haram (7 :33, 156-157), maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan
jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286),
dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam
syariah (3:103, 8:46).
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar
ma'ruf nahi munkar.
Perbedaan Syariah dan Fiqh

Sepintas kita melihat bahwa syariah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh
memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syariah. Keduanya
ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.
Berikut ulasannya, Syariah terdiri dari dua bagian yaitu:
(1). Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(2). Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang
dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti paham dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syariah yang terdiri dari
ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian
yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan
yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang
bersumber dari nash yang zanni.
Ibadah dan Muamalah dalam Kehidupan Manusia
Syariah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka mendapatkan ridha
Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya Syariat Islam
kepada manusia juga memiliki tujuan yang sangat mulia. Pertama, memelihara atau
melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih
antara beriman atau tidak, karena, Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam
(QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, ...Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat
menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mumin
tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan
kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan
seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh
keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman
seseorang.
Yang kedua, melindungi jiwa. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan
jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum
qishash. Di dalam Islam dikenal ada tiga macam pembunuhan, yakni pembunuhan
yang disengaja, pembunuhan yang tidak disengaja, dan pembunuhan seperti
disengaja. Hal ini tentunya dilihat dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya
berbeda. Jika terbukti suatu pembunuhan tergolong yang disengaja, maka pihak
keluarga yang terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum
qishash/mati atau membayar Diyat(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus
pembunuhan yang tidak disengaja atau yang seperti disengaja, di mana Hakim harus
mendahulukan tuntutan hukum membayar Diyat (denda) sebelum qishash. Bahwasanya
dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya dapat kita

simak dari firman Allah SWT: Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,
hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa (QS. Al Baqarah, 2:179).
Yang ketiga, perlindungan terhadap keturunan. Islam sangat melindungi
keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum Dera seratus kali bagi pezina ghoiru
muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri,
duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (An Nuur, 24:2).
Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan.
Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja
termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya
kehidupan ini.
Yang keempat, melindungi akal. Permasalahan perlindungan akal ini sangat
menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan,
Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama
baginya. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya.
Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak
berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam
Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa.
Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang
bisa menggunakan akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh
karena itu kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal
tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik
dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan
eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang membedakan manusia dengan
makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap
berfungsi, maka Islam mengharamkan segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman
atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang
diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas
minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar
adalah, setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah
SWT menyatakan, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan (QS. Al Maa-idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang
dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka
tergolong syaitan, karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.

Yang kelima, melindungi harta. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk
bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan
hukum potong tangan bagi pencuri. Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al Maaidah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang
memakan harta milik orang lain dengan zalim, Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam)
(QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, melindungi kehormatan seseorang. Termasuk melindungi nama
baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah,
misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar
biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau Dera delapan
puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya
kepada orang lain. Allah SWT berfirman: Dan orang-orang yang menuduh wanitawanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik (QS. An Nuur,
24:4). Juga dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanitawanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di
dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan
keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing
terhadap sesama mumin (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang ketujuh, melindungi rasa aman seseorang. Dalam kehidupan
bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan. Allah SWT berfirman: Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS. Al Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam
menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan kudeta
terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam dengan cara yang Islami.
Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara
bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan
keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, Apabila
datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah maka penggallah lehernya.
Akhlaq

Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jamanya adalah
akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang
diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk
(manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas
akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan
alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak
Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku
yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan as Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam
Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang
sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul almadzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi menjadi
dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT dan akhlaq
terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang dibagi menjadi
dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap manusia terdiri dari
akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga,
terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda
mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran
tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu
Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).

Urgensi Akhlaq
Akhlak mendapat kedudukan yang tinggi di dalam Islam, hal ini dapat
dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Islam telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama
Islam diturunkan. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Aku diutus hanyalah
semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia (HR Malik).

Sesungguhnya realisasi akhlak yang mulia merupakan inti risalah Nabi


Muhammad saw.
2. Islam menganggap orang yang paling tinggi darajat keimanannya ialah
mereka yang paling mulia akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan Orang-orang
beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan
manusia yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya (hadits
shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi). Selain itu terdapat juga hadist
yang artinya :
Sesungguhnya seseorang yang berakhlak baik akan mendapatkan derajat
orang yang bangun malam (beribadah), dan puasa pada siang harinya. Jadi, Kemuliaan
akhlak menunjukkan kesempurnaan iman. Kemuliaan akhlak pada akhirnya akan
mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda,
Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah ketaqwaan kepada Allah
SWT dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan manusia masuk
neraka adalah mulut dan kemaluan. (hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, AtTirmidzi dan Ibnu Majah).
3. Islam telah mentakrifkan Addin dengan akhlak yang baik. Dalam
hadist telah dinyatakan bahwa telah bertanya kepada Rasulullah
SAW. Apakah Addin itu ? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik Ini berarti bahwa akhlak itu
dianggap sebagai rukun Islam samalah keadaannya dengan wukuf dipandang Arafah
dalam bulan Haji.Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, Haji itu (amal
haji) ialah wukuf diPadang Arafah, Wukuf di padang Arafah adalah dianggap
sebagai salah satu rukun amal haji, demikian juga keadaannya pada akhlak.
4. Di dalam Islam, akhlak yang baik merupakan amalan utama yang dapat
memberatkan neraca amal baik di akhirat kelak. Hal ini dinyatakan dalam hadist
Rasulullah SAW yang artinya : Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan
selain akhlak yang baik (Shahih Jami). Dari hadist tersebut kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa timbangan amal baik kita diakhirat dapat ditambah beratnya
dengan akhlak yang baik. Selain itu, akhlak dan takwa sama kedudukannya dari
sudut ini, yang mana kedua-duanya merupakan perkara paling berat yang
diletakkan dalam neraca akhirat. Selain itu, Rasulullah pernah bersabda,
Kebajikan itu adalah akhlak yang baik (HR Muslim). Jadi, akhlak yang mulia adalah
inti dari suatu kebajikan.
5. Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa mereka yang berjaya memenangi
kasih sayang Rasulullah SAW pada hari akhirat ialah orang yang paling baik
akhlaknya. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda Yang paling aku kasihi di antara
kamu dan yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat adalah orang yang paling
baik akhlaknya di antara kamu.
6. Keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah keberadaannya sebagai
manusia yang memiliki akhlak tinggi, mulia dan agung. Akhlak ini dimiliki
Beliau SAW semenjak belum menjadi nabi dan rasul, sebagaimana pernyataan

Ummul Mukminin Khadijahra, Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu


selamanya, demi Allah, engkau menyambung hubungan silaturrahim, berbicara benar,
memikul beban orang lain, membantu yang tidak berpunya, menyuguhkan penghormatan
untuk tamu dan membantu mereka yang terkena musibah (HR Bukhari). Selain
itu terdapat juga dalam firman Allah Surah Al-Qalam ayat 4 Sesungguhnya engkau
mempunyai akhlak yang luhur. Walau begitu Beliau SAW tetap sering berdoa
Tuhanku, tunjukilah aku akhlak yang paling baik.
7. Syiar-syiar ibadah Islam di antaranya dimaksudkan untuk menggapai
akhlak yang mulia. Shalat misalnya, dimaksudkan untuk mentarbiyah dan
mendidik manusia agar berhenti dari segala perbuatan keji dan munkar (QS
Al-Ankabut: 45). Ibadah puasa dimaksudkan untuk menggapai tingkatan taqwa
(QS Al-Baqarah: 183). Berkaitan dengan ibadah puasa ini, Rasulullah SAW
bersabda, Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu (bohong), maka
tidak ada keperluan bagi Allah swt terhadap puasa seseorang yang hanya sekadar
meninggalkan makan dan minum (HR Bukhari). Zakat, infak dan sedekah, di antara
rahasianya adalah untuk menyucikan dan membersihkan jiwa dari berbagai sifat buruk dan
tercela (QS At-Taubah: 103). Sedangkan ibadah haji difardhukan oleh Allah agar
orang yang beribadah haji terlatih untuk tidak berkata kotor, tidak berbuat fasik,
dan tidak banyak berdebat kusir (QS Al-Baqarah: 197).

Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber
akhlaq adalah Al-Quran dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mutazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara (Al-Quran dan as Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai
baik?tidak lain karena syara menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain karena Syara menilainya demikian.

Akhlak Dalam Kehidupan Manusia


1. Akhlak kepada Allah
a. Mensyukuri nikmat Allah (QS Al-Baqarah, 2: 52)
b.Malu berbuat dosa (QS An Nahl: 19)
c. Allah sebagai tempat pengharapan (QS Al Huud: 56)
d.Optimis terhadap pertolongan Allah (QS Yusuf: 87)Yang
berputus asa dari rahmat Allah : orang-orang kafir. Bersifat
husnudzan kepada Allah (QS Fushilat: 22 23)

f. Yakin akan janji-janji Allah (QS Al Anam: 160)


2. Akhlak kepada diri sendiri
Beberapa cara memperbaiki diri:
- Taubatun nashuha (QS At Tahrim: 8)
- Muroqobah: senantiasa merasa dalam pengawasan Allah (
QS Al-Baqarah: 235)
- Muhasabah: evaluasi diri (QS Al Hasyr: 18)
- Mujahadah: bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (QS Al
ankabut: 69, QSYusuf: 53)
3. Akhlak kepada orang lain
a. Akhlak kepada orang tua:
- Taat dan patuh kepada orang tua. QS Lukman: 15,
Harus taat dan patuh pada orang tua,
namun jika orang
tua memaksa berbuat jahat, kita tidak boleh mengikuti.
4. Akhlak kepada masyarakat
- Amar maruf nahi munkar.
- Menyebarkan rahmat dan kasih sayang.
5. Akhlak kepada lingkungan
- Mengelola dan memelihara lingkungan hidup.
- Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

B. Pembahasan
Hubungan Aqidah dengan Syariat
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang
kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman
(Aqidah), Islam (Syariat), dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW
dengan malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam,
dan Ihsan tersebut sebagai berikut.
Iman (Aqidah)
: Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar
(ketentuan Tuhan) baik dan buruk.
Islam (Islam (Syariat): Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
puasa Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.

Ihsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau
tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.1[1]
Ditinjau dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar
ketiganya sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar
(Aqidah), batang (Syariat), dan daun (Akhlak).
Hubungan aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini.
Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan
akidah dan syariah menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok
yang kemudian di atasnya dibangus syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang
dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat di dalam
Islam, melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan berkembang,
melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung
tanpa fondasi.2[2]
Ada juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah
hubungan di antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang
tinggi hendaklah dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau seorang
telah mengakui percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah mengakui
pula percaya kepada Rasul-rasul Utusan Tuhan, niscaya dengan sendirinya kepercayaan
itu mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh
Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia telah percaya bahwa kelak dia akan berjumpa
dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa berusaha di dalam hidup menempuh jalan lurus.
Tak obahnya dengan orang yang mengakui diri gagah berani, dia ingin membuktikan
keberaniannya ke medan perang. Seseorang yang mengakui dirinya dermawan, berusa
mencari lobang untuk menafkahkan harta bendanya kepada orang yang patut dibantu.
Seorang yang mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya perkatannya
jangan bercampur bohong.3[3]
Inilah aqidah yang kuat, aqidah yang sebenarnya. Apabila keyakinan semacam ini telah
dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah mempunyai
prinsip yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang dengan
penuh rasa tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila mereka berada di
atas dasar kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan mereka. Kalau ia melihat
mereka menyimpang dari jalan yang benar, maka ia mengambil jalan sendiri.4[4]
1
2
3
4

Rasulullah bersabda:
Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia
berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat
baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah
pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau
mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu. (HR. Turmuzi)
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang sangat
fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan
uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala
kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti bendabenda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.5[5]
Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa alAllah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali
Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata,
kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi mengemukakan
beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan manusia.
1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang
berpandangan sempit dan berakal pendek.
2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam
harkatnya sebagai manusia.
3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke
dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang
bagaimanapun.
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan
percaya teguh kepada Allah SWT.
7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh
kepada hukum-hukum Allah.6[6]
Hubungan Aqidah dengan Akhlak
Menurut Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan dan
menjalankan bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam
mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan
5
6

dalam seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan


hanya diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).7[7]
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddiequ di dalam bukunya Al Islam mengatakan:
Kepercayaan dan Budi pekerti dalam pandangan Al-Quran hampir dihukum satu,
dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan
kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang
muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas.
Para muslim tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh
memudah-mudahkannya.8[8]
Akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat
berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya
akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layaang bagi benda yang tidak tetap, yang
selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap
pendidikan akhlak.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada
kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: Orang mukmin yang paling
sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya. (HR. Muslim)
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui
melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan
perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia
mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia
mempunyai Iman yang lemah.9[9] Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat
mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak
yang jahat dan buruk.10[10]
Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan
perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang
berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau
bersabda:
Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka
hilang pula yang lain. (HR. Hakim)
Kalau kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan
dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia

7
8
9
10

mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak beriman atau
lemah imannya.11[11]

C. Pendapat Para Ahli


Akhlak
1. Menurut
Muhammad
bin
Ali
Asy-Syariif
al-Jurjani
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Tarifat sebagai berikut:
Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan
merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan
syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan
jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak
yang
buruk
Kemudian Al-Jurjani kembali berkata Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang
tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan
kadang-kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan,
selama
sifat
tersebut
tak
tertanam
kuat
dalam
dirinya.
Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang
akhlaknya dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan
karena
ia
tidak
punya
uang
atau
karena
ada
halangan.
11

Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma,
karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer.
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak
berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini
mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits
yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh
akal
dan
syariat.
2.
Menurut
Ahmad
bin
Musthafa
(Thasy
Kubra
Zaadah)
Ia seorang ulama ensiklopedia mendefinisikan akhlah sebgai berikut; Akhlak adalah
ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah
terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan
marah,
kekuatan
syahwat
Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua
keburukan,
yakni
sebagai
berikut:
Hikmah, merupakan kesempurnaankekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah,
dan
yang
kedua
adalah
berlebihan.
Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
keberanian
dan
yang
kedua
adalah
berlebihan
keberanian.
Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat
tersebut,
sedangkan
yang
kedua
adalah
berlebihnya
sifat
tersebut.
Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang,
dan masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan
anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu
akhlak
disebutkan
penjelasan
detail
tentang
hal-hal
ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari
posisi
pertengahan,
dan
terus
berada
di
posisi
pertengahan
itu
Topik ilmu ini adalah insting insting diri, yang membuatnya berada di posisi
petengahan
antara
sikap
mengurangi
dan
berlebihan
Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, Tuan raja, hendaknya anda bersikap
pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan
mengurangi
adalah
kelemahan.
Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna
dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi
sosok
yang
terpuji
3.
Menurut
Muhammad
bin
Ali
al-Faaruqi
at-Tahanawi
Ia berkata, Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri.

Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan
kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir
panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat
dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak.
Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan
sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika
ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak.
Pengertian Syariah oleh beberapa ahli dan penulis hukum islam:
1. Menurut Fyzee (1965), pengertian syariah sama dengan Canon of law, yaitu keseluruhan
perintah Tuhan. Tiap tiap perintah Tuhan dinamakan hukum. Hukum Allah SWT tidak
mudah dipahami dan syariah itu meliputi semua tingkah laku manusia.
2. Agnides memberikan definisi syariah sebagai sesuatu yang tidak akan diketahui adanya,
seandainya tidak ada wahyu Ilahi.
3. Hanafi (1984) memberikan pengertian syariah yaitu hukum shukum yang diadakan oleh
Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya, baik hukumhukum tersebut berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut
sebagai , "hukum hukum cabang dan amalan"/ Dan untuk itu maka kepercayaan (i'tikad)
yaitu yang disebut sebagai "hukum hukum pokok atau keimanan, yang terhimpun dalam
kajian ilmu kalam.
4. Ashshiddieqy, pengertian syariah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk
para hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah, agar setiap hamba melaksanakan dengan
dasar imam, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun mengenai akhlak dan
aqidah kepercayaan yang bersifat batiniah.
5. Rosyada, definisi syariah adalah menetapkan norma norma hukum untuk menata
kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan umat
manusia lainnya.

6. Zuhdi (1987), pengertian syariah adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya
untuk hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar imam, baik yang berkaitan
dengan aqidah, amaliyah, dan yang berkaitan dengan akhlak.

Pengertian Aqidah Menurut Para Ahli

Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat
beralih dari padanya.
aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertamatama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh
dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari
kebimbangan dan keragu-raguan.
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Menurut Abdullah Azzam, aqidah adalah iman dengan semua rukun-rukunnya yang enam.Berarti
menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan ataukepercayaan akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya,Nabi-nabi-Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaitan antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat
akar, batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi
kehancuran untuk pohon tersebut.
Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa
aqidah, syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya.
Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang
kepadanya sebagai seorang manusia.
Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas
satu sama lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak

akan kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk


memelihara ketiganya dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan
yang dapat membangun penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Fadhil, M. Mustaqim, Buku Ajar Pokok-Pokok Materi Al Islam 1, Universitas

Muhammadiyah Surabaya, 2003.


Dr. Asmaran As., M.A. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mahmud Syaltut, 1966. Islam Aqidah wa Syariah, I, Kairo: Dar al-Kalam.
Prof. Dr. Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Muhammad al_Gazali, 1970, Khuluk al-Muslim, Kuwait: Dar al Bayan.
Abdul Al-Maududi, t.t., Towards Undestanding Islam, Jeddah: One Seeking Mercy of
Allah
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1977, Al Islam I, Jakarta: Bulan Bintang

Anda mungkin juga menyukai