Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH

DOSEN PENGAMPU :
Abdul Rahim S.Ag M.Pdi

Kelompok satu(1)
1. Agustiana Indah Mustiani ( 2202060014 )
2. Ahmad Mansur Hamdani(2202060071)
3. Baiq Hairi Ummatin( 2202060005 )
4. Baiq Juwairiah(2202060019)
5. Baiq Radatul Jannah(2202060013)

S1 PGSD (PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR)


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AKADEMIK
2022-223

i
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa shalawat serta salam saya curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.
Tugas ini merupakan serangkaian materi kuliah yang bertujuan agar mahasiswa dapat
lebih memahami aswaja, dan menerapkan secara langsung ilmu yang diperoleh selama
mengikuti mata kuliah ini. makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Aswaja di Semester 1.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan kami sebagai manusia. Untuk itu, kami berharap kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Kami berharap semoga laporan tugas
ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan bagi para pembaca.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.

Bonder, November 2022


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover......................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................II
DAFTAR ISI........................................................................................................................................III
Bab I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
Bab II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
2.1 Konsep Aswaja............................................................................................................................2
2.2 Sejarah dan Perkembangan Aswaja..............................................................................................3
2.2.1 Sejarah Aswaja......................................................................................................................3
2.2.2 Perkembangannya Aswaja.....................................................................................................4
2.3 Pokok-Pokok Ajaran Aswaja.......................................................................................................5
2.4 Tokoh Aswaja..............................................................................................................................6
Bab III PENUTUP..............................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................................7
Bab IV DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................7

iii
Bab I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aswaja merupakan salah satu mata kuliah yang dalam kajiannya merujuk pada al-
Qur‟an dan as-Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan cara logis dan
rasional, karena mengaitkan materi dengan pengalaman mahasiswa dalam kehidupan sehari-
hari bukan dengan dogmatis dan doktrin tertentu.

Pembelajaran Aswaja juga bertujuan untuk mendorong mahasiswa supaya mendalami


dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama’ah, yang diharapkan nantinaya akan
lahir generasi-generasi kiyai yang unggul serta mampu menjadi pilar-pilar kokoh dalam
mensyi‟arkan Islam ditengah- tengah masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
tawasut, tawazun, tasamuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan Aswaja?
2. Apa sajakah konsep Aswaja?
3. Apa sajakah pokok-pokok ajaran Aswaja?
4. Siapakah tokoh Aswaja?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui sejarah munculnya Aswaja.
2. Mahasiswa mengetahui macam-macam konsep Aswaja.
3. Mahasiswa mengetahui pokok-pokok ajaran Aswaja.
4. Mahasiswa mengenali tokoh Aswaja.

1
Bab II
PEMBAHASAN

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA), Ahl adalah keluarga, golongan


atau pengikut. As-Sunnah secara bahasa adalah jalan yang ditempuh atau cara
pelaksanaan suatu amalan, baik dalam perkara kebaikan maupun kejelekan. Sedangan
pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu nama suatu jalan yang mendapakan ridlo
yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW, para khulafa‟ al Rosyidin dan Salaf Al
Sholihin. Al-Jama’ah, secara bahasa, berasal dari kata “Al- Jam‟u” dengan arti
mengumpulkan yang bercerai- berai. Adapun secara istilah syari‟ah berarti orang-
orang terdahulu dari kalangan shahabat Nabi SAW.

Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang konsisten


berpegang teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu „alaihi wasallam. Mereka adalah dari
kalangan shahabat Nabi SAW.

2.1 Sejarah dan Perkembangan Aswaja

2.2.1 Sejarah Aswaja

Perselisihan pada masa kekhalifahan ke-1

Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman


antara golongan Muhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum
muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan perselisihan antar kaum
muslimin Muhajirin dan Anshar. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk
menentukan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum
muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah.

Fitnah pada masa kekhalifahan ke-3

Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius
di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman.
Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin Saba'
dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya.
2
Abdullah bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu domba
umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak
saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadap Utsman,
berhasil membunuh dia dengan sadis ketika dia sedang membaca Qur'an.

Fitnah pada masa kekhalifahan ke-4

Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang


yang terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat.
Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan
Utsman. Yang pertama berasal dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama
dengan Thalhah dan yang kedua ialah bersama dengan Zubair. Mereka berhasil diadu
domba hingga terjadilah Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian Muawiyah
yang diangkat oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya
Perang Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang
berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian.

Dari peristiwa inilah umat islam terpecah menjadi dua golongan yaitu syi‟ah dan
khawarij. Syi‟ah adalah golongan pendukung Ali RA, sedangkan khawarij (kharaja,
keluar) adalah golongan dimana tidak memihak kepada Ali RA atau muawiyah, dengan
alasan hukum Allah atau al- quran. Sehingga pada masa pemerintahan Muawiyah
terpecah menjadi tiga golongan. Golongan pertama adalah pengikut setia Ali RA,
golongan ke-dua penolak Ali RA dan yang ke-tiga adalah pendukung muawiyah.
Sekitar pada akhir tahun 40-an hijjriyah, Muawiyah membuat ajaran baru yang disebut
jabariyah. Ajaran jabariyah mengambil dasar “segala yang terjadi adalah atas kehendak
Allah”, seperti yang tertulis dalam al-quran surah al-anfal:17. “ Dan bukan engkau
memanah ketika engkau memanah melainkan Allah yang memanah”. Itu adalah salah
satu ayat yang digunakan para kiyai untuk mendukung jabariyah. Mungkin para ulama,
kyai yang ingin dekat dengan kekuasaan kemudian menyebarkan paham jabariyah
tersebut. Akibatnya muncul pengemis-pengemis, ekonomi hancur, manusia banyak
yang tidak berusaha mencari rezeki, karena memandang rezeki telah diatur oleh Allah.

Muncul Faham Qodariyah

Cucu Ali RA (muhammad bin ali muhammad binn abi talib) membuat aliran
bernama qodariyah Faham ini memiliki kehendak mutlak, Allah tidak ikut campur
3
dengan apa yang dilakukan manusia seperti yang tertulis dalam Al-quran surah Ar-
ra‟du:11 yang berarti “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum,
kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya”. Disinilah mulai ada reformasi dan dapat
menggatikan kekuasaan dinasti Umayyah digantikan dengan dinasti Abasyiah.
kemudian muncul faham mu‟tazilah yang menjadi spirit pembangunan negara. Paham
ini yang mulanya memberikan semangat pada manusia bahwa manusia memiliki hak
mutlak, dan dengan perinsip akal. Segala sesuatu yang masuk akal adalah segala
sesuatu yang harus dirasionalkan. Sehingga kelewatan, karena semua serba akal dan
semua kehendak manusia (akal mutlak). Hingga terjadi sebuah peristiwa ketika salah
satu keturunan abbasiyah menggunakan paham mu‟tazilah sebagai paham resmi negara
sehingga timbul korban yang tidak mengikuti paham mu‟tazilah akan diberikan
panismen berupa hukuman mati dan lain sebagainya.

Lahirnya Aswaja

Akhirnya lahir seorang ulama yang dulunya adalah aktifis mu‟tazilah yang
bernama Abu Hasan Al-Asy‟ari menyatakan keluar dari paham mu‟tazilah, beliau tidak
berada dalam paham ekstrim jabariyah ataupun qodariyah melainkan berada di tengah-
tengah, beliau meproklamasikan kembali “ma ana ilaihi wa ashabihi” sebuah kelompok di
mana Rosulullah saw dan para sahabatnya berada. Paham yang dideklarasikan oleh Abu
hasan inilah yang disebut dengan ASWAJA. Teologi ASWAJA yang dirumuskan oleh
Abu Hasan ini menyatakan bahwa manusia itu memiliki kehendak namun kehendak
tersebut terbatasi oleh takdir Allah SWT. Paham ASWAJA konteksnya kembali pada
semangat akal islam “ma ana ilaihi wa ashabihi” yang dipelopori oleh dua ulama‟ besar
Abu Hasan Al-Asy‟ari dan Abu Mansur Al- Maturidi ini dalam bidang tauhid atau
teologi kemudian mendasar pada Ahlusunnah atau kebiasaan-kebiasaan Nabi saw dan
para sahabat-sahabatnya artinya wal jama‟ah. Kemudian lahir Imam Hanbali, Imam
Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Safi‟i. Imam Hanbali inilah yang menjadi korban dari
kekuasaan Bani Abassiyah, ketika mengharuskan warganya menggunakan aliran yang
dikembangkan mu‟tazilah dalam bidang fiqih. Dan masih banyak yang lain, tapi yang
kita sering dengar atau kita kenal adalah ini. Yang kita sebut dengan empat mazhab.

2.2.2 Perkembangannya Aswaja

Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan


mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di
4
tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa perkembangan
awal kekuasaan Bani Abbasiyah.

Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di
dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti.
Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan mazhab
bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih pada tata cara ibadah. Para Imam
mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang tida ada
keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan suatu hadis
bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain dalam tema yang
sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah terlarang dalam hal
akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena rujukan kita adalah
Rasulullah saw. dan beliau memang tidak pernah memerintahkanuntuk beribadah
dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu
wajib bagi setiap muslim maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak
lagi bersifat mudah.

2.2 Konsep Aswaja

Nahdlatul Ulama memahami bahwa perbedaan dan keragaman merupakan


sebuah keniscayaan, dan bahkan merupakan garis sunnahtullah yang tidak bisa
diingkari. Karena itu sejak awal berdirinya, Nahdlatul Ulama senantiasa
mengembangkan sikap keterbukaan dan sangat menghormati perbedaan. Dalam
mengamalkan prinsip-prinsip ini, Nahdlatul Ulama mengamalkan kosep dari
pemahaman Aswaja, yaitu:

1. Tawasuth, artinya mengambil jalan tengah atau pertengahan. Bahwa


Nahdlatul Ulama tidak berpihak kepada siapapun. Karena kebijakan memang
selamanya terletak diantara dua ujung. Sebagaimana termaktub dalam firman
Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 143:

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. “

2. Tasamuh, yang berarti toleran. Maksudnya adalah NU toleran terhadap

5
perbedaan pandangan dalam masalah keagamaan. Begitu pula masalah yang
berhubungan dengan sosial budaya atau kemasyarakatan, sebagaiman dilakukan
oleh walisongo ketika berdakwah.
3. Tawazun, yang berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak berlebihan
suatu unsur atau kekurangan suatu unsur. Prinsip tawazun ini diambil dari kata
Al-Waznu yang berarti alat penimbang. Yang dimaksud disini adalah bahwa NU
menyerasikan antar khidmah kepada Allah dan khidmah kepada manusia. Bagi
NU tujuan hidup yang ideal adalah bahagia dunia dan akhirat.
4. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, artinya mengajak pada kebajikan dan mencegah
pada kemungkaran. Maksudnya mendorong kepada kebaikan, selalu mempunyai
kepekaan terhadap kejadian-kejadin di lingkungan dan mencegah hal-hal yang
dapat merusak moralitas masyarakat.
2.3 Pokok-Pokok Ajaran Aswaja
1. Aqidah

Aqidah dalam Islam bisa dikelompokan menjadi 6 pembahasan, yaitu :


tentang

Ketuhanan, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir dan Qada‟ qadar.

 Ketuhanan (Tauhid)

Dalam masalah teologi ketuhanan, Ahlussunah wal Jamaah meyakini


bahwa Tuhan memiliki banyak sifat.

 Malaikat

Paham aswaja (Ahlussunah Wal Jama‟ah) meyakini bahwa ada makhluk


yang tidak bisa dilihat manusia, ia diciptakan dari cahaya, makhluk tersebut
bernama malaikat. Malaikat merupakan ciptaan Allah yang ditugaskan mengatur
seluruh jagat raya dengan tugas masing-masing yang diberikan tuhanya, dan ia
terhindar dari perbuatan salah.

 Kitaab Allah

Aliran aswaja meyakini bahwa Allah menurunkan mukjizat kepada


sebagian NabiNya yang berupa kitab, sebagai tuntunan hidup manusia.
6
 Nabi Dan Rasul

Dalam menyampaikan syari‟at kepada hambanya, Allah memilih sebagian


manusia untuk mengabarkan dan mengajak manusia agar melaksanakan syari‟at
yang dibawanya, orang tersebutlah yang dinamakan Rasul(Utusan Allah).
Sedangkan yang hanya mendapatkan wahyu tetapi tidak diperintahkan untuk
menyampaikan syariat tersebut kepada manusia disebut nabi.

 Hari Kiamat

Umat Islam wajib meyakini bahwa setelah kehidupan di dunia ada


kehidupan lain, yaitu kehidupan akhirat. Dimana semua manusia dihidupkan
kembali dan dimintai pertanggung jawaban atas semua perbuatanya di dunia,
kemudian menerima balasanya, berupa surga dan neraka.

 Qadha dan Qadar

Qadha ialah rencana Allah yang telah ditetapkan terhadap sesuatu sebelum
menciptakanya, sedangkan Qadar ialah pelaksanaan dari ketetapan tersebut.
Contoh: Allah menetapkan Fulan dilahirkan di Indonesia sebelum Allah
menciptakanya, inilah yang dinamakan Qadha. Kemudian Fulan dilahirkan di
Indonesia, inilah yang dinamakan Qadar.

2. Fiqih

Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja mengikuti pola bermadzhab
dengan mengikuti salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan oleh para
ulama‟ yang mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab yang
digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu madzhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan
Hanbali.

3. Tassawuf

Dalam bidang tasawuf Aswaja memiliki prinsip untuk dijadikan pedoman


7
bagi kaumnya. Sebagaimana dalam masalah akidah dan fiqih, dimana Aswaja
mengambil posisi yang moderat, tasawuf Aswaja juga demikian adanya.

8
Manusia diciptakan Allah semata-mata untuk beribadah, tetapi bukan berarti
meninggalkan urusan dunia sepenuhnya. Akhirat memang wajib diutamakan
ketimbang kepentingan dunia, namun kehidupan dunia juga tidak boleh disepelekan.
Dalam emenuhi urusan dunia dan akhirat mesti seimbang dan proporsional.

Dasar utama tasawuf Aswaja tidak lain adalah Al-Qur‟an dan Sunnah. Oleh
karena itu, jika ada orang yang mengaku telah mencapai derajat Makrifat namun
meninggalkan al-Qur‟an dan sunnah, maka ia bukan termasuk golongan Aswaja.
Meski Aswaja mengakui tingkatan-tingkatan kehidupan rohani para sufi, tetapi Aswaja
menentang jalan rohani yang bertentangan dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah.

2.4 Tokoh Aswaja

Umat Islam sejak dahulu hingga sekarang, mayoritas menganut faham Ahlussunnah
Wal Jama’ah, dengan mengikuti madzhab Syafi‟i dalam bidang fiqih. Dalam hal ini umat
Islam mendapatkan faham tersebut dari ulama serta para dai yang mengajak dan mengajarkan
tentang agama Islam kepada mereka. Sesuatu yang sangat mustahil jika orang yang
menyebarkan agama Islam tidak menganut faham Aswaja, sementara yang diajak adalah
penganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Di sisi lain, semua sepakat bahwa dai yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara
khususnya di Pulau Jawa, adalah Walisongo. Karena itu, maka dapat dikatakan bahwa
Walisongo adalah penganut Aswaja. Kecuali jika ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa
ajaran Aswaja masuk ke Indonesia dan merubah faham keagamaan yang telah berkembang
terlebih dahulu.

Terkait sunan, Prof. KH. Abdullah bin Nuh, mengatakan bahwa sunan adalah sebutan
mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh dai Islam di Jawa. Nasab mereka
bersambung kepada Al-Imam Ahmad Al Muhajir. Dan berdasarkan apa yang diajarkan oleh
mereka, dapat dipahami bahwa mereka semua adalah ulama pengikut Madzhab Syafi‟i dan
Sunni dalam dasar dan akidah keagamaannya. Mereka kemudian lebih terkenal dengan
sebutan “Walisongo”. (Al Imam Al Muhajir, hal 174).
9
Ada beberapa bukti bahwa Walisongo termasuk golongan Aswaja. Selanjutnya Prof.
KH. Abdullah Nuh menjelaskan:“Jika kita mempelajari primbon, yakni kumpulan ilmu dan
rahasia yang di dalamnya terdapat materi ajaran Ibrahim (Sunan Bonang), maka di sana kita
akan mendapatkan banyak nama dan kitab yang menjadi referensi utama para dai sembilan.
Berupa pendapat dan keyainan, sebagaimana juga memuat masalah akidah dan fiqih dengan
susunan yang bagus sekali, dengan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Madzhab As
Syafi‟i. Dan dari sini, menjadi jelas bahwa para dai yang sangat terkenal dalam sejarah
masyarakat Jawa dengan gelar Walisongo itu, termasuk tokoh utama dalam penyebaran
ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah.” (Al Imam Al Muhajir, hal 182)

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. KH. Saifuddin Zuhri (1919-1986). Ia
menjelaskan beberapa tokoh yang menyebarkan Madzhab Syafi‟i di Indonesia, khususnya di
Pulau Jawa. Yaitu : Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Sunan Ampel, Sunan Bonang,
Sunan Giri, dan lainnya. Bahkan Sunan Giri merupakan lambang pemersatu bangsa Indonesia
yang dirintis sejak abad ke-15 M. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu
Nusantara melalui kekuatan politik dan militernya, maka Sunan Giri menjadi pemersatu
melalui Ilmu dan pengembangan pendidikannya. (Sejarah Kebangkitan Islam, 286-287)

1
0
Bab III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Kosep Aswaja ada 4 yaitu, Tawassuth (mengambil jalan tengah), Tasamuh (toleran),
Tawazun (Keseimbangan), dan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar.
 Aqidah, fiqih, dan Aklak merupakan pokok ajaran Aswaja.
 Walisongo merupakan salah satu tokoh penyebar Aswaja.

1
1
Bab IV
Daftar Pustaka

Marzuqi, H. Ahmad dkk.2016.”Pendidikan Ahlussunnah wal Jama’ah dan Ke-NU-


an”.Surabaya:Tim LP Maarif NU.
Muchtar, Masyhudi.2007.” Aswaja An-Nahdliyah, Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah yang
Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama”. Surabaya: Khalista Surabaya.
Nurliadin, Rochmat, S., Zubaedah, dan Purnama, S. 2017. “Ke-NU-an, Ahlussunnah Wal
Jama`ah”. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Ma`arif Nahdlatul Ulama.
Ramli, Muhammad Idrus. 2011. Pengantar Sejarah Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Surabaya: Khalista. hlm 53

1
2
1
3

Anda mungkin juga menyukai