Anda di halaman 1dari 12

MEMBUAT KERANGKA DASAR AJARAN

ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam
Dosen Pengampu : Syaefudin S.Pd.I, M.Pd

Disusun oleh:
Ajeng Trilatri Sukmawati (213102200020)
Ahmad Taufik Rizki (………………)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN JASMSANI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Agama islam adalah agama yang paling mulia dan sempurna dihadapan Allah SWT. Proses
perkembangan, pertumbuhan, serta penyebaran agama islam diseluruh penjuru dunia tidak
semudah membalikan telapak tangan. Semua itu tidak dapat terlepas dari perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Sehingga, perkembangan agama islam masih sampai sekarang dan
berkembang pesat. Namun, perkembangan itu berbanding terbalik dengan akhlak yang makin
lama makin bobrok.
Degradasi akhlak disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang mendalam tentang
islam. Kebanyakan orang islam sekarang mengaku orang islam tetapi tidak disertai dengan
pengalamannya. Dengan kata lain, umat islam tidak secara kaffah memeluk islam, tapi hanya
setengah.
Oleh karena itu perlunya pemahaman tentang kerangka dasar agama islam yang meliputi
akidah, syariat dan akhlak sehingga kita bisa lebih mudah memahami islam lebih jauh.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari akidah?
2. Apa saja bagian-bagian dari ilmu akidah?
3. Apakah pengertian dari syariat?
4. Apa saja perkara-perkara yang dihadapi umat islam dalam beribadahnya?
5. Apa pengertian dari akhlak?
6. Bagaimana akhlak menurut islam?

C. TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk memahami tentang “kerangka dasar agama islam”, sehingga
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Aqidah
A. Pengertian Akidah
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (bahasa Arab) aqidah berasal dari kata al-'aqdu (
‫ )اْلَع ْقُد‬yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (‫ )الَّتْو ِثْيُق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang
kuat, al-ihkaamu ( ‫ )ْاِإل ْح َك اُم‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-
wah ( ‫ )الَّرْبُطِبُقَّوٍة‬yang berarti mengikat dengan kuat, at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu
(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu
(penetapan). "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata
tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan
sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah.Allah ta’ala berfirman:

‫اَل ُيَؤ اِخ ُذ ُك ُم ُهّٰللا ِبالَّلْغ ِو ِفْٓي َاْيَم اِنُك ْم َو ٰل ِكْن ُّيَؤ اِخ ُذ ُك ْم ِبَم ا َع َّقْد ُّتُم اَاْلْيَم اَۚن َفَك َّفاَر ُتٓٗه ِاْطَع اُم َع َش َرِة َم ٰس ِكْيَن ِم ْن َاْو َسِط َم ا ُتْطِعُم ْو َن‬
‫َاْهِلْيُك ْم َاْو ِك ْس َو ُتُهْم َاْو َتْح ِرْيُر َر َقَبٍةۗ َفَم ْن َّلْم َيِج ْد َفِصَياُم َثٰل َثِة َاَّياٍم ۗ ٰذ ِلَك َك َّفاَر ُة َاْيَم اِنُك ْم ِاَذ ا َح َلْفُتْم ۗ َو اْح َفُظْٓو ا َاْيَم اَنُك ْم ۗ َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا‬
‫َلُك ْم ٰا ٰي ِتٖه َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬

Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak


dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah
yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau
memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang
demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).
Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya
agar kamu bersyukur (kepada-Nya)” (Al-Maa-idah: 89)

Sedang secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya
kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan
yang menghujan atau tersimpul di dalam hati. Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-
hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi
keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan. Adapun aqidah menurut para ahli
seperti berikut :
M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah
sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih
dari padanya.
Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu
dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama
halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.
Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih
dari kebimbangan dan keragu-raguan.

Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Aqidah dalam agama islam adalah
keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-
Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa
yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib,
beriman kepada apa yang menjadi ijma'(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-
berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan
menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.

B. Upaya Memperkokoh Aqidah

Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan kepada
Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini sangat penting
kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk mengilmuinya dengan benar
supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang Allah SWT.

C. Fungsi Aqidah
Sebagai hal yang sangat fundamental bagi seseorang, aqidah oleh karenanya disebut
sebagai titik tolak dan sekaligus merupakan tujuan hidup. Atas dasar itu maka aqidah
memiliki peran yang sangat penting di dalam memunculkan semangat peningkatan kualitas
hidup seseorang. Fungsi tersebut antara lain.

1. Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.


2. Akidah Dapat Menumbuhkan Kedisiplinan.
3. Aqidah Berpengaruh Dalam Peningkatan Etos Kerja.

2. Syariah
A. Syari’ah
Syariah ialah apa-apa yang disyariatkan atau dimestikan oleh agama atau lainya itu bagi
seseorang untuk dilaksanakan ,berupa peraturan-peraturan dan hukum-hukum sebagai
manifestasi atau konsekuensi dari akidah yang dianut. Demikian arti syariah secara umum.
Apa pula yang dikatakan syariah islam? Syariat islam adalah apa-apa yang disyariatkan Allah
terhadap semua hamba-Nya, berupa sunnah atau peraturan-peraturan dan hukum-hukum
untuk dilaksanakan dan diamalkan debagai perwujudan, manifestasi dan konsekuensi dari
akidah yang dianut,yaitu akidah islam yang sebenarnya menurut peraturan, tidak sah
pemakaian syariah itu kepada yang bukan peraturan Islam, karena kata syariah itu hanya
terdapat dalam islam yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu
sendiri. Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam,
yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam
merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai
fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri. Syariah memberikan
kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan
pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).

Syariah meliputi 2 bagian utama :


a. Ibadah (dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal).
Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat,
puasa
b. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) Dalam
hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang,
bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh. Dalam menjalankan
syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24:51, 4:59) menjauhi bid'ah (perkara
yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram (7:33, 156-157),
maka : Tinggalkan yang subhat (meragukan). Ikuti yang wajib, jauhi yang harap,
terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele.
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan menghendaki
kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja &
kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan.
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syari’ah (3:103,
8:46). Syari’ah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf
nahi munkar.

B. Perbedaan Syari’ah dan Fiqh

Sepintas kita melihat bahwa syari’ah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh memang
membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syari’ah. Keduanya ada
untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya. Berikut
ulasannya, Syari’ah terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
2. Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang dan
tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’ dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syari’ah yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syari’ah yang terdiri dari
ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki
pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah
Aturan yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam
yang bersumber dari nash yang zanni.

C. Fungsi Syariah

Syari’ah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka mendapatkan ridha Allah
dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya Syariat Islam kepada
manusia juga memiliki “tujuan” yang sangat mulia.
Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap
orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam
memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk
memilih, “...Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat
menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mu’min
tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan
kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan
seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh
keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman seseorang.

Yang kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan jiwa
seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum “qishash”.
Di dalam Islam dikenal ada “tiga” macam pembunuhan, yakni pembunuhan yang
“disengaja”, pembunuhan yang “tidak disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal
ini tentunya dilihat dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika
terbukti suatu pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang terbunuh
berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati atau membayar
“Diyat”(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali menetapkan apa yang dituntut
oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus pembunuhan yang “tidak
disengaja” atau yang “seperti disengaja”, di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan
hukum membayar “Diyat” (denda) sebelum qishash. Bahwasanya dalam hukum qishash
tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah
SWT: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal,
supaya kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179).

Yang ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi keturunan


diantaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina ghoiru muhshon
(perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/ istri, duda/ janda)
(Al Hadits). Firman Allah SWT: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah
dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
dari orang-orang yang beriman” (An-Nuur, 24:2). Ditetapkannya hukuman yang berat
bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua
manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung
dan seterusnya, betapa akan semrawutnya kehidupan ini.

Yang keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini sangat


menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan, “Agama
adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”.
Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya. Seseorang
yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka
yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya
dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum
Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan akalnya. Betapa
sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu kehadiran risalah Islam
diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal tersebut tetap berfungsi,
sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik dan benar dalam kehidupan
ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena
memang akallah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain.
Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan
segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat
merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang
disebut khamar bukanlah hanya sebatas minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman
dahulu, tapi yang dimaksud khamar adalah, “setiap segala sesuatu yang membawa akibat
memabukkan” (Al Hadits).

Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah SWT
menyatakan.
‫َيٰٓـَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَّنَم ا ٱْلَخ ْم ُر َو ٱْلَم ْيِس ُر َو ٱَأْلنَص اُب َو ٱَأْلْز َلٰـ ُم ِرْج ٌۭس ِّم ْن َع َمِل ٱلَّشْيَطٰـ ِن َفٱْج َتِنُبوُه َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Al Maa-idah,5:90). Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang
dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong
syaitan, karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.

Yang kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk
bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan
hukum potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah,
5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan
harta milik orang lain dengan zalim, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, “melindungi kehormatan seseorang”. Termasuk melindungi nama
baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi kehormatannya
dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau
mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar biasa Islam menetapkan
hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali bagi seorang
yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT
berfirman: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka
itulah orang-orang yang fasik” (QS. An-Nuur, 24:4). Juga dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang
besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan keras pula untuk kita berprasangka buruk,
mencari-cari kesalahan dan menggunjing terhadap sesama mu’min (QS. Al Hujurat,49:12).

Yang ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan


bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang pemimpin
dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar masyarakat yang di
bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”. Allah SWT
berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al Quraisy, 106:4).

Yang kedelapan, “melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara”. Islam


menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan “kudeta” terhadap
pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam “dengan cara yang Islami”. Bagi mereka
yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara bersilang supaya
keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang
mengkudeta khalifah yang sah maka penggallah lehernya”.

3. Akhlak
A. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari kata akhlaaqun, jamak taksir dari kata khuluqun yang berarti
perangai atau kesopanan. Menurut istilah Akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber
dari dorongan jiwanya. Imam Al-Ghazali mengatakan : Akhlaq adalah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa(manusia ), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang
dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan(lebih lama). Maka jika sifat tersebut
melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan
akhlaq yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan
akhlak yang buruk.

Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya adalah akhlaq
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan)
dan khalaq (penciptaan).

Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk (manusia).
Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru
mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada
kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau
norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur
hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak Islamiyah
atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku yang terbaik dan
terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as Sunnah.

Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam Qurthubi akhlaq
adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang sehingga adab atau tata
krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.

Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul al-
madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi menjadi dua
bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT dan akhlaq terhadap
makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang dibagi menjadi dua bagian
yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap manusia terdiri dari akhlaq terhadap
Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga, terhadap masyarakat,
terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa.

Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda mati,
terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran tentang dasar-
dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu Hadis Jibril
(Iman, Islam, dan Ihsan).

B. Jenis-jenis akhlak

Ulama Ahklaq menyatakan bahwa akhlaq yang baik merupakan sifat para Nabi dan
orang-orang Shiddiq, Sedangkan akhlaq yang buruk merupakan sifat syaitan dan orang-orang
yang tercela. Maka pada dasarnya ,akhlaq itu menjadi dua macam jenis:
1. Akhlaq baik atau terpuji yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesame manusia dan
makhluk-makhluk lain;
2. Akhlaq buruk atau tercela yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan ,sesama manusia dan
makhluk-makhluk lain.
C. Sumber Akhlaq

Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia
dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah Al-Qur’an dan as
Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan
moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan
Mu’tazilah.

Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela,
semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an dan as Sunnah) menilainya demikian. Kenapa sifat
sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai baik?tidak lain karena syara’ menilai
semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam,
kikir dan dusta misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena Syara’ menilainya demikian.
D. Akhlak Dalam Kehidupan Manusia
1. Akhlak kepada Allah
a. Mensyukuri nikmat Allah.
b. Malu berbuat dosa.
c. Allah sebagai tempat pengharapan.
d. Optimis terhadap pertolongan Allah.
e. Yakin akan janji-janji Allah.
2. Akhlak kepada diri sendiri
Beberapa cara memperbaiki diri
a. Taubatun nashuha.
b. Muroqobah : senantiasa merasa dalam pengawasan Allah.
c. Muhasabah : evaluasi diri.
d. Mujahadah : bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu.
3. Akhlak kepada orang lain
Akhlak kepada orang tua : Taat dan patuh kepada orang tua. QS Lukman: 15, Harus taat
danpatuh pada orang tua,namun jika orang tua memaksa berbuat jahat, kita tidak boleh
mengikuti.
4. Akhlak kepada masyarakat
a. Amar ma’ruf nahi munkar.
b. Menyebarkan rahmat dan kasih sayang.
5. Akhlak kepada lingkungan
a. Mengelola dan memelihara lingkungan hidup.
b. Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah membahas secara satu per satu bagian dari “Kerangka Dasar Islam”, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Aqidah adalah semua sistem kepercayaan atau keyakinan .
2. Syari‟ah adalah sistem norma (kaidah) Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial,
hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
3. Ilmu akhlaq adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk pada sikap dan perilaku
manusia serta segala sesuatu yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan yang
seyogyanya diperlihatkan manusia terhadap manusia lain, dirinya sendiri dan
lingkungan hidupnya. Sumber akhlaq Islam adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits.
4. Hubungan bagian-bagian kerangka dasar ajaran agama Islam adalah aqidah sebagai
sistem kepecayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan yang
menggambarkan sumber dan dan hakikat keberadaan agama. Sementara syari‟at
sebagai sistem nilai yang berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sedangkan akhlaq, sebagai sistematika yang menggambarkan arah dan tujuan yang
hendak dicapai agama.

B. Saran
1. Jadikanlah Islam itu agama yang mulia, dengan cara menjalankan segala ajaran-
Nya.
2. Jadilah manusia yang berakhlakul karimah, yang menjunjung tinggi nilai dan norma
agama Islam.
3. Perdalam pengetahuan kita tentang ilmu yang menyangkut Islam.
4. Ikutilah syari‟ah dalam Islam ketika hendak melakukan sesuatu.
5. Selalu menerapkan rukun Iman dan rukun Islam dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2004. Islam Mulai Akar ke Daunnya. BKIM IPB Press. Bogor.

http://id.wikipedia.org/wiki/Aqidah dengan perubahan

http://abibakarblog.com/agama/hubungan-antara-aqidah-dan-syariat/ dengan
perubahan

http://id.wikipedia.org/wiki/Syari’at_Islam dengan perubahan

Anda mungkin juga menyukai