Anda di halaman 1dari 33

PERBEDAAN ISLAM PADA MASA DINASTI

UMAYYAH DAN ABBASIYAH SERTA


PERKEMBANGAN ISLAM DI MASA
PERTENGAHAN DAN MODERN

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi


Islam Dosen Pengampu: Irhamsyah Putra, M.A

Disusun Oleh:
Nasywa Fitra Ramadhena 11220850000002
Aulia Zahra 11220850000006
Setya Maharani 11220850000034
Ayu wulandari 11220850000078

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Seluruh puji untuk Allah Swt, atas rahmat, berkah, serta hidayah- nya kami bisa menuntaskan
tugas makalah studi Islam yang mengulas tentang perbedaan islam Pada Masa Bani Umayyah dan
Abbasiyyah serta perkembangan islam pada masa pertengahan dan modern. Sholawat serta salam tidak
lupa pula kami haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan makalah kali ini kami Jadi mengenali tentang perbedaan islam pada masa
Bani umayyah dan abbasiyah serta perkembangan islam di masa pertengahan dan modern.Walaupun
hambatan serta cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan pula, tetapi berkat semangat dari
sahabat serta orang- orang terdekat,alhamdulillah kami bisa selesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Irhamsyah Putra,M.A selaku dosen Studi Islam kami.


2. Istimewa untuk anggota kelompok": Setya Maharani ,Aulia Zahra, Ayu Wulandari dan
Nasywa Fitra Ramadhena.Terima kasih untuk waktu dan kerja kelas kalian, mudah- mudahan ilmu
yang kita suguhkan ini berguna.

Kami menyadari bila makalah yang kami sediakan ini belumlah sempurna. Untuk itu kami
menerima kritik serta saran demi sempurnanya makalah ini. Mudah- mudahan makalah ini dapat
bermanfaat untuk siapa saja yang mau belajar tentang Studi Islam.

Wassalamualaikum Wr,Wb.

Jakarta, 27 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

2.1 Pengertian Dinasti Dan Sejarah............................................................................................... 3

2.2 Dinasti Bani Ummayah ............................................................................................................. 3

2.3 Dinasti Bani Abbasiyah .......................................................................................................... 10

2.4 Pengembangan Islam Di Masa Pertengahan Dan Modern ................................................. 25

BAB III ........................................................................................................................................... 28

PENUTUP ...................................................................................................................................... 28

3.1 Kesimpulan................................................................................................................................28

3.2 Saran..........................................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemikiran tentang Islam sudah timbul semenjak Islam diturunkan lewat Nabi Muhammad Saw
yang setelah itu dilanjutkan pada masa kepemimpinan khulafaur Rasyidin. Dikala seperti itu Islam mulai
berikan pengaruh kepada dunia, sebab para khalifah telah melaksanakan ekspansi daerah keluar wilayah
Arab.
Sehabis masa Khulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani Umayyah serta Abbasiyah. Bersumber
pada catatan sejarah, Islam hadapi kemajuan yang sangat pesat dikala kepemimpinan bani Umayyah
serta Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam berikan pengaruh yang besar ke pada dunia dikala itu. Para
sejarawan menyebut dikala itu dengan“ The Golden Age”.
Islam hadapi kemajuan yang sangat pesat di bermacam bidang peradaban, ilmu pengetahuan,
politik, pemerintahan, sains serta teknolgi Tercantum di bidang Ekonomi. Berangkat dari penjelasan
tersebut di atas, postingan ini hendak mangulas perbedaan Islam pada masa Bani Umayyah serta Bani
Abbasiyah seta perkembangannya di masa pertengahan dan modern dengan memakai penelitian
kualitataif berbasis kepustakaan dengan pendekatan deskriptif analisis hasil penelitian memperlihatkan
kalau pada masa Umayyah serta Abbasiyah hadapi kemajuan di sebagian bidang peradaban salah
satunya merupakan dalam bidang pemikiran ekonomi.
Dinasti Abbasiyah menjadikan Islam selaku pusat pertumbuhan ilmu pengetahuan serta perihal itu
jadi aspek berkembangnya perekonomian Islam pada masa itu. Bisa dikatakan kalau, terdapat sesuatu
cerita yang tidak terharga nilainya dari aset sejarah Dinasti Abbasiyah. Perihal ini wajib jadi motivasi
untuk membangun visi umat dalam meningkatkan perekonomian dunia. Lebih dari 750 tahun,
pemerintahan Islam berkibar semenjak Bani Umayyah hingga Abbasiyah, 2 sistem pemerintahan yang
belum terdapat tandingannya di dunia manapun sampai saat ini.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem pemerintahan dan politik pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah?

2. Bagaimana perkembangan peradaban pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah?

3. Bagaimana Kemunduran Dinasti Umayyah dan Abbasiyah?

4. Bagaimana perkembangan islam pada masa pertengahan dan modern?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain:

1. Mengetahui sistem pemerintahan dan politik pada masa dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah

2. Mengetahui perkembangan peradaban pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah

3. Mengetahui bagaimana kemunduran Dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah

4. Mengetahui bagaimana perkembangan islam pada masa pertengahan dan modern

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dinasti Dan Sejarah


1. Pengertian dinasti secara bahasa dan istilah
Kata ‘dinasti’ awalnya berasal dari bahasa Yunani dynastéia, yang berarti ‘kekuasaan’ dan
‘aturan’ itu sendiri. Sebuah keluarga dinasti dapat dikenal sebagai ‘rumah kingdom, pangeran
atau comital’, tergantung pada gelar yang diwarisi oleh anggota keluarga.\
Sedangkan secara istilah, dinasti adalah: keturunan raja-raja. Atau keluarga, suatu sistem
pemerintahan yang didasarkan pada keturunan, artinya jika raja berhalangan, sakit atau
meninggal, maka penggantinya adalah putranya sendiri. dinasti : keturunan raja-raja yang
memerintah dari satu keluarga.

2. Pengertian sejarah secara bahasa dan istilah


Sejarah (bahasa Yunani: ἱστορία, historia, artinya "mengusut, pengetahuan yang diperoleh
melalui penelitian") adalah kajian tentang masa lampau, khususnya bagaimana kaitannya
dengan manusia. Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau yang disusun
berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa.
Sejarah secara istilah yang secara sederhana diartikan sebagai kejadian atau peristiwa masa
lampau. Karena itu, apa yang dialami dan dilakukan manusia di masa lalu kemudian
disebutnya sejarah.

2.2 Dinasti Bani Ummayah

1. Pembentukan Dinasti Bani Umayyah

Dinasti Umayah didirikan oleh seseorang teman dari suku Quraisy bernama Muawiyah bin
Abi Sofyan, suku Quraisy di era saat sebelum Islam sangat terpandang serta mempunyai peran yang
besar dibandingkan suku- suku yang lain. Interen dalam suku Quraisy terdapat sebagian keturunan-
generasi. Dari banyaknya generasi itu memunculkan perebutan pengaruh dalam status sosial di golongan
Arab, antara bani Hasyim serta bani Abdus Syam yang dari generasi Abdul Manaf mempunyai pengaruh
serta pengikut masing- masing.

Apabila ditelusuri nasab Muawiyah Bin Abi Sofyan hendak berjumpa nasabnya dengan Rasul
SAW di kakeknya yang ke 3. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul
Manaf. Sebaliknya Muawiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umaiyah bin Abdus Syam bin Abdul
Manaf. Suku Quraisy mayoritas berpencaharian selaku orang dagang berbeda dengan suku yang lain.
3
Dari berdagang mereka banyak belajar dari budaya- budaya luar yang lainya semacam budaya romawi
di Syam jika ke Barat serta Persia jika ke timur. Para orang dagang banyak belajar bahasa- bahasa asing
serta belajar tata sosial serta budaya warga tempat mereka berdagang. Penduduk bangsa Arab yang lain
sukanya berpindah- pindah tempat( Badui) yang tidak terdapat waktu buat belajar. Suku Quraisy
melahirkan orang yang pandai serta terpandang. (maryam, 2007) Dini mula dinasti Umayah berdiri,
tatkala Muawiyah bin Abi Sofyan mencopot Hasan bin Ali dari jabatan selaku khalifah yang dibaiat
selaku khalifah sehabis ayahnya wafat pada tahun 41 Hijriyah. Semenjak itu kepemimpinan khilafah
telah pindah ke dinasti Umayah, yang pemerintahannya berpusat di Syam. Sebagian penulis sejarah
terdapat yang berkata kalau dinasti Umayah bukan lagi khilafah hendak namun telah jadi Daulah
Islamiyah, disisi lain masih terdapat yang menyebut kalau Muawiyah bin Abi Sofyan dengan istilah
khalifah serta apalagi panggilan khalifah itu pula disebut- sebut pada generasi sehabis Muawiyah
contohnya khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Istilah khilafah atau daulah Islamiyah ini menjadi obrolan yang banyak mengundang perbedaan
pendapat. Ulama yang mengatakan khalifah itu hanya Khulafaur Rasyidin jadi hanya sampai Ali
karamallahuwajhah. Karena seorang khalifah itu identik dengan keadilan dan bijaksana. Sedangkan
kalau dilihat khalifah setelah Muawiyah ra banyak generasi yang menyeleweng dari nilai ajaran agama.
Sedangkan yang berpendapat khalifah itu bukan hanya Khulafa’urrasidin berdalil kenapa Muawiyah
dipanggil sebagai seorang khalifah, kenapa Umar bin Abdul Aziz juga dipanggil sebagai khalifah?
Bahkan ada yang menambahkan Muhammad Khudhari Bik, Mukhadharah Tarih Umam Islamiyah, Dar
Qalam, Beirut Libanon, sebagai khalifah yang adil. Itu permasalah penggunaan istilah khalifah. Ulama
di masa Daulah Abbasiyah berbeda pendapat apakah Muawiyah bin Abi Sofyan itu sebagai khalifah
yang ke 5 setelah khalifah Ali ra, atau khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah yang ke 5 (lima)
setelah Ali ra? karena sudah mashur (populer) di kalangan umat muslimin bahwa khalifah Umar bin
Abdul Aziz mendapat julukan sebagai khalifah ke 5 (lima) setelah Ali bin Abi Thalib. (madudi, 1984)

Berdirinya Daulah Umayah diiringi dengan munculnya 3 kekuatan yang berpengaruh terhadap
perjalanan sejarah umat Islam baik sebelum berdirinya Daulah Umayah maupun setelah Daulah Umayah
mengalami perkembangan. Kekuatan pertama, kekuatan kaum Syi’ah yang mendukung Ahlul bait,
kekuatan ini banyak terdapat di Kuffah dan Basrah. Kekuatan yang kedua golongan yang mendukung
Muawiyah sebagian besar golongan ini berada di Syam, kaum muslimin di Syam banyak mendukung
Muawiyah karena Muawiyah sudah menjadi gubernur (amir) di Syam sejak masa khalifah Umar bin
Khatab, tatkala khalifah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah pernah mau diganti akan tetapi Khalifah Ali r.a
enggan mengganti Muawiyah dari jabatan Amir di Syam karena rakyatnya sudah mencintainya.

4
Ini di buktikan tatkala Dinasti Abbasiah seorang khalifah yang saat itu memimpin dan
kekhilafahan berpusat di Damaskus merasa tidak nyaman dari ancaman pembela Dinasti Umayah yang
ahirnya pusat pemerintahan dipindahkan ke Baghdad. Kekuatan yang ketiga yaitu kaum Khawarij, kaum
Khawarij ini membenci kedua-duanya baik orang muslim yang condong kepada Muawiyah atau orang
muslim yang condong kepada Ali bin Abi Thalib dan keluarganya. Mereka berpendapat bahwa kedua-
duanya halal darahnya.

Mereka mempunyai faham bahwa mereka terlepas dari khalifah Ustman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu an huma, dan tidak syah nikahnya kecuali dengan golonganya, dan
mengkafirkan orang muslim yang melakukan dosa-dosa besar, mewajibkan keluar dari pemerintahan
(tidak boleh ta’at pada pemimpin) apabila pemimpinya itu tidak sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunah.
Dinasti Umayah ada 2 bagian yang pertama Dinasti Umayah dari keturunan Sofyan dan yang kedua dari
keturunan Marwan. Antar Marwan dan Sofyan ini bertemu nasabnya di kakek yang ke-tiga yaitu
Umayah bin Abdus Syam bin Abdul Manaf. (munir, 2009)

Merambah masa kekuasaan muawiyah yang jadi dini kekuasaan Bani umayyah pemerintahan yang
bertabiat demokratis berganti menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan
Muawiyah diperoleh lewat kekerasan, diplomasi, serta tipu energi, tidak dengan pemilihan ataupun
suara paling banyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun diawali kala Muawiyyah
mengharuskan segala rakyatnya buat melaporkan setia terhadap anaknya, said. muawiyah bermaksud
mencontoh monarchi di Persia serta Bizantium. Ia memanglah senantiasa memakai sebutan Khalifah
tetapi ia membagikan interpretasi baru dari perkata itu buat mengagungkan jabatan tersebut. Ia
menyebutnya Khalifah Allah dalam penafsiran penguasa yang dinaikan oleh Allah.

2. Khalifah Khalifah Dinasti Umayyah Serta Pemerintahannya

a. Pemerintahan di Masa Umayah


Muawiyah memberi kebebasan dalam berpendapat dan mengungkapkannya kepada rakyatnya
tetapi dalam batasan tertentu. Selama kebebasan itu tidak menimbulkan peperangan atau bentrok senjata
maka masih bisa ditolelir oleh pemerintahan. Akan tetapi kalau kebebasan itu sudah menjadi pergerakan
yang mengancam kedaulahan dan pemerintahan Muawiyah tidak segan-segan untuk memberantas
seperti yang terjadi terhadap kaum Khawarij. Muawiyah pernah mendapat kritikan tatkala masih
berkhutbah di atas mimbar kritikan itu pemperingatkan agar berlaku adil terhadap semua rakyatnya
terutama kepada Mawali atau Musta’rab, karena kepemimpinan Muawiyah di nilai diskriminatif dan
hanya perhatian kepada bani Hasyim saja.
5
Saat di atas mimbar Muawiyah dikritik sampai marah dan tidak berkuasa menahan emosinya,
sambil berkata lantang beliau bilang agar rakyatnya yang berada di majlis itu tetap duduk sedangkan
Muawiyah turun dari mimbar dan keluar beberapa saat, sekembalinya diatas mimbar Muawiyah berkata
“sesungguhnya orang itu (Aba Muslim) sudah membuat saya marah dan saya teringat perkataan Rasul
SAW, kemarahan itu dari syaitan, dam syaitan itu di ciptakan dari api, dan api itu dimatikan dengan air,
apabila Abi fath Muhammad bin Abdul Karim Syahrus Satani, Milal Wan Nikhal, Maktabah Asriyah,
Beirut, diantara kalian sedang marah maka mandilah” maka saya turun dan mandi.Muawiyah juga
mengembangkan militernya demi memperkuat daulah dan berfungsi sebagai pembuka futukhat daerah
jajahan, bahkan salah satu kebijakannya mewajibkan bagi rakyatnya wajib militer. Keuangan negara
masih sistem baitul mal yang pemasukanya dari pajak, zakat, fai’, diyat, dan kharraj.

Sistem peradilan di zaman Muawiyah dipimpin oleh qadhi di 4 kota (daerah) besar seperti
Kuffah, Madinah, Syam, dan Fusthot. Kebijakan Muawiyah dalam hal peradilam beliau menyuruh
membukukan Hukum qadha’ agar suatu saat bisa dibuka lagi apabila diperlukan.Perhatianya kepada
ilmu sangat tinggi disetiap habis sholat berjam’ah Muawiyah selalu ceramah dan memberikan pelajaran
bagi jam’ahnya. Kumpulan sya’ir-sya’irnya banyak dan pujian-pujian yang dilontarkan para penyair
kepada pemerintahan Muawiyah. Daerah jajahan yang diperluas dimasa muawiyah sampai bizantin ke
barat ketimur sampai khurasan.

i. Pemerintahan Khilafah Zayid Bin Muawiyah Bin Abi Sofyan.


Lahir di Syam pada tahun 26 H waktu itu ayahnya sedang menjadi Amir di Syam.Zayid
mengangkat dirinya sebagai khalifah setelah bapaknya menunjuk dia untuk meneruskan tampuk
kepemimpinan daulah. Sejak itu sistem Monarkhi dimulai, yang dulunya dipilih oleh ahlul khalli wal
aqdi sekarang sudah tidak lagi diganti dengan pengangkatan putra mahkota. Pengangkatan Zayid ini
banyak menimbulkan pertentangan di kalangan kaum muslimin terutama yang tinggal di Madinah.
Kejadian penting dimasa khilafah Zayid bin Muawiyah:

• Menaklukkan konstantinopel, sepeninggalnya ayahnya Zayid meneruskan perluasan daerah ke


Romawi, yang belum pernah bagi umat Muslim berhasil sebelumnya. Di masa Khilafah Umar
bin Khatab pernah mengutus pasukan untuk menyerang ke Romawi akan tetapi pasukannya
tenggelam, sejak itu khalifah Umar bin Khatab berwasiat agar pasukannya menjauhi medan
laut. Di masa khalifah Ustman bin Affan dimulai lagi ekspedisi ke bangsa Romawi setelah
berhenti di masa khalifah Umar bin Khatab.

6
Akan tetapi mengalami kegagalan dan banyak yang meninggal, baru di masa khalifah Zayid bin
Muawiyah pengiriman prajurit membuahkan hasil, selain Zayid pandai dalam strategi dan
menguasai titik lemah dan kuatnya Romawi wasiat dari ayahnya agar memukul mundur romawi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam memuji Zayid bin Muawiyah “semuanya mengetahui bahwa
di dalam seorang ada sisi baik dan sisi buruk, dia dipuja dan dicaci, dan dia diberi imbalan dan
dipenjarakan, dicintai orang yang menemuinya dan dibenci orang yang menemuinya, inilah yang di
sebut madzhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah yang menyelisihi khawarij, dan mu’tazilah dan yang
sependapat dengannya.


• Keluarnya Husain Bin Ali radhillahu anhuma pada tahun 61 H dengan pasukan untuk mencari
keadilan, bahwa Husain Bin Ali tidak sependapat dengan Zayid dalam pengangkatan dirinya
sebagai khalifah, Husain bin Ali berpendapat seharusnya pengangkatan melalui jalan
musyawarah Ahlul Halli wal Aqdi.

ii. Pemerintahan Khilafah Muawiyah bin Zayid.


Zayid bin Muawiyah meninggal di Syam, pada tahun ke 64 H, di usia yang 38 tahun menjadi
khalifah selama 3 tahun bulan.Muawiyah bin Zayid lahir pada tahun 44 H beliau terkenal seorang yang
soleh. Khalifah Muawiyah bin Zayid tidak lama hanya 40 hari karena sakit keras dan terus meninggal
akhirnya kehilafahan diserahkan kepada umat Islam untuk di musyawrahkan.

iii. Pemerintahan Khilafah Abdul Malik


Setelah terbunuhnya Abdullah Bin Zubair di tangan Abdul Malik maka Abdul Malik Bin
Marwan pemproklamirkan bahwa dia sebagai khalifah yang resmi. Semua kaum muslimin disuruh
berbai’at kepadanya. Abdul Malik seorang yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi di
dalam mengatur daulah, dia tidak mudah putus asa. Lahir pada tahun 26 H. Meninggal di usia 60 Tahun
memimpin kekhalifahan selama 20 tahun. Sepeninggal Abdul Malik Bin Marwan tahta kerajaan
diteruskan putranya Al Walid bin Abdul malik.

iv. Khalifah Al Walid Bin Abdul Malik


Ketika ayahnya meninggal Al Walid langsung dibai’at sebagai khalifah pada hari meninggalnya
ayahnya. Sepulang dari pemakaman Al Walid tidak langsung masuk kerumah akan tetapi langsung
masuk Masjid Dimask dan naik ke mimbar untuk khutbah sebagai sambutan seorang khalifah (khutbah
pertama).Kebijakan Al walid dalam daulah yang pertama membetulkan permasalahan dalam daulah.

7
Mengirim pasukan untuk perluasan wilayah, di masa Al Walid pasukan umat Islam yang
dipimpin Tharik bin ziat. Di masa Al Walid merupakan puncak kejayaan Dinasti Umayah.
Sepeniggalnya Al Walid pada tahun 96 H maka Sulaiman Bin Abdul Malik saudaranya langsung dibaiat,
kepemerintahanya tidak lama hanya sekitar 2 tahun 6 bulan. Tidak banyak yang beliau perbuat di masa
kepemimpinannya, sepeningal dia berwasiat kepada Umar bin Abdul Aziz untuk meneruskan tampuk
kekhalifahanya, karena dia melihat dalam diri Umar bin Abdul Aziz terdapat keshalehan. Kebijakan
Umar bin Abdul Aziz dalam Pengembangan Pemikiran dan Peradaban Islam
Khalifah kedelapan yaitu Umar bin Abdul Aziz. Beliau merupakan khalifah ketiga terbesar pada masa
dinasti Umayah pada tahun 99H/717M, semula Umar bin Abdul Aziz menolak dengan tegas jabatan
kekhalifahan yang ditunjuk oleh sulaiman. Karena terus didesak oleh kaum muslimin, akhirnya
menerima amanah umat tersebut yang menurutnya merasa tidak ringan. Buktinya pada umumnya seperti
layaknya orang yang baru menerima anugrah jabatan, pasti seseorang mengucap Alhamdulillah, sebagai
anugrah Tuhan. Justru Umar bin Abdul Aziz sebaliknya, dia mengucap innalillahi wa inna ilaihi rajiun.
Seperti orang yang seketika ditimpa musibah.
Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz selama 2 tahun 5 bulan, meskipun pemerintahannya sangat
singkat, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayah yang
banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan sebagaian besar pemimpin Bani Umayah.

3. Kemajuan yang terjadi pada Dinasti Umayyah

a. Kemajuan dalam sistem pemerintahan


• Pendirian departemen pencatatan (diwanul khatam)
• Pendirian pelayanan pos (Diwanul Barid)
• Pemisahan urusan keuangan dari urusan pemerintahan dengan mengangkat pejabat bergelar
sahibul kharaj
• Penggunaan bahasa Arab sebagai alat komunikasi resmi dalam pemerintahan
• Pencetakan mata uang
• Pembangunan fasilitas umum misal gedung, masjid, sumur, jalan raya
• Pengurangan pajak dan menghentikan pembayaran upeti (jizyah) bagi orang yang baru masuk
Islam.

8
b. Kemajuan dalam agama dan ilmu pengetahuan

• Penyempurnaan tulisan mushaf al-Quran dengan titik pada huruf-huruf tertentu


• Pembangunan masjid Al Amawi di Damaskus dan al Aqsha di Yerussalem
• Perluasan masjid Nabawi di Madinah
• Pembangunan rumah sakit bagi penderita kusta
• Pengumpulan hadits
• Menyamakan kedudukan orang Arab dan non Arab sehingga kembali Bersatu.

4. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Umayyah

Terdapat sebagian aspek yang menimbulkan Dinasti Bani Umayyah lemah serta membawanya kepada
kehancuran. Faktor- faktor itu antara lain:

a. Sistem pergantian khalifah lewat garis generasi merupakan sesuatu yang baru untuk tradisi
Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem
pergantian khalifah ini menimbulkan terbentuknya persaingan yang idak sehat di golongan anggota
keluarga istana.

b. Latar balik terjadinya Dinasti Bani Umayyah tidak dapat dipisahkan dari konflik- konflik
politik yang terjalin di masa Ali. Sisa- sisa Syi’ ah( pengikut Ali) serta Khawarij terus jadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka semacam di masa dini serta akhir ataupun secara tersembunyi semacam di
masa pertengahan kekuasan Bani Umayyah.

c. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia utara( Bani
Qays) serta Arabia Selatan( Bani Kalb) yang telah terdapat semenjak era saat sebelum Islam, kian
meruncing. Perselisihan ini menyebabkan para penguasa Bani Umayyah menemukan kesusahan buat
menggalang persatuan serta kesatuan. Di samping itu, sebagian besar kalangan Mawali( non- Arab),
paling utama di Irak serta bagian Timur yang lain, merasa tidak puas sebab status Mawali itu
menggambarkan sesuatu inferioritas, ditambah dengan keampuhan bangsa Arab yang diperlihatkan
pada masa Bani Umayyah

9
d. Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah pula diakibatkan oleh perilaku hidup elegan
di area istana sehingga kanak- kanak khlifah tidak mampu memikul beban berat kenegaraan tatkala
mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, kalangan agama banyak yang kecewa sebab atensi
penguasa terhadap pertumbuhan agama sangat kurang.

e. Pemicu langsung tergulingnya Dinasti Bani Umayyah merupakan timbulnya kekuasaan baru
yang dipelopori oleh generasi al- Abbas ibn Abd angkatan laut(AL) Muthalik. Gerakan ini menemukan
sokongan penuh dari Bani Hasyim serta kalangan Syi’ ah, serta kalangan Mawali yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

Penumpukan dari bermacam pemicu tersebut dan gabungan dari aspek aspek yang lain yang
bisa jadi tidak dijabarkan dalam ulasan ini, mengantar dinasti yang nyaris satu abad berkuasa ini ke jalur
keruntuhannya. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh kekuatan politik Dinasti Bani Abbasiyah pada
masa Khalifah Marwan bin Muhammad pada 127 H( 744 Masehi). (lathif, 2008)

2.3 Dinasti Bani Abbasiyah

1. Proses Pembentukan

Kaum Muslimin telah kehilangan sosok-sosok pemimpin ideal seperti Rasulullah, Khulafaur
Rasyidin, dan masa khalifah Bani Umayah yang sempat menikmati masa kejayaan Islam meskipun pada
akhirnya runtuh dan digantikan oleh Abbasiyah. Muawiyyah pernah berjaya pada masa
pemerintahannya. Namun sebenarnya kejayaan Muawiyah dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan
Muawiyyah (pendiri bani Umayah) terhadap sahabat Ali bin Abi Thalib yang tidak bersedia membunuh
kelompok yang telah membunuh sahabat Usman. Muawiyah yang pada saat itu menjabat sebagai
gubernur mendapatkan dukungan dari sejumlah pejabat yang merasa kehilangan kedudukan dan
kejayaan.

Setelah konflik dengan Thalhah, Zubair, dan Aisyah dapat diredakan oleh Ali, kemudian pasukan
sahabat Ali melangsungkan perjalanannya ke Damaskus untuk bertemu dengan pasukan gubernur
Muawiyyah dan peperanganpun terjadi. Pertarungan antara sahabat Ali dan Muawiyah ini dikenal
dengan perang Shiffin. Akhir dari perang Shiffin adalah peristiwa tahkim (arbitrase), dan peristiwa
tersebut mengakibatkan umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yakni muawiyyah, Syi’ah
(pengikut Ali), dan Khawarij, yang keluar dari golongan sahabat Ali bin Abi Thalib.

10
Perpecahan ini ternyata menyebabkan pemerintahan pada masa sahabat Ali melemah. Setelah
sahabat Ali mengangkat anaknya Husain sebagai penerus justru pemerintahan semakin melemah, dan
akhirnya Hasan membuat perjanjian damai untuk menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan
politik.

Setelah Bani Umayah runtuh, yang menggantikan kekuasaan adalah Bani Abbasiyah, dinasti ini
adalah keturunan paman Nabi, Shaffah bin Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al Abbas. Kekuasaan
Bani Abbasiyah tergolong sangat lama, dari 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M) atau lima
abad. Pada masa ini pola pemeritahan berubah- ubah.Pada awalnya ibu kota negara adalah Al
Hasyimiyah di Anmbar yang terletak antara Syam dan Kufah, dengan alasan untuk menjaga stabilitas
negara yang baru berdiri itu ibu kota dipindahkan ke Baghdad dekat ibu kota Persia (762 M) yang lebih
strategis dan aman. Pada pemerintahan Al Mansur ada perubahan dalam sistem pemerintahan dengan
mengangkat wazir sebagi koordinator departemen, dan membentuk lembaga protokol negara, sekretaris
negara, dan kepolisian negara untuk membenahi angkatan bersenjata.Jawatan pos yang sudah ada sejak
pemerintahan Bani Umayah juga ditambahkan peranannya dengan menambah tugas dari yang awalnya
hanya untuk mengantar surat maka pada pemerintahan Al Mansur jawatan pos ini ditugaskan untuk
menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga administrasi dapat berjalan lancar, selain itu
direktur jawatan pos juga ditugaskan untuk melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada
khalifah.
2. Para khalifah Dinasti Abbasiyah dan Pemerintahannya

Masa keemasan daulah Bani Abbasiyah terjadi setelah dua khalifah pendirinya, ada tujuh nama
khalifah yang membawa Bani Abbasiyah maju pesat dan bahkan menjadi negara super power pada masa
itu, mereka adalah Al Mahdi, Al Hadi, Harun Ar Rasyid, Al Makmun, Al Mu’tashim, Al Wasiq, dan Al
Mutawakkil.

1. ZAMAN AL-MAHDI (159-169 H)


Pertama-tama kita akan membahas tentang khilafah, sifat pemerintahan,
arah, dan aktivitas Al-Mahdi, Al-Mahdi sangat diuntungkan dengan halyang telah dilakukan oleh
ayahnya, Abu JaTar Al-Manshur. Dia mendapatkan kas yang penuh dengan harta, kemananan
sangatterjamin, dan rakyatyang patuh kepada khalifah-melaksanakan perintah dan menghormatinya. Al-
Mahdi sangat diuntungkan dari hal tersebut. Kepribadiannya bisa dilihat dari berbagai peristiwa di
zamannya, Dia adalah laki-lakiyang lembut, mencintai rakyatnya, menganjurkan rakyatnya agar
mencintaidan menerimanya. Dia malu terhadap rakyatnya dan sangat mencintai mereka.

11
Sifat ini ada pada para pejabat dan bentuk politik Al-Mahdi.1 Namun, sifat tersebut tidak memiliki
pengaruh khusus terhadap sikapnya kepada orangorang zindik, Dalam permasalahan ini, Al-Mahdi
adalah orang kuat, bukan penakut. Kita pun akan melihat pengaruh kedua sifat tersebut. Sifat lembut
dan kecintaannya kepada manusia karena politiknya ingin menyatukan hati, mencintaisesama manusia,
serta mendapatkan keridhaan dan cinta mereka.
Al- Mahdi bisa melakukan hal tersebut, karena dia mencintai dan dekat dengan orang-orang.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mencintai musuh. Dia membebaskan para tawanan yang ditawan
oleh ayahnya karena sebab-sebab politik-bukan sebab-sebab syariat. Mereka dibebaskan dan diberi
kemerdekaan setelah sebelumnya disiksa di penjara. Kemudian, dia pun menggunakan politik, yaitu
politik kasih sayang terhadap pengikut, komandan, dan keluarganya. Dia mengembalikan harta kepada
pemiliknya. Dia mengambil harta yang banyak dari kas nEara kemudian membagi-bagikannya dengan
ikhlas, Diceritakan, bahwa dia pernah duduk memberikan hadiah sambil disalsikan oleh keluarga dan
para komandannya, Dia membacalan nama-nama, meryuruh untuk menambah sepuluh ribu atau dua
puluh ribu, dan halyang sejenisnya.2 Hal itu terjadi pada tahun 169 hijriyah.
Kemudian, dia pun mengembalikan barang- barang yang telah disita oleh keluarganya kepada
pemiliknya dalam jumlah yang sangat banyak, Adapun kepada rakyat, dia telah menempuh jalan yang
baik untuk mengetahui pemikiran-pemikiran mereka. Dia membuat daftar bagiorang-orang yang
dizhalimidan mendirikan sebuah dewan untuk haltersebut, Didalam istana dia membuat sebuah tempat
untuk mengajukan keluhan dan keinginan. Setiap hari dia duduk bersama orang- orang yang dizhalimi.
Majelisnya selalu didatangioleh para hakim. Dia berkata, "Jika saya tidak malu kepada seorang pun,
saya malu kepada mereka. "

2. ZAMAN AL-HADI (169-170 H)


a. Memburu Orang-Orang Zindik
Al-Hadi, putra Al-Mahdi, menjadi khalitah sepeninggal ayahnya pada tahun 169 h'rjriyah. Dia
memburu orang zindik dengan menggunakan cara sepertiyang dilakukan ayahnya-secara khusus sesuai
dengan wasiat ayahnya. Dia memburu mereka dengan keras. Ath-Thabari menulis, "Pada tahun ini,
pencarian Musa terhadap orang-orang zindik semakin keras. Dia membunuh orangorang dari
kelompktersehrt. Salah seorang yang dibunuh adalah Yazdad bin Badzan, sekretaris Yaqthin, dan
anaknya, Ali Yaqthin, yang berasal dari Nahran. Diceritakan suatu saat ketika sedang menunaikan
ibadah haji, dia melihat orang-orang melakukan thawaf secara terburu-buru. Dia berkata, 'Mereka
seperti sapi yang sedang berkeliling di atas lumbung. "l Musa lalu membunuh dan menyalibnya.
Sedangkan orang yang dibunuh dari Bani Hasyim adalah Ya'qub bin Al- Fadhl, orang yang sudah
diketahui kezindikannya. Fatimah, putri Ya'qub, kedapatan hamil dan mengakui hal tersebut

12
b. Interaksi Terhadap Rakyat
Politik Al-Hadi terhadap orang-orang zindik ada hubungan dengan politik ayahnya. Namun, dia
memilikiperbedaan dalam berinterakidengan orang lain. sifatnya sangat berbeda dengan ayahnya.
Ayahnya adalah orang yang lembut dan mencintai orang-orang, sedangkan dia adalah orang yang
bengis, keras, dan kaku. Dia tidak simpatiterhadap orang lain dan tidak mempedulikan apa yang
dikatakan orang lain tentang dirinya. Dengan demikian, politiknya sejalan dengan akhlak dan sifatnya.
Dia berbeda dengan politik ayahnya yang menyatukan keluarga Ari. Ar-Hadijustru memantau, berlaku
keras, memutuskan hubungan dan bantuan, serta menzhalimi mereka dan para pekerja mereka.
Haltersebut menyebabkan Al- Husain bin Ali-yang memiliki silsilah dengan Al-Hasan bin Ari-keruar
dari Madinah dan menguasaibaitulmalyang diikutioleh pengikutnya. r-aru, Ar-Hadi mengirim orang
untuk memeranginya di Fukh,r hingga Al-Husain terbunuh di sana. Hal tersebut mengingatkan kita pada
peristiwat erbunuhnya Al-Husain bin Alidi Karbala.z
Demikianlah, karaKer Al-Hadi ikut mempengaruhi arah politiknya. Namun, ia merupalen cerminan dari
politik BaniAbbasiyah pada zaman tersebut, yaitu politik yang mengawasi dan mengekang keluarga Ali.

3. ZAMAN AR-RASYID (170-193 H)


Harun Ibnu Muhammad atau lebih dikenal dengan Harun Ar Rasyid merupakan khalifah ke-5
dari pemerintahan Bani Abbasiyah yang menggantikan saudaranya Al Hadi pada tahun 170 H/786 M
dalam usia 25 tahun (170-193 H/786-809). Khalifah pertama Bani Abbasiyah pertama adalah Abdullah
ibn Muhammad (Abdul Abbas As-Saffah), yang ke dua adalah Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad
(Abu Ja’far Al Mansur), yang ke tiga Muhammad ibn Abi Ja’far Al Mansur (khalifah Muhammad Al
Mahdi), ke empat Musa ibn Muhammad (Khalifah Musa Al Hadi).
Harun memerintah selama 23 tahun, masa pemerintahnnya merupakan masa kejayaan umat
Islam di belahan timur.4 Harun Ar Rasyid adalah putera termuda dari Al Mahdi bin Abu Ja’far Al
Mansur dan tuan putri Khaizuran, permaisuri Khalif Al Mahdi yang berasal dari bekas sahaya di Yaman.
Dia keturunan Arab dari ayah, dan Iran dari ibunya.
Harun Ar Rasyid adalah sosok yang berkepribadian yang kuat, fasih dan dicinta oleh rakyatnya.
Sejak kecil dia mendapatkan pendidikan di istana, baik pendidikan agama maupun pemerintahan. Dia
selalu menghargai para tamunya dan memposisikan pada tempat yang terhormat, sifat-sifat seperti itulah
yang membuatnya dicintai oleh masyarakat. Sebelum menduduki jabatan khalifah, Harun sudah
dipercaya ayahnya menjadi gubernur selama dua kali di Assaifah pada tahun 163 H/70 M. Karena
dianggap mampu maka dia diangkat menjadi khalifah oleh ayahnya sesudah saudaranya Al Hadi pada
tanggal 15 Rabiul Awal 170 H/

13
4. ZAMAN AL-AMIN (193-198 H)
Khalifah Al-Amin dilantik menjadi khalifah pada bulan jumadil akhir tahun 193 hijrah/8O9
Masihi setelah ayahanda baginda Khalifah Harun ar-Rasyid wafat di kota Tus ketika sedang memimpin
satu angkatan tentera menuju ke negeri Khurasan untuk menghapuskan pemberontakan yang meletus di
sana yang dicetuskan oleh Rafi' bin Laith bin Nasr bin Saiyar. Ketika itu al-Amin sedang berada di kota
Baghdad dan baru berusia 23 tahun.
Sebagaimana ayahanda baginda yang menjadikan kota Baghdad sebagai pusat pentadbiran, Khalifah al-
Amin juga telah berbuat demikian. Baginda tidak pernah bercita-cita untuk membangun kota lain untuk
dijadikan pusat pentadbiran. Ini adalah kerana pada ketika itu kota Baghdad menjadi pusat perdagangan
antarabangsa dan pusat ilmu pengetahuan yang berkembang maju. Dan pemerintahan baginda tidaklah
lama dan penuh dengan berbagai- bagai persengketaan pula. Kita mulakan dengan benih pertama yang
muncul yang mengakibatkan terjadi persengketaan di antara Khalifah al-Amin dengan kakanda baginda
al- Ma'mun.

5. ZAMAN AL-MA’MUN (198-218 H)


Setelah wafatnya Harun Ar Rasyid, keluarga dari Bani Abbas melanjutkan kekhalifahannya, yaitu
Al Ma’mun (813- 833). Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai sejarah peradaban pada masa Al
Ma’mun. Ada lebih baiknya kita mengenal biografi Al Ma’mun. Nama lengkap khalifah ini adalah
Abdullah Abbas Al Ma’mun. Abdullah Al Ma’mun dilahirkan pada tanggal 15 Rabi’ul Awal 170 H/786
M. Bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Ar Rasyid. Al
Ma’mun termasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun dia dididik agama dan membaca Al Qur’an
oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi.
Al Ma’mun beribukan seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil. Selain belajar Al Qur’an, dia
juga belajar Hadits dari Imam Malik di Madinah. Kitab yang digunakan adalah karya Imam Malik
sendiri, yaitu kitab Al muwatha. Disamping ilmu-ilmu itu, dia juga pandai Ilmu sastra, belajar Ilmu tata
negara, hukum filsafat, astronomi, dan lain sebagainya. Sehingga dia dikenal sebagai pemuda yang
pandai. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dengan saudaranya bernama Al
Amin, akhirnya Al Ma’mun menggapai cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/813 H.
Al Ma’mun adalah seorang Khalifah termasyhur sepanjang sejarah dinasti Bani Abbasiyah.

Selain seorang pejuang pemberani, juga seorang penguasa yang bijaksana. Pemerintahannya menandai
kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah Islam. Selama kurang lebih 21 tahun masa kepemimpinannya
mampu meninggalkan warisan kemajuan intelektual Islam yang sangat berharga. Kemajuan itu meliputi
berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperi matematika, kedokteran, astronomi, dan filsafat.

14
Pada kekhalifahan Al Makmun sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal yang paling
menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Al Makmun adalah menerjemahkan kitab yang berbahasa
Yunani ke dalam bahasa Arab, karena beliau sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau
juga menggaji mahal golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya keinginan beliau tercapai
yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu Tim penerjemah yang
dibentuk Al Ma’mun terdiri dari Hunain Ibnu Ishaq sendiri dan dibantu anak dan keponakannya,
Hubaish, serta ilmuan lain seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta
ibnu Yunus, seorang Kristen Nestorian, Ibnu ‘Adi, Yahya ibnu Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas
menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti
kedokteran, bidang astrologi, dan kimia.

6. ZAMAN AL-MU’TASIM (218-227H)


Al-Mu'tasim adalah Khalifah kerajaan dinasti bani Abbasiyyah yang kelapan dan salah seorang
daripada empat orang khalifah bani Abbasiyyah yang agung. Imam as-Sayuti memetik kata-kata Imam
az-Zahabi yang berbunyi, "al- Mu'tasim termasuk khalifah yang agung dan berwibawa seandainya dia
tidak terperangkap menguji ulama'tentang al-Qur'an itu makhluk." Baginda dilantik menjadi khalifah
kerajaan dinasti bani Abbasiyyah menggantikan tempat kakanda baginda Khalifah al-Ma'mun yang
wafat. Ketika itu baginda baru berusia 40 tahun. Tetapi baginda bukanlah salah seorang Putera Mahkota
yang dilantik oleh ayahanda baginda Khalifah Harun ar-Rasyid sebagaimana kakanda baginda al-Amin,
al-Ma'mun dan juga al-Qasim dan tidak pula diberi kawasan untuk memerintah sebagaimana ketiga-tiga
saudara baginda yang tersebut itu. Ini adalah kerana ketika ayahanda baginda Khalifah Harun ar- Rasyid
membuat perlantikan Putera Mahkota dan pembahagian kawasan pentadbiran kepada ketiga-tiga putera
baginda itu, al-Mu'tasim ketika itu baru berusia 5 tahun dan ketika Khalifah Harun ar-Rasyid wafat, al-
Mu'tasim baru berusia 15 tahun. Sebab itulah baginda tidak pernah diambil perhatian oleh ayahanda
baginda untuk melantik baginda menjadi pentadbir wilayah sebagaimana ketiga-tiga kakanda baginda
yang telah agak berusia itu.
Pada awal-awal pemerintahan baginda, telah terjadi usaha untuk menyingkir baginda dari jawatan
khalifah oleh pihak tentera yang sebahagian besarnya adalah orang-orang Farsi, tetapi gagal kerana
orang yang mahu dilantik menjadi khalifah iaitu al-Abbas bin al-Ma'mun telah memberi baiat kepada
al- Mu'tasim untuk menjadi khalifah. Dan telah timbul juga beberapa kekacauan dan pemberontakan
yang dicetuskan oleh rakyat dan juga pencerobohan oleh tentera kerajaan Rom Timur di sempadan
wilayah. Tetapi semua usaha-usaha jahat dan pemberontakan serta pencerobohan itu telah berjaya
dihapus atau dipadamkan oleh Khalifah al-Mu'tasim yang dibantu oleh tenaga-tenaga pahlawan
berbangsa Turki yang handal dan perkasa.

15
Perlu sangat disebut bahawa pada zaman pemerintahan Khalifah al- Mu'tasim, pengaruh orang-
orang Arab terus merosot dan pengaruh orang- orang Farsi mulai pudar dari pentadbiran kerajaan, dan
diisi pula oleh pengaruh bangsa Turki. Pada mulanya ketika baru-baru dilantik menjadi khalifah,
Khalifah al-Mu'tasim masih memakai tenaga-tenaga bangsa Farsi di dalam pentadbiran kerajaan seperti
dijadikan pengawal keselamatan peribadi, pengawal istana dan juga anggota tentera serta panglima
perang, tetapi setelah baginda mengetahui sifat-sifat orang Farsi yang bukan mahu menguatkan
kedudukan pemerintah, tetapi lebih kepada untuk kepentingan peribadi dan bangsa Farsi, dan baginda
melihat orang-orang Arab tidak begitu menyukai baginda yang merupakan seorang yang berdarah
kacukan Turki (dari pihak ibu), maka Khalifah al-Mu'tasim mula mengalihkan perhatian baginda kepada
bangsa asing yang lain.

Apa yang penting juga untuk disebutkan ialah pembinaan kota Samarra' oleh Khalifah al-
Mu'tasim. setelah kota samarra' siap dibina, Khalifah al- Mu'tasim telah meninggalkan kota Baghdad
dan diserahkan kepada putera baginda a1-Wathiq untuk mentadbirnya. Baginda menjadikan kota
Samarra' sebagai pusat pentadbiran pemerintahan baginda yang baru sebagaimana ayahanda baginda
Khalifah Harun ar-Rasyid yang membina kota ar-Raqqah dan menjadikannya sebagai pusat pentadbiran
yang baru setelah te4adi tragedi pembunuhan kaum Baramikah.
Setelah menjadi khalifah selama kira-kira sembilan tahun bermula dari tahun 218 hrirah/833 Masihi
hingga ke tahun 227 hrjrah/842 Masihi, maka wafatlah Khalifah al-Mu'tasim. Ketika itu baginda baru
berusia 49 tahun. Baginda wafat kerana sakit biasa bukan kerana diracun atau dibunuh. ]enazah baginda
dikebumikan di kota Samarra' di tempat baginda wafat itu.

7. ZAMAN AL-WATIQ (227-232 H)


Al-Wathiq adalah khalifah penutup kepada zarrratt kegemilangan dan keagungan pemerintahan
kerajaan bani Abbasiyyah yang memakan masa selama 100 tahun hijrah atau 96 tahun Masihi. Baginda
adalah khalifah kerajaan bani Abbasiyyah yang kesembilan dan terakhir daripada sembilan orang
khalifah kesemuanya. Baginda memerintah selama lima tahun sahaja. Satu jangka masa yang dikira
pendek dan tidak berapa cukup untuk melakukan berbagai-bagai projek pembangunan dan juga peluasan
wilayah Islam. Lebih kurang sama lama dengan masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abu Talib. Tetapi
sebagaimana para khalifah bani Abbasiyyah yang lain juga, Khalifah al- Wathiq tidak memerlukan masa
yang luas dan panjang untuk melakukan sebarang peluasan tanah jajahan kerana kerajaan Islam bani
Abbasiyyah adalah sebuah kerajaan Islam yang sudah teramat luas tanah taklukannya. Sejak zaman
pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik iaitu khalifah dari dinasti bani Umayyah yang
keenam, wilayah kerajaan Islam sudah menjangkau bumi timur meliputi negara India dan China.
.
16
Khalifah al-Wathiq hanya duduk di atas singgahsana sahaja selaku seorang raja besar yang tidak
diganggu-gugat pemerintahannya. Menjaga sempadan wilayah Islam terutama di bahagian yang
bersempadan dengan kerajaan Rom Timur di belahan utara. Menjaga kebajikan rakyat dan menjaga
keutuhan keagungan dan kebesaran negara agar ianya tidak luntur. Dengan sebab itu para penulis sejarah
berkaitan kerajaan pemerintahan Khalifah al-Wathiq tidak memperkatakan tentang projek-projek
pembangunan dan penaklukan pada zaman pemerintahan baginda.

Apa yang diperkatakan mereka hanyalah tentang pengaruh bangsa Turki di dalam kerajaan, tentang
para menteri, tentang mazhab anutan khalifah atau lain-lain peristiwa yang tidak ada kena mengena
dengan soal-soal pembangunan dan penaklukan. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahawa
zamlar. pemerintahan Khalifah al-Wathiq adalah merupakan zarnan terakhir kemuncak kegemilangan
dan keagungan pemerintahan kerajaan bani Abbasiyyah peringkat pertama.

Tentang pengaruh bangsa Turki ke atas kerajaan bani Abbasiyyah pada masa pemerintahan
baginda, sesungguhnya kuasa orang-orang Turki semakin mencekam pentadbiran kerajaan. Ini adalah
kerana sejak zaman pemerintahan ayahanda baginda lagi pengaruh Turki telah begitu kuat mencekam
pentadbiran kerajaan kerana Khalifah al-Mu'tasim sengaja menyerapkan bangsa Turki ke dalam
pentadbiran kerajaan kerana sudah tidak percaya lagi kepada bangsa Arab dan Farsi. Jadi Khalifah al-
wathiq sama ada baginda suka atau tidak terpaksa menggunakan khidmat tenaga orang-orang Turki
kerana pengaruh bangsa itu sudah tidak dapat dibendung lagi dari kedudukan- kedudukan penting dalam
kerajaan. Ketika ayahanda baginda selesai membina kota Samara', bagindalah yang ditugaskan
mentadbir atau menjaga kota Baghdad. Dan ayahanda baginda telah mewakilkan kepada baginda untuk
menyambut kepulangan Panglima Afsyin setelah pahlawan Turki itu berjaya menewaskan
pemberontakan Babak al- Khurramiyyah di negeri Azerbaijan, seorang pahlawan Turki yang bangkit
menderhaka terhadap pemerintahan Khalifah al-Mu'tasim.

17
3. Kemajuan Pada masa Dinasti Abbasiyah

Sepanjang Kekhalifahan Abbasiyah berlangsung, dunia Islam hadapi kemajuan yang signifikan
pada sebagian bidang, spesialnya di bidang ilmu pengetahuan serta pembelajaran.

i. Kemajuan pada Ilmu pengetahuan dan Pendidikan

Islam mengalami pertumbuhan pada masa Dinasti Abbasiyah dalam berbagai bidang, dengan
kajian ilmu menjadi yang utama. Kemajuan ilmu pengetahuan diluncurkan dengan rencana pengajaran
bahasa asing, khususnya bahasa Arab ke Yunani. Kemudian, didirikanlah pusat pengembangan ilmu
dan mazhab Bait al-Hikmah, bersama dengan mazhab-mazhab ilmu pemahaman dan agama. Pada masa
pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (786–809), Dinasti Abbasiyah berangsur-angsur menjadi lebih
kuat. Sang khalifah mendirikan berbagai lembaga sosial, termasuk rumah sakit, sekolah, dan peternakan.
Alf Lailah wa Lailah atau Kisah 1001 Malam adalah dua contoh hasil karya yang mengesankan dan
terkenal di Kota Bagdad.
Lahir para ilmuwan, ulama, karya, dan sastrawan Islam terkemuka di Kota Bagdad pula antara lain
Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi, dan (filsuf Arab pertama),

ii. Kemajuan Pada Bidang Politik dan Militer

Politik dan sastra adalah dua bidang lain tempat peristiwa masa Bani Abbasiyah dapat diamati.
Pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen yang disebut Diwanul Jundi untuk memastikan
bahwa semua kegiatan militer saat ini terkoordinasi secara efektif. Diwanul Jundi disewa untuk
memperbaiki masalah dengan geng tentakel

4. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah

Islam mengalami zaman keemasan (golden eg) pada masa Dinasti Abbasiyah namun mengalami
kemunduran dan kehancuran setelah mendapat serangan dari tentara Mongol.
Banyak faktor yang penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah diantaranya:

18
i. Faktor Internal Kemunduran Dinasti abbasiyah

a) Prevalensi bunuh diri di komunitas penguasa


Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dimiliki Bani
Abbasiyah di tahun pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung
mencolok. Setiap khalifah bercita-cita menjadi lebih kuat dari para pendahulunya. Situasi saat ini
memberikan kesempatan kepada orang Turki profesional untuk terlibat dalam alih kendali
pemerintahan.

b) Melebihkan Bangsa Asing dari Kerajaan Arab


Kepada pemerintah Persia, keluarga Abbasiyah memberikan pangkat dan jabatan yang penting
penting dan tinggi-tinggi. Mereka terutama dilatih untuk menjadi wazir, panglima tentara, wali
provinsi, hakim-hakim, dan peran-peran lain yang sejenis. Karena itu, orang-orang Arab membenci
dan memuji khalifah-khalifah dan memisahkan diri dari mereka. Perbuatan mereka memusuhi kaum
Alawiyin, kian menambah amarah, kebengisan keluarga Abbasiyah menindas dan menganiaya
keluarga Bani Umayah,

c) Ankara murka dalam kaitannya dengan Bani Umayah dan Alawiyin


Keluarga Abbasiyah melakukan aksi yang direncanakan dengan mengidentifikasi dan ganiaying
Bani Umayah dan musuhing sesepuh Alawiyin yang memperingatkan masalah untuk dirinya sendiri.
Mereka yakin bahwa kerja sama mereka dengan komunitas Alawiyin dan pencapaian mereka dalam
mencapai tujuan Bani Umayah adalah alasan keputusan mereka untuk mengambil jalan itu. Akibat
permusuhan dua kelompok terbesar ini, Abbasiyah dan Alawiyin, Islam pada dasarnya menyebar ke
seluruh bangsa di dunia.

d) Perebutan kekuasaan di antara klan Bani Abbasiyah


Banyak ulama menyatakan bahwa titik pertikaian antara masyarakat Bani Abbasiyah dengan
al-Amin dan al-Makmun adalah ketika perang saudara pecah. jika kita lebih jelas bahwa penyebab
perselisihan antara anggota keluarga Bani Abbasiyah adalah pada masa pemerintahan Musa al-Hadi,
khususnya ketika ia ingin memberikan Harun ar-Rasyid putra mahkota yang telah diberikan kepadanya
oleh Khlaifah al-Mahdi dan membai'ah putrany itu sendiri, yang diberi nama Jafar.
Meskipun Musa al-Hadi tidak melakukan tindakan ini karena dia sudah dekat akan ajalnya.

19
e) Pengaruh bid'ah-bid'ah filsafat dan agama
Beberapa anggota Kekhalifahan Abbasiyah, termasuk Al-Makmun, Al-Muktasim, dan Al-
Wasiq, sangat rentan terhadap intoleransi agama dan indoktrinasi filsafat. Hal ini menyebabkan
"macam-macam madzhab" dan "merenggangkan persatuan umat Islam" sehingga masyarakat "pecah
belah" dengan beberapa pejabat pemerintah dan "inilah hati kaum agamawan”.

f) Konflik dengan keagamaan


Timbulnya konflik keagamaan ini dimulai saat terjadinya konflik bersama Khalifah Ali ibn
Thalib dan Muawiyah yang berakhir lahirnya tiga kelompok umat yaitu pengikut Muawiyah, Syi'ah dan
Khawarij, ketiga kelompok Tidak peduli periodenya, Bani Umayah atau Abbasiyah, itu akan selalu
merugikan. [Di tengah pemberontakan Abbasiyah, muncul pula kaum zindik kaum yang lahir pada masa
Khalifah al-Mahdi, yang menghalalkan yang boleh sekaligus menghalangi adab kesopanan dan budi
kemanusiaan. Karena itu, al-Mahdi gigih dalam upaya untuk menggulingkan pemerintah saat ini;
sebagai hasilnya, ia menunjuk jawatan sementara yang dieksekusi oleh orang yang bernama "Shahibu
az-Zanadiqah". Tugasnya adalah mengikis faham dan pengajarannya dalam membasmi kaum itu. Anak
yang mengungkit hal ini adalah Khalifah Musa al-Hadi.

g) Luasnya Wilayah Kekuasaan Bani Abbasiyyah


Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah di tengah komunikasi sporadis dengan wilayah
sekitarnya. Sejalan dengan itu, masih ada ketidakpahaman yang kuat di antara pegawai pemerintah dan
aparat pemerintahan.

h) Tingkat kepercayaan khalifah yang sangat tinggi kepada wazirnya.


beberapa khalifah yang terus-menerus memastikan kesetiaan mereka kepada wazir mereka.
Mirip dengan apa yang dilakukan Khalifah al-Amin ketika memberikan wazirnya Fadhal ibn Rabi
urusan Baninya untuk diikuti. Dia dikenal sebagai panda yang menyerang dan menggertak orang lain.
Al-Amin dan al-Makmun adalah dua pihak yang menentang huru-hara dua saudara dengan tewas dan
naik masing-masing al-Amin dan al-Makmun, Khalifah. Dia juga yang memerintahkan Harun ar-Rasyid
untuk menyerang keluarga Barmak.

20
ii. Faktor eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyah

a) Banyak pemberontakan
Banyak daerah yang tidak mendapat dukungan khalifah dengan menawarkan untuk memilih
atau mengangkat seorang gubernur dari mereka yang sebelumnya telah menyatakan kesetiaan
mereka kepadanya sebagai hadits dan pedoman baginya.
ditambah dengan kebijakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam.Selain itu, banyak
gubernur yang ingin menjauhkan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah, itulah sebabnya provinsi
demi provinsi memberikan khalifah kepada gubernur demi gubernur.

Cara apapun yang digunakan oleh provinsi-provinsi tersebut untuk melepaskan diri dari
pengaruh Baghdad adalah sebagai berikut: Pertama, seorang pemimpin lokal mengambil alih sebuah
proyek dan berhasil melaksanakan kemerdekaan kedua dari belakang, seperti yang terjadi pada Bani
Umayah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang diangkat gubernur oleh
seorang khalifah melihat kekuasaannya berkurang seiring berjalannya waktu, seperti Bani
Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Kurdistan.

b) Turki Bencana Bangsa


Di Bani Abbasiyah, Amat Besar Bahaya Umat Turki. Beberapa khalifah menjadi musuh
mereka. Tian Tua dan semua kejadiannya berada di bawah pengaruhnya. Kekacauan muncul entah di
mana, sedangkan permainan panglima-panglima Turki kini dimainkan oleh Khalifah sendiri.
Perselisihan antara elit dan rakyat sering terjadi. Memang percakapan di kalangan warga Turki secara
keseluruhan cenderung berpihak pada Buruk dan Keruh Suasana Bani Abbasiyah.
Pemerintah Pusat di Bagdad merupakan tempat para pemimpin pemerintahan bertemu untuk
berbisnis. Mereka berusaha memutuskan hubungan mereka dengan Khalifah sebelum mendirikan
pemerintahan independen mereka sendiri di dalam wilayah mereka sendiri. Dengan cara ini, suku Bani
Abbasiyah ketakutan dan para penguasa kota kecil Bani hidup secara rahasia.

c) Dominasi Bangsa Persia


Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, Parsi dan Turki bekerja sama untuk mengatur
pemerintahan, dan Bani Abbasiyah mengalami banyak masalah serius di berbagai bidang. Pada periode
kedua, Bani Abbasiyah menetapkan pergantian khalifah, dari khalifah Muttaqi menjadi khalifah
Muth'ie. Banu Buyah berhasil meraih kekuasaan.

21
Sebagai akibat dari ikatan awal mereka dengan para pemimpin khalifah, banyak dari mereka
menjadi panglima tentara, bahkan ada yang menjadi panglima besar. Ketika mereka memiliki
kedudukan yang kuat, Khalifah Abbasiyah berdiri di belakang mereka, dan seluruh pemerintahan berdiri
di jalan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya dikenal dengan nama aslinya; dia hanya pernah disebutkan
dalam doa-doa setinggi mata, bertanda tangan dalam hukum resmi dan proses pengadilan, dan namanya
ditulis dalam dolar, dinar, dan dirham

iii. Faktor Internal Kehancuran Dinasti Abbasiyah

a) HIlangnya Sifat Amanah.


Hilangnya sifat amanah dalam berbagai perjanjian, karena moral dan kerendahan hati
menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung selama ini.

b) Mengabaikan prinsip-prinsip yang mendasari situasi


jangan percaya kekuatan itu sendiri. Khalifah mengundang kekuatan asing dalam menangani
berbagai pemberontakan. Akibatnya, kekuatan asing yang bersangkutan menguntungkan Khalifah.

c) Kemerosotan Ekonomi
Selain itu, Khilafah Abbasiyah mengalami kesulitan ekonomi seiring dengan kesulitan politik.
Pada periode awal, pemerintahan Bani Abbas adalah salah satu yang kuat. Dana yang diterima lebih
besar dari yang diberikan, menyebabkan Baitul-Mal patah hati. Sejumlah besar uang diambil dari orang
lain di Al-Kharaj, mirip dengan dampak bom.
Pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar setelah khilafah
memasuki periode kemunduran. Diperkirakan pendapatan negara ini disebabkan oleh meningkatnya
biaya yang mengancam perekonomian domestik. Pajak dan sejumlah dinasti-dinasti kecil yang dengan
lemah lembut mengingat diri mereka sendiri dan berhenti membayar upeti hadir. Sebaliknya,
pengeluaran membengkak antara lain akibat gaya hidup khalifah dan pejabat yang semakin mengancam.
Jenis kontes semakin beragam, dan para prajurit melakukan penipuan

iv. Faktor Eksternal kehancuran Bani Abbasiyah


a) Disintegrasi
Provinsi-provinsi tertentu di pinggiran kota mulai lepas dari genggaman penguasa Bani
Abbasiyah dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh para pemimpin
lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Hal ini disebabkan mungkin mereka
hanya menyebut kekuasan di Bagdad. 22
Ini dimanfaatkan oleh organisasi luar dan mengakibatkan banyak orang perbankan publik,
yang juga berarti mempengaruhi Sumber Daya Manusia (SDM). Perlakuan pemerintah terhadap
Fatimiah di Mesir adalah yang menonjol, meskipun pemerintah lain juga memainkan peran penting
dalam penganiayaan khalifah di Baghdad. Kesimpulannya, tandingan pemerintah-pemerintah yang
bersangkutan dapat diarahkan ke Bani Saljuk atau Buyah bantuan.

b) Perang Salib
terjadi pada tahun 1095 M, ketika Paus Urbanus II mengirim pesan kepada penduduk Kristen
di Eropa untuk melakukan perang suci guna membalikkan keleluasaan yang diprakarsai Penguasa
Seljuk di Baitul Maqdis dan untuk menghentikan serbuan Muslim ke Kristen. wilayah.
Selain Ketenangan Paus Urbanus, ada dua faktor lain yang turut menyebabkan terjadinya
Perang Salib, yaitu banyaknya pedagang besar yang berada di wilayah Timor-Lautah, khususnya yang
berada di kota-kota Venezia, Genoa, dan Pisa, yang sangat ingin menyerang banyak kota di wilayah
itu untuk menghancurkan infrastruktur militer mereka sendiri. Alasan kedua, bagaimanapun, adalah
bahwa anggota keluarga Kristen memperingatkan dia untuk tidak khawatir jika dia mati dalam
pertempuran salib maka jaminannya adalah surga.
Periodesasi perang salib terbagi menjadi tiga, yaitu :
Pertama, periode penaklukan yang dimulai oleh pidato Paus Urbanus II yang memotivasi untuk
berperang salib. Pada periode ini terjadi beberapa pertempuran yaitu gerakan yang dipimpin oleh Pierre
I’ermitte melawan pasukan Dinasti Bani Saljuk. Pasukan ini mudah dipatahkan oleh pasukan Bani
Saljuk.
Kedua, Gerakan yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini merupakan gerakan
terorganisir rapi. Mereka berhasil menundukan kota Palestina (Yerussalem) pada 7 Juli 1099 dan
melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam. Begitu juga mereka menundukkan Anatalia
Selatan, Tarsus, Antiolia, Allepo, Edessa, Tripoli, Syam, Arce dan Bait al-Maqdis.
Ketiga, periode reaksi umat Islam (1144-1192). Periode ini muncullah pasukan yang
dikomandani oleh Imanuddin Zangi untuk membendung pasukan salib bahkan pasukan ini dapat
merebut Aleppo dan Edessa. Lalu setelah wafatnya Imanuddin Zangi maka anaknya menggantikannya
yaitu Nuruddin Zangi, dia berhasil menaklukan Damaskus, Antiolia dan Mesir. Di Mesir muncullah
Shalahuddin al-Ayyubi (Saladin) yang berhasil membebaskan Bait al-Maqdis. Dari keberhasilan umat
Islam tersebut membangkitkan kaum Salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Ekspedisi
ini dipimpin oleh raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I, Richard I dan Philip II. Disini terjadiilah
pertempuran sengit antara pasukan Richard dan pihak Saladin. Pada akhirnya keduanya melakukan
gencatan senjata dan membuat perjanjian. Ketiga, yaitu periode perang saudara kecil-kecilan atau
periode kehancuran di dalam pasukan Salib.
23
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun
kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-
kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian
mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak Bani kecil yang memerdekakan
diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad. (khadari, 2016)

c) Bagdad dan Serangan Bangsa Mongol


Pada tahun 565 H (1258 M), ada sekitar 200.000 orang Mongol di pusat kota Bagdad. Khalifah
Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243-1258), tidak terlalu waspada dan tidak
mampu mengidentifikasi "topan" Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil
kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, “Saya telah menemui mereka
untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn
Mu’tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak
menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-
sulthan Seljuk“.
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa
mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-
hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para
pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan
sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua,
termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota
Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol
tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama
dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik
dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya
dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulaghu Khan tersebut. (Muhammad, 2016)

24
2.4 Pengembangan Islam Di Masa Pertengahan Dan Modern

1. Periode Pertengahan

Periode pertengahan Islam dibagi ke dalam 2 fase, ialah:


1. Fase kemunduran( 1250- 1500)
2. Fase 3 kerajaan besar( 1500- 1700)

1. Fase kemunduran( 1250– 1500 M).


pada masa ini desentralisasi serta disintegrasi yang kian menguat di warga. Perbandingan antara
Sunni serta Syiah dan Arab serta Persia terus menjadi nyata.
Dunia Islam dibagi jadi Arab serta Persia. Bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina,
Mesir serta Afrika utara berpusat di Mesir.
Bagian Persia yang terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia serta Asia tengah berpusat di Iran.

2. Setelah itu merambah fase 3 kerajaan, yang diisyarati dengan tingginya tekanan terhadap
Kesultanan Utsmaniyah, Kesultanan Mughal, serta Kerajaan Syafawi. Pada periode ini, 3 kerajaan
besar tersebut hadapi kehancuran di bidang politik serta pertahanan.
Tidak hanya itu, ilmu pengetahuan tidak dapat tumbuh sebab minimnya atensi pemerintah. Secara
lama- lama perihal ini bawa kehancuran, sebab di Barat lagi digencarkan uraian ilmu pengetahuan.
Kehancuran tersebut diakibatkan oleh konflik dengan bangsa Eropa, yang dikala itu mulai
melaksanakan pelayaran guna mencari sumber energi yang sangat mereka butuhkan.

a. Sejarah Islam Periode Pertengahan


Pertumbuhan mendasar yang menandai periode pertengahan sejarah Islam selaku berikut.

1. Pertumbuhan Keagamaan
Proses islamisasi secara lebih kilat serta massif baru terjalin pada abad ke- 13. Perihal ini didukung
paling utama oleh tumbuhnya kerajaan- kerajaan Islam, semacam Kerajaan Samudra Pasai( 1297- 1326)
serta Aceh Darussalam( 1496- 1903). Perihal yang kurang lebih sama terjalin di anak daratan India.
Islamisasi daerah ini hadapi akselerasi di dasar Dinasti Delhi( 1206- 1526) yang setelah itu dilanjutkan
oleh Dinasti Mughal( 1526- 1857). Kenyataannya merupakan kedua daerah ini( Indonesia serta anak
daratan India) jadi rumah hunian komunitas umat Islam terbanyak di muka bumi.

25
Fenomena yang sering dilabeli selaku penutupan pintu ijtihad’ ini walaupun terasa selaku perilaku
universal sehabis abad ke- 11, bukanlah gampang buat dicarikan landasan peristiwa historisnya.
Sebagian upaya merumuskan latar belakangnya bisa disimpulkan ke dalam yang berikut ini:

a. Pada abad ke- 11, nyatanya banyak dari para fuqaha sebetulnya tidak penuhi kualifikasi buat berijtihad
ataupun jadi mujtahid.

b. Terdapat kekhawatiran kalau sebagian dari fuqaha baru tidak lagi melindungi semangat yang asli,
namun bawa motif- motif duniawi dalam melaksanakan gunanya.

c. Pertumbuhan bermacam aliran keagamaan menyimpang dari aplikasi asli generasi sangat dini (al-
sabiqun al- awwalun) dikhawatirkan hendak memperoleh legitimasi dari para fuqaha yang semacam itu.

d. Ijtihad oleh mereka yang tidak cocok kualifikasinya dikhawatirkan hendak terus menjadi
menyuburkan bid;ah di tengah warga Islam. (Prof. Dr. Hasan Asari, 2019)

2. Pertumbuhan Sosial Politik


Dinasti Turki Usmani jelas ialah kekuasaan politik Islam yang sangat besar selepas masa klasik Islam.
Pada puncak kejayaannya, dinasti ini memahami daerah yang sangat luas mencakup sebagian besar
daerah Abbasiyyah ditambah dengan daerah yang sangat luas di Asia Tengah serta Eropa Timur. Dalam
kapasitas tersebut Turki Usmani dipersepsi selaku penyambung tradisi politik khilafah yang pernah
terputus pasca tumbangnya Abbasiyyah di Baghdad. Nyatanya faktor pembeda yang sangat memastikan
dalam kejadian akhir Turki Usmani merupakan pengabaian berkelanjutan terhadap pengembangan sains
serta teknologi. Dalam periode pertengahan Islam, Eropa hadapi akselerasi kilat riset di bidang sains
serta teknologi. Nyatanya, 2 lini pengembangan teknologi yang sangat memastikan nasib sejarah umat
Islam di penghujung periode pertengahan merupakan teknologi transportasi serta teknologi militer.

3. Pertumbuhan Intelektual
Meredupnya kajian sains serta teknologi serta terus menjadi dominannya kajian ilmu- ilmu keagamaan.
Bagian dini masa pertengahan melihat perkembangan kuantitatif lembaga pembelajaran yang mengurusi
ilmu- ilmu keagamaan. Dari sudut wacana keilmuan, masa pertengahan sangat didominasi oleh tradisi
syarh, ialah aktivitas menarangkan suatu kitab terdahulu yang umumnya ialah karya- karya otentik serta
monumental. Di masa ini pula tumbuh tradisi hasyiyah, ialah menarangkan lebih lanjut suatu kitab
syarh.

26
2. Periode Modern

Islam yang hadapi kemunduran di periode pertengahan setelah itu merambah masa modern. Periode
modern ini diisyarati dengan kebangkitan peradaban Islam yang berlangsung dari 1800 sampai dikala
ini. Dikala itu umat Islam mulai sadar kalau mereka tertinggal dengan peradaban Barat yang lebih maju.
Perihal ini setelah itu menandai kebangkitan Islam di bermacam bidang, semacam politik, sosial,
budaya, serta militer. Pada periode modern, dunia Islam mulai timbul pemikiran- pemikiran filosofis
serta metodologis. Perihal itu bertujuan buat melaksanakan sesuatu pembaruan di dalam Islam pada
masa kontemporer.
Sejarah Islam periode modern merupakan suatu episode sejarah di mana mimpi- mimpi modernitas
diupayakan secara kolosal oleh umat Islam, dengan harapan sanggup merengkuh nilai- nilai modernitas,
sehingga betul- betul jadi warga Islam yang modern. Ini merupakan suatu episode yang penuh dengan
dinamika menarik, mulai dari tataran formulasi pemikirannya, pilihan- pilihan aksi pengupayaannya,
proses- proses perundingan sosiologisnya, sampai alterasi tingkatan keberhasilannya.

Pemikiran yang diramu oleh Syahrin Harahap. Dia berkomentar kalau manusia modern, ialah manusia
yang sudah menghayati modernitas, menganut serta mempraktikkan nilai- nilai fundamental berikut:

1. Penghormatan terhadap akal


2. Jujur serta tanggung jawab personal
3. Keahlian menunda kesenangan sesaat demi kesenangan abadi
4. Komitmen waktu serta etos kerja tinggi
5. Kepercayaan hendak keadilan yang merata
6. Penghargaan besar terhadap ilmu pengetahuan
7. Perencanaan masa depan
8. Penghargaan terhadap bakat serta kemampuan
9. Penegakan moralitas

27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dinasti Umayah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan, suku Quraisy di era saat sebelum
Islam sangat terpandang serta mempunyai peran yang besar dibandingkan suku-suku yang lain.
Dini mula dinasti Umayah berdiri, tatkala Muawiyah bin Abi Sofyan mencopot Hasan bin Ali dari
jabatan selaku khalifah yang dibaiat selaku khalifah sehabis ayahnya wafat pada tahun 41 Hijriyah.
Kekuatan yang kedua golongan yang mendukung Muawiyah sebagian besar golongan ini
berada di Syam, kaum muslimin di Syam banyak mendukung Muawiyah karena Muawiyah sudah
menjadi gubernur (amir) di Syam sejak masa khalifah Umar bin Khatab, tatkala khalifah Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah pernah mau diganti akan tetapi Khalifah Ali r.a. enggan mengganti Muawiyah dari
jabatan Amir di Syam karena rakyatnya sudah mencintainya.
Ini di buktikan tatkala Dinasti Abbasiah seorang khalifah yang saat itu memimpin dan
kekhilafahan berpusat di Damaskus merasa tidak nyaman dari ancaman pembela Dinasti Umayah yang
ahirnya pusat pemerintahan dipindahkan ke Baghdad.
Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz selama 2 tahun 5 bulan, meskipun pemerintahannya sangat
singkat, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayah yang
banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan sebagaian besar pemimpin Bani Umayah.
• Penyempurnaan tulisan mushaf al-Quran dengan titik pada huruf-huruf tertentu
• Pembangunan masjid Al Amawi di Damaskus dan al Aqsha di Yerussalem
• Perluasan masjid Nabawi di Madinah
• Pembangunan rumah sakit bagi penderita kusta
• Pengumpulan hadits
• Menyamakan kedudukan orang Arab dan non Arab sehingga kembali bersatu.

Masa keemasan daulah Bani Abbasiyah terjadi setelah dua khalifah pendirinya, ada tujuh nama
khalifah yang membawa Bani Abbasiyah maju pesat dan bahkan menjadi negara super power pada masa
itu, mereka adalah Al Mahdi, Al Hadi, Harun Ar Rasyid, Al Makmun, Al Mu’tashim, Al Wasiq, dan Al
Mutawakkil.

28
Khalifah al-Wathiq tidak memerlukan masa yang luas dan panjang untuk melakukan sebarang
peluasan tanah jajahan karena kerajaan Islam bani Abbasiyyah adalah sebuah kerajaan Islam yang sudah
teramat luas tanah taklukannya. Sejak zaman pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik yaitu
khalifah dari dinasti bani Umayyah yang keenam, wilayah kerajaan Islam sudah menjangkau bumi timur
meliputi negara India dan China.
Lahir para ilmuwan, ulama, karya, dan sastrawan Islam terkemuka di Kota Bagdad pula antara lain
Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi, dan (filsuf Arab pertama).
Di tengah pemberontakan Abbasiyah, muncul pula kaum zindik kaum yang lahir pada masa
Khalifah al-Mahdi, yang menghalalkan yang boleh sekaligus menghalangi adab kesopanan dan budi
kemanusiaan. Faktor eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyah, banyak daerah yang tidak mendapat
dukungan khalifah dengan menawarkan untuk memilih atau mengangkat seorang gubernur dari mereka
yang sebelumnya telah menyatakan kesetiaan mereka kepadanya sebagai hadits dan pedoman baginya.
Ditambah dengan kebijakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Selain itu, banyak gubernur
yang ingin menjauhkan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah, itulah sebabnya provinsi demi provinsi
memberikan khalifah kepada gubernur demi gubernur.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik
dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya
dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
Perkembangan islam di masa pertengahan mengalami proses islamisasi secara lebih kilat serta
massif baru terjalin pada abad ke-13. Perihal ini didukung paling utama oleh tumbuhnya kerajaan-
kerajaan Islam, Kenyataannya adalah kedua daerah Indonesia serta anak daratan India jadi rumah hunian
komunitas umat Islam terbanyak di muka bumi.
Pada periode modern, dunia Islam mulai timbul pemikiran-pemikiran filosofis serta metodologis.
Perihal itu bertujuan untuk melaksanakan sesuatu pembaruan di dalam Islam pada masa kontemporer.
Periode ini merupakan sejarah di mana mimpi-mimpi modernitas diupayakan secara kolosal oleh umat
Islam, dengan harapan sanggup merengkuh nilai-nilai modernitas, sehingga betul-betul jadi warga Islam
yang modern.

29
3.2 Saran
Dengan adanya keterbatasan penulis dalam memahami pesan literature maupun dari analisis
teknis yang dimiliki tentang daulah ummayah, daulah abbasyiah serta pengembangan islam, hal ini
bisa disempurnakan lagi oleh mahasiswa yang memiliki ketertarikan kuat terhadap materi ini
dengan memahami dan mengaplikasikan hal baik nya dalam kehidupan sehari hari.

DAFTAR PUSTAKA

30

Anda mungkin juga menyukai