Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM

DOSEN PEMBIMBING
Suryadi, S.Pd.,M.Pd.
DISUSUN OLEH
> M Hafid Faisal
> Habib Al Amin
> M Khutaimi Daim

INSITUT AGAMA ISLAM BANTEN (IAIB)


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan nikmat sehat
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat pada waktunya
yang berjudul: Aliran aliran/thariqot.

Penyusunan makalah ini diharapkan agar dapat menambah wawasan kami semua tentang Aliran
aliran. Dan tentunya dengan pembuatan makalah ini akan semakin menambah ilmu pengetahuan
kita sebagai mahasiswa.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pak Suryadi, S.Pd. M.Pd sebagai dosen pengampu
mata kuliah Imu Kalam. Karena berkat tugas makalah ini membuat kami ada rasa keingintahuan
lebih banyak lagi dan tentunya makin menambah ilmu dan wawasan tentang pelajaran Imu
Kalam ini.

Kami selaku penulis makalah ini menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan mungkin
masih jauh dari kata sempurna, namun untuk itu kami mohon bimbingannya kepada ibu agar
selalu membimbing dan mengkritik hasilnya demi kebaikan kami bersama kedepanya agar bisa
dapat lebih baik lagi.

Serang, 17 April 2022

Penyusun

i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................................................2
A. Sejarah munculnya Aliran aliran dalam Islam................................................................................2
B. Aliran Aliran Dalam Islam.................................................................................................................3
BAB III..........................................................................................................................................................
PENUTUP.......................................................................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................................................
B. saran.......................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah agama Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan
umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk
diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan.
Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa dirubah lagi, dan sudah
menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab agama, terutama dalam kitab-kitab
ushuluddin.
Barang siapa yang membaca kitab-kitab ushuluddin akan menjumpai didalamnya
perkataan-perkataan: Syiah, Khawarij, Qodariah, Jabariah, Sunny (Ahlussunnah Wal Jamaaah),
Asy-Ariah, Maturidiah, dan lain-lain.
Umat Islam, khususnya yang berpengetahuan agama tidak heran melihat membaca hal ini
karena Nabi Muhammad SAW sudah juga mengabarkan pada masa hidup beliau.
Pada Islam zaman klasik terjadi peperangan antara kaum Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah, yang mana peperangan ini dilatar belakangi oleh pemilihan khilafah dan difitnahnya
sahabat Ali telah membunuh sahabat Usman bin Affan
Peperangan terjadi begitu sengit, hingga akhirnya Ali bin Abi Thalib dan kaumnya hampir
memenangkan peperangan. Akan tetapi ditengah-tengah peperangan salah satu dari kaum
Muawiyah mengangkat Al-Qur’an, mengajak Ali bin Abi Thalib menyelesaikan peperangan
dengan cara tahkim, dan Alipun menerimnya.
Dari sinilah awal mula muncul aliran-aliran dalam Islam yang mana pada awal
kemunculannya mereka membahas tentang politik, hingga akhirnya mereka membahas tentang
siapa yang kafir dan siapa yang mukmin.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran-aliran dalam Islam ?
2. Apa saja aliran-aliran dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang akan dicapai setelah mempelajari makalah ini yaitu, Mahasiswa diharapkan
dapat :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah munculnya aliran-aliran dalam Islam.
2. Untuk mengatahui apa saja aliran dalam Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah munculnya aliran-aliran dalam Islam
Permusuhan dari perpecahan ummat Islam, boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi, tetapi
perpecahan itu mulai reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah. Setelah beberapa
lamanya Abu Bakar memegang kekhalifahan, mulai timbulnya kembali perpecahan, yang
dihembuskan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan orang-orang yang mengumumkan
dirinya menjadi Nabi seperti Musailamatul-Kazzab, Thulaihah, Sajah dan Al-Aswad al-Ansy. Di
samping itu ada pula golongan-golongan yang tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar.
Padahal tadinya mereka semua membayar zakat pada Nabi. Akan tetapi semua perselisihan itu
segera dapat diatasi dan di persatukan kembali, karena kebijakan khalifah Abu Bakar. Maka
selamatlah kekuasaan Islam yang muda itu dari ancaman fitnahan yang akan menghancur-
leburkan.

Dalam masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Usman dipergunakan dengan sebaik-baiknya
mengerahkan semua tenaga kaum Muslimin untuk menyiarkan dan mengembangkan Islam
keseluruh alam. Tetapi setelah Islam meluas kemana-mana, tiba-tiba diakhir khalifah Usman,
terjadi sesuatu cedera yang ditimbulkan olh tindakan Usman yang kurang disetujui oleh
pendapat umum. Menurut pendapat umum, sebagian tindakan Usman kurang sesuai dengan
perkembangan zaman. Sebab itu pandangan umum menjadi kurang senang terhadapnya. Apalagi
terhadap pelaksana-pelaksanaya, yang tidak beres dalam pekerjaanya, karena kurang
pengawasan Saidina Usman sendiri.

Inilah asalnya fitnah yang membuka kesempatan untuk orang-orang yang lapar kedudukan,
menggulingkan pemerintah Usman. Fitnah ini mengakibatkan terbenuhnya Saidina Usman.
Setelah itu maka Ali terpilih menjadi khalifah. Akan tetapi sayang pilihannya itu tanpa suara
bulat, karena ada golongan yang tidak ingin menyetujui pengangkatan itu. Bahkan ada yang
menentang pengangkatan tersebut yang menuduh Ali ikut campur atau sekurang-kurangnya
membiarkan komplotan pembunuh Usman. Semenjak itulah, berpangkalah perpecahan umat
Islam hingga menjadi beberapa partai atau golongan diantaranya golongan yang setuju atas
pengangkatan Ali, golongan yang mula-mula patuh sutuju, tetapi setelah terjadi perpecahan,

2
menjadi golongan yang netral, golongan yang terang-terangan melawan Ali dan muncul berbagai
aliran-aliran.[1]

B. Aliran Aliran dalam Islam


1. Aliran Khawarij

Khawarij ini timbul setelah perang shiffin antara Ali dan Muawiyyah. Peperangan itu
diakhiri dengan genjatan senjata, untuk mengadakan perundingan antara ke dua belah pihak.
Golongan Khawarij adalah pengikut Ali, yang tidak setuju dengan adannya genjatan senjata dan
perundingan itu. Mereka memisahkan diri dari pihak Ali, dan jadilah penentang Ali dan
Mu’awiyah. Mereka mengatakan Ali tidak konsekuen dalam membela kebenaran.

Golongan dan aliran ini berkembang dan tersebar keseluruh alam Islam pada masa itu.
Mereka menjadi adopsi berat pemerintahan Umayyah, hingga kemudian menyebabkan runtuhnya
Daulah Umayyah bagian timur. Seorang yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani, dapat
mempengaruhi golongan ini untuk menggulingkan pemerintah Mu’awiyyah di Parsi. Setelah
Khawarij ini berkembang selama dua abad. Di dalam masa kejayaannya, dalam aliran ini
timbulnya beberapa perpecahan-perpecahan. Tetapi dalam garis pokknya, tetap pada persamaan
pendirian, yaitu :

a. Ali, Usman dan orang-orang yang turut dalam peperangan Jamal, dan orang-orang yang
setuju adanya perundingan antara Ali dan Mu’awiyyah, semua dihukumkan org-orang kafir.

b. Setiap ummat Muhammad yang terus-menerus membuat dosa besar, hingga matinya belum
taubat, orang itu dihukumkan kafir dan akan kekal di neraka. Di samping itu, ada golongan yang
menyebut dirinya golongan Najahat yaitu mereka tidak menghukumkan orang-orang yang
demikian kafir total, hanya kafie terhadap nikmat tuhan.

c. Boleh keluar atau tidak menaati aturan-aturan kepala negara bila ternyata kepala negara itu
seorang yang zalim atau khianat.

a. Pada mulanya golongan Khawarij sesuai dan mengakui ke-tiga dasar pokok itu. Tetapi
setelah adanya perpecahan-perpecahan menjadi golongan-golongan yang banyak sekali, tiap-tiap
golongan menambahi dan melampaui pokok-pokok ketiga itu.2
1 Taib Thahir Abdul Mu’in, ilmu kalam, (Jakarta : Widjaya Jakarta, 1986 ), hal 90-93
2 Ibid.,hal 98-99

3
2. Aliran Murjiah

Aliran ini timbul di Damaskus pada akhir abad pertama hijrah. Dinamakan Murjiah,
karena lafaz itu berarti menunda atau mengembaikan. Mereka berpendapat bahwa orang-orang
yang sudah mukmin yang berbuat dosa besar, hingga matinya tidak juga taubat, orang itu belum
dapat kita hukum sekarang. Terserah atau di tunda serta dikembalikan saja urusanya kepada
Allah kelak setelah hari kiamat. Jadi pendapat ini adalah kebalikan dari faham Khawarij.

Sebagian dari ajaranya adalah tidak akan member bekas dan memudaratkan perbuatan
maksiat itu terhadap keimanan. Demikian juga kebalikanya: tidaklah akan member manfa’at dan
member faedah ketaatan seseorang terhadap kekafiranya. Artinya adalah tidak akan berguna dan
tidaklah akan diberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh orang kafi. Oleh sebab itu
golongan ini sekali-sekali tidak mau mengkafirkan seseorang yang tellah Islam, sekalipun
bagaimana besarnya maksiat yang di perbuatanya, asal ia menganut agama Islam dan
mengucapkan dua kalimah syahadat. Perbutan maksiat dan dosa-dosa yang dikerjakan itu,
terserah hukum-nya kepada Allah SWT.3

3. Aliran Mu’tazilah

Menurut pendapat Mu’tazilah, Imam atau kepala negara itu adalah dipilih dari ummat.
Karena Allah tidak ada menashkan (menetapkan dengan jelas ) kepada seseorang yang tertentu.
Dan dipilihan itu, terserahlah kepada ummat siapa yang dipilihnya yang sanggup menjalankan
hukum-hukum Allah , baik dari orang Quraisy ataupun yang lain.

Asal saja orang yang beragama Islam. Adil dan beriman. Tidak dipandang bangsa,
keturunanya dan sebagainya. Demikianlah cara-cara yang wajib dilakukan dan diperhatikan
setiap masa. Pendapat ini disepakati oleh golongan Zaidyah, kebanyakan Khawarij dan
kebanyakan Ahli Sunnah. Mereka berdasarkan dalil, perbuatan yang dilakukan oleh Saydina
Umar bin Khattab, yang menyerahkan pemerintahan kepala majelis permusyawaratan. Kalau
yang demikian itu tidak boleh dilakukan oleh orang Islam, tentu Umar tidak menyerahkan hal itu
kepada mejelis permusyawarahan.4

4. Aliran Qadariyah

3 Ibid.,hal 100
4 Ibid.,hal 102-103

4
Pada akhir abad pertama Hijrah, diantara golongan Islam timbul suatu mazhab yang
disebut Qadariyah yang dipelapori oleh seorang bernama Ma’bah Al-Jauhani Al-Bishri di tanah
Iraq. Ia sebagai seorang yang alim juga tentang Qur’an dan Hadist, tetapi kemudian ia menjadi
sesat damn membuat pendapat-pendapat yang salah serta batal. Sungguhpun demikian ada pula
orang yang menjadi pengikutnya. Akan tetapi setelah diketahui oleh pemerintah di waktu itu,
lalu ia dibunuh oleh Abdul Malik bin Marwah dan disulakan di Damsyik tahun 80 Hijrah.

Pendapatnya bahwasanya Allah SWT tidak mengetahui serta mewujudkan segala yang di
perbuat oleh manusia, dan tidak pula yang diperbuat oleh manusia itu dengan qudrat dan
iradatnya Allah SWT. Bahkan manusialah yang mengetahui serta mewujudkan segala yang
diamalkan itu dan semuanya dengan qodrat iradat manusia sendiri. Tuhan sama sekali tidak
campur tangan di dalam membuktikan amalan-amalan itu.

Kaum muslimin sudah semufakat seluruhnya menghukumi golongan Qodariyah ini


termasuk golongan kafir. Alasan mengapa golongan ini dinamakan golongan qadariyah padahal
ia menafikan qadar Allah. Sebab ia menafikan qudrat dan iradat Allah tetapi dipaki dan
ditetapkan qudrat dan iradat itu untuk manusia, bearti yang mewujudkan dan menetukan segala
sesuatu yang dikerjakn manusia itu adalah qudrat dan iradat manusi sendiri, sedang Allah tidak
campur tangan dan tidak mengetahuinya. Imam Nawawi mengatakan bahwa mazhab yang serupa
itu pada saat ini sudah lenyap sama sekali dari kalangan ummat Islam.5

5. Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah adalah gerakan yang menentang Qadariah. Pembangunya adalah Jaham
bin Shafwan. Aliran ini juga disebut golongan Jabariyah. Jaham-lah yang pertama mengatakan
bahwa manusia adalah dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan
sedikit juga untuk bertindak dalam mengerjakan sesuatu. Allah –lah yang menentukan sesuatu
itu sesuatu itu kepada seseorang, apa yang akan dikerjakannya, baik di kehendaki oleh manusia
itu ataupun tidak, jadi Allah SWT yang memperbuat segala pekerjaan manusia.

Jaham itu selain penggerak gerakan Jabariyah, juga seorang gerakan yang mengatakan
bahwa Allah Ta’ala itu tiada mempunyai sifat-sifat. Menurut Jaham, hanya Tuhanlah
mempunyai zat. Walaupun terdapat ayat yang menyebutkan sifat-sifat Tuhan seperti Sama’

5 Ibid.,hal 238

5
Bashar, kalam dan sebagainya yang harus ditakwilkan. Mengartikan secara lahir saja, tentulah
mengakibatkan pengertian serupanya Allah SWT dengan makhluknya. Keadaan demikian,
mustahil disisi Allah SWT oleh karena itu wajiblah ditakwilkan memahamkannya.

Jaham berkata : “Tidak layak Tuhan itu disifati dengan sifat yang dipakai untuk mensifati
makhluknya”. Perkataan yang mengatakan bahwa Allah itu mempunyai sifat-sifat yang Qadim,
akan menunjukkan bahwa Allah itu berbilang-bilang. Padahal Allah adalah Maha Esa, tiada yang
menyekutui-Nya baik dari jurusan manapun. Dan tidaklah sekali-kali zatnya itu banyak atau
terbilang. Allah tidak seperti apapun. Allah tidak berjisim, tidak bersifat, dan tidak berunsur .

Manusia dengan akalnya dapat mengetahui yang baik dan yang buruk sekalipun tidak
diberitahukan oleh syara’. Misalnya mengetahui baiknya bersyukur kepada Allah, atau kebaikan
keadilan dan kejahatan kezaliman.

Mengenai janji dan ancaman artinya Allah tidak akan mengampuni dosa, orang yang
berbuat dosa besar, kecuali dengan taubat. Allah SWT benar dan menepati janjinya dan
ancamanya. Janji dan ancamanya tidak akan dapat berubah karena sesuatu apapun.6

6 Ibid., hal 101

6
Aliran Asy’ariyyah
Asy‟ariyah adalah nama aliran di dalam islam, nama lain dari aliran ini
adalah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran teologi
yang dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail alAsy‟ari. Ia dilahirkan
di Bashrah, besar dan wafat di Baghdad (260-324 H). Ia
berguru pada Abu Ali al-Jubbai, salah seorang tokoh Mu‟tazillah yang setia
selama 40 tahun. Setelah itu ia keluar dari Mu‟tazillah dan menyusun teologi
baru yang berbeda dengan Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan sebutan
Asy‟ariyyah, yakni aliran atau paham Asy‟ari. Kasus keluarnya Asy‟ari ini
menurut suatu pendapat karena ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang
berkata kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu salah dan yang benar adalah pendirian
al-Hadis.7891011
Menurut aliran Asy‟ariyyah, Allah mempunyai beberapa sifat dan sifatsifat itu bukan zat-
Nya dan bukan pula selain zat-Nya, namun ada pada zatNya. Meskipun penjelasan Asy‟ariyyah
itu mengandung kontradiksi, hanya
dengan itulah aliran tersebut dapat melepaskan diri dari paham ta’addud al-qudama (banyaknya
yang kadim) setidak-tidaknya menurut pemikiran mereka.
Asal Usul Aliran Asy’riyah
Asy‟ariyah dan maturidiyah muncul secara bersama yang dikenal
dengan nama aliran Ahl al-Sunnah wal Jama‟ah yang secara populer disebut
dengan Sunni. Pada waktu yang bersamaan Syi‟ah sebagai aliran memainkan
peranannya dalam masyarakat Islam dengan pandangan-pandangan rasional
dengan berpegang teguh pada ajaran Imamah yang sangat memuliakan Ahlu albait. Tidak
dipungkiri bahwa sejak lama kaum muslimin di Indonesia
menganut madzhab fiqih Syafi‟iyyah. Secara aqidah, banyak yang mengikuti
paham Asy‟ariyah, secara tasawuf merujuk pada ajaran-ajaran shufi Imam Abu

7 Dewi Astuti, Kamus Populer Istilah Islam, (Jakarta: Gramedia, 2013), hlm. 24
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 85
8
9
10
11Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka Hingga
Hasan Hanafi (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 99

7
Hamid Al-Ghazali.
7 Aliran Maturidiyyah
Nama Maturidiyyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil
mengajukan pemikiran sendiri. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur
Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di Samarkand pada
pertengahan kedua abad kesembilan Masehi kedua abad ke-9 M dan meninggal
tahun 944 M.
Aliran Maturidiyyah yang dikatakan tampil sebagai reaksi terhadap
pemikiran-pemikiran mu‟tazzilah yang rasional itu, tidaklah seluruhnya sejalan
dengan pemikiran yang yang diberikan oleh al-asy‟ari. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa pemikiran teologi asy‟ari sangat banyak menggunakan
makna teks nash agama (Quran dan Sunnah), maka Maturidiyyah dengan latar
belakang mazhab Habafi yang dianutnya banyak menggunakan takwil.

Asal Usul Aliran Maturidiyyah


Tokoh pertama dari aliran Maturidiyah adalah al-Maturidi sendiri.
Sebagai pemikir yang tampil dalam menghadapi pemikiran Muktazilah, almaturidi banyak
menyerang pemikiran mu‟tazillah. Namun karena ia
memiliki latar belakang intelektual pandangan-pandangan rasional Abu
Hanifahm dicelah-celah perbedaan itu terdapat pula kesamaan.
Murid terpenting dari Al-Maturidi adalah Abu al-Yusuf Muhammad alBazdawi. Ia dilahirkan
pada tahun 421 H dan meninggal pada tahun 439 H.
Sebagai diketahui bahwa nenek Al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi.
Al-Bazwadi sendiri mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya.
Agaknya pewarisan paham yang sudah melalui tiga jenjang terhadap AlBazdawi sendiri tidak
urung membuat berbagai perbedaan antara al-bazdawi dengan al-maturidi.

8
8 Aliran syi'ah salafiyah
Kata salafiyah berasal dari kata kerja salafa, yaslufu, salafan yang berarti sudah berlalu,
sudah lewat, atau yang terdahulu. Masa salaf adalah masa yang paling murni dalam
perkembangan Islam. Pengertian murni di sini adalah pemikiran Islam yang belum dimasuki oleh
interprestasi-interprestasi filosofis. Masa salaf adalah masa Nabi, Sahabat dan Tabi’in, yakni tiga
angkatan pertama Islam yang di istilahkan dengan Al-Tsalatsah al-Ula
Istilah salaf dikenal pertama kali untuk memberi nama gerakan hanabilah yang muncul pada
abad keempat hijriah dengan mempertalikan dirinya kepada pendapat-pendapat Imam Ahmad
bin Hanbal yang dipandang telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian Ulama salaf.
Karena pemikiran keagamaan ulama-ulama salaf menjadi motivasi gerakannya, maka orang-
orang hanabilah itu menamakan gerakannya sebagai paham atau aliran salaf dan karena
pemikirannya tersebut mereka menentang secara mental dan fisik terhadap alairan Al-
Asy’ariyah.
Dalam perkembangannya, di abad ke-7 Hijriah, gerakan salaf memperoleh kekuatan baru
dengan munculnya Ibnu Taimiyah (661-728 H) di Syria dan gerakan Wahabi (1115-1201 H) di
Saudi Arabia. Di tangan IbnuTaimiyah salafiyah mendapat semangat yang lebih besar, Ibnu
Taimiyah tampil menggalang kekuatan dan kesatuan umat di saat kota Damaskus diserang dan
dikepung oleh tentara Mongol pada tahun 700 Hijriyah. Ia bangkitkan semangat penguasa
Damaskus dan rakyat untuk berjuang angkat senjata melawan tentara Mongol. Bahkan ia sendiri
ikut terjun ke medan perang memanggul senjata sebagai seorang pejuang bersama dengan umat
Islam lainnya.
Kemudian pada abad ke-12 Hijriah pemikiran salaf dibangkitkan kembali oleh seorang
tokoh pemikir dan pergerakan dari Hijaz yang bernama Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, ia
menyerukan ajaran Isalam kembali ke ajaran Islam yang murni yang bersumber dari Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah SAW, gerakan ini dinamakan dengan gerakan Wahabiyah. Pada masa
kini muncul salafiyah yang memperlihatkan kecenderungan untuk kembali ke masa murni Islam,
dengan meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Dalam meneladani kehidupan Rasulullah saw
tersebut bukan hanya pada ajaran yang dibawanya, tetapi juga perilaku sehari-hari yang
diperbuat oleh Rasulullah SAW.

Pokok-Pokok Ajaran Salafiyah

9
Aliran salafiyah mempunyai tiga ciri utama dalam ajarannya,[3] yaitu:
a. Mendahulukan syara’ dari akal, aliran salafiyah berpegang teguh pada hukum-hukum
syara’ sebagaimana yang telah dinashkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Apa pun yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits yang shahih adalah kebenaran. Seorang muslim tidak
boleh mengenyampingkan kandungan Al-Qur’an dan Hadits tersebut walaupun bertentangan
dengan akal.
b. Meninggalkan takwil kalami. Takwil kalami adalah penakwilan ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadits Nabi yang diputar ke maknanya yang bukan harfi, tetapi makna majazinya. Penakwilan
sebenarnya bersumber dari penalaran akal, dalam system berpikir filsafat hal-hal yang tidak
diterima oleh akal dalam makna harfi harus diberi makna metaforis atau takwil.
c. Berpegang teguh pada nash Al-Qur’an dan Hadits Nabi , apa yang sudah ditetapkan oleh
Al-Qur’an dan yang telah dijelaskan oleh Hadits Nabi haruslah diterima dan tidak boleh ditolak.
Akal manusia tidak mempunyai wewenang untuk menakwilkan nash agama. Tugas akal hanya
untuk mencari argumentasidalam upaya memberikan informasi yang dibawa oleh nash agama.
Akal harus tunduk di bawah nash, karena nash itu adalah firman Allah, akal tidak boleh
menghakimi apa yang disebutkan oleh nash, apalagi menolaknya.

10
9 Aliran Zaidiyah
Zaidiyah merupakan penisbatan terhadap pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin bin al-Husein bin
Ali bin Abi Thalib. Pandangannya tentang Imamah (kepemimpinan) mesti berdasarkan kepada
keturunan Fatimah Ra, bahkan mereka berpendapat tidak bolehnya kepemimpinan selainnya.

Pertama bahwa kelompok Ali bin Abi Thalib tidak salah dalam memerangi para pemberontak.
Dan para pemberontaknya tidak serta merta sebagai orang kafir. Kedua bahwa Abu Bakar al-
Shiddiq boleh diangkat sebagai khalifah, meskipun adanya Ali bin Abi Thalib sebagai orang
yang paling utama.

Karena ia hidup dan memiliki pandangan teologis dan kepemimpinanyang bertolak belakang
dengan pemerintah kekhilafahan saat itu, Zaid bin Ali dibunuh dan disalib di gerbang gereja
Kufah. Kemudian oleh para pengikut Zaidiyah, kepemimpinan diserahkan kepada Yahya bin
Zaid. Nasib yang sama juga menimpa dirinya sebagai mana terjadi pada orang tuanya.

Dalam perkembangannya, doktrin Zaidiyah banyak mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari
kemunculan berbagai pemikiran di dalam Zaidiyah. al-Syarastani menyebut setidaknya ada 2
kelompok:

A. Al-Jarudiah
Kelompok ini dipimpin oleh Abu al-Jarud Ziyad bin Ziyad. Abu al-Jarud berpendapat bahwa Ali
diangkat sebagai pemimpin bukan karena penamaan spesifik (tasmiyah), akan tetapi karena
berdasarkan sifat. Berbeda dengan Imam Zaid, ia berpendapat bahwa Abu Bakar diangkat
sebagai khalifah karena ketidak pemahaman orang terhadap sifat khalifah yang telah diberikan
kepada Ali.

11
B. Al-Sulaimaniyah

Al-Sulaimaniyah adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Pengikut Sulaiman berpendapat bahwa
pengangkatan Abu Bakar yang dipilih umat Islam merupakan sebuah ijtihad. Jika ada yang
menilai salah, maka ia hanya keliru dalam ijtihad. Umat Islam yang memilihnya tidak lantas
menjadi fasik karena pengangkatan tersebut.
[17/4 00.25] Daim: Dalam persoalan kepemimpinan, Zaidiyah berpendapat bolehnya dualisme
kepemimpinan dalam dua daerah yang berbeda selama mereka tidak berada dalam satu daerah,
maka diperbolehkan bagi kelompok tertentu mengangkat pemimpinnya.

Pandangan ini berangkat dari bolehnya pemimpin berasal dari keturunan al-Hasan dan al-Husein.
Menurut Zaidiyah generasi awal bahwa dua kepemimpinan sekaligus itu diperbolehkan, merujuk
kepada fakta dari eksistensi kepemimpinan Muhammad dan Ibrahim yang keduanya merupakan
keturunan al-Hasan dan al-Husein. Keduanya hidup pada saat dinasti Abbasiyah dipimpin oleh
sultan Abu Ja’far al-Manshur.

Oleh Abu Ja’far al-Manshur keduanya dianggap keluar dari pemerintahan yang sah. Ironisnya
atas nama kedaulatan kepemimpinan Islam, keduanya kemudian dibunuh oleh sang khalifah.
Pembunuhan atas Muhamamd dan Ibrahim yang tinggal di Madinah dan Irak mendapat
dikarenakan sikap khalifah yang mencela dua Imam Mazhab. Yaitu Abu Hanifah dan Imam
Malik, meski kedua nya sama-sama berbait kepada Abu Ja’far al-Manshur, akan tetapi tidak
setuju terhadap praktek politik Abu Ja’far al-Manshur.

Secara personal, Zaid bin Ali merupakan seorang yang alim. Ia dikenal memiliki semangat
belajar ilmu agama yang sangat tinggi. Ia pernah belajar kepada Washil bin ‘Atha. Karena
kedekatannya kepada pendiri Mu’tazilah, banyak pengikut Zaidiyah sependapat dengan
Mu’tazilah. Zaid bin Ali tentang khalifah al-Rasyidin berpendapat bahwa pengangkatan Abu
Bakar al-Siddiq dan Umar bin Khattab didasarkan pertimbangan kemaslahatan sehingga tidak
terjadinya kekacauan.

12
Beberapa kurun setelahnya, Zaidiyah tidak hanya memiliki pandangan teologis, atau imamah-
khilafah semata. Zaidiyah berkembang di ranah pemikiran keilmuan Islam lain seperti fikih.
Banyak pandangan fikihnya setangkup dan memengaruhi pandangan mazhab fikih Syafi’iyyah.

Zaidiyah belakangan banyak tersebar di daerah Yaman. Di antara ulama tersebut adalah
Muhammad bin Ismail al-Shan’ani. Ia adalah ulama terkenal mazhab Syafi’iyyah, pengarang
kitab Subul al-Salam Syarh Bulugh al-Maram. Selanjutnya Zaidiyah banyak memiliki kesamaan
dalam persoalan fikih dengan Sunni pada umumnya. Pemikiran Zaidiyah bisa dikatakan sangat
dekat kepada aliran Sunni

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permusuhan dari perpecahan ummat Islam, boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi, tetapi
perpecahan itu mulai reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah. Setelah beberapa
lamanya Abu Bakar memegang kekhalifahan, mulai timbulnya kembali perpecahan. yang
dihembuskan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan orang-orang yang mengumumkan
dirinya menjadi Nabi seperti Musailamatul-Kazzab, Thulaihah, Sajah dan Al-Aswad al-Ansy.

Di samping itu ada pula golongan-golongan yang tidak mau membayar zakat kepada Abu
Bakar. Padahal tadinya mereka semua membayar zakat pada Nabi. Akan tetapi semua
perselisihan itu segera dapat diatasi dan di persatukan kembali, karena kebijakan khalifah Abu
Bakar. Maka selamatlah kekuasaan Islam yang muda itu dari ancaman fitnahan yang akan
menghancur-leburkan.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, semoga makalah ini menjadi salah satu bahan untuk
menambah pengetahuan kita mengenai mempercayai dukun semoga bermanfaat. Dan kami juga
mengharapkan sumbangsih kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyusun makalah
berikutnya akan lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mu’in, Taib Thahir Abdul. 1986. ilmu kalam. Jakarta : Widjaya Jakarta
Abbas, Nukman. 2002 Al-Asy’ari. Jakarta : Erlangga
Athaillah, Rasyid Ridha: Konsep teologi rasional dalam tafsir al-manar (Jakarta:

Erlangga, 2006)

Abdul Mujleb, Syafi‟ah, & Ahmad Ismail, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali,

(Jakarta: Hikmah, 2009)

Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012)

Abu Muhammad Waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2012)

Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)

Ahmad Nahraei Abdus Salam, Ensiklopedia Imam Syafi’i, (Jakarta: Hikmah, 2008)

Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, (Surabaya: Bina Ilmu, 2006)

Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007)

Dewi Astuti, Kamus Populer Istilah Islam, (Jakarta: Gramedia, 2013)

Elmansyah, Ilmu Kalam (Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2017)

Faizal Amin, Ilmu Kalam Sejarah Pemikiran Islam Dan Aktualisasinya, (Pontianak:

15
STAIN Pontianak Pres, 2012)

Geonawan Mohamad, Teks dan Iman, (Jakarta: Tempo Publishing)

Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim Sehari-Hari Dari Lahir

Sampai Mati, (Jakarta: WahyuQolbu, 2016)

Hamka Haq, Al-Syatibi, (Jakarta: Erlangga, 2007)

Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan

(Jakarta: UI-Press, 1986)

Ibn Rusyd, 7 Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam (Jakarta: Erlangga, 2006)

16

Anda mungkin juga menyukai