Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PAI
IMAN KEPADA QADA DAN QADAR

Disusun oleh : Jannatun Na’im


Kelas : XII Mia 1
Guru pembimbing : IBU RISMIDA

SMA N 1 RANAU TENGAH


2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang


telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga Saya dapat
menyelesaikan laporan ini guna memenuhi tugas untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Dengan Judul: Iman Kepada Qada dan Qadar.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengamatan yang saya miliki. Oleh karena
itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya saya berharap semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Simpang Sender Selatan, 08 Maret 2023

Jannatun Na’im
Daftar Isi

KATA
PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
..............
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................
A. Latar belakang....................................................................................................
B. Tujuan................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................... ......
1. Pengertian beriman kepada qada dan qadar.......................................
2. Macam-macam takdir...........................................................................
3. Fungsi beriman kepada qada dan qadar Allah SWT.............................
4. Ciri-ciri orang yang beriman kepada qada dan qadar..........................
5. Hikmah orang yang beriman kepada qada dan qadar..........................
6. Hubungan antara qada dan qadar........................................................
7. Dalil-dalil yang berkaitan dengan qada dan qadar...............................
BAB III PENUTUP.....................................................................................................
..............
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-warni kehidupan
yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang
terjaga rahasianya dan tidak satu pun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang
telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-bencana yang
akhir- akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan
bencana- bencana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah
SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang
mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan
apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.

Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-
ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan
tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang
saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim
yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah
beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami
keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.
Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

 Untuk memahami iman kepada qada’ dan qadar


 Untuk memahami dan mengetahui macam-macam takdir
 Untuk memahami fungsi iman kepada qada’ dan qadar
 Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar
 Untuk mengetahui hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan qadar
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN BERIMAN KEPADA QADA’ DAN QADAR


Iman adalah keyakinan yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan
dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada’ menurut bahasa artinya Ketetapan. Qada’ artinya
ketetapan Allah Swt. kepada setiap makhluk-Nya yang bersifat Azali. Azali Artinya ketetapan itu
sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran makhluk. Sedangkan Qadar artinya menurut
bahasa berarti ukuran. Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang
telah ditentukan sebelumnya. Qada’ dan Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.
Jadi, Iman kepada qada’ dan qadar adalah percaya sepenuh hati bahwa sesuatu yang terjadi, sedang
terjadi, akan terjadi di alam raya ini, semuanya telah ditentukan Allah SWT sejak jaman azali. Iman
kepada qada’ dan qadar termasuk rukun iman yang keenam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Iman adalah kamu percaya kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul-Nya, hari akhir, dan
kamu percaya kepada takdir baik maupun buruk.” (HR. Muslim)

Dan sabda Rasulullah SAW yang artinya : “Malaikat akan mendatangi Nuthfa yang telah menetap
dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima malam seraya berkata; ‘Ya Tuhanku,
apakah nantinya ia ini sengsara atau bahagia? ‘ Maka ditetapkanlah (salah satu dari) keduanya.
Kemudian malaikat itu bertanya lagi; ‘Ya Tuhanku, apakah nanti ia ini laki-laki ataukah perempuan? ‘
Maka ditetapkanlah antara salah satu dari keduanya, ditetapkan pula amalnya, umurnya, ajalnya,
dan rezekinya. Setelah itu catatan ketetapan itu dilipat tanpa ditambah ataupun dikurangi lagi.” (HR.
Muslim)

Allah berfirman yang Artinya : “Tiadalah suatu bencana menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu, melainkan dahulu sudah tersurat dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadiid:22) .

2. MACAM-MACAM TAKDIR

Takdir terbagi menjadi dua bagian, yakni:

1) Takdir Mu’allaq
Takdir mu’allaq adalah takdir Allah SWT atas makhluknya yang memungkinkan dapat
berubah karena usaha dan ikhtiar manusia. Allah berfirman yang Artinya : “Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka itu mengubah nasibnya
sendiri.” (Ar-Radu
: 11) Contoh :

1) Miskin bisa jadi kaya, lantaran bekerja keras


Allah berfirman yang Artinya : “Dan katakanlah(hai Muhammad) : Bekerjalah kamu
semua, maka Allah dan Rasulnya serta orang mukmin akan melihat hasil pekerjaanmu.’
(At- Taubah ayat 105)
2) Bodoh Menjadi Pintar , lantaran mau belajar giat
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Belajarlah kamu sekalian, ajarkanlah bertawakal
kamu kepada guru, serta lemah lembutlah kamu kepada murid.” (H.R. Tabrani)

3) Orang sakit bisa menjadi sembuh, lantaran berobat dan berdoa


Allah berfirman yang Artinya : “Berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan
mengabulkan permohonanmu.” (Al-Mu’minun ayat 60).

2) Takdir Mubram
Takdir Mubram ialah takdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.
Contohnya nasib manusia, lahir, kematian, jodoh, rizkinya, dan terjadinya kiamat dan
sebagainya. Qada’ & qadar Allah SWT yang berhubungan dengan nasib manusia adalah
rahasia Allah SWT, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan
mengetahui qada’ dan qadarnya melalui usaha dan ikhtiar. Kapan manusia lahir, bagaimana
statusnya sosialnya, bagaimana rizkinya ,siapa anak istrinya, dan kapanya meninggalnya,
adalah rahasia Allah SWT. Jalan hidup manusia seperti itu sudah ditetapkan sejak zaman
azali yaitu masa sebelum terjadinya sesuatu atau massa yang tidak bermulaan. Tidak
seorang pun yang mengetahuinya.

3. FUNGSI BERIMAN KEPADA QADA’DAN QADAR ALLAH SWT


Beriman kepada qada’ dan qadar mempunyai fungsi penting bagi manusia dalam kehidupan sehari-
hari. Diantaranya:

 Mempunyai semangat ikhtiar


Ikhtiar artinya melakukan perbuatan yang baik dengan penuh kesungguhan dan keyakinan
akan hasil yang baik bagi dirinya. Dengan pemahaman seperti itulah ,seorang murid akan
bekerja keras agar biasa sukses, pedagang akan hidup hemat agar usahanya berkembang,
dan sebagainya. Allah SWT berfirman yang Artinya:“ Dan bahwa manusia hanya memperoleh
apa yang usahakannya. Dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan
diperlihatkan(kepadanya).”(Q.S.An-Najm, 39-40)
 Mempunyai sifat sabar dalam menghadapi cobaan
Dengan percaya qada’ dan qadar, manusia akan sadar bahwa kehidupan adalah ujian-ujian
yang harus dilalui dengan sabar. Sabar adalah sikap mental yang teguh pendirian, berani
menghadapi tantangan, tahan uji, dan tidak menyerah pada kesulitan. Teguh pendirian
berarti tidak mudah goyah dalam memegang prinsip atau pedoman hidup, berani
menghadapi tantangan berarti berani menghadapi cobaan,penderitaan,kesakitan dan
kesengsaraan. Cobaan harus dihadapi dengan tenang, dipikir dengan jernih, dicari jalan
keluarnya tampak menyerah pada kesulitan, dan akhirnya diserahkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman yang Artinya: Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan
hanya mengatakan, ’’kami telah beriman, ”dan mereka tidak di uji” (Q.S.AL-Ankabut,29:2)
 Sabar bahwa cobaan adalah qada ’dan qadar dari Allah SWT
Segala yang ada di alam semesta hakikatnya adalah milik Allah SWT dan suatu saat akan
kembali kepada Allah SWT. Firman Allah SWT yang Artinya: “Yaitu orang-orang apabila
ditimpa musibah, mereka berkata’Inna’lilliahi wa inna ilaihi rajiun’.(Q.S. Albaqarah,2:156)
 Tawakal
Tawakal menurut bahasa artinya bersandar atau berserah diri. Dalam istilah agama, tawakal
artinya berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT dalam menghadapi atau menunggu hasil
dari suatu pekerjaan atau usaha. Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal artinya menyandarkan
diri kepada Allah SWT dalam menghadapi setiap kepentingan. Dalam hal ini, tawakal kepada
Allah SWT bukan berarti penyandaran diri kepada Allah SWT secara mutlak, melainkan
penyandaran diri yang harus didahului dengan kerja keras dalam berikhtiar berdasarkan
kemampuan maksimal.

4. CIRI- CIRI ORANG YANG BERIMAN KEPADA QADA’DAN QADAR.

 Qana’ah dan Kemuliaan Diri


Seseorang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa rizkinya telah tertuliskan, dan
bahwa ia tidak akan meninggal sebelum ia menerima sepenuhnya, juga bahwa rizki itu tidak
akan dicapai oleh semangatnya orang yang sangat berhasrat dan tidak dapat dicegah oleh
kedengkian orang yang dengki. Ia pun mengetahui bahwa seorang makhluk sebesar apa pun
usahanya dalam memperoleh ataupun mencegahnya dari dirinya, maka ia tidak akan
mampu, kecuali apa yang telah Allah tetapkan baginya. Dari sini muncullah Qana’ah
terhadap apa yang telah diberikan, kemuliaan diri dan baiknya usaha, serta membebaskan
diri dari penghambaan kepada makhluk dan mengharap pemberian mereka. Hal tersebut
tidak berarti bahwa jiwanya tidak berhasrat pada kemuliaan, tetapi yang dimaksudkan
dengan Qana’ah ialah, Qana’ah pada hal-hal keduniaan setelah ia menempuh usaha, jauh
dari kebakhilan, kerakusan, dan dari mengorbankan rasa malunya.
 Cita-Cita Yang Tinggi
Maksud dari cita-cita yang tinggi adalah menganggap kecil apa yang bukan akhir dari
perkara- perkara yang mulia. Sedangkan cita-cita yang rendah, yaitu sebaliknya dari hal itu,
ia lebih mengutamakan sesuatu yang tidak berguna, Ridha dengan kehinaan, dan tidak
menggapai perkara-perkara yang mulia. Iman kepada qadar membawa pelakunya kepada
kemauan yang tinggi dan menjauhkan mereka dari kemalasan, berpangku tangan, dan
pasrah kepada takdir.
 Bertekad dan Bersungguh-Sungguh dalam Berbagai Hal
Orang yang beriman kepada qadar, ia akan bersungguh-sungguh dalam berbagai urusannya,
memanfaatkan peluang yang datang kepadanya, dan sangat menginginkan segala kebaikan,
baik akhirat maupun dunia. Sebab, iman kepada qadar mendorong kepada hal itu, dan sama
sekali tidak mendorong kepada kemalasan dan sedikit beramal.
Bahkan, keimanan ini memiliki pengaruh yang besar dalam mendorong para tokoh untuk
melakukan pekerjaan besar, yang mereka menduga sebelumnya bahwa kemampuan mereka
dan berbagai faktor yang mereka miliki pada saat itu tidak cukup untuk menggapainya.
 Bersikap Adil, Baik Pada Saat Senang Maupun Susah
Iman kepada qadar akan membawa kepada keadilan dalam segala keadaan, sebab manusia
dalam kehidupan dunia ini mengalami keadaan bermacam-macam.
Orang-orang yang beriman kepada qadar menerima sesuatu yang menggembirakan dan
menyenangkan dengan sikap menerima, bersyukur kepada Allah atasnya, dan
menjadikannya sebagai sarana atas berbagai urusan akhirat dan dunia. Lalu, dengan
melakukan hal tersebut, mereka mendapatkan, berbagai kebaikan dan keberkahan, yang
semakin melipatgandakan kegembiraan mereka. Mereka menerima hal-hal yang tidak
disenangi dengan keridhaan,
mencari pahala, bersabar, menghadapi apa yang dapat mereka hadapi, meringankan apa
yang dapat mereka ringankan, dan dengan kesabaran yang baik terhadap apa yang harus
mereka bersabar terhadapnya. Sehingga mereka, dengan sebab itu, akan mendapatkan
berbagai kebaikan yang besar yang dapat menghilangkan hal-hal yang tidak disukai, dan
digantikan oleh kegembiraan dan harapan yang baik.
 Selamat Dari Kedengkian dan Penentangan
Iman kepada qadar dapat menyembuhkan banyak penyakit yang menjangkiti masyarakat, di
mana penyakit itu telah menanamkan kedengkian di antara mereka, misalnya hasad yang
hina. Orang yang beriman kepada qadar tidak dengki kepada manusia atas karunia yang
Allah berikan kepada mereka, karena keimanan-Nya bahwa Allah-lah yang memberi dan
menentukan rizki mereka. Dia memberikan dan menghalangi dari siapa yang dikehendaki-
Nya, sebagai ujian. Apabila dia dengki kepada selainnya, berarti dia menentang ketentuan
Allah. Jika seseorang beriman kepada qadar, maka dia akan selamat dari kedengkian,
selamat dari penentangan terhadap hukum-hukum Allah yang bersifat syar’i (syari’at) dan
ketentuan- ketentuan-Nya yang bersifat kauni (sunatullah), serta menyerahkan segala
urusannya kepada Allah semata.

5. HIKMAH ORANG YANG BERIMAN KEPADA QADA’ DAN QADAR


Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam
menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut
antara lain:

 Banyak Bersyukur dan Bersabar


Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia
akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri.
Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan
ujian. Firman Allah yang Artinya: ”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah(
datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta
pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
 Menjauhkan Diri dari Sifat Sombong dan Putus Asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia
menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun
merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan
berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT yang artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
 Bersifat Optimis dan Giat Bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja,
tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar
senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firman
Allah yang Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
 Jiwanya Tenang
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa dalam
hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika
beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan
berusaha lagi. Seperti firman Allah yang Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah
hamba- hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku. ( QS. Al-Fajr ayat 27-30)

 Mendorong anak pada sikap yang seimbang antara optimisme dan tawakkal.Dua hal ini
akan berjalan dengan baik dan seimbang jika kita percaya dengan adanya qadha dan qadar
Allah SWT.
 Melatih diri untuk lebih bersyukur dan bersabar kepada Allah SWT.
Misalnya: ketika tertimpa musibah, sikap orang akan berbeda. Ada yang tabah, ada yang
sedih dan tidak terima. Orang yang beriman dengan takdir, ia akan bersabar dan tetap
bersyukur karena ia memahami bahwa semua ini tidak lepas dari ketentuan Allah SWT.
 Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Orang yang percaya pada takdir Allah SWT, pasti dia merasa bahwa semua yang
menimpanya adalah bagian dari karunia Allah SWT. Karena itu, semua kejadian yang
dialaminya kian mendekatnya dirinya kepada Allah SWT.
 Melatih seseorang menjadi orang yang giat berusaha, optimis, dan tidak cepat putus asa.
 Menghindarkan dari sifat sombong.
Orang yang percaya takdir Allah SWT pasti tidak akan sombong, Karena ia memahami bahwa
semua yang dimiliki adalah bersumber dari Allah SWT. Jadi, apa yang perlu dibanggakan dan
disombong-sombongkan?
 Dapat menenangkan jiwa.
Banyak orang yang gelisah karena dia mendapatkan masalah. Ia terjadi sebab mereka tidak
menyadari bahwa yang memberikan masalah.

6. HUBUNGAN ANTARA QADA DAN QADAR

Hubungan antara qada dan qadar merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan dan satu
kesatuan. Dalam rukun iman agama Islam, penyebutannya juga disatukan, yaitu iman kepada qada
dan qadar.

Hubungan antara qada dan qadar diuraikan melalui pengertian dari keduanya. Melansir buku “KH.
ABDUL KARIM JAMAK DAN PEMIKIRANNYA TENTANG KONSEP KETUHANAN” terbitan Penerbit NEM,
qada adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Sedangkan qadar, merupakan
kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah.

Dapat dikatakan hubungan qada dan qadar layaknya rencana dan perbuatan. Sehingga ketetapan
Allah SWT sejak dahulu kala disebut qada dan realitas yang terjadi saat ini disebut qadar.
Qada dan qadar menjadi bagian dari rukun iman keenam yang wajib diimani setiap muslim imani.
Dengan meyakini segala kejadian yang terjadi merupakan ketentuan dan ketetapan Allah SWT,
manusia diciptakan oleh Allah dan Dialah dengan kekuasaan penuh, mengatur jalan gerak dan
tingkah laku manusia.

7. DALIL-DALIL YANG BERKAITAN DENGAN QADA DAN QADAR

Oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd

Dalil yang menunjukkan rukun yang agung dari rukun-rukun iman ini ialah al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’,
fitrah, akal, dan Panca Indera.

Dalil-Dalil Dari Al-Qur-an

Dalil-dalil dari al-Qur-an sangat banyak, di antaranya firman Allah Azza wa Jalla

‫مْق‬ َ
‫و َكا َن أ ْم ُر ِ َد ُدو ًرا‬
‫ل َّ ًرا‬
‫ال‬
“…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” [Al-Ahzab/33 :38]

Juga firman-Nya:

‫شي خَلقَْناُه ِبَق َد‬ ‫هل‬ ‫ن ها‬


‫ٍر‬ ‫ٍء‬

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [Al-Qamar/54 : 49]

Dan juga firman-Nya yang lain:

‫ِبقَ َد ٍم‬ َ‫شي ه عنْ خ َزا و َما ُنن‬ ‫و ِإ ْ ن م‬


‫م‬ ‫ٍر‬ ‫’زُله‬ ‫ِئن ُه‬ ‫ٍء ل َدَنا‬ ‫ْن‬
‫ه ْع ُلو‬
‫ل‬
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” [Al-Hijr/15 : 21]

Juga firman-Nya:

‫م ْعلُو ٍم فَق ِن ْع َم الْ َقا‬ َ ‫ِإلَ ٰى‬


‫ِد ُرو َن‬ ‫َد ْرَنا‬ ‫د‬
‫ٍر‬
“Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang
menentukan.” [Al-Mursalaat/77 : 22-23]

Juga firman-Nya yang lain:

‫جئ عَل ٰى َق َد ٰى‬ ‫ُث هم‬


‫ٍر َيا موس‬ ‫ت‬

“…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa.” [Thaahaa/20 : 40]

Dan juga firman-Nya:

‫شي ٍء فَقَ هد َر ُه‬


ُ‫و َخل ك‬
‫تَ ْق ِدي ًرا‬ ‫هل‬
‫ق‬
“…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-
rapinya.” [Al-Furqaan/25 : 2]

Dan firman-Nya yang lain:

‫َواله ِذي قَ هد َر فَ َه َد ٰى‬


“Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” [Al-A’laa/87 : 3]
Firman-Nya yang lain:
ْ‫مف‬
‫ل َيقْضي أَ ْم ًرا ك ا‬
‫ُعو ًَّل‬
‫َن‬ َُّ ‫ل‬
‫ا‬
“… (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti
dilaksanakan…” [Al-Anfaal/8: 42]

Serta firman-Nya yang lain :

‫ضم‬ ‫وق ض يْ َنا ِإ َل ٰى س َرا ي اْل ِكتَا ُتفْ ُد ا ْْلَ ْر‬


‫هرتَ ْي‬ ‫ي‬ ‫ب ه‬ ‫بَ ِني إ ئِ ي َل‬
‫ِن‬ ‫ن‬
‫س‬
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, ‘Sesungguhnya kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi ini dua kali...” [Al-Israa’/17 : 4]

Dalil-Dalil Dari As-Sunnah

Sementara dari sunnah ialah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang
terdapat dalam hadits Jibril Alaihissalam

ِ
‫وتُ ْؤ ِم َن اْلَق َد ِر ِه ’ر‬
‫ِر و خ ِه‬
‫ْي ش‬
“…Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk… .” [1]

Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahiih dari Thawus, dia mengatakan, “Saya mengetahui
sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Segala
sesuatu dengan ketentuan takdir.’ Ia melanjutkan, “Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar
mengatakan, ‘Segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau
kecerdasan dan kelemahan.’”[2]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ
‫ ه َ شا ع‬:‫َكذ وَل ِك ْن ُق ْل‬
َ َ‫عل ك ا كذ‬
ْ َ َ‫أ‬ :ْ ‫و ِإ ْن أ صا ْ ف تَُقل‬
‫م َ ء َل‬ ‫ل‬ َ
‫ق َد ُر‬ ‫ و‬،‫ا ا‬ ‫ن‬ َ ،‫ِن’ي ت‬ ‫َب ي ئ‬
‫ل ا‬ ‫ْو‬ ‫َك‬
‫ا و‬ ‫ش‬
“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Se-andainya aku melakukannya, niscaya
akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang
dikehendakinya pasti terjadi… .’” [3]

Demikianlah (dalil-dalil tersebut), dan akan kita temukan dalam kitab ini dalil-dalil yang banyak dari
al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagai tambahan atas apa yang telah disebutkan.

Dalil-Dalil Dari Ijma’


Sedangkan menurut Ijma’, maka kaum muslimin telah bersepakat tentang kewajiban beriman
kepada qadar, yang baik dan yang buruk, yang berasal dari Allah. An-Nawawi Rahimahullah berkata,
“Sudah jelas dalil-dalil yang qath’i dari al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’ Sahabat, dan Ahlul Hil wal ‘Aqd
dari kalangan salaf dan khalaf tentang ketetapan qadar Allah Azza wa Jalla.” [4]
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Sudah menjadi pendapat salaf seluruhnya bahwa seluruh perkara
semuanya dengan takdir Allah Ta’ala.” [5]

Dalil-Dalil Dari Fitrah

Adapun berdasarkan fitrah, bahwa iman kepada qadar adalah sesuatu yang telah dimaklumi
secara fitrah, baik dahulu maupun sekarang, dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali sejumlah
kaum musyrikin. Kesalahannya tidak terletak dalam menafikan dan mengingkari qadar, tetapi
terletak dalam memahaminya menurut cara yang benar. Karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman
tentang kaum musyrikin.

“Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami
dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya… .’” [Al-An’aam/6 : 148]

Mereka menetapkan kehendak (masyii-ah) bagi Allah, tetapi mereka berargumen dengannya atas
perbuatan syirik. Kemudian Dia menjelaskan bahwa ini merupakan keadaan umat sebelum mereka,
dengan firman-Nya:

‫ِه‬
‫ك َٰذ ِل َك ك ب اله م‬
‫ْم‬
‫ذ ِذي َن ْن‬
‫ْب‬ ‫ه‬
‫ِل‬
“… Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul)… .” [Al-
An’aam/6 : 148]

Bangsa ‘Arab di masa Jahiliyyah mengenal takdir dan tidak mengingkarinya, serta di sana tidak ada
orang yang berpendapat bahwa suatu perkara itu memang telah ada sebelumnya (terjadi dengan
sendirinya, tanpa ada Yang menghendakinya).

Hal ini kita jumpai secara nyata dalam sya’ir-sya’ir mereka, sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya, dan sebagaimana dalam ucapan ‘Antarah:

Wahai tetumbuhan, ke mana aku akan lari dari kematian

Jika Rabb-ku di langit telah menentukannya [6]

Sebagaimana juga ucapan Tharfah bin al-‘Abd:

Seandainya Rabb-ku menghendaki, niscaya aku menjadi Qais bin Khalid

Dan sekiranya Rabb-ku menghendaki, niscaya aku menjadi ‘Amr bin Martsad [7]

Suwaid bin Abu Kahil berkata:

Yang Maha Pemurah, dan segala puji untuk-Nya, telah menuliskan

Keluasan akhlak pada kami begitu juga kebengkokannya [8]

Al-Mutsaqqib al-‘Abdi berkata:

Aku yakin, jika Rabb menghendaki,

Bahwasanya kekuatan dan tujuan-Nya akan sampai kepadaku [9]

Zuhair berkata:
Jangan menyembunyikan kepada Allah apa yang ada dalam jiwa kalian

Agar tersembunyi, dan meskipun disembunyikan Allah tetap mengetahuinya

Dia menunda lalu diletakkan dalam kitab untuk disimpan

Bagi hari Penghisaban, atau disegerakan untuk diberi balasan [10]

Sebagaimana kita dapati juga dalam khutbah-khutbah mereka, seperti dalam pernyataan Hani’ bin
Mas’ud asy-Syaibani dalam khutbahnya yang masyhur pada hari Dzi Qar, “Sesungguhnya sikap
waspada (hati-hati) tidak dapat menyelamatkan dari takdir.” [11]

Tidak seorang pun dari mereka yang menafikan qadar secara mutlak, sebagaimana yang ditegaskan
oleh salah seorang pakar bahasa ‘Arab, Abul ‘Abbas Ahmad bin Yahya Tsa’lab Rahimahullah, dengan
ucapannya, “Saya tidak mengetahui ada orang ‘Arab yang mengingkari takdir.” Ditanyakan
kepadanya, “Apakah di hati orang-orang ‘Arab terlintas pernyataan menafikan takdir?” Ia menjawab,
“Berlindunglah kepada Allah, tidak ada pada bangsa ‘Arab kecuali menetapkan takdir, yang baik
maupun yang buruk, baik semasa Jahiliyyah maupun semasa Islam. Pernyataan mereka sangat
banyak dan jelas.” Kemudian dia mengucapkan sya’ir:

Takdir-takdir berlaku atas jarum yang menancap

Dan tidaklah jarum berjalan melainkan dengan takdir

Lalu dia mengucapkan sya’ir milik Umru-ul Qais:

Kesengsaraan pada dua kesengsaraan telah tertuliskan [12]

Labid berkata:

Bertakwa kepada Rabb kami adalah sebaik-baik kewajiban

Dan dengan seizin Allah hidup dan ajalku

Aku memuji Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya

Di kedua tangan-Nya tergenggam kebajikan, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi

Siapa yang diberi petunjuk kepada jalan kebajikan, maka dia telah mendapat petunjuk dan hidupnya
menyenangkan

Dan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk disesatkan), maka Dia menyesatkannya [13]

Ka’b bin Sa’ad al-Ghanawi berkata:

Tidakkah engkau mengetahui bahwa dudukku tidak menjauhkan kematianku dariku

Dan tidak pula kepergianku mendekatkanku kepada kematian

Bersama takdir yang pasti, hingga kematianku menimpaku

Seandainya jiwa tidak terburu-buru [14]

Dalil-Dalil Dari Akal

Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehat memastikan bahwa Allah-lah Pencipta alam semesta ini,
Yang Mengaturnya dan Yang Menguasainya. Tidak mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang
menakjubkan, saling menjalin, dan berkaitan erat antara sebab dan akibat sedemikian rupa ini
adalah
secara kebetulan. Sebab, wujud itu sebenarnya tidak memiliki sistem pada asal wujud-Nya, lalu
bagaimana menjadi tersistem pada saat adanya dan perkembangannya?

Jika ini terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, maka sudah pasti sesuatu tidak terjadi
dalam kekuasaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki dan ditakdirkan-Nya.

Di antara yang menunjukkan pernyataan ini ialah firman Allah Azza wa Jalla:

ْ‫عل‬
‫ْي‬ ‫َّلال قَ ْد‬ َ‫هه َن ِلتَ ْع َل َ ’ ِ „ء قَ ِدي وأ‬ ‫هه َن َيت ََن َز هل‬ ‫ت و ِم‬ ‫َما‬ ‫هّلال الَ ِذي خل س‬
‫ًما‬ ‫هموا َأ َن ْين ّلل ى ’ ˚ر ش َن‬ َ‫ا ْ َْل ْم هر ض مْثل‬ ‫َن ا ْْلَ ْر‬
‫„ء‬ ‫أَ َحا هك‬ ‫َوا‬ ‫ق ْب‬
‫ش‬ ‫ِ’ ل‬ ‫ْي‬ ‫ا علَ ل‬ ‫س‬ ‫َع‬
‫ط‬

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya,
agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah,
ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaaq/65 : 12]

Kemudian perincian tentang qadar tidak diingkari akal, tetapi merupakan hal yang benar-benar
disepakati, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

Dalil-Dalil Dari Panca Indera

Adapun bukti secara inderawi, maka kita menyaksikan, mendengar, dan membaca bahwa manusia
akan lurus berbagai urusan mereka dengan beriman kepada qadha’ dan qadar -dan telah lewat
penjelasan tentang hal ini pada pembahasan “Buah Keimanan kepada Qada’ dan Qadar”-. Orang-
orang yang benar-benar beriman kepadanya adalah manusia yang paling berbahagia, paling
bersabar, paling berani, paling dermawan, paling sempurna, dan paling berakal.

Seandainya keimanan kepada takdir tersebut tidaklah nyata, niscaya mereka tidak mendapatkan
semua itu.

Kemudian, qadar adalah “sistem tauhid,” [15] sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
‘anhu, dan tauhid itu sendiri adalah sebagai sistem kehidupan. Maka kehidupan manusia tidak akan
benar-benar istiqamah (lurus), kecuali dengan tauhid, dan tauhid tidak akan lurus kecuali dengan
beriman kepada qadha’ dan qadar.

Mudah-mudahan apa yang akan disebutkan di akhir kitab ini mengenai kisah-kisah manusia yang
menyimpang dalam masalah takdir akan menjadi bukti atas hal itu.

Kemudian dalam perkara yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
berupa perkara-perkara ghaib di masa mendatang yang telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam
hadits, adalah bukti yang jelas dan nyata bahwa iman kepada qadar adalah hak dan benar.

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indonesia Kupas Tuntas Masalah Takdir,
Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikh, Sag. Penerbit Pustaka Ibnu
Katsir
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPUL
AN

Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah putus asa, sebab
yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan
memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang. Oleh karena itu, jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk
menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik
menurut Allah. Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang
dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang
terbaik dari Allah.

B.SARAN
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari. Oleh karena itu, penulis
menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup
kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah
senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita. Serta Kita harus senantiasa bersabar,
berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/2475-dalil-dalil-iman-kepada-qadha-dan-qadar.html

https://andrilamodji.wordpress.com/makalah/makalah-iman-kepada-qada-dan-qadar/

Anda mungkin juga menyukai