Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN POLITIK KHAWARIJ, SYI’AH,DAN MUKTAZILAH

Diajukan sebagai tugas mata kuliah

Fiqh Siyasah

Dosen pengampu : MAKRUM KHOLIL, Dr., M.Ag

Disusun oleh :

Kelompok 7

1. Azkia ( 1520017 )
2. Yulanda Fika Ainina ( 1520018 )
3. Ayu Azizah R ( 1520019 )

Semester/Kelas: III/A

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PEKALONGAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
yang telah melimpahkan rahmat , karunia ,serta taufik dan hidayah-NYa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “pemikiran politik khawarij, syiah dan muktazilah” ini dengan
tepat waktu.

Makalah ini telah kami susun secara maksimal dengan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi. Terlepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi isi materi,
susunan kalimat, maupun tatabahasanya

Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang
pemikiranpolitikkhawarij,syiahdanmuktazilahinidapatmemberikanmanfaatmaupuninspirasi
terhadappembaca.

Pekalongan, 15 oktober2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATAPENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BABI PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A. LatarBelakang...................................................................................................................1
B. RumusanMasalah..............................................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................................1
BABII PEMBAHASAN..................................................................................................................2
A. PemikiranPolitik Khawarij................................................................................................2
B. Pemikiranpolitik Syiah......................................................................................................4
C. Pemikiranpolitik Muktazilah.............................................................................................6
BABIII PENUTUP..........................................................................................................................8
A. Kesimpulan.......................................................................................................................8
B. Kritik dan Saran................................................................................................................8
DAFTARPUSTAKA.......................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
HalyangperludicatatdalamduniapepolitikanNabiMuhammadSAWdalampraktiknya baik
mengenai mendirikan dan sekaligus memimpin Negara Madinah merupakan sebuah isyarat
bahwasannya keberadaan sebuah negara sangatlah penting. Namun satu hal lagi mengenai
Piagam Madinah yang menjadi sebuah kostitusi di era kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW tidak menyebutkan agamanegara.
Dengan berbagai macam pikiran politik pada masa beliau terus berlanjut hingga masa
sekarang. Pada kesempatan kali ini kita diharapkan bisa memetik hikmah dari pemikiran
politik sesudah masa pemerintahan beliau, yakni pemikiran politik dari khawarij, syiah dan
muktazilah.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana pemikiran politik khawarij?
2. Bagaimana pemikiran politik syiah?
3. Bagaimana pemikiran politikmuktazilah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pemikiran politikkhawarij.
2. Mendeskripsikan pemikiran politiksyiah.
3. Untuk mengetahui pemikiran politikmuktazilah.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pemikiran PolitikKhawarij
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasannya golongan pertama dari golongan ini
adalah sebagian dari pengikut khalifah ali yang keluar dari barisannya dalam perang
shiffin.dimana perang tersebut berakhir dengan adanya tahkim yang dilaksanakan di daumatul
jandal. Pada awalnya ali yang tidak setuju dengan adanya tahkim ini ikut menyetujui karena
adanya desakan daripengikutnya1.
Tahkim berakhir dengan kekecewaan pada pihak ali, dimana ali secara sepihak
dimakzulkan dari jabatannya sebagai khalifah dan sebagai gantinya muawiyah diangkat
menjadi khalifah, para pengikut ali berbalik menyalahkan ali. Sebab menurut mereka
pelaksanaan tahkim tidak sesuai dengan ketentual al-qur’an. Sikap mereka ini dianggap tidak
konsistenkarenamerekalahyangmemdesakaliuntuksetujumengikutitahimnamuntidakbisa
menerima resiko dari keputusan mereka. Namun ketika ali berusaha mengkondisikan
pasukannya untuk mengadakan peperangan baru, sebagian pengikut nya banyak yang
memisahkandiri.
Darisinilahawalmulaadanyakaumkhawarij,disebutkhawarijyangartinyaorang–orang yang
keluar. Kaum ini kemudian mengembangkan paham dan pemikiran di bidang teologidan
politik secara sederhana. Paradigma pemikiran dan paham mereka ini didasarkan pada
pengalaman mereka atas peristiwa tahkim. Pemikiran politik mereka yang pokok adalah
mengenaieksistensikhalifah,masalahsiapayangberhakmenjadikhalifahdanpersyaratannya,
masalah mekanisme pengangkatan dan pemakzulankhalifah.
Pembentukan lembaga khalifah atau pemerintahan menurut khawarij bukan merupakan
suatu keharusan atau kewajiban. Hal ini tergantung kepada kehendak umat apakah suatu
pemerintahan perlu dibentuk atau tidak. Keputusan ini di setujui oleh seluruh sekte
khawarij.bahkan salah seorang pemuka khawarij, yakni najdah bin amr al Hanafi, berpendapat
bahwa imam atau kepala negara sama sekali tidak diperlukan. Imam negara diperlukan hanya
jika maslahat umat menghendaki demikian. Menurut beliau hakikatnya, umat tidak
membutuhkanadanyakhalifah,imamataukepalanegarauntukmemimpinmereka.Beliaujuga
mengatakanyangdituntutdariumatuntukmengaturkehidupanmerekaadalaadanyakesadaran

1
Ibn al-Atsir, al-kamil fi al-tarikh,( jilid III, Dar al-shadir, Bairut, 1965 )hlm.221
setiap individu terhadap hak dan kewajiban mereka masing – masing. Tapi jika semuanya tak
dapat direalisasikan dengan baik tanpa adanya seorang imam, maka umat dibolehkanmemiliki
imam.Pada intinya kaum khawarij berpendapat bahwa pemerintah dan mengangkat seorang
imam bukan wajib syar’i, melainkan keadaan yang mengharuskanada.
Pemikiran politik khawarij yang cemerlang dan bercorak demokratis adalah mengenai
masalah siapa yang berhak menjadi khalifah atau imam, dana tau kepala negara kalaumemang
dibutuhkan oleh umat islam. Golongan ini menyatakan masalah ini berkaitan dengan
kemaslahatan umat, dan karena ituia bukanlah hak monopoli suku tertentu. dalam kata
lain,siapapun bisa menjadi khalifah selagi ia memiliki kemampuan atas jabatantersebut2.
Kaum khawarij lebih mengutamakan orang non-Quraisy untuk menduduki jabatan
khalifah. Alasannya, agar mudah dimakzulkan apabila ia menyimpang dari ketentuan
syariat.sebab,tidakada‘ashabiyatyangmelindunginya,ataukeluargabesaryangmembelanya.
Karenaitu,ketikamerekamemakzulkanalisebagaikhalifah,merekamenggantikannyadengan
mengangkat Abdullah bin wahab al-Rasibi,yang Non-Quraisy. Sebab itulah para peneliti
sepakat mengatakan kaum khawarij adalah para pemegang prinsip demokrasi yangtulen.
Perlu dicatat kenapa mereka ini mengambil sikap oposan terhadap pemerintahan yang
diakui sah oleh mayoritas umat islam, seperti Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Merekapun
menghalalkandarahparapenguasanyakarenamerekatelahkeluardariIslamdantelahberdosa besar
3
serta boleh dibunuh. Karenanya baik para khalifah Umayah maupun Abbasiyah
dianggapmerekatidaksah.Merekatidakdipiliholehrakyat,dankarenaitupulamerekaharus
dimakzulkan, bila perlu dibunuh. Kaum Khawarij ini tampil sebagai salah satu gerakan yang
merongrong kekuasaan dua Dinasti itu. Sikap Radikal mereka tentu dipengaruhi oleh prinsip
teori politik mereka mengenai imamah. Dua Dinasti itu dituduh telah merampas hak kaum
muslim.
Mengenai kualifikasi seseorang untuk menduduki jabatan khalifah tidak diisyaratkan
berasal dari suku tertentu. Sang calon harus punya kekuatan, berilmu, berlaku adil, punya
keutamaan, dan warak. 4Sedangkan pemilihannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak

2
Ahmad amin, dhuha al-islam ( jilid III, AL-Qahirat,1963 ) hlm.332
3
Muhammad Jalal Syaraf, Politics in Islam, (Idarah-i-Adabiyati Delhi: Delhi,1981) hlm 58
4
Ahmad Sy Alabi, Mausu’at al Tarikh al islmi wa al Hadharat al islamiyat, Jilid VII ( Maktabat Nahdhat al-Mishriyat:
Mishr, 1997)
kaum muslim. Yang penting Ia dipilih secara bebas dan benar oleh kaum muslimin. Dan
pembatalannya dilakukan secara sempurna oleh seluruh kaum muslimin pula.
Menurut kaum khawarij ini juga khalifah boleh memangku jabatannya itu seumur hidup.
Tentusajaselamaiatidakmelanggarketentuansyari’atislam.Tapiabapilaiamenyimpangdari
prinsip-prinsip Al qur’an dan Sunah Nabi kaum muslimin wajib memakzulkannya atau
membunuhnya apabila keadaan memungkinkannya. 5Pemikiran politik khawarij bisa dilihat
dari segi pemahaman mereka terhadap Al Qur’an, cara memahami makna Al Qur’an hanya
berpegang pada arti lahiriahnya saja atau pemahaman yang formalistic, tekstual, dan
skriptualistik. Pada intinya pemikiran politik mereka itu diwarnai oleh watak demokratis dan
cara berfikir mereka yang sederhana , serta pengaruh dari empiric-historis yang traumatic, dan
reaksi terhadap tatanan politik pemerintahan islam yang dimonopoli oleh orang-orang Arab
Quraisy.
B. Pemikiran politikSyiah
Kaum syiah adalah para pengikut setia Ali bin Abi Thalib, Keyakinan mereka amatlah
tinggi kepadanya membawa kepada suatu keyakinan bahwa Ali ini adalah al-khalifat al-
Mukhtar (khalifah terpilih) dari Nabi SAW.
Paradigm pemikiran syiah imamiyah tentang imamah adalah imamah bukan urysan
yang bersifat umum yang diserahkan kepada uamt, dan menetukan orang untuk mmegang
jabatanitumenurutkehendakmereka.Sebabmaslahimamahtermasukrukunagamadankaidah
islam.KaumsyiahberkeyakinanbahwaNabiMuhammadsebelumwafat,telahmenetapkanAli
sebgaai pengganti beliau. Kedudukan Ali ini sebgai Washi Nabi Muhammad, yang menerima
wasiat beliau. Ia menerima kepercayaan sepenuhnya dari beliau untuk menggantikan beliau
dalam memimpin umat. Washi sesudah Ali adalah Hasan , kemudia Husein dan seterusnya.
6
washi ini berlangsung secara berantai. Jelasnya adalah kepemimpinan dan kekuasaan
dibidang spiritual dan politik dan sifat kekudusan yang ada pada Nabi telah diwariskan
kepada Ali dan berlanjut kepda imam-imam penerusnya. Perbedaanya terletak pada Nabi
menerima wahyu sedangkan imamtidak.
Menurut kaum syiah , imam mempunyai kekuasaan dan peranan penting dalam
penetapanhukumdanperundang-undangan,mempunyaikekuasaanparipurnadalampenetapan

5
Muhammad Jalal Syaraf dan Ali,op.cit.hlm 126
6
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I (Jakarta: UI Press,1986) hlm 101
undang-undang dan setiap yang dikatakannya termasuk bagian dari syariat. Sehingga dari
uraian tersebut kaum syiah menetapkan calon imam dengan berbagai syarat, diantaranya, :
1. Harus ma’sum dari berbuat salah, lupa danmaksiat
2. Seorang imam boleh membuat hal yang luarbiasa dari adat kebiasaan yangmereka
sebut mukjizat untuk mengukuhkan sebagaimana mukjizat yang terjadi pada Anbi
Allah
3. Seorang imam harus memiliki ilmu yang meliputi semua hubungandengan
syari’at
4. Imam adalah pembela agama dan pemelihara kemumian dan kelestarianagar
terhindar daripenyelewengan
Itulah doktrin-doktrin pokok syiahImamiyah.

Berbeda dengan syiah Zaidiyah , bagi mereka imam harus langsung memipin umat danberasal
dari keturan Ali dan Fatimah. Mereka mempersamakannya seperti seluruh manusia. Hanya saja
imam itu adalah manuasia terbaik sesudah Rasulullah. Golongan ini tidak mengkultuskan imam
secaraberlebihan.

Syiah Zaidiyah juga tidak menyakini bahwa Nabi Muhammad telah memilih atau menetapkan
satu orang nama tertentu menjadi imam. Tidak ada teori washi dalam pemikiran politik mereka.
Nabi hanya menetapkan sifat-sifat yang mesti dimiliki seorang imam yang menggantikan beliau.
Sifat itu diantaranya sifat takwa, alim , pemurah dan pemberani. Akan tetapi persyaratn tersebut
tidaklah mutlak.

Dalam sejarah syiah Zaidiyah ini pernah membentuk kerajaan di Yaman Utara tapi kemudian
sejak 26 September 1962 pemerintahan kerajaan diubah oleh kaum republic, pro Nassir menjadi
republic melalui suatu Revolusi. Patut diberi suatu analisis bahwa terjadinya pengkultusan
terhadap Ali oleh kaum syiah tidak bisa lepas dari oendapat kaum Khawarij yang mengkafirkan
Ali. Para pengikut ali tidak menerima pengkafiran. Untuk itu mesti ada doktrin yang
mengimbanginya, yaitu mengangkat dan mengkultuskan pada tingkat ma’shum dan
mendoktrinkan bahwa ia telah ditetapkan melalui wasiat Nabi sebagai imam untuk menggantikan
Nabi.
C. Pemikiran politikMuktazilah
PemikiranpolitikMuktazilahtidakjauhberbedadenganKhawarij.Merekaberpendapat
pembentukanimamahtidakwajibberdasarkansyara’,melainkanatasdasarpertimbanganrasio dan
tuntutan muamalah manusia. Kaum muktazilah berpendapat kemestian adanya imam
dikaitkan dengan fungsinya untuk melaksanakan hukum-hukum , menegakkan pengadilan,
melindungi masyarakat, memelihara keluarga, mempersenjatai tentara, membagi harta
ghanimahdanzakat,melindungiyangdidzalimidanmenindakyangmendzalimi,mengirimkan dai
dan qari’ kesegalan penjuru. Jika seandainya umat bisa saling berlaku adail, saling membantu
dan menolong dalam berbuat kebijakan dan takwa dan setiap mukallaf dapat melaksanakan
kewajibanya ( tanpa adanya seorang imam) maka umat tidak perlu kehadiran seorang imam.7
Bagi muktazilah, siapa yang berhak memegang imamah atau khalifah itu bukanlah hak
istimewa keluarga atau suku tertentu. Karena Allah tidak memebrikan contoh nash yang
menetukan seorang untuk memimpin umat pasca Nabi. Seperti yang dijelaskan pada Surat Al
Hujurat ayat13.
Semuanya diserahkan kepada umat, mereka berhak
memilihseseoranguntukmelaksanakanhukum-
hukum.ApakahiaseorangQuraisyataubukanasalkanberagaislam,
mukmindanadiltanpamengaitkannyadengansukuataulainnyabolehdipilihmenjadikhalifah.
Dalam sejarah pun kaum muktazilah tidak pernah membentukpemerintahan.
Barangkali hal ini disebabkan oleh sikap netral mereka terhadap kasus-kasus yang berbau
politik. Mereka lebih suka memilih jalan seperti yang ditempuh pendahulu mereka. Seperti
Hasal Al-Bashri. Aliran Muktazilah ini tumbuh dan berkembang diakhir masa pemerintahan
Umayah. Masanya yan terpenting adalah dari tahun 100-255 H, dimasa Dinasti Abbasiyah
terutama pada periode Al-MAkmun , Al- Muktasim, Al Wasiq. Bahkan Al-Makmun
menjadikannya sebagai mazhab resmi Dinasti Abbasiyah. Pengakuan resmi ini diikuti dengan
merekrut para pemuka Muktazilah bekerja di pemerintahan. Tapi kesediaan mereka ikut
mengurus negara didorong oleh keharusan amar makruf dan nahi mungkar ( salah satu prinsip
Muktazilah). Kemudian keterlibatan mereka dalam Dinasti pemerintahanAbbasiyah juga tidak
lepas dari usaha mereka yang intensif untuk menyebarkan paham-paham mereka, baikmelalui

7
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam Jilid III, (Iskandariyat: Al Qahirat, 1963) hlm 77
dakwah maupun majelis diskusi. Paham mereka yang rasional mendapat sambutan baik dari
kalangan intelegensia yang terdapat dalam lingkungan pemerintahan. Denagn demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa kegiatan mereka lebih bersifat kultural ketimbang gerakan yang
bersifatpolitis.AtaubisadikatakanperjuanganMuktazilahlebihmenekankanpadagerakanide dan
pemikiran daripada peerjuangan yang bersifatformalisme.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemikiran politik khawarij yang cemerlang dan bercorak demokratis adalah mengenai
masalah siapa yang berhak menjadi khalifah atau imam, dana tau kepala negara kalau memang
dibutuhkanolehumatislam.Golonganinimenyatakanmasalahiniberkaitandengankemaslahatan
umat,dankarenaituiabukanlahhakmonopolisukutertentu.dalamkatalain,siapapunbisamenjadi
khalifah selagi ia memiliki kemampuan atas jabatantersebut.

Paradigm pemikiran syiah imamiyah tentang imamah adalah imamah bukan urysan yang
bersifat umum yang diserahkan kepada uamt, dan menetukan orang untuk mmegang jabatan itu
menurut kehendak mereka. Syiah Zaidiyah juga tidak menyakini bahwa Nabi Muhammad telah
memilih atau menetapkan satu orang nama tertentu menjadi imam. Tidak ada teori washi dalam
pemikiran politik mereka. Nabi hanya menetapkan sifat-sifat yang mesti dimiliki seorang imam
yangmenggantikanbeliau.Sifatitudiantaranyasifattakwa,alim,pemurahdanpemberani.Akan tetapi
persyaratn tersebut tidaklahmutlak.

Pemikiran politik Muktazilah tidak jauh berbeda dengan Khawarij. Mereka berpendapat
pembentukan imamah tidak wajib berdasarkan syara’, melainkan atas dasar pertimbangan rasio
dan tuntutan muamalah manusia. Kaum muktazilah berpendapat kemestian adanya imam
dikaitkan dengan fungsinya untuk melaksanakan hukum-hukum ,

B. Kritik dan Saran

Demikianlah tugas ini kami sampaikan. Kami sadar bahwa karya tulis ini belum
sempurna baik dari segi penulisan maupun materi yang disampaikan. Oleh kareana itu kami
sangat berharap akan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan dan perbaikan berikutnya.
Semoga makalah atau tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Alabi Ahmad Sy, Mausu’at al Tarikh al islmi wa al Hadharat al islamiyat, Jilid VII ( Maktabat
Nahdhat al-Mishriyat: Mishr, 1997).
Al-Atsir Ibn, al-kamil fi al-tarikh,( jilid III, Dar al-shadir, Bairut, 1965 ).
Amin Ahmad, Dhuha al-Islam Jilid III, (Iskandariyat: Al Qahirat, 1963).
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I (Jakarta: UI Press,1986).
Muhammad Jalal Syaraf dan Ali,op.cit.
Syaraf Muhammad Jalal, Politics in Islam, (Idarah-i-Adabiyati Delhi: Delhi,1981).

Anda mungkin juga menyukai