Disusun Oleh:
Nasywa Fitra Ramadhena 11220850000002
Aulia Zahra 11220850000006
Setya Maharani 11220850000034
Ayu wulandari 11220850000078
Seluruh puji untuk Allah Swt, atas rahmat, berkah, serta hidayah- nya kami bisa menuntaskan
tugas makalah studi Islam yang mengulas tentang perbedaan islam Pada Masa Bani Umayyah dan
Abbasiyyah serta perkembangan islam pada masa pertengahan dan modern. Sholawat serta salam tidak
lupa pula kami haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah kali ini kami Jadi mengenali tentang perbedaan islam pada masa
Bani umayyah dan abbasiyah serta perkembangan islam di masa pertengahan dan modern.Walaupun
hambatan serta cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan pula, tetapi berkat semangat dari
sahabat serta orang- orang terdekat,alhamdulillah kami bisa selesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada:
Kami menyadari bila makalah yang kami sediakan ini belumlah sempurna. Untuk itu kami
menerima kritik serta saran demi sempurnanya makalah ini. Mudah- mudahan makalah ini dapat
bermanfaat untuk siapa saja yang mau belajar tentang Studi Islam.
Wassalamualaikum Wr,Wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... 1
PENUTUP ...................................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................28
3.2 Saran..........................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pemikiran tentang Islam sudah timbul semenjak Islam diturunkan lewat Nabi Muhammad Saw
yang setelah itu dilanjutkan pada masa kepemimpinan khulafaur Rasyidin. Dikala seperti itu Islam mulai
berikan pengaruh kepada dunia, sebab para khalifah telah melaksanakan ekspansi daerah keluar wilayah
Arab.
Sehabis masa Khulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani Umayyah serta Abbasiyah. Bersumber
pada catatan sejarah, Islam hadapi kemajuan yang sangat pesat dikala kepemimpinan bani Umayyah
serta Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam berikan pengaruh yang besar ke pada dunia dikala itu. Para
sejarawan menyebut dikala itu dengan“ The Golden Age”.
Islam hadapi kemajuan yang sangat pesat di bermacam bidang peradaban, ilmu pengetahuan,
politik, pemerintahan, sains serta teknolgi Tercantum di bidang Ekonomi. Berangkat dari penjelasan
tersebut di atas, postingan ini hendak mangulas perbedaan Islam pada masa Bani Umayyah serta Bani
Abbasiyah seta perkembangannya di masa pertengahan dan modern dengan memakai penelitian
kualitataif berbasis kepustakaan dengan pendekatan deskriptif analisis hasil penelitian memperlihatkan
kalau pada masa Umayyah serta Abbasiyah hadapi kemajuan di sebagian bidang peradaban salah
satunya merupakan dalam bidang pemikiran ekonomi.
Dinasti Abbasiyah menjadikan Islam selaku pusat pertumbuhan ilmu pengetahuan serta perihal itu
jadi aspek berkembangnya perekonomian Islam pada masa itu. Bisa dikatakan kalau, terdapat sesuatu
cerita yang tidak terharga nilainya dari aset sejarah Dinasti Abbasiyah. Perihal ini wajib jadi motivasi
untuk membangun visi umat dalam meningkatkan perekonomian dunia. Lebih dari 750 tahun,
pemerintahan Islam berkibar semenjak Bani Umayyah hingga Abbasiyah, 2 sistem pemerintahan yang
belum terdapat tandingannya di dunia manapun sampai saat ini.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pemerintahan dan politik pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah?
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui sistem pemerintahan dan politik pada masa dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dinasti Umayah didirikan oleh seseorang teman dari suku Quraisy bernama Muawiyah bin
Abi Sofyan, suku Quraisy di era saat sebelum Islam sangat terpandang serta mempunyai peran yang
besar dibandingkan suku- suku yang lain. Interen dalam suku Quraisy terdapat sebagian keturunan-
generasi. Dari banyaknya generasi itu memunculkan perebutan pengaruh dalam status sosial di golongan
Arab, antara bani Hasyim serta bani Abdus Syam yang dari generasi Abdul Manaf mempunyai pengaruh
serta pengikut masing- masing.
Apabila ditelusuri nasab Muawiyah Bin Abi Sofyan hendak berjumpa nasabnya dengan Rasul
SAW di kakeknya yang ke 3. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul
Manaf. Sebaliknya Muawiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umaiyah bin Abdus Syam bin Abdul
Manaf. Suku Quraisy mayoritas berpencaharian selaku orang dagang berbeda dengan suku yang lain.
3
Dari berdagang mereka banyak belajar dari budaya- budaya luar yang lainya semacam budaya romawi
di Syam jika ke Barat serta Persia jika ke timur. Para orang dagang banyak belajar bahasa- bahasa asing
serta belajar tata sosial serta budaya warga tempat mereka berdagang. Penduduk bangsa Arab yang lain
sukanya berpindah- pindah tempat( Badui) yang tidak terdapat waktu buat belajar. Suku Quraisy
melahirkan orang yang pandai serta terpandang. (maryam, 2007) Dini mula dinasti Umayah berdiri,
tatkala Muawiyah bin Abi Sofyan mencopot Hasan bin Ali dari jabatan selaku khalifah yang dibaiat
selaku khalifah sehabis ayahnya wafat pada tahun 41 Hijriyah. Semenjak itu kepemimpinan khilafah
telah pindah ke dinasti Umayah, yang pemerintahannya berpusat di Syam. Sebagian penulis sejarah
terdapat yang berkata kalau dinasti Umayah bukan lagi khilafah hendak namun telah jadi Daulah
Islamiyah, disisi lain masih terdapat yang menyebut kalau Muawiyah bin Abi Sofyan dengan istilah
khalifah serta apalagi panggilan khalifah itu pula disebut- sebut pada generasi sehabis Muawiyah
contohnya khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Istilah khilafah atau daulah Islamiyah ini menjadi obrolan yang banyak mengundang perbedaan
pendapat. Ulama yang mengatakan khalifah itu hanya Khulafaur Rasyidin jadi hanya sampai Ali
karamallahuwajhah. Karena seorang khalifah itu identik dengan keadilan dan bijaksana. Sedangkan
kalau dilihat khalifah setelah Muawiyah ra banyak generasi yang menyeleweng dari nilai ajaran agama.
Sedangkan yang berpendapat khalifah itu bukan hanya Khulafa’urrasidin berdalil kenapa Muawiyah
dipanggil sebagai seorang khalifah, kenapa Umar bin Abdul Aziz juga dipanggil sebagai khalifah?
Bahkan ada yang menambahkan Muhammad Khudhari Bik, Mukhadharah Tarih Umam Islamiyah, Dar
Qalam, Beirut Libanon, sebagai khalifah yang adil. Itu permasalah penggunaan istilah khalifah. Ulama
di masa Daulah Abbasiyah berbeda pendapat apakah Muawiyah bin Abi Sofyan itu sebagai khalifah
yang ke 5 setelah khalifah Ali ra, atau khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah yang ke 5 (lima)
setelah Ali ra? karena sudah mashur (populer) di kalangan umat muslimin bahwa khalifah Umar bin
Abdul Aziz mendapat julukan sebagai khalifah ke 5 (lima) setelah Ali bin Abi Thalib. (madudi, 1984)
Berdirinya Daulah Umayah diiringi dengan munculnya 3 kekuatan yang berpengaruh terhadap
perjalanan sejarah umat Islam baik sebelum berdirinya Daulah Umayah maupun setelah Daulah Umayah
mengalami perkembangan. Kekuatan pertama, kekuatan kaum Syi’ah yang mendukung Ahlul bait,
kekuatan ini banyak terdapat di Kuffah dan Basrah. Kekuatan yang kedua golongan yang mendukung
Muawiyah sebagian besar golongan ini berada di Syam, kaum muslimin di Syam banyak mendukung
Muawiyah karena Muawiyah sudah menjadi gubernur (amir) di Syam sejak masa khalifah Umar bin
Khatab, tatkala khalifah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah pernah mau diganti akan tetapi Khalifah Ali r.a
enggan mengganti Muawiyah dari jabatan Amir di Syam karena rakyatnya sudah mencintainya.
4
Ini di buktikan tatkala Dinasti Abbasiah seorang khalifah yang saat itu memimpin dan
kekhilafahan berpusat di Damaskus merasa tidak nyaman dari ancaman pembela Dinasti Umayah yang
ahirnya pusat pemerintahan dipindahkan ke Baghdad. Kekuatan yang ketiga yaitu kaum Khawarij, kaum
Khawarij ini membenci kedua-duanya baik orang muslim yang condong kepada Muawiyah atau orang
muslim yang condong kepada Ali bin Abi Thalib dan keluarganya. Mereka berpendapat bahwa kedua-
duanya halal darahnya.
Mereka mempunyai faham bahwa mereka terlepas dari khalifah Ustman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu an huma, dan tidak syah nikahnya kecuali dengan golonganya, dan
mengkafirkan orang muslim yang melakukan dosa-dosa besar, mewajibkan keluar dari pemerintahan
(tidak boleh ta’at pada pemimpin) apabila pemimpinya itu tidak sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunah.
Dinasti Umayah ada 2 bagian yang pertama Dinasti Umayah dari keturunan Sofyan dan yang kedua dari
keturunan Marwan. Antar Marwan dan Sofyan ini bertemu nasabnya di kakek yang ke-tiga yaitu
Umayah bin Abdus Syam bin Abdul Manaf. (munir, 2009)
Merambah masa kekuasaan muawiyah yang jadi dini kekuasaan Bani umayyah pemerintahan yang
bertabiat demokratis berganti menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan
Muawiyah diperoleh lewat kekerasan, diplomasi, serta tipu energi, tidak dengan pemilihan ataupun
suara paling banyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun diawali kala Muawiyyah
mengharuskan segala rakyatnya buat melaporkan setia terhadap anaknya, said. muawiyah bermaksud
mencontoh monarchi di Persia serta Bizantium. Ia memanglah senantiasa memakai sebutan Khalifah
tetapi ia membagikan interpretasi baru dari perkata itu buat mengagungkan jabatan tersebut. Ia
menyebutnya Khalifah Allah dalam penafsiran penguasa yang dinaikan oleh Allah.
Sistem peradilan di zaman Muawiyah dipimpin oleh qadhi di 4 kota (daerah) besar seperti
Kuffah, Madinah, Syam, dan Fusthot. Kebijakan Muawiyah dalam hal peradilam beliau menyuruh
membukukan Hukum qadha’ agar suatu saat bisa dibuka lagi apabila diperlukan.Perhatianya kepada
ilmu sangat tinggi disetiap habis sholat berjam’ah Muawiyah selalu ceramah dan memberikan pelajaran
bagi jam’ahnya. Kumpulan sya’ir-sya’irnya banyak dan pujian-pujian yang dilontarkan para penyair
kepada pemerintahan Muawiyah. Daerah jajahan yang diperluas dimasa muawiyah sampai bizantin ke
barat ketimur sampai khurasan.
6
Akan tetapi mengalami kegagalan dan banyak yang meninggal, baru di masa khalifah Zayid bin
Muawiyah pengiriman prajurit membuahkan hasil, selain Zayid pandai dalam strategi dan
menguasai titik lemah dan kuatnya Romawi wasiat dari ayahnya agar memukul mundur romawi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam memuji Zayid bin Muawiyah “semuanya mengetahui bahwa
di dalam seorang ada sisi baik dan sisi buruk, dia dipuja dan dicaci, dan dia diberi imbalan dan
dipenjarakan, dicintai orang yang menemuinya dan dibenci orang yang menemuinya, inilah yang di
sebut madzhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah yang menyelisihi khawarij, dan mu’tazilah dan yang
sependapat dengannya.
• Keluarnya Husain Bin Ali radhillahu anhuma pada tahun 61 H dengan pasukan untuk mencari
keadilan, bahwa Husain Bin Ali tidak sependapat dengan Zayid dalam pengangkatan dirinya
sebagai khalifah, Husain bin Ali berpendapat seharusnya pengangkatan melalui jalan
musyawarah Ahlul Halli wal Aqdi.
7
Mengirim pasukan untuk perluasan wilayah, di masa Al Walid pasukan umat Islam yang
dipimpin Tharik bin ziat. Di masa Al Walid merupakan puncak kejayaan Dinasti Umayah.
Sepeniggalnya Al Walid pada tahun 96 H maka Sulaiman Bin Abdul Malik saudaranya langsung dibaiat,
kepemerintahanya tidak lama hanya sekitar 2 tahun 6 bulan. Tidak banyak yang beliau perbuat di masa
kepemimpinannya, sepeningal dia berwasiat kepada Umar bin Abdul Aziz untuk meneruskan tampuk
kekhalifahanya, karena dia melihat dalam diri Umar bin Abdul Aziz terdapat keshalehan. Kebijakan
Umar bin Abdul Aziz dalam Pengembangan Pemikiran dan Peradaban Islam
Khalifah kedelapan yaitu Umar bin Abdul Aziz. Beliau merupakan khalifah ketiga terbesar pada masa
dinasti Umayah pada tahun 99H/717M, semula Umar bin Abdul Aziz menolak dengan tegas jabatan
kekhalifahan yang ditunjuk oleh sulaiman. Karena terus didesak oleh kaum muslimin, akhirnya
menerima amanah umat tersebut yang menurutnya merasa tidak ringan. Buktinya pada umumnya seperti
layaknya orang yang baru menerima anugrah jabatan, pasti seseorang mengucap Alhamdulillah, sebagai
anugrah Tuhan. Justru Umar bin Abdul Aziz sebaliknya, dia mengucap innalillahi wa inna ilaihi rajiun.
Seperti orang yang seketika ditimpa musibah.
Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz selama 2 tahun 5 bulan, meskipun pemerintahannya sangat
singkat, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayah yang
banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan sebagaian besar pemimpin Bani Umayah.
8
b. Kemajuan dalam agama dan ilmu pengetahuan
Terdapat sebagian aspek yang menimbulkan Dinasti Bani Umayyah lemah serta membawanya kepada
kehancuran. Faktor- faktor itu antara lain:
a. Sistem pergantian khalifah lewat garis generasi merupakan sesuatu yang baru untuk tradisi
Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem
pergantian khalifah ini menimbulkan terbentuknya persaingan yang idak sehat di golongan anggota
keluarga istana.
b. Latar balik terjadinya Dinasti Bani Umayyah tidak dapat dipisahkan dari konflik- konflik
politik yang terjalin di masa Ali. Sisa- sisa Syi’ ah( pengikut Ali) serta Khawarij terus jadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka semacam di masa dini serta akhir ataupun secara tersembunyi semacam di
masa pertengahan kekuasan Bani Umayyah.
c. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia utara( Bani
Qays) serta Arabia Selatan( Bani Kalb) yang telah terdapat semenjak era saat sebelum Islam, kian
meruncing. Perselisihan ini menyebabkan para penguasa Bani Umayyah menemukan kesusahan buat
menggalang persatuan serta kesatuan. Di samping itu, sebagian besar kalangan Mawali( non- Arab),
paling utama di Irak serta bagian Timur yang lain, merasa tidak puas sebab status Mawali itu
menggambarkan sesuatu inferioritas, ditambah dengan keampuhan bangsa Arab yang diperlihatkan
pada masa Bani Umayyah
9
d. Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah pula diakibatkan oleh perilaku hidup elegan
di area istana sehingga kanak- kanak khlifah tidak mampu memikul beban berat kenegaraan tatkala
mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, kalangan agama banyak yang kecewa sebab atensi
penguasa terhadap pertumbuhan agama sangat kurang.
e. Pemicu langsung tergulingnya Dinasti Bani Umayyah merupakan timbulnya kekuasaan baru
yang dipelopori oleh generasi al- Abbas ibn Abd angkatan laut(AL) Muthalik. Gerakan ini menemukan
sokongan penuh dari Bani Hasyim serta kalangan Syi’ ah, serta kalangan Mawali yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Penumpukan dari bermacam pemicu tersebut dan gabungan dari aspek aspek yang lain yang
bisa jadi tidak dijabarkan dalam ulasan ini, mengantar dinasti yang nyaris satu abad berkuasa ini ke jalur
keruntuhannya. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh kekuatan politik Dinasti Bani Abbasiyah pada
masa Khalifah Marwan bin Muhammad pada 127 H( 744 Masehi). (lathif, 2008)
1. Proses Pembentukan
Kaum Muslimin telah kehilangan sosok-sosok pemimpin ideal seperti Rasulullah, Khulafaur
Rasyidin, dan masa khalifah Bani Umayah yang sempat menikmati masa kejayaan Islam meskipun pada
akhirnya runtuh dan digantikan oleh Abbasiyah. Muawiyyah pernah berjaya pada masa
pemerintahannya. Namun sebenarnya kejayaan Muawiyah dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan
Muawiyyah (pendiri bani Umayah) terhadap sahabat Ali bin Abi Thalib yang tidak bersedia membunuh
kelompok yang telah membunuh sahabat Usman. Muawiyah yang pada saat itu menjabat sebagai
gubernur mendapatkan dukungan dari sejumlah pejabat yang merasa kehilangan kedudukan dan
kejayaan.
Setelah konflik dengan Thalhah, Zubair, dan Aisyah dapat diredakan oleh Ali, kemudian pasukan
sahabat Ali melangsungkan perjalanannya ke Damaskus untuk bertemu dengan pasukan gubernur
Muawiyyah dan peperanganpun terjadi. Pertarungan antara sahabat Ali dan Muawiyah ini dikenal
dengan perang Shiffin. Akhir dari perang Shiffin adalah peristiwa tahkim (arbitrase), dan peristiwa
tersebut mengakibatkan umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yakni muawiyyah, Syi’ah
(pengikut Ali), dan Khawarij, yang keluar dari golongan sahabat Ali bin Abi Thalib.
10
Perpecahan ini ternyata menyebabkan pemerintahan pada masa sahabat Ali melemah. Setelah
sahabat Ali mengangkat anaknya Husain sebagai penerus justru pemerintahan semakin melemah, dan
akhirnya Hasan membuat perjanjian damai untuk menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan
politik.
Setelah Bani Umayah runtuh, yang menggantikan kekuasaan adalah Bani Abbasiyah, dinasti ini
adalah keturunan paman Nabi, Shaffah bin Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al Abbas. Kekuasaan
Bani Abbasiyah tergolong sangat lama, dari 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M) atau lima
abad. Pada masa ini pola pemeritahan berubah- ubah.Pada awalnya ibu kota negara adalah Al
Hasyimiyah di Anmbar yang terletak antara Syam dan Kufah, dengan alasan untuk menjaga stabilitas
negara yang baru berdiri itu ibu kota dipindahkan ke Baghdad dekat ibu kota Persia (762 M) yang lebih
strategis dan aman. Pada pemerintahan Al Mansur ada perubahan dalam sistem pemerintahan dengan
mengangkat wazir sebagi koordinator departemen, dan membentuk lembaga protokol negara, sekretaris
negara, dan kepolisian negara untuk membenahi angkatan bersenjata.Jawatan pos yang sudah ada sejak
pemerintahan Bani Umayah juga ditambahkan peranannya dengan menambah tugas dari yang awalnya
hanya untuk mengantar surat maka pada pemerintahan Al Mansur jawatan pos ini ditugaskan untuk
menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga administrasi dapat berjalan lancar, selain itu
direktur jawatan pos juga ditugaskan untuk melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada
khalifah.
2. Para khalifah Dinasti Abbasiyah dan Pemerintahannya
Masa keemasan daulah Bani Abbasiyah terjadi setelah dua khalifah pendirinya, ada tujuh nama
khalifah yang membawa Bani Abbasiyah maju pesat dan bahkan menjadi negara super power pada masa
itu, mereka adalah Al Mahdi, Al Hadi, Harun Ar Rasyid, Al Makmun, Al Mu’tashim, Al Wasiq, dan Al
Mutawakkil.
11
Sifat ini ada pada para pejabat dan bentuk politik Al-Mahdi.1 Namun, sifat tersebut tidak memiliki
pengaruh khusus terhadap sikapnya kepada orangorang zindik, Dalam permasalahan ini, Al-Mahdi
adalah orang kuat, bukan penakut. Kita pun akan melihat pengaruh kedua sifat tersebut. Sifat lembut
dan kecintaannya kepada manusia karena politiknya ingin menyatukan hati, mencintaisesama manusia,
serta mendapatkan keridhaan dan cinta mereka.
Al- Mahdi bisa melakukan hal tersebut, karena dia mencintai dan dekat dengan orang-orang.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mencintai musuh. Dia membebaskan para tawanan yang ditawan
oleh ayahnya karena sebab-sebab politik-bukan sebab-sebab syariat. Mereka dibebaskan dan diberi
kemerdekaan setelah sebelumnya disiksa di penjara. Kemudian, dia pun menggunakan politik, yaitu
politik kasih sayang terhadap pengikut, komandan, dan keluarganya. Dia mengembalikan harta kepada
pemiliknya. Dia mengambil harta yang banyak dari kas nEara kemudian membagi-bagikannya dengan
ikhlas, Diceritakan, bahwa dia pernah duduk memberikan hadiah sambil disalsikan oleh keluarga dan
para komandannya, Dia membacalan nama-nama, meryuruh untuk menambah sepuluh ribu atau dua
puluh ribu, dan halyang sejenisnya.2 Hal itu terjadi pada tahun 169 hijriyah.
Kemudian, dia pun mengembalikan barang- barang yang telah disita oleh keluarganya kepada
pemiliknya dalam jumlah yang sangat banyak, Adapun kepada rakyat, dia telah menempuh jalan yang
baik untuk mengetahui pemikiran-pemikiran mereka. Dia membuat daftar bagiorang-orang yang
dizhalimidan mendirikan sebuah dewan untuk haltersebut, Didalam istana dia membuat sebuah tempat
untuk mengajukan keluhan dan keinginan. Setiap hari dia duduk bersama orang- orang yang dizhalimi.
Majelisnya selalu didatangioleh para hakim. Dia berkata, "Jika saya tidak malu kepada seorang pun,
saya malu kepada mereka. "
12
b. Interaksi Terhadap Rakyat
Politik Al-Hadi terhadap orang-orang zindik ada hubungan dengan politik ayahnya. Namun, dia
memilikiperbedaan dalam berinterakidengan orang lain. sifatnya sangat berbeda dengan ayahnya.
Ayahnya adalah orang yang lembut dan mencintai orang-orang, sedangkan dia adalah orang yang
bengis, keras, dan kaku. Dia tidak simpatiterhadap orang lain dan tidak mempedulikan apa yang
dikatakan orang lain tentang dirinya. Dengan demikian, politiknya sejalan dengan akhlak dan sifatnya.
Dia berbeda dengan politik ayahnya yang menyatukan keluarga Ari. Ar-Hadijustru memantau, berlaku
keras, memutuskan hubungan dan bantuan, serta menzhalimi mereka dan para pekerja mereka.
Haltersebut menyebabkan Al- Husain bin Ali-yang memiliki silsilah dengan Al-Hasan bin Ari-keruar
dari Madinah dan menguasaibaitulmalyang diikutioleh pengikutnya. r-aru, Ar-Hadi mengirim orang
untuk memeranginya di Fukh,r hingga Al-Husain terbunuh di sana. Hal tersebut mengingatkan kita pada
peristiwat erbunuhnya Al-Husain bin Alidi Karbala.z
Demikianlah, karaKer Al-Hadi ikut mempengaruhi arah politiknya. Namun, ia merupalen cerminan dari
politik BaniAbbasiyah pada zaman tersebut, yaitu politik yang mengawasi dan mengekang keluarga Ali.
13
4. ZAMAN AL-AMIN (193-198 H)
Khalifah Al-Amin dilantik menjadi khalifah pada bulan jumadil akhir tahun 193 hijrah/8O9
Masihi setelah ayahanda baginda Khalifah Harun ar-Rasyid wafat di kota Tus ketika sedang memimpin
satu angkatan tentera menuju ke negeri Khurasan untuk menghapuskan pemberontakan yang meletus di
sana yang dicetuskan oleh Rafi' bin Laith bin Nasr bin Saiyar. Ketika itu al-Amin sedang berada di kota
Baghdad dan baru berusia 23 tahun.
Sebagaimana ayahanda baginda yang menjadikan kota Baghdad sebagai pusat pentadbiran, Khalifah al-
Amin juga telah berbuat demikian. Baginda tidak pernah bercita-cita untuk membangun kota lain untuk
dijadikan pusat pentadbiran. Ini adalah kerana pada ketika itu kota Baghdad menjadi pusat perdagangan
antarabangsa dan pusat ilmu pengetahuan yang berkembang maju. Dan pemerintahan baginda tidaklah
lama dan penuh dengan berbagai- bagai persengketaan pula. Kita mulakan dengan benih pertama yang
muncul yang mengakibatkan terjadi persengketaan di antara Khalifah al-Amin dengan kakanda baginda
al- Ma'mun.
Selain seorang pejuang pemberani, juga seorang penguasa yang bijaksana. Pemerintahannya menandai
kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah Islam. Selama kurang lebih 21 tahun masa kepemimpinannya
mampu meninggalkan warisan kemajuan intelektual Islam yang sangat berharga. Kemajuan itu meliputi
berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperi matematika, kedokteran, astronomi, dan filsafat.
14
Pada kekhalifahan Al Makmun sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal yang paling
menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Al Makmun adalah menerjemahkan kitab yang berbahasa
Yunani ke dalam bahasa Arab, karena beliau sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau
juga menggaji mahal golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya keinginan beliau tercapai
yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu Tim penerjemah yang
dibentuk Al Ma’mun terdiri dari Hunain Ibnu Ishaq sendiri dan dibantu anak dan keponakannya,
Hubaish, serta ilmuan lain seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta
ibnu Yunus, seorang Kristen Nestorian, Ibnu ‘Adi, Yahya ibnu Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas
menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti
kedokteran, bidang astrologi, dan kimia.
15
Perlu sangat disebut bahawa pada zaman pemerintahan Khalifah al- Mu'tasim, pengaruh orang-
orang Arab terus merosot dan pengaruh orang- orang Farsi mulai pudar dari pentadbiran kerajaan, dan
diisi pula oleh pengaruh bangsa Turki. Pada mulanya ketika baru-baru dilantik menjadi khalifah,
Khalifah al-Mu'tasim masih memakai tenaga-tenaga bangsa Farsi di dalam pentadbiran kerajaan seperti
dijadikan pengawal keselamatan peribadi, pengawal istana dan juga anggota tentera serta panglima
perang, tetapi setelah baginda mengetahui sifat-sifat orang Farsi yang bukan mahu menguatkan
kedudukan pemerintah, tetapi lebih kepada untuk kepentingan peribadi dan bangsa Farsi, dan baginda
melihat orang-orang Arab tidak begitu menyukai baginda yang merupakan seorang yang berdarah
kacukan Turki (dari pihak ibu), maka Khalifah al-Mu'tasim mula mengalihkan perhatian baginda kepada
bangsa asing yang lain.
Apa yang penting juga untuk disebutkan ialah pembinaan kota Samarra' oleh Khalifah al-
Mu'tasim. setelah kota samarra' siap dibina, Khalifah al- Mu'tasim telah meninggalkan kota Baghdad
dan diserahkan kepada putera baginda a1-Wathiq untuk mentadbirnya. Baginda menjadikan kota
Samarra' sebagai pusat pentadbiran pemerintahan baginda yang baru sebagaimana ayahanda baginda
Khalifah Harun ar-Rasyid yang membina kota ar-Raqqah dan menjadikannya sebagai pusat pentadbiran
yang baru setelah te4adi tragedi pembunuhan kaum Baramikah.
Setelah menjadi khalifah selama kira-kira sembilan tahun bermula dari tahun 218 hrirah/833 Masihi
hingga ke tahun 227 hrjrah/842 Masihi, maka wafatlah Khalifah al-Mu'tasim. Ketika itu baginda baru
berusia 49 tahun. Baginda wafat kerana sakit biasa bukan kerana diracun atau dibunuh. ]enazah baginda
dikebumikan di kota Samarra' di tempat baginda wafat itu.
Apa yang diperkatakan mereka hanyalah tentang pengaruh bangsa Turki di dalam kerajaan, tentang
para menteri, tentang mazhab anutan khalifah atau lain-lain peristiwa yang tidak ada kena mengena
dengan soal-soal pembangunan dan penaklukan. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahawa
zamlar. pemerintahan Khalifah al-Wathiq adalah merupakan zarnan terakhir kemuncak kegemilangan
dan keagungan pemerintahan kerajaan bani Abbasiyyah peringkat pertama.
Tentang pengaruh bangsa Turki ke atas kerajaan bani Abbasiyyah pada masa pemerintahan
baginda, sesungguhnya kuasa orang-orang Turki semakin mencekam pentadbiran kerajaan. Ini adalah
kerana sejak zaman pemerintahan ayahanda baginda lagi pengaruh Turki telah begitu kuat mencekam
pentadbiran kerajaan kerana Khalifah al-Mu'tasim sengaja menyerapkan bangsa Turki ke dalam
pentadbiran kerajaan kerana sudah tidak percaya lagi kepada bangsa Arab dan Farsi. Jadi Khalifah al-
wathiq sama ada baginda suka atau tidak terpaksa menggunakan khidmat tenaga orang-orang Turki
kerana pengaruh bangsa itu sudah tidak dapat dibendung lagi dari kedudukan- kedudukan penting dalam
kerajaan. Ketika ayahanda baginda selesai membina kota Samara', bagindalah yang ditugaskan
mentadbir atau menjaga kota Baghdad. Dan ayahanda baginda telah mewakilkan kepada baginda untuk
menyambut kepulangan Panglima Afsyin setelah pahlawan Turki itu berjaya menewaskan
pemberontakan Babak al- Khurramiyyah di negeri Azerbaijan, seorang pahlawan Turki yang bangkit
menderhaka terhadap pemerintahan Khalifah al-Mu'tasim.
17
3. Kemajuan Pada masa Dinasti Abbasiyah
Sepanjang Kekhalifahan Abbasiyah berlangsung, dunia Islam hadapi kemajuan yang signifikan
pada sebagian bidang, spesialnya di bidang ilmu pengetahuan serta pembelajaran.
Islam mengalami pertumbuhan pada masa Dinasti Abbasiyah dalam berbagai bidang, dengan
kajian ilmu menjadi yang utama. Kemajuan ilmu pengetahuan diluncurkan dengan rencana pengajaran
bahasa asing, khususnya bahasa Arab ke Yunani. Kemudian, didirikanlah pusat pengembangan ilmu
dan mazhab Bait al-Hikmah, bersama dengan mazhab-mazhab ilmu pemahaman dan agama. Pada masa
pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (786–809), Dinasti Abbasiyah berangsur-angsur menjadi lebih
kuat. Sang khalifah mendirikan berbagai lembaga sosial, termasuk rumah sakit, sekolah, dan peternakan.
Alf Lailah wa Lailah atau Kisah 1001 Malam adalah dua contoh hasil karya yang mengesankan dan
terkenal di Kota Bagdad.
Lahir para ilmuwan, ulama, karya, dan sastrawan Islam terkemuka di Kota Bagdad pula antara lain
Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi, dan (filsuf Arab pertama),
Politik dan sastra adalah dua bidang lain tempat peristiwa masa Bani Abbasiyah dapat diamati.
Pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen yang disebut Diwanul Jundi untuk memastikan
bahwa semua kegiatan militer saat ini terkoordinasi secara efektif. Diwanul Jundi disewa untuk
memperbaiki masalah dengan geng tentakel
Islam mengalami zaman keemasan (golden eg) pada masa Dinasti Abbasiyah namun mengalami
kemunduran dan kehancuran setelah mendapat serangan dari tentara Mongol.
Banyak faktor yang penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah diantaranya:
18
i. Faktor Internal Kemunduran Dinasti abbasiyah
19
e) Pengaruh bid'ah-bid'ah filsafat dan agama
Beberapa anggota Kekhalifahan Abbasiyah, termasuk Al-Makmun, Al-Muktasim, dan Al-
Wasiq, sangat rentan terhadap intoleransi agama dan indoktrinasi filsafat. Hal ini menyebabkan
"macam-macam madzhab" dan "merenggangkan persatuan umat Islam" sehingga masyarakat "pecah
belah" dengan beberapa pejabat pemerintah dan "inilah hati kaum agamawan”.
20
ii. Faktor eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyah
a) Banyak pemberontakan
Banyak daerah yang tidak mendapat dukungan khalifah dengan menawarkan untuk memilih
atau mengangkat seorang gubernur dari mereka yang sebelumnya telah menyatakan kesetiaan
mereka kepadanya sebagai hadits dan pedoman baginya.
ditambah dengan kebijakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam.Selain itu, banyak
gubernur yang ingin menjauhkan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah, itulah sebabnya provinsi
demi provinsi memberikan khalifah kepada gubernur demi gubernur.
Cara apapun yang digunakan oleh provinsi-provinsi tersebut untuk melepaskan diri dari
pengaruh Baghdad adalah sebagai berikut: Pertama, seorang pemimpin lokal mengambil alih sebuah
proyek dan berhasil melaksanakan kemerdekaan kedua dari belakang, seperti yang terjadi pada Bani
Umayah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang diangkat gubernur oleh
seorang khalifah melihat kekuasaannya berkurang seiring berjalannya waktu, seperti Bani
Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Kurdistan.
21
Sebagai akibat dari ikatan awal mereka dengan para pemimpin khalifah, banyak dari mereka
menjadi panglima tentara, bahkan ada yang menjadi panglima besar. Ketika mereka memiliki
kedudukan yang kuat, Khalifah Abbasiyah berdiri di belakang mereka, dan seluruh pemerintahan berdiri
di jalan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya dikenal dengan nama aslinya; dia hanya pernah disebutkan
dalam doa-doa setinggi mata, bertanda tangan dalam hukum resmi dan proses pengadilan, dan namanya
ditulis dalam dolar, dinar, dan dirham
c) Kemerosotan Ekonomi
Selain itu, Khilafah Abbasiyah mengalami kesulitan ekonomi seiring dengan kesulitan politik.
Pada periode awal, pemerintahan Bani Abbas adalah salah satu yang kuat. Dana yang diterima lebih
besar dari yang diberikan, menyebabkan Baitul-Mal patah hati. Sejumlah besar uang diambil dari orang
lain di Al-Kharaj, mirip dengan dampak bom.
Pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar setelah khilafah
memasuki periode kemunduran. Diperkirakan pendapatan negara ini disebabkan oleh meningkatnya
biaya yang mengancam perekonomian domestik. Pajak dan sejumlah dinasti-dinasti kecil yang dengan
lemah lembut mengingat diri mereka sendiri dan berhenti membayar upeti hadir. Sebaliknya,
pengeluaran membengkak antara lain akibat gaya hidup khalifah dan pejabat yang semakin mengancam.
Jenis kontes semakin beragam, dan para prajurit melakukan penipuan
b) Perang Salib
terjadi pada tahun 1095 M, ketika Paus Urbanus II mengirim pesan kepada penduduk Kristen
di Eropa untuk melakukan perang suci guna membalikkan keleluasaan yang diprakarsai Penguasa
Seljuk di Baitul Maqdis dan untuk menghentikan serbuan Muslim ke Kristen. wilayah.
Selain Ketenangan Paus Urbanus, ada dua faktor lain yang turut menyebabkan terjadinya
Perang Salib, yaitu banyaknya pedagang besar yang berada di wilayah Timor-Lautah, khususnya yang
berada di kota-kota Venezia, Genoa, dan Pisa, yang sangat ingin menyerang banyak kota di wilayah
itu untuk menghancurkan infrastruktur militer mereka sendiri. Alasan kedua, bagaimanapun, adalah
bahwa anggota keluarga Kristen memperingatkan dia untuk tidak khawatir jika dia mati dalam
pertempuran salib maka jaminannya adalah surga.
Periodesasi perang salib terbagi menjadi tiga, yaitu :
Pertama, periode penaklukan yang dimulai oleh pidato Paus Urbanus II yang memotivasi untuk
berperang salib. Pada periode ini terjadi beberapa pertempuran yaitu gerakan yang dipimpin oleh Pierre
I’ermitte melawan pasukan Dinasti Bani Saljuk. Pasukan ini mudah dipatahkan oleh pasukan Bani
Saljuk.
Kedua, Gerakan yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini merupakan gerakan
terorganisir rapi. Mereka berhasil menundukan kota Palestina (Yerussalem) pada 7 Juli 1099 dan
melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam. Begitu juga mereka menundukkan Anatalia
Selatan, Tarsus, Antiolia, Allepo, Edessa, Tripoli, Syam, Arce dan Bait al-Maqdis.
Ketiga, periode reaksi umat Islam (1144-1192). Periode ini muncullah pasukan yang
dikomandani oleh Imanuddin Zangi untuk membendung pasukan salib bahkan pasukan ini dapat
merebut Aleppo dan Edessa. Lalu setelah wafatnya Imanuddin Zangi maka anaknya menggantikannya
yaitu Nuruddin Zangi, dia berhasil menaklukan Damaskus, Antiolia dan Mesir. Di Mesir muncullah
Shalahuddin al-Ayyubi (Saladin) yang berhasil membebaskan Bait al-Maqdis. Dari keberhasilan umat
Islam tersebut membangkitkan kaum Salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Ekspedisi
ini dipimpin oleh raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I, Richard I dan Philip II. Disini terjadiilah
pertempuran sengit antara pasukan Richard dan pihak Saladin. Pada akhirnya keduanya melakukan
gencatan senjata dan membuat perjanjian. Ketiga, yaitu periode perang saudara kecil-kecilan atau
periode kehancuran di dalam pasukan Salib.
23
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun
kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-
kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian
mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak Bani kecil yang memerdekakan
diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad. (khadari, 2016)
24
2.4 Pengembangan Islam Di Masa Pertengahan Dan Modern
1. Periode Pertengahan
2. Setelah itu merambah fase 3 kerajaan, yang diisyarati dengan tingginya tekanan terhadap
Kesultanan Utsmaniyah, Kesultanan Mughal, serta Kerajaan Syafawi. Pada periode ini, 3 kerajaan
besar tersebut hadapi kehancuran di bidang politik serta pertahanan.
Tidak hanya itu, ilmu pengetahuan tidak dapat tumbuh sebab minimnya atensi pemerintah. Secara
lama- lama perihal ini bawa kehancuran, sebab di Barat lagi digencarkan uraian ilmu pengetahuan.
Kehancuran tersebut diakibatkan oleh konflik dengan bangsa Eropa, yang dikala itu mulai
melaksanakan pelayaran guna mencari sumber energi yang sangat mereka butuhkan.
1. Pertumbuhan Keagamaan
Proses islamisasi secara lebih kilat serta massif baru terjalin pada abad ke- 13. Perihal ini didukung
paling utama oleh tumbuhnya kerajaan- kerajaan Islam, semacam Kerajaan Samudra Pasai( 1297- 1326)
serta Aceh Darussalam( 1496- 1903). Perihal yang kurang lebih sama terjalin di anak daratan India.
Islamisasi daerah ini hadapi akselerasi di dasar Dinasti Delhi( 1206- 1526) yang setelah itu dilanjutkan
oleh Dinasti Mughal( 1526- 1857). Kenyataannya merupakan kedua daerah ini( Indonesia serta anak
daratan India) jadi rumah hunian komunitas umat Islam terbanyak di muka bumi.
25
Fenomena yang sering dilabeli selaku penutupan pintu ijtihad’ ini walaupun terasa selaku perilaku
universal sehabis abad ke- 11, bukanlah gampang buat dicarikan landasan peristiwa historisnya.
Sebagian upaya merumuskan latar belakangnya bisa disimpulkan ke dalam yang berikut ini:
a. Pada abad ke- 11, nyatanya banyak dari para fuqaha sebetulnya tidak penuhi kualifikasi buat berijtihad
ataupun jadi mujtahid.
b. Terdapat kekhawatiran kalau sebagian dari fuqaha baru tidak lagi melindungi semangat yang asli,
namun bawa motif- motif duniawi dalam melaksanakan gunanya.
c. Pertumbuhan bermacam aliran keagamaan menyimpang dari aplikasi asli generasi sangat dini (al-
sabiqun al- awwalun) dikhawatirkan hendak memperoleh legitimasi dari para fuqaha yang semacam itu.
d. Ijtihad oleh mereka yang tidak cocok kualifikasinya dikhawatirkan hendak terus menjadi
menyuburkan bid;ah di tengah warga Islam. (Prof. Dr. Hasan Asari, 2019)
3. Pertumbuhan Intelektual
Meredupnya kajian sains serta teknologi serta terus menjadi dominannya kajian ilmu- ilmu keagamaan.
Bagian dini masa pertengahan melihat perkembangan kuantitatif lembaga pembelajaran yang mengurusi
ilmu- ilmu keagamaan. Dari sudut wacana keilmuan, masa pertengahan sangat didominasi oleh tradisi
syarh, ialah aktivitas menarangkan suatu kitab terdahulu yang umumnya ialah karya- karya otentik serta
monumental. Di masa ini pula tumbuh tradisi hasyiyah, ialah menarangkan lebih lanjut suatu kitab
syarh.
26
2. Periode Modern
Islam yang hadapi kemunduran di periode pertengahan setelah itu merambah masa modern. Periode
modern ini diisyarati dengan kebangkitan peradaban Islam yang berlangsung dari 1800 sampai dikala
ini. Dikala itu umat Islam mulai sadar kalau mereka tertinggal dengan peradaban Barat yang lebih maju.
Perihal ini setelah itu menandai kebangkitan Islam di bermacam bidang, semacam politik, sosial,
budaya, serta militer. Pada periode modern, dunia Islam mulai timbul pemikiran- pemikiran filosofis
serta metodologis. Perihal itu bertujuan buat melaksanakan sesuatu pembaruan di dalam Islam pada
masa kontemporer.
Sejarah Islam periode modern merupakan suatu episode sejarah di mana mimpi- mimpi modernitas
diupayakan secara kolosal oleh umat Islam, dengan harapan sanggup merengkuh nilai- nilai modernitas,
sehingga betul- betul jadi warga Islam yang modern. Ini merupakan suatu episode yang penuh dengan
dinamika menarik, mulai dari tataran formulasi pemikirannya, pilihan- pilihan aksi pengupayaannya,
proses- proses perundingan sosiologisnya, sampai alterasi tingkatan keberhasilannya.
Pemikiran yang diramu oleh Syahrin Harahap. Dia berkomentar kalau manusia modern, ialah manusia
yang sudah menghayati modernitas, menganut serta mempraktikkan nilai- nilai fundamental berikut:
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dinasti Umayah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan, suku Quraisy di era saat sebelum
Islam sangat terpandang serta mempunyai peran yang besar dibandingkan suku-suku yang lain.
Dini mula dinasti Umayah berdiri, tatkala Muawiyah bin Abi Sofyan mencopot Hasan bin Ali dari
jabatan selaku khalifah yang dibaiat selaku khalifah sehabis ayahnya wafat pada tahun 41 Hijriyah.
Kekuatan yang kedua golongan yang mendukung Muawiyah sebagian besar golongan ini
berada di Syam, kaum muslimin di Syam banyak mendukung Muawiyah karena Muawiyah sudah
menjadi gubernur (amir) di Syam sejak masa khalifah Umar bin Khatab, tatkala khalifah Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah pernah mau diganti akan tetapi Khalifah Ali r.a. enggan mengganti Muawiyah dari
jabatan Amir di Syam karena rakyatnya sudah mencintainya.
Ini di buktikan tatkala Dinasti Abbasiah seorang khalifah yang saat itu memimpin dan
kekhilafahan berpusat di Damaskus merasa tidak nyaman dari ancaman pembela Dinasti Umayah yang
ahirnya pusat pemerintahan dipindahkan ke Baghdad.
Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz selama 2 tahun 5 bulan, meskipun pemerintahannya sangat
singkat, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayah yang
banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan sebagaian besar pemimpin Bani Umayah.
• Penyempurnaan tulisan mushaf al-Quran dengan titik pada huruf-huruf tertentu
• Pembangunan masjid Al Amawi di Damaskus dan al Aqsha di Yerussalem
• Perluasan masjid Nabawi di Madinah
• Pembangunan rumah sakit bagi penderita kusta
• Pengumpulan hadits
• Menyamakan kedudukan orang Arab dan non Arab sehingga kembali bersatu.
Masa keemasan daulah Bani Abbasiyah terjadi setelah dua khalifah pendirinya, ada tujuh nama
khalifah yang membawa Bani Abbasiyah maju pesat dan bahkan menjadi negara super power pada masa
itu, mereka adalah Al Mahdi, Al Hadi, Harun Ar Rasyid, Al Makmun, Al Mu’tashim, Al Wasiq, dan Al
Mutawakkil.
28
Khalifah al-Wathiq tidak memerlukan masa yang luas dan panjang untuk melakukan sebarang
peluasan tanah jajahan karena kerajaan Islam bani Abbasiyyah adalah sebuah kerajaan Islam yang sudah
teramat luas tanah taklukannya. Sejak zaman pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik yaitu
khalifah dari dinasti bani Umayyah yang keenam, wilayah kerajaan Islam sudah menjangkau bumi timur
meliputi negara India dan China.
Lahir para ilmuwan, ulama, karya, dan sastrawan Islam terkemuka di Kota Bagdad pula antara lain
Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi, dan (filsuf Arab pertama).
Di tengah pemberontakan Abbasiyah, muncul pula kaum zindik kaum yang lahir pada masa
Khalifah al-Mahdi, yang menghalalkan yang boleh sekaligus menghalangi adab kesopanan dan budi
kemanusiaan. Faktor eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyah, banyak daerah yang tidak mendapat
dukungan khalifah dengan menawarkan untuk memilih atau mengangkat seorang gubernur dari mereka
yang sebelumnya telah menyatakan kesetiaan mereka kepadanya sebagai hadits dan pedoman baginya.
Ditambah dengan kebijakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Selain itu, banyak gubernur
yang ingin menjauhkan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah, itulah sebabnya provinsi demi provinsi
memberikan khalifah kepada gubernur demi gubernur.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik
dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya
dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
Perkembangan islam di masa pertengahan mengalami proses islamisasi secara lebih kilat serta
massif baru terjalin pada abad ke-13. Perihal ini didukung paling utama oleh tumbuhnya kerajaan-
kerajaan Islam, Kenyataannya adalah kedua daerah Indonesia serta anak daratan India jadi rumah hunian
komunitas umat Islam terbanyak di muka bumi.
Pada periode modern, dunia Islam mulai timbul pemikiran-pemikiran filosofis serta metodologis.
Perihal itu bertujuan untuk melaksanakan sesuatu pembaruan di dalam Islam pada masa kontemporer.
Periode ini merupakan sejarah di mana mimpi-mimpi modernitas diupayakan secara kolosal oleh umat
Islam, dengan harapan sanggup merengkuh nilai-nilai modernitas, sehingga betul-betul jadi warga Islam
yang modern.
29
3.2 Saran
Dengan adanya keterbatasan penulis dalam memahami pesan literature maupun dari analisis
teknis yang dimiliki tentang daulah ummayah, daulah abbasyiah serta pengembangan islam, hal ini
bisa disempurnakan lagi oleh mahasiswa yang memiliki ketertarikan kuat terhadap materi ini
dengan memahami dan mengaplikasikan hal baik nya dalam kehidupan sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
30