Anda di halaman 1dari 6

Dalam masyarakat terdapat hubungan hubungan antara mahluk social sehingga terciptalah

sebuah interaksi tertentu yang dapat menimbulkan permasalahan juga dapat menimbulkan
keuntungan. Dalam interaksi atau hubungan antar makhluk social tersebut biasanya timbul tata
cara hubungan itu sendiri dan timbul juga aturan yang menyebutkan antara boleh dan tidak
boleh. Aturan tersebut dapat berupa perjanjian atau kesepakatan yang pada akhirnya dapat
disebut norma. Norma norma inilah yang disebut hukum yang membatasi atau mengatur
hubungan tata cara interaksi tersebut dan apabila sering dilakukan dengan cara yang sama maka
akan jadi budaya. Hukum dalam pelaksanaan nya terus berkembang menyesuaikan situasi dan
kondisi yang ada dan berkembang, sehingga perlu adanya pengkajian masalah hukum itu sendiri.
Terdapat dua jenis hukum yaitu hukum secara normatif (das sollen) dan hukum secara sosiologis
(das sain) atau law in the book dan law in action.
Rescoe Pound (1976) menyebutnya sebagai perbedaan antara "law on books" dan "law in
action". Perbedaan ini mencakup persoalan-persoalan antara lain : (1) Apakah hukum di dalam
bentuk peraturan yang telah diundangkan mengungkapkan pola tingkah laku sosial yang ada
pada waktu itu; (2) Apakah yang dikatakan pengadilan itu sama dengan apa yang dilakukannya;
dan (3) Apakah tujuan yang secara tegas dikehendaki oleh suatu peraturan sama dengan efek
peraturan itu dalam kenyataan.(Modul Sosiologi Hukum PTIK,Prof.DR.Tubagus aronny Rahman
Nitibaskara.)
Dalam ketatanegaraan Indonesia LAW ON THE BOOKS harus sesuai dengan konstitusi Negara
Indonesia yaitu UUD1945. Apabila tidak sesuai maka LAW ON THE BOOKS tersebut dapat
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi melaluli mekanisme meja merah mahkamah Konstitusi
(UU NO 10 TH 2004).
UUD1945 telah mengalami amandemen sebanyak 4 (empat) kali hingga tahun 2004, amandemen
tersebut antara lain dikarenakan menyesuaikan dengan HAM (Hak Azasi Manusia) (diantaranya
pasal 28 , disamping memang pada dasarnya UUD1945 telah memuat mengenai hak dasar
manusia) yang saat ini selalu digembar gemborkan dan dinilai belum ada di UUD1945 sebelum
amandemen. Konstitusi UUD 1945 setelah amandemen dinilai paling banyak mengatur masalah
HAM (Hk Azasi Manusia) (Prof.DR. Jimmly Assidique, mantan ketua MK) , sedangkan masalah
HAM (Hak Azasi Manusia) khususnya telah diatur tersendiri didalam UU NO 39 tahun 1999
tentang HAM (Hak Azasi Manusia) dan hingga sekarang dianggap masih relevan dengan UUD
1945 dan Amandemen sehingga tetap bertahan sampai saat ini.
(Bab dan Pasal yang diamandemen tentang masalah HAM)
UUD 1945 amandemen kedua
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh clan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
engajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan had nuraninya.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi clan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
Pasal 28G
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 H
1. Sedap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batan, bertempat tinggal, clan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan clan keadilan.
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
3. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban.
4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
5. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaar, hak asasi - manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasa I 28J
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.

Berdasarkan hal hal tersebut diatas, maka yang pertama seharusnya LAW ON THE BOOKS
dibuat berdasarkan Konstitusi agar LAW ON THE BOOKS tersebut benar benar bisa diterapkan
dan tidak dicabut dari keberadaannya oleh Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak sesuai
melalui mekanisme yang telah diatur, karena LAW ON THE BOOKS harus sesuai dengan UUD
1945 dan amandemen maka otomatis LAW ON THE BOOKS tersebut harus sesuai dengan
aturan HAM (Hak Azasi Manusia) yang ada pada Konstitusi Indonesia dan menjadi sesuatu yang
mutlak.
Yang kedua, diharapkan didalam sebuah Negara agar law on the books selaras dengan law in
action, hal demikian dimaksudkan agar hukum benar benar dilaksanakan tanpa adanya
pertentangan dari budaya kebiasaan masyarakat dari Negara tersebut. Membuat masyarakat
melaksanakan dengan sepenuh hati dan merasakan hukum itu menjadi sebuah kebutuhan
sehingga meminimalisir konflik antara penegak LAW ON THE BOOKS dengan objeknya yaitu
masyarakat yang rawan atau rentan terhadap pelanggaran HAM (Hak Azasi Manusia). Salah satu
contohnya adalah membunuh, dalam law on the books membunuh dapat dikatakan sebuah
kejahatan, maka sebaiknya didalam law in actions nya memang benar benar dikatakan
membunuh sebuah kejahatan juga sehingga selaras dan apabila ada seseorang yang
melakukannya, law on the books dapat diterapkan tanpa kendala. Kejahatan dibagi dua yaitu
kejahatan yang benar benar dikatakan jahat (law on the books selaras dengan law in actions) dan
kejahatan yang dikatakan jahat karena undang undang (law on the books tidak selaras dengan
law in actions).
Terkadang hukum (law on the books) itu dibuat tidak memperhatikan budaya atau kebiasaan
social yang dimilikinya, sehingga dalam penegakannya mengalami kesulitan dan terus
berbenturan dengan masyarakat sebagai objek penegakan hukum. Masyarakat pada akhirnya
terus menolak hadirnya hukum tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan budaya yang ada,
bahkan terus menentang dan melaksanakan apa yang telah dilarang secara normative hukum itu
sendiri dan lebih melakukan apa yang telah menjadi budayanya. Maka dengan sendirinya hukum
yang telah dibuat tersebut menjadi terkesan mati karena masyarakat menolaknya dan terus
melaksanakan kebiasaannya.
Dan terakhir menurut teori kriminoligi klasik(Beccaria) bahwa hukum (law on the books) itu
harus dibuat agar memiliki efek jera (general deterrence dan individual deterrence) diantaranaya
memberikan pembebanan (Saverity) yaitu hukum itu memberikan pembebanan bagi yang
melanggar dari segi hukuman sehingga seseorang yang melanggar mengalami efek jera dan tidak
ingin melakukan atau mengulanginya, memiliki kepastian (Certainty) yaitu hukum harus
memberikan kepastian mengenai kejahatan yang telah dilakukan misalnya adanya hukuman yang
menjerat atau tidak ada satupun yang tidak dihukum apabila melanggar LAW ON THE BOOKS
sehingga menimbulkan efek jera seseorang tidak mau mengulangi atau melakukan, dan
kecepatan (Selerity) yaitu hukum harus memberikan hukuman seseorang yang melakukan
kejahatan secepatnya tanpa ditunda tunda sehingga memberikan efek jera bagi orang yang
melakukan atau calon pelaku, misalnya tidak ada procedure yang sulit untuk menerapkan hukum
kepada objek sehingga cepat dan memberikan efek jera, bisa terjadi pada individu (spesifik
deterrence) atau efek jera terhadap masyarakat yang berpotensi menjadi calon pelanggar hukum
(general deterrence). Semuanya dimaksudkan untuk melindungi HAM (Hak Azasi Manusia) dari
masyarakat yang bisa dikatakan calon korban.
Demikianlah seharusnya dan yang diharapkan dari LAW ON THE BOOKS atau norma hukum
yang tertulis terutama yang ada di Indonesia . yang terpenting adalah LAW ON THE BOOKS
harus sesuai dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia yang diantaranya berisi tentang HAM
(Hak Azasi Manusia) dan diharapkan LAW ON THE BOOKS sesuai dengan LAW IN ACTION
serta yang terakhir diharapkan memiliki efek severity, certainty, dan selerity (teori kriminologi
klasik , Beccaria).

Anda mungkin juga menyukai