Anda di halaman 1dari 19

MEMAHAMI ALIRAN ILMU KALAM DAN AJARAN POKOK

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah


Aqidah Akhlak

Oleh:
Kelompok 8

PAI-5 / III

CICI NURUL HIDAYANTI NIM 0301183205

NUGRAHA INDRA ROSADI NIM 0301182102

SARIAH PASARIBU NIM 0301181071

SITI TRIDIA UTAMY NIM 0301183220

Dosen Pengampu:
Abdul Rahman Ali, M. Pdi.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah ‫ﷻ‬, Tuhan seru sekalian alam yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini dengan tepat waktu. Sholawat dan salam hendaknya senantisa kita
sanjungkan kepada Nabi Muhammad Rasulullah ‫ﷺ‬. Nabi terakhir yang diutus
membawa agama Islam yang penuh rahmat, dan membawa keselamatan di
kehidupan dunia dan akhirat.

Makalah Memahami Aliran Ilmu Kalam Dan Ajaran Pokok ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Aqidah Akhlak. Kami mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses
penyelesaian tugas ini, khususnya bapak Abdul Rahman Ali, M. Pdi. selaku
dosen pada mata kuliah Aqidah Akhlak.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan kritik dan saran guna menambah pembelanjaran dan perbaikan
pada tugas kami kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca dan semoga amal ibadah serta kerja keras,
senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Aamiin.

Medan, 12 November 2019

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 1
BAB II ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM....................................................... 2
A. Aliran Khawarij............................................................................ 2
B. Aliran Murji’ah.............................................................................. 4
C. Aliran Syi’ah................................................................................ 6
D. Aliran Qadariyah.......................................................................... 8
E. Aliran Jabariyah.......................................................................... 10
F. Aliran Mu’tazilah.......................................................................... 11
G. Aliran Ahlussunnah wal jama’ah................................................. 12
BAB III PENUTUP......................................................................................... 15
A. Kesimpulan.................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berangakat dari materi pembahasan kelompok pada makalah ini, dapat kita
sadari bahwa mempelajari ilmu kalam sangatlah penting untuk diketahui oleh
seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah
pembahasan tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama.
Karena persolaan aqidah ini berpengaruh pada keyakinan yang berkaitan
dengan bagaimana seorang muslim itu harus menginterpretasikan bahwa Allah
‫ ﷻ‬itu adalah satu-satunya Illah yang patut disembah sehingga terhindar dari
jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).

Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam


kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah
masalah teologi (ilmu kalam), melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di
dasari dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya
persolan pertama ini ditandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum
muslimin yang telah terpecah belah yang kesemuanya itu diawali dengan
persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan
berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat yang berbeda-beda.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja aliran-aliran dalam ilmu kalam?
2. Bagaimana aliran-aliran dalam ilmu kalam?
3. Apa saja ajaran-ajaran pokok dalam ilmu kalam?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa saja aliran-aliran dalam ilmu kalam.
2. Untuk mengetahui bagaimana aliran-aliran dalam ilmu kalam.
3. Untuk mengetahui apa saja ajaran-ajaran pokok dalam ilmu kalam.

1
BAB II

ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM

A. Aliran Khawarij

Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakan Aliran


pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut Ibnu Abu Bakar Ahmad Al-
Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari
imam yang hak dan telah di sepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa
sahabat khulafaurrasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut
bahasa nama khawarij ini berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama
itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.1 Kelompok ini juga
kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti “golongan yang
mengorbankan dirinya untuk Allah. Disamping itu nama lain dari khawarij ini
adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat
kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya
kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan Mu’awiyah.2

Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali


yang memisahkan diri, dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap
sikap Ali bin abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk
menyelesaikan perselisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi
sufyan, gubernur Syam, pada waktu perang siffin.

Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu
merupakan penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-
Qur’an, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak memutuskan
hukum dengan Al-Qur’an adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan
tahkim dan menerimanya adalah kafir.

Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini
selanjutnya berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh
pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan
Amr Bin Ash. Untuk itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat

1
Abuddin Nata, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1995) hlm. 29
2
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta :RajaGrafindo Persada, 1996) hlm.102

2
tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan
mereka.

a. Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
1) Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu
mereka berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij pertama)
2) Urwah bin Hudair
3) Mustarid bin sa’ad
4) Hausarah al-Asadi
5) Quraib bin Maruah
6) Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7) Abdullah bin Basyir
8) Zubair bin Ali
9) Qathari bin Fujaah
10) Abd al-Rabih
11) Abd al Karim bin ajrad
12) Zaid bin Asfar
13) Abdullah bin ibad.3

b. Ajaran-ajaran pokok khawarij


Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
1) Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di
bunuh.
2) Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah,
Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku
tahkim—termasuk yang menerima dan mambenarkannya – di hukum
kafir;
3) Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
4) Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang
muslim berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-
syarat.

3
Ibid. hlm.104

3
5) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan
bersikap adil dan menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman
bunuh bila zhalim.
6) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari
masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
7) Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim
(Arbitrase).

c. Sekte-sekte dan ajaran pokok Khawarij

Terpecahnya Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali dan


mempercepat kehancurannya dan sehingga Aliran ini hanya tinggal dalam
catatan sejarah. Sekte-Sekte tersebut adalah:

1) Al-Muhakkimah
2) Al-Azariqah
3) Al-Najdat
4) Al-baihasyiah
5) Al-Ajaridah
6) Al-Sa’Alibah
7) Al-Ibadiah
8) Al Sufriyah

B. Aliran Murji’ah
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murji’ah

Nama Murji'ah diambil dari kata irja atau arja'a yang bermakna
penundaan, penangguhan. dan Pengharapan. Kata arja'a mengandung Pula arti
memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja'a berarti pula
meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan
amal dan iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta
pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.

Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran murji’ah antara lain adalah :

4
1) Adanya perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij,
mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan Ali dan
mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam
perang siffin.
2) Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan yang
menyebabkan terjadinya perang jamal.
3) Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut
kekuasaan Usman bin Affan.

b. Ajaran-ajaran Murji’ah

Ajaran-ajaran pokok murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut: .

1) Iman hanya membenarkan (pengakuan) di dalam hati


2) Orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir.
Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadat.
3) Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari
kiamat.4

c. Tokoh dan sekte dalam murji’ah

Dalam perkembangannya, Murji’ah mengalami berbagai perbedaan


pendapat dikalangan pengikutnya yang mendasari lahirnya aliran-aliran,
selanjutnya aliran murji’ah ini terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada
yang moderat, ada pula yang ekstrem.

Tokoh murji’ah Moderat antara lain adalah hasan bin Muhammad bin Ali
bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits, yang
berpendapat bahwa bagaimanapun besarnya dosa seseorang kemungkinan
mendapat ampunan dari Tuhan masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain
ialah kelompok Jahmiyah, pengikut Jaham bin Shafwan. Kelompok ini
berpendapat, sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak
dihukum kafir.5

C. Aliran Syi’ah
4
Ibid. hlm.106
5
Ibid. hlm.108

5
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah

Arti Syi’ah dalam bahasa Arab adalah pengikut. Sedangkan arti “kaum
Syi’ah” menurut istilah yang dipakai dalam lingkungan umat Islam ialah kaum
yang beri’tiqad bahwa saidina ‘Ali adalah orang yang berhak menjadi khalifah
pengganti nabi, karena nabi berwasiat bahwa pengganti beliau sesudah wafat
adalah saidina ‘Ali.6

Terdapat dua pendapat mengenai latar belakang munculnya aliran Syi’ah, yaitu:

1) Menurut Abu Zahrah

Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affan
kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.

2) Menurut Mongomary Watt

Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah


yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas
penerimaan ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali di
ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali, kelak di
sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.

Secara historis, akar aliran Syi’ah terbentuk segera setelah kematian Nabi
Muhammad, yakni ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pada
pertemuan tsaqifah yang diselenggarakan di Dar al-Nadwa, di Madinah.
Pemilihan tersebut dilaksanakan secara tergesa-gesa sebagai wujud persaingan
antara kelompok Anshar dan Muhajirin yang sempat mengancam perpecahan
Islam. Dalam pertemuan itu Ali tidak hadir karena sibuk mengurus jenazah Nabi.
Pada waktu itu usia Ali 30 tahun, di mana bangsa Arab menjadikan usia sebagai
syarat penting kecakapan dalam kepemimpinan, meskipun secara historis
terdapat sejumlah pengecualian akan hal tersebut. Tetapi pengikut Ali, pada saat
itu, merasa bahwa klaim mereka telah direbut secara tidak adil.

Selanjutnya Umar ditunjuk oleh Abu Bakar sebagai penggantinya,


menjadi khalifah kedua yang kemudian dilanjutkan oleh Usman. Setelah Usman
terbunuh oleh pemberontak yang mengatasnamakan diri mereka sebagai anti

6
Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah
Baru, 2010) hlm. 93

6
depotisme keluarga Umayah, Ali kemudian diangkat menjadi khalifah keempat
pada tahun 35H/656M.

Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa peristiwa pembunuhan khalifah


ke-3 Usman Bin Affan, telah melahirkan rentetan sejarah yang sangat panjang
dan membawa dampak pada khalifah setelahnya, Ali bin Abi Thalib. Di antaranya
adalah penolakan Muawiyah, gubernur Damaskus atas Kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib, dengan alasan bahwa Ali tidak melakukan pengusutan terhadap
pembunuhan Usman. Ketegangan antara Ali dan Muawiyah ini berbuntut dengan
terjadinya perang Siffin yang berakhir dengan peristiwa arbitrase (tahkim), yang
dianggap sebagai titik temu penyelesaian persengketaan yang terjadi antara
khalifah (Ali Bin Abi Thalib) dengan Muawiyah. Namun peristiwa itu justru
melahirkan berbagai reaksi dan aksi, seiring dengan tidak bisanya menyatukan
pemikiran dan pendapat dari masing-masing kelompok. Pada akhirnya membuat
umat menjadi bagian-bagian (firqah-firqah). Sejarah mencatat, bermula dari
perpecahan politik ini, pada kelanjutannya melahirkan aliran-aliran teologi dalam
Islam.

Aliran yang paling terkenal dengan peristiwa ini adalah Khawarij yang
muncul sebagai pasukan yang keluar dari barisan Ali atau memisahkan diri
sebagai bentuk protes terhadap keputusan Ali dan pada saat yang bersamaan
juga muncul satu golongan yang tetap setia mendukung Ali bin Abi Thalib, yang
pada berikutnya terkenal dengan nama Syi’ah, yang dalam perkembangannya
hadir sebagai sebuah aliran yang memiliki konsep dan ajaran tersendiri. Dalam
perkembangannya, Syi’ah dapat diterima oleh banyak kalangan namun dengan
banyak perbedaan dan perpecahan yang melahirkan sekte yang tidak sedikit
dalam Syi’ah itu sendiri. Tetapi sekalipun Syi’ah terpecah kepada beragam sekte,
namun mereka mempunyai keyakinan yang sama pada umumnya, yang
merupakan ciri Syi’ah secara menyeluruh.

b. Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah

Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh
penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :

1) At Tauhid

7
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada, Maha esa,
tunggal, tempat bergantung segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan,
dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai
adanya sifat-sifat Allah.

2) Al ‘adl

Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak
melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan
buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang
berbuat zalim.

3) An Nubuwwah

Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan


keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutus sejumlah
nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.

4) Al imamah

Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan


dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan
Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.

5) Al ma’ad

Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya
sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.

D. Aliran Qadariyah

a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah

Lafadz Qadariyah berakar dari qadara yang dapat berarti memutuskan


dan memiliki kekuatan atau kemampuan. Sedangkan sebagai suatu aliran dalam
ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang
memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam
menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di
pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,

8
dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada
qadar dan qada Tuhan.7

Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran


tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah
sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah,
kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan kedunya yang menyatakan
bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan tuhan
tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala
sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah ‫ﷻ‬.

Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari
pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka
tafsirkan berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu
tidak bisa menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang
menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya.
Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n
dan Hadits, bukan sebaliknya.8

Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua
tokoh ini yang mempersoalkan tentang Qadar.

b. Pokok-pokok ajaran Qadariyah

Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-
pokok ajaran qadariyah adalah :

1) Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin,
tapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
2) Allah ‫ﷻ‬. tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan
manusialah yang menciptakannya dan karena itulah maka manusia
akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya,
dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal
perbuatannya yang salah dan dosa. Karena itu pula maka Allah berhak
disebut adil.

7
Abuddin Nata, op. cit. hlm. 122
8
Zainuddin, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992) hlm. 45

9
3) Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu
dalam arti bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seperti ilmu,
qudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zatnya
sendiri. Menurut mereka Allah ‫ﷻ‬. itu mengetahui, berkuasa, hidup,
mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
4) Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah
tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang
memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.9

E. Aliran Jabariyah
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Jabariyah

Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Sedangkan menurut As-syahrastani bahwa jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut
kepada Allah ‫ﷻ‬. Dalam istilah Inggris paham jabariyah disebut fatalisme atau
predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia
ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar Tuhan. Dengan demikian posisi
manusia dalam paham ini tidak memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri, tetapi
terikat pada kehendak mutlak Tuhan. oleh karena itu aliran Jabariyah ini
menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul
melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.

Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak
sebalum agama Islam datang ke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang
diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar terhadap
hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka
pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat
apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada
kehendak tuhan.

Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah


kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah muncul di Irak, jabariyah di Khurasan.
Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam

9
Ibid. hlm. 47

10
perkembangannya aliran ini di sebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan. Karena itu
aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.

Kaum Jabariyah ini terpecah menjadi 3 firqah, yaitu:

1) Jahmiyah, yang dikepalai oleh Jahm bin Shafwan.


2) Najjariyah, yang dikepalai oleh Husain bin Muhammad an Najjar.
3) Dlirariyah, yang dikepalai oleh Dlirar bin Umar.10

F. Aliran Mu’tazilah

a. Pengertian dan latar belakang munculnya Mu’tazilah

Lafazh Mu’tazilah berasal dari kata i’tizal yang artinya “memisahkan diri”,
pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena
pendirinya Washil bin Atha’ tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya,
Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui
oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi
mereka.

Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua
hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun
sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni
diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam
peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan
perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau
terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan
memilih jalan tengah.

b. Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah

Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk
ajaran ini untuk memegangnya, yang dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :

1) At Tauhid (keesaan Allah)


2) Al ‘Adl (keadlilan tuhan)

10
Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah
Baru, 2010) hlm. 277

11
3) Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
4) Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
5) Amar ma’uruf dan Nahi mungkar.

c. Tokoh-tokoh dan aliran-aliran Mu’tazilah

Diantara aliran-aliran yang terbesar dari kaum Mu’tazilah adalah:

1) Aliran Washiliyah, yaitu aliran Washil bin ‘Atha.


2) Aliran Huzailiyah, yaitu aliran Huzel al ‘Allaf.
3) Aliran Nazamiyah, yaitu aliran Sayyar bin Nazham.
4) Aliran Haithiyah, yaitu aliran Ahmad bin Haith.
5) Aliran Basyariyah, yaitu aliran Basyar bin Mu’atmar.
6) Aliran Ma’mariyah, yaitu aliran Ma’mar bin Ubeidas Salami.
7) Aliran Mizdariyah, yaitu aliran Abu Musa al Mizdar.
8) Aliran Tsamariyah, yaitu aliran Thamamah bin Ar-rasy.
9) Aliran Hisyamiyah, yaitu aliran Hisyam bin Umar al Fathi.
10) Aliran Jahizhiyah, yaitu aliran Utsman al Jahizh.
11) Aliran Khayathiyah, yaitu aliran Abu Hasan al Khayath.
12) Aliran Jubaiyah, yaitu aliran Abu Ali al Jubai.
13) Aliran-aliran lain yang banyak lagi.11

G. Ahlussunah Wal- Jamaah

a. Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran Ahlussunah Wal-


Jamaah

Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,


dan jamaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung
arti “penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.

Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi


dua pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah
lawan kelompok Syiah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana juga
Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah
mazhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.
11
Ibid. hlm. 202

12
Aliran ini muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan
maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.

b. Tokoh Ahlussunah Wal- Jamaah

Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al
Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi.

1) Abu al Hasan al Asy’ari

Pokok-pokok pemikirannya

1. Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut


di dalam Alqur’an, yang disebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim,
dan berdiri diatas zat Tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat Tuhan dan
bukan pula lain dari zatnya.
2. Al-Qur’an, Manurutnya al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk
diciptakan.
3. Melihat Tuhan, menurutnya Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh
manusia di akhirat nanti.
4. Perbuatan Manusia. Menurutnya perbuatan manusia di ciptakan
Tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
5. Keadilan Tuhan, Menurutnya Tuhan tidak mempunyai kewajiban
apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu
marupakan kehendak mutlak Tuhan sebab Tuhan maha kuasa atas
segalanya.
6. Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya yang berbuat dosa dan tidak
sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.12

2) Abu manshur Al-Maturidi

Pokok-pokok pemikirannya :

1. Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari


2. Perbuatan Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di
wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan
perbuatanTuhan.

12
M. Yusran Asmuni, op. cit. Hlm. 122

13
3. Al Qur’an. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
4. Kewajiban Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban
tertentu.
5. Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
6. Janji Tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu
merupakan janji Tuhan yang tidak mungkin dipungkirinya.13

13
Ibid. hlm. 128

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas, dapat kita pahami bahwa Islam telah hadir sebagai
pelopor lahirnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat
kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa
Islam sebagi mana di jumpai dalam sejarah bukanlah sesempit yang dipahami
pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada al-Quran dan As-Sunnah
dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.

B. SARAN

Sebagai muslim semua kembali kepada kita bagaimana menanggapi


pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki titik pertentangan dan
persamaan masing-masing dan tentunya pendapat-pendapat mereka memiliki
argumentasi-argumentasi yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Namun
pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling baik tidaklah
bisa kita nilai sekarang. Karena penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah yang
akan diberikan-Nya di akhirat nanti.

Penilaian baik tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia


mungkin dilakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan
peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Disisi lain, kita juga bisa
menilai baik tidaknya suatu pendapat atau paham dengan mengaitkannya pada
kenyataan yang berlaku dimasyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan
manusia, dan juga pendapat tersebut banyak di ikuti oleh Manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, 2010. Jakarta


Selatan: Pustaka Tarbiyah Baru.
Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, 1996. Jakarta :RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin,  Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf, 1995. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Zainuddin, Ilmu Tauhid, 1992. Jakarta: PT Rineka Cipta.

16

Anda mungkin juga menyukai