Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

‫السالم عليكم ورحمةاللهوبركا ته‬


Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami ucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ilmu Kalam” juga untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada para pembaca
yang senantiasa membaca makalah yang telah kami susun sedemikian rupa. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, untuk dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi di
masa yang akan datang.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
‫والسالم عليكم ورحمةاللهوبركا ته‬

Samahani, 19 Agustus 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan penulisan makalah........................................................................... 2
BAB II SYI’AH
A. Pengertian Syi’ah………………………………………............................ 3
B. Latar Belakang Kemunculan Syi’ah……………………………………... 3
C. Doktrin, Ushuluddin dan Furu’uddin……………………………………. 6
D. Sekte dalam Syi’ah………………………………………………………. 10
E. Syi’ah dan Khilafah…………………………………………………….... 12
BAB III PENUTUP 1
A. Kesimpulan………………………………………………………………. 5
B. Kritik dan Saran…………………………………………………………... 16

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran
besar dalam Islam. Keduanya adalah Ahlusunnah (Sunni) dan Syi’ah. Tak dapat
dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali terlibat konflik
kekerasan satu sama lain.
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang
muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran
teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada
sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah setelah
wafatnya Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang
berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah meninggal dunia adalah keluarga
sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus
dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya.
Mengenai kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat
dikalangan para ahli. Ada yang mengatakan syiah muncul pada masa
khalifah Utsman bin Affan, ada juga yang mengatakan syiah muncul ketika
peperangan siffin terjadi yang kemudian terpecah menjadi dua kelompok
salah satunya adalah yang mendukung khalifah Ali bin Abi Thalib.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Syi’ah ?
2. Bagaimana Latar Belakang Kemunculan Syi’ah ?
3. Bagaimana Doktrin, Ushuluddin dan Furu’uddin ?
4. Bagaimana Sekte yang terdapat dalam Syi’ah ?
5. Bagaimana Syiah dan Khilafahnya ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1
1. Untuk mengetahui definisi syi’ah.
2. Untuk mengetahui latar belakang kemunculan syi’ah.
3. Untuk mengetahui doktrin, ushuluddin dan furu’uddin.
4. Untuk mengetahui sekte yang terdapat dalam syi’ah.
5. Untuk mengetahui syi’ah dan khilafahnya.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syi’ah
Syiah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau
kelompok, sedangkan secara terminologi adalah sebagian kaum muslim yang
dalam bidang spiritual dan keagamannya selalu merujuk pada keturunan Nabi
Muhammad SAW atau orang yang disebut sebagai ahlul bait. Mereka menolak
petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para
pengikutnya.
Syiah untuk pertama kalinya ditunjuk pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali),
pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut
Ali yang disebut syi’ah itu diantaranya adalah Abu dzar Al-Ghiffari, Miqad bin
al-Aswad, dan Ammar bin Yasir.
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan
dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak
kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan karena dalam
pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang berhak menggantikan Nabi.
Kelompok syi’ah yang minoritas menganggap bahwa peran ini harus tetap
dipegang oleh keluarga Nabi dan karenanya mendukung Ali bin Abi Thalib.
Jabatan kepemimpinan Ali ini dianggap mereka atas dasar penunjukan (ta’yin)
dan wasiat (nash). Mereka yang mendukung Ali inilah yang disebut golongan
Syi’ah.

B. Latar Belakang Kemunculan Syi’ah


Mengenai kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah syiah mulai muncul ke permukaan
sejarah pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan. Selanjutnya, aliran ini
tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan
Watt menyatakan bahwa syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali
dan Muawiyah yang dikenal dengan Perang Shiffin. Dalam peperangan ini
sebagai respons atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan

3
Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok
mendukung sikap Ali disebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali disebut
Khawarij.
Berbeda dengan pandangan di atas, kalangan Syi’ah berpendapat bahwa
kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi
Muhammad SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar Umar bin Khaththab
dan Utsman bin ‘Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib
yang berhak menggantikan Nabi. Ketokohan Ali dalam pandangan Syi’ah sejalan
dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW pada masa
hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad diperintahkan menyampaikan
dakwah kepada kerabatnya, yang pertama - tama menerima adalah Ali bin Abi
Thalib. Pada saat itu Nabi mengatakan bahwa orang yang pertama - tama
memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu sepanjang
kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang menunjukkan perjuangan dan
pengabdian yang luar biasa besar.
Bukti sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm.
Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir dalam perjalanan dari Mekah
ke Madinah, di padang pasir yang bernama Ghadir Khumm, Nabi memilih Ali
sebagai penggantinya di hadapan massa yang penuh sesak menyertai beliau. Pada
peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat
(walyat-i ammali), tetapi juga menjadikan All sebagaimana Nabi, sebagai
pelindung (wali) mereka.
Berlawanan dengan harapan mereka, ketika Nabi wafat dan jasadnya masih
terbaring belum dikuburkan, anggota keluarganya dan orang sahabat sibuk dengan
persiapan penguburan dan pemakamannya. Teman-teman dan pengikut - pengikut
Ali mendengar kabar adanya kegiatan kelompok lain telah pergi ke masjid tempat
umat berkumpul menghadapi hilangnya pemimpin yang tiba – tiba. Kelompok ini
kemudian menjadi mayoritas, bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa
memilih kaum muslim dengan maksud menjaga kesejahteraan umat dan
memecahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan hal itu tanpa berunding
dengan ahl al – bait. Keluarganya ataupun sahabat – sahabatnya yang sedang

4
sibuk dengan upacara pemakaman, dan sedikit pun tidak memberitahukan mereka.
Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihadapkan pada suatu keadaan yang sudah
tidak dapat berubah lagi (faith accompli).
Berdasarkan realitas itulah, demikian pandangan kaum syiah kemudian
muncul sikap dikalangan sebagian kaum muslim yang menentang kekhalifahan
dan menolak kaum mayoritas dalam masalah kepercayaan – kepercayaan tertentu.
Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti Nabi dan penguasa keagamaan yang
sah adalah Ali. Mereka berkeyakinan bahwa semua persoalan kerohanian dan
agama harus merujuk kepadanya serta mengajak masyarakat untuk mengikutinya,
Inilah yang kemudian disebut sebagai Syi’ah. Akan tetapi, lebih dari itu seperti
dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa
kemungkinan ini ada dalam wahyu Islam sehingga harus diwujudkan.
Perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenal kalangan Syi’ah
merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah
“perpecahan” dalam Islam yang mulai mencolok pada masa pemerintahan Utsman
bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Shiffin. Adapun kaum
Syi’ah, berdasarkan hadis-hadis yang mereka terima dan ahl al-bait, berpendapat
bahwa perpecahan itu mulal ketika Nabi Muhammad SAW wafat dan
kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Setelah itu, terbentuklah Syi’ah. Bagi
mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-Rasyidin, kelompok Syi’ah
sudah ada. Mereka bergerak ke permukaan mengajarkan dan menyebarkan doktrin
- doktrin Syi’ah kepada masyarakat. Tampaknya, Syi’ah sebagai salah satu faksi
politik Islam yang bergerak secara terang - terangan, muncul pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, Syi’ah sebagai doktrin yang
diajarkan secara diam - diam oleh ahl al-bait muncul setelah wafatnya Nabi.

C. Doktrin, Ushuluddin dan Furu’uddin

5
1. Doktrin - doktrin Syi’ah Itsna ‘Asyariah
Didalam sekte Syi’ah Itsna ‘Asyariah dikenal konsep Usul Ad-Din. Konsep
ini menjadi akar atau fondasi pragmatisme agama. Konsep Usuluddin mempunyai
lima akar, yaitu sebagai berikut:
a) Tauhid (the devine unity)
Tuhan adalah Esa, baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan
adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya.Tuhan adalah qadim.
Maksudnya, Tuhan bereksistensi sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan
waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Maha tahu, Maha mendengar, selalu
hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar, dan bebas berkehendak.
Keesaan Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan
sesuatu. Ia berdiri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak
dapat dilihat dengan mata biasa
b) Keadilan (the devine justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta merupakan keadilan. Ia
tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena
ketidakadilan dan kezaliman terhadap yang lain merupakan tanda
kebodohan dan ketidakmampuan, sementara Tuhan adalah Mahatahu dan
Mahakuasa. Segala macam keburukan dan ketidakmampuan adalah jauh
dari keabsolutan dan kehendak Tuhan.
c) Nubuwwah (appostleship)
Setiap makhluk di samping telah diberi insting, secara alami juga
masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari
manusia. Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara
transenden diutus memberikan acuan untuk membedakan antara yang baik
dan yang buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah ltsna ‘Asyariah
Tuhan telah mengutus 124.000 Rasul untuk memberikan petunjuk kepada
manusia.

d) Ma’ad (the last day)

6
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadapi pengadilan
Tuhan di akhirat, setiap muslim harus yakin keberadaan kiamat dan
kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan
Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan
akhirat.
e) Imamah (the devine guidance)
Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk
memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan
didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
terakhir. Selanjutnya, dalam sisi yang bersifat mahdhah, Syi’ah ltsna
‘Asyariah berpijak pada delapan cabang agama yang disebut dengan furu’
ad-din. Delapan cabang tersebut terdiri atas shalat, puasa, haji, zakat,
khumus atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad, aI-amr bi aI-
ma’ruf, dan an-nahyu ‘an al-munkar.
2. Doktrin Imamah dalam Pandangan Syi’ah Sabi’ah
Para pengikut Syi’ah Sab’iah percaya bahwa Islam dibangun oleh tujuh
pilar, seperti dijelaskan dalam Al - Qadhi An-Nu’man dalam Da’aim Al-Islam.
Tujuh pilar tersebut adalah:
a. iman,
b. taharah,
c. shalat,
d. zakat,
e. saum,
f. menunaikan haji,
g. jihad.
Berkaitan dengan pilar (rukun) pertama, yaitu iman, Qadhi An-Nu’man (974
M) memerincinya sebagai berikut: iman kepada Allah, tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad utusan Allah; iman kepada surga; iman kepada neraka; iman
kepada hari kebangkitan; iman kepada hari pengadilan; iman kepada para nabi dan
rasul; imam kepada imam, percaya, mengetahui, dan membenarkan imam zaman.

7
Imam adalah penunjukan melalui wasiat. Syarat-syarat seorang imam dalam
pandangan Syi’ah Sab’iah adalah sebagai berikut:
a. Imam harus dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah
yang kemudian dikenal dengan Ahlul Bait.
b. Berbeda dengan aliran Kaisaniah, pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi,
mempropagandakan bahwa keimaman harus dan keturunan Ali melalui
pernikahannya dengan seorang wanita dan Bani Hanifah dan mempunyai
anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.
c. Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Syi’ah Sab’iah meyakini
bahwa setelah Nabi wafat,’Ali menjadi imam berdasarkan penunjukan
khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat. Suksesi keimaman menurut
doktrin dan tradisi Syi’ah harus berdasarkan nash oleh imam terdahulu.
d. Keimaman jatuh pada anak tertua. Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa
seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah (heredity) dan
seharusnya merupakan anak paling tua. Jadi, ayahnya yang menjadi imam
menunjuk anaknya yang paling tua.
e. Imam harus maksum (immunity from sin a error).41 Sebagaimana sekte
Syi’ah Iainnya, Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa seorang imam harus
terjaga dan salah satu dosa. Bahkan lebih dan itu, Syi’ah Sab’iah
berpendapat bahwa jika imam melakukan perbuatan salah, perbuatan itu
tidak salah.
3. Doktrin imamah menurut Syi’ah Zaidiah
lmamah sebagaimana telah disebutkan merupakan doktrin fundamental
dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah yang dikembangkan
Syi’ah lain, Syi’ah Zaidiah rnengembangkan doktrin imamah yang tipikal. Kaum
Zaidiah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang
mewarisi kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. telah ditentukan nama dan
orangnya oleh Nabi, tetapi hanya dtentukan sifat-sifatnya. Ini jelas berbeda
dengan sekte Syi’ah lain yang percaya bahwa Nabi Muhammad SAW telah
menunjuk Ali sebagai orang yang pantas sebagai imam setelah Nabi wafat karena
sifat-sifat itu tidak dirniliki oleh orang lain, selain Ali. Sifat-sifat itu adalah

8
keturunan Bani Hasyim, wara (saleh, menjauhkan diri dari segala dosa),
bertakwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak mereka hingga
mengakuinya sebagai imam.
Selanjutnya, menurut Zaidiah, seorang imam harus memiliki ciri- ciri
berikut. Pertama, merupakan keturunan ahl al-bait, baik yang bergaris Hasan
maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas sistem
pewarisan dan nash kepemimpinan. Kedua, memiliki kemampuan mengangkat
senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang. Atas dasar ini
mereka menolak Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri sekte Syi’ah lainnya,
baik yang gaib maupun yang masih di bawah umur. Bagi mereka, pemimpin yang
menegakkan kebenaran dari keadilan adalah Mahdi. Ketiga, kecenderungan
intelektualisme yang dibuktikan dengan ide dan karya dalam bidang keagamaan.
Keempat, mereka menolak kemaksuman imam. Dalam kaitan ini, mereka
mengembangkan doktrin imamat al - mafdul. Artinya, seseorang dapat dipilih
menjadi imam meskipun mafdhul (bukan yang terbaik), sementara pada saat yang
sama ada yang afdhal.
4. Doktrin - doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahrastani ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrem,
yaitu tanasukh, bada’, raj’ah, dan tasbih. Moojan Momen menambahkannya
dengan hulul dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan
mengambil tempat pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari falsafah Hindu.
Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke
tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu
kehidupan pada kehidupan yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan paham
ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah
bin Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam
kemudian kepada imam-imam secara turun-temurun.
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan
dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan perbuatan kemudian
memerintahkan yang sebaliknya.

9
Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat memercayai
bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Paham raj’ah dan
mahdiyah merupakan ajaran seluruh Syi’ah. Akan tetapi, mereka berbeda
pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian menyatakan bahwa yang
akan kembali adalah Ali, sedangkan sebagian lainnya menyatakan Ja’far Ash-
Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafiah, bahkan ada yang mengatakan Mukhtar Ats-
Tsaqafi.
Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat
menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan
Tuhan dengan makhluk. Tasbih diambil dari paham hululiyah dan tanasukh
dengan khalik.
Hulul artinya Tuhan berada di setiap tempat, berbicara dengan semua
bahasa dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti
Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
Ghayba (occultation) artinya menghilangnya lmam Mahdi. Ghayba
merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi ada di dalam negeri ini dan
tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konsep ghayba pertama kali diperkenalkan
oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66 H/686 M di Kufah ketika mempropagandakan
Muhammad bin Hanafiah sebagai Imam Mahdi.

D. Sekte dalam Syi’ah


Dalam Eksiklopedi Islam indonesia, ditulis bahwa perbedaan antara Sunni
dan Syi’ah terletak pada doktrin imamah. Selanjutnya, meskipun mernpunyai
landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak bisa mempertahankan kesatuannya.
Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa
sekte. Perpecahan yang terjadi di kalangan Syi’ah, terutama dipicu oleh masalah
doktrin imamah. Di antara sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah,
Sab’iyah, Zaidiyah, dan Ghullat.
1. Syi’ah Itsna Asy’ariyah (Syi’ah dua belas/Syi’ah Imamiyah)
Dinamakan Syi’ah Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya
adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali

10
berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemuliaan
akhlaknya, tetapi juga karena ia telah ditunjuk nash dan pantas menjadi
khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Syi’ah ltsna
‘Asyariah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad
SAW seperti yang ditunjukkan nash. Al - ausiya (penerima wasiat) setelah
Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dan garis Fatimah yaitu Hasan bin Ali
dan Husen bin Ali sebagaimana yang disepakati Bagi Syi’ah ltsna
‘Asyariah, Al - Ausiya yang di utuskan setelah Husen adalah Ali Zainal
Abidin, kemudian secara berturut-turut; Muhammad Al-Baqir (w. 115
H/733 M), Abdullah Ja’far Ash-Shadiq (w. 148 H/765 M), Musa Al -
Kazhim (w. 183 H/799 M), Ali Ar - Rida (w. 183 H/799 M), Muhammad Al
- Jawwad (w. 220 H/835 M), Ali Al - Hadi (w. 254 H/874 M), Hasan Al-
Askari dan terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua
belas. Karena pengikut sekte Syi’ah telah berbai’at di bawah irnamah dua
belas imam, mereka dikenal dengan sebutan Syi’ah ltsna ‘Asyariah (ltsna
‘Asyariyah).
2. Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh)
Istilah Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh) dianalogikan dengan Syi’ah
Itsna Asy’ariyah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah
Sab’iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal
Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq dan Ismail bin Ja’far.
3. Syi’ah Zaidiyah
Disebut Zaidiyah kerena sekte inimengakui zaid bin Ali sebagai imam
kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda
dengan sekte syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal
Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah,
nama Zaidiyah di ambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte syi’ah yang
moderat. Abu Zahrah menyatakan bahwa kelompok ini merupakan sekte
yang paling dekat dengan sunni.

11
4. Syi’ah Ghulat
Istilah Ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya
bertambah dan naik. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang
memiliki sikap yang berlebih lebihan atau ekstrim. Lebih jauh, Abu Zahrah
menjelaskan bahwa syi’ah ekstrim (ghulat) adalah kelompo yan
menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada
derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari pada Muhammad.

E. Syiah dan Khilafah


Nabi muhammad SAW setelah selesai menyelesaikan tugas risalah Islam
selama hamper 23 tahun, beliau wafat pada hari senin 12 Rabi’ul Awal 11
Hijriyah, bertepatan dengan 8 juni 632 M. Beliau tidak pernah berwasiat siapakah
yang menjadi penggantinya (khalifah) sesudah beliau wafat nantidan demikian
pula tidak memberikan petunjuk pedoman-pedoman cara pemilihan khalifah. Hal
ini tentunya diserahkan pada umat, sesuai dengan keadaan dan tempat.
Memang Nabi Muhammad SAW itu menyuruh sahabat Abu Bakar menjadi
imam shalat pada waktu beliau sakit menjelang hari wafatnya. Demikian pula
Nabi Muhammad SAW pernah menyuruh sahabat Ali bin Abi Thalib untuk
menjaga rumahnya ketika beliau pergi berperang. Namun demikan, beliau tidak
pernah menyebut-nyebut penggantinya.
Ketika beliau wafat, pada saat itu juga sahabat-sahabat terkemuka dari
kalangan Muhajirin dan Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, suatu balai
pertemuan untuk bermusyawarah tentang khalifah.
Golongan Anshar menghendaki Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah. Usul
tersebut tidak dapat diterima oleh golongan Muhajirin, maka terjadilah
perdebatan-perdebatan sehingga hamper saja menimbulkan perpecahan.
Sedangkan golongan Muhajirin mencalonkan Abu Bakar as-Shiddiq. Sayyidina
Ali sendiri waktu itu tidak hadir dibalai Saqifah Bani Sa’idah, karena sibuk
mengurus jenazah Rasulullah SAW yang belum dimakamkan. Waktu itu tidak ada
pihak yang menyebut Sayyidina Ali sebagai calon khalifah. Untuk mengakhiri

12
perdebatan, maka sahabat Umar bin Khattab tampil membaiat Abu Bakar as-
Shiddiq sebagai khalifah pertama.
Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq memerintah selama 2 tahun 3 bulan 10 hari
(11-13 H/632-634 M). Beliau meninggal pada 13 Hijriyah. Ketika beliau mulai
sakit-sakitan, mengusulkan Sayyidina Umar bin Khattab sebagai calon khalifah
kedua. Usul tersebut disetujui oleh para sahabat termasuk Sayyidina Ali.
Sayyidina Umar bin Khattab berkuasa selama 10 tahun 6 bulan (13-23
H/632-644 M). Beliau meninggal pada 16 Dzul Qa’dah dibunuh oleh Abu Lu’lu,
seorang sahaya dari Persia, yang dendam melihat kerajaan Persia ditaklukan (16
H/636 M). sebelum wafat beliau telah menunjuk sebuah panitia untuk memilih
khalifah penggantinya, terdiri dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Sayyidina
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin
‘Auf, Thalhah bin Ubaidillah, dan Abdullah bin Umar. Sayyidina Umar berpesan
agar panitia ini nanti memilih khalifah dan jangan memilih Abdullah bin Umar
putranya sendiri.
Panitia akhirnya memilih Sayyidina Utsman bin Affan sebagai khalifah
ketiga. Beliau memerintah selama 13 tahun kurang sehari (23-35 H/644-656 M).
Beliau meninggal dibunuh para pemberontak dari negeri yang terkena hasutan
Abdullah bin Saba.
Kaum Muslimin yang tidak terlibat pemberontakan sepakat mengangkat
Sayyidina Ali menjadi Khalifah keempat. Akan tetapi orang-orang Syi’ah
menganggap Sayyidina Ali itu sebagai khalifah pertama, karena mereka tidak
mengakui khalifah-khalifah sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Sayyidina Ali ini timbul hal-hal yang
mengecewakan masyarakat sehingga terpecah belah menjadi beberapa golongan:
1. Golongan Syi’ah sendiri dan sebagian jumhur yang menyokong dan
mengangkat Sayyidina Ali sebagai khalifah.
2. Golongan yang menuntut bela kematian Sayyidina Utsman, dipelopori oleh
Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syria yang diangkat pada masa
khalifah Utsman. Muawiyah tiidak mau mengakui khalifah Ali karena
diangkat oleh kaum pemberontak dan menuduhnya sebagai orang yang

13
terlibat dan harus bertanggung jawab atas terbunuhnya khalifah Utsman. Di
samping itu, Muawiyah diangkat oleh pendukungnya sebagai khalifah
pengganti khalifah Utsman, berkedudukan di Syria (Damaskus). Dengan
demikian, ada dua khalifah dalam pemerintahan Islam pada waktu itu, yaitu
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan.
3. Golongan yang dipimpin oleh Siti Aisyah ra. dan diikuti oleh Thalhah bin
Ubaidillah dan Zubair bin Awwam, tidak mengakui khalifah Ali, karena
baiatnya secara paksa. Thalhah dan Zubair memang membaiatnya secara
terpaksa, karena pedang terhunus diatas kepala mereka.
4. Golongan yang dipimpin oleh Abdullah bin Umar, di dukung oleh
Muhammad bin Salamah, Utsman bin Zaid, Sa’ad bin Abi Waqas, Hasan
bin Tsabit, Abdullah bin Salam. Golongan ini bersikap pasif, tidak ikut
mengangkat khalifah Ali, tidak ikut menyalahkannya dalam peristiwa
pembunuhan terhadap khalifah Utsman dan juga tidak ikut menyokong
Mu’awiyah yang menyatakan diri sebagai khalifah di Syria. Mereka ini
tidak ingin terlibat masalah-masalah politik.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa syiah dilihat dari
bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. Mengenai
kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat di kalangan para
ahli. Menurut Abu Zahrah syiah mulai muncul ke permukaan sejarah pada masa
akhir pemerintahan Utsman bin Affan, Watt menyatakan bahwa syi’ah muncul
ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan
Perang Shiffin sedangkan kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan
syi’ah berkaitan dengan masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka
menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan
karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak
mengantikan Nabi SAW. Mereka yang mendukung Ali inilah yang disebut
dengan golongan Syi’ah.
Bagi kaum syi’ah, bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi
adalah peristiwa tentang Ghadir Khum. Di dalam Syiah sendiri juga terdapat
banyak perbedaan antara kaum syiah, dan hasilnya ialah timbul beberapa sekte-
sekte dalam syiah yang berbeda antara ajaranya. Di antara sekte-sekte syi’ah itu
adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan Ghullat.
Kaum Muslimin yang tidak terlibat pemberontakan sepakat mengangkat
Sayyidina Ali menjadi Khalifah keempat. Akan tetapi orang-orang Syi’ah
menganggap Sayyidina Ali itu sebagai khalifah pertama, karena mereka tidak
mengakui khalifah-khalifah sebelumnya.

15
B. Saran
kami menyarankan bagi pembaca untuk membaca referensi terkait dengan
syi’ah lebih banyak lagi agar dapat mengetahui seluk beluk dari ajaran Syi’ah itu
sendiri sehingga kita tidak menyimpang dari ajaran islam. Berbagai aqidah yang
diajarkan oleh kaum syi’ah sudah semestinya kita dapat membedakan antara
ajaran Islam yang sesungguhnya sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an dan
hadits.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nasir A, Salihun. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada.
Nurdin, Amin & Afifi Fauzi Abbas. 2014. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta:
AMZAH.
Rozak, Abdul & Harun Nasution. 2011. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rozak, Abdul & Harun Nasution. 2012. Ilmu Kalam ‘Edisi Revisi’. Bandung: CV
Pustaka Setia.
http://mugnisulaeman.blogspot.co.id/2013/05/makalah-tentang-syiah-
zaidiyah_7.html, diakses pada tanggal 19 Februari 2017 pukul 22:00 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai