Anda di halaman 1dari 13

PERAN PENTING AGAMA BAGI MANUSIA

Dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur


Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen pengampu : Samud M.H.

Disusun oleh :
Dwi Sri Ajeng (2108205146)
Isma Sabrina Nazia Elhansa (2108205148)
Khaeronisya Imaniar (2108205147)
Muhammad Shafa Sanjaya (2108205149)
Supriyana (2108205142)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH 2021


FAKULTAS SYARIAH EKONOMI ISLAM
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON4
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Arti penting agama bagi
manusia ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas bapak Samud M.H.I pada mata kuliah metodologi studi islam. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Arti penting agama bagi manusia
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Samud M.H.I selaku dosen mata kuliah
Metodologi Studi Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Rabu, 08 september 2021

Penulis
Daftar isi

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar isi..........................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Pengertian Agama.................................................................................................................5
B. Ruang lingkup.......................................................................................................................6
C. Fungsi agama........................................................................................................................8
D. Tujuan agama........................................................................................................................9
BAB III..........................................................................................................................................10
PENUTUP.....................................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................................10
Daftar Pustaka................................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama merupakan suatu kebutuhan yang teramat sangat penting bagi
manusia,disadari atau tidak, setiap manusia pasti membutuhkan agama. Manusia yang
lemah ini terbukti dengan akal manusia yang terbatas,sehingga setiap manusia
membutuhkan dzat yang maha segala-galanya untuk dijadikan sebagai tempat untuk
mengadu segala kegelisahannya, agama islam adalah agama penyempurna agama-agama
terdahulu. Sumber-sumber hokum islam adalah al-quran,al-hadits dan al-ijtihad.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pemikiran agama?
2. Apa saja fungsi agama dalam kehidupan?
3. Apa saja kebutuhan manusia terhadap agama?
4. Apa saja doktrin kepercayaan agama?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pemikiran agama.
2. Untuk mengetahui apa saja fungsi agama dalam kehidupan.
3. Untuk mengetahui apa saja kebutuhan manusia terhadap agama.
4. Untuk mengetahui apa saja doktrin kepercayaan agama.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah pemikiran agama Islam

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Pemikiran dan Peradaban Islam Dalam


sejarah perkembangan pemikiran Islam, pada mulanya tumbuh dan berkembang pemikiran
rasional, namun kemudian berkembang pula pola pemikiran tradisional, yaitu pola
pemahaman yang mengandalkan pemahaman para ulama masa lalu untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada masanya. Pola pemikiran rasional
berkembang pada zaman klasik Islam, terutama pada masa Dinasti Umayyah dan
Abbasiyah. Sedangkan pola pemikiran tradisional berkembang pada zaman pertengahan
Islam, yaitu setelah habisnya masa Dinasti Abbasiyah hingga abad 18 M. Pola pemikiran
rasional berkembang dipengaruhi oleh persepsi tentang tingginya kedudukan akal manusia
di kalangan umat Islam pada saat itu. Persepsi ini sejalan dengan persepsi yang sama dalam
peradaban Yunani yang ada di daerah-daerah Islam zaman klasik. Daerah-daerah tersebut
antara lain kota Aleksandria di Mesir, Yundisyapur di Irak, Anthakia di Syiria dan Bactra di
Persia. Di kota-kota tersebut memang telah berkembang pola pemikiran rasional dari
peradaban Yunani (Saiful Muzani (ed), 1995: 7). Menurut Muhammad al-Bahi, seorang
pemikir Islam dari Mesir, bahwa aktifitas pemikiran ini belum kelihatan dalam sejarah
permulaan Islam pada zaman Rasulullah Saw dan Khulfa’ al-Rasyidin, kerana pada saat itu
umat Islam memfokuskan perhatiannya untuk berdakwah Perkembangan Pemikiran…,
Mugiyono 9 menyeru penduduk Makkah dan sekitarnya agar menganut Islam, menyemaikan
akidah, menanamkan unsur-unsur iman dan akhlak yang mulia di kalangan mereka
berdasarkan bimbingan dan petunjuk langsung dari Rasulullah Saw. Pada zaman Rasulullah
Saw masih hidup dan wahyu masih diturunkan, umat Islam mengembalikan semua persoalan
kepada wahyu dan mendapatkan penjelesan langsung dari Rasulullah Saw. Karenanya umat
Islam belum memerlukan ijtihad pemikiran dari mereka sendiri, terlebih lagi dalam masalah
akidah dan persoalanpersoalan agama lainnya. Ditambah lagi Rasulullah Saw melarang
semua perbedaan dalam persoalan akidah dan tidak membiasakan perdebatan di kalangan
orang-orang Islam. Setelah Rasulullah Saw wafat, memang ada sedikit kekacauan pada
awalnya tetapi dapat diselesaikan dengan baik oleh Abu Bakar setelah ia dilantik menjadi
khalifah. Pada era dua khalifah pertama, Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khaththab, tidak
banyak masalah. Namun pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan mulai timbul bibit-
bibit pertikaian dalam bidang politik yang kemudian menjalar pada isu-isu akidah. Setelah
Usman wafat dan Ali bin Abi Thalib dilantik sebagai khalifah, keadaan menjadi semakin
serius dan bahkan terjadi perang saudara antara sesama muslim, seperti terjadinya perang
Jamal antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Zubair, Thalhah dan Aisyah dari
Mekkah serta perang Shiffin antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah
bin Abi Shufyan dari Damaskus. Ini titik awal berkembangnya perbedaan pandangan
khilafiyah dan politik lalu membawa kepada munculnya aliran akidah. Sejarah mencatat
bahawa keadaan seperti ini terjadi pada paruh akhir abad pertama Hijrah atau abad ketujuh
Masehi. Dari masa inilah dimulainya perkembangan pemikiran Islam secara drastis yang
hampir merambah dalam semua bidang. Kondisi ini berlangsung pada masa Dinasti
Umayyah dan mencapai kemajuannya pada masa Dinasti Abbasiyyah. Aktifitas pemikiran
Islam pada masa Dinasti Abbasiyah mencapai kemajuan peradaban pada masa tujuh
khalifah, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M),
al-Makmun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan
alMutawakkil (847-861 M). Popularitas dinasti ini mencapai puncaknya pada zaman
Khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-Makmun. Kekayaan negara banyak
dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk membiayai gerakan intelektual, berupa penerjemahan,
penelitian, penulisan, pendirian lembaga pendidikan dan perpustakaan. Selain itu, kekayaan
negara juga digunakan untuk keperluan sosial, seperti mendirikan rumah sakit, membangun
tempat pemandian umum, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah
terdapat sekitar 800 orang dokter. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan berada pada zaman keemasan. Pada masa ini
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat di dunia
(http://id.wikipedia.org/wiki/harun_ar-rasyid. diakses tanggal 17 Desember 2011). Al-
Makmun, pengganti Harun al-Rasyid, adalah khalifah yang sangat mencintai ilmu filsafat.
Pada masanya, gerakan intelektual berkembang pesat, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji para penerjemah dari
penganut agama lain yang ahli. Dia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya
besarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah atau alMaktabah al-Shultaniyah, (Ahmad
Syafii Maarif, dalam M.Abdul Karim, 2009: 8) pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Bait al- Hikmah ini merupakan salah satu
warisan bangsa Persia yang tetap dipelihara. Selama pemerintahan Dinasti Sasaniyah
(Kerajaan Persia), Bait al-Hikmah dipandang sebagai arsip negara (Ali Akbar Velayati,
2010: 83). Pada masa al-Makmun, Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan (http://id.wikipedia. org/wiki/alma%27mun. diakses tanggal 17 Desember
2011). Menurut M.Abdul Karim (2009: 172), kemajuan peradaban dan kultur pada masa
Dinasti Abbasiyah bukan hanya identik dengan masa keemasan Islam, namun juga
merupakan masa kegemilangan kemajuan peradaban dunia (M.Abdul Karim, 2009: 172).
Salah satu indikator kemajuan peradaban adalah adanya capaian tingkat ilmu pengetahuan
yang sangat tinggi. Di antara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal adalah
Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, alMada’in, Jundeshahpur dan lainnya.
Perkembangan Pemikiran…, Mugiyono 11 Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa puncak
gerakan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah. Namun tidak berarti
seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Abbasiyah sendiri. Sebagian di antaranya
sudah dimulai sejak awal berdirinya Islam. Misalnya, perkembangan lembaga pendidikan
pada awal Islam terdiri dari dua tingkat: Tingkat pertama, yaitu maktab/Kuttab dan masjid,
yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar baca, tulis dan
hitung, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh
dan bahasa. Tingkat kedua, yaitu pendalaman, di mana para pelajar yang ingin
memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah menuntut ilmu kepada para ahli dalam
bidangnya masing-masing, umumnya ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-
masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan atau di istana bagi anak-anak penguasa
dengan memanggil ulama ahlinya ke istana. Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang
pada masa pemerintahan Abbasiyah, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Perpustakaan juga berfungsi sebagai universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di
sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga
pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi
yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan
(http://id.wikipedia.org/wiki/bani_ umayah. diakses tanggal 17 Desember 2011). Gerakan
penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa Khalifah al-Manshur
hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini banyak diterjemahkan karya dalam bidang astronomi
dan manthiq. Fase kedua, pada masa Khalifah al-Makmun hingga tahun 300 H.
Penerjemahannya lebih banyak dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga,
berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang
ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Setelah meredupnya gerakan pemikiran Islam
pada abad pertengahan, gerakan tersebut muncul kembali setelah terjadinya kebangkitan
umat Islam di bidang pemikiran dan gerakan pembebasan umat Islam dari penjajahan
kolonial Barat pada awal abad modern.1

B. Fungsi Agama
Dalam proses kehidupan, agama memiliki fungsi-fungsi penting yang berperan dalam
kehidupan seseorang. Dalam Jurnal Tarbiyah Al-Awlad yang berjudul "Agama dan
Pengaruhnya dalam Kehidupan", menyebutkan fungsi agama yaitu:
1. Edukatif
Fungsi agama yang pertama adalah fungsi edukatif.Para Penganut agama
berpendapat bahwa ajaran agama mereka memberikan ajaran yang harus
dipatuhi.Ajaran agama secara yuridis, berfungsi untuk menyuruh dan melarang
seseorang bertindak.Kedua unsur suruh dan larangan ini memiliki latar belakang
untuk mengarahkan seseorang agar para penganutnya baik dan terbiasa dengan yang
baik menurut ajaran agama masing-masing.
2. Penyelamat
Fungsi agama yang kedua yaitu fungsi penyelamat.Setiap orang pasti
menginginkan dirinya selamat di mana pun berada.Agama hadir dengan membawa
1
M.Mugiyono,”perkembangan pemikiramn dan peradaban islam dalam perspektif sejarah”,
https://media.neliti.com, rilis bulan juni 2013.
keselamatan tersebut.Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi keselamatan
di dua alam, yaitu di dunia dan akhirat.Tapi untuk mendapatkan keselamatan
tersebut, mengajarkan kepada para Penganutnya melalui pengenalan kepada hal-hal
sakral, berupa langsung kepada Tuhan.

3. Pendamaian
Fungsi agama yang ketiga adalah sebagai pendamai.Dengan agama, seseorang
yang bersalah atau dapat menebus kesalahan batin melalui tuntunan agama. Rasa
bersalah dan rasa bersalah yang ada pada dirinya akan segera hilang dari batinnya,
ketika seorang pelanggar telah menebus dosanya dengan cara tobat, pensucian, atau
penebusan dosa.

4. Kontrol Sosial
Fungsi agama yang keempat yaitu sebagai kontrol sosial. Para Penganut agama
akan memeluk batinnya pada ajaran agama yang dipeluknya, baik secara pribadi
maupun kelompok. Oleh Penganutnya, ajaran agama tersebut dianggap sebagai
pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.2
5. Fungsi Pendidikan
Dalam aspek fungsi ini, agama punya peran untuk memberikan pedoman dan
bimbingan kepada manusia atau umat penganut suatu agama mengenai tindakan yang
benar dan salah, atau baik dan buruk (Puji Lestari, 2009:41). Jadi, ketika seseorang
menjalani kehidupan sehari-hari, maka ia akan mengikuti ajaran yang sudah
diberikan oleh agamanya. Biasanya, terkait hal ini tercantum di kitab suci masing-
masing agama.
6. Fungsi Sosial
Bukan hanya tentang kepatuhan terhadap perintah Tuhan, namun agama juga
mengatur tentang hubungan satu manusia dengan manusia lainnya ketika melakukan
sosialisasi. Mulai dari penerapan kasih sayang, saling membantu, kerukunan, dan
keharmonisan antara sesama manusia diatur sedemikian rupa agar seseorang bisa
mengetahui perannya dalam kehidupan sosial.
7. Fungsi Psikologis
Psikologis manusia yang mempercayai agama juga bisa terkendali. Biasanya,
"Orang meyakini dan mengamalkan ajaran agama kebanyakan untuk meraih
ketentraman,” (Dyastriningrum, 2009:37). Agama ternyata bisa membawa seseorang
ke dalam fase tenang karena percaya ada sesuatu yang mengendalikan kehidupan.
Mereka tidak akan mudah depresi atau gelisah ketika menghadapi masalah serius,
melainkan menyerahkan segalanya kepada yang mengatur dan tetap berusaha sesuai
kemampuannya.
8. Fungsi Pengendalian Diri
Seorang manusia diciptakan sebagai makhluk lemah dan banyak keterbatasan.
Agama mengingatkan bahwa manusia harus sadar akan pernyataan tersebut agar
tidak mudah terpengaruh oleh segala kesombongan dunia. Kesadaran tersebut
mengenai kesetaraan seluruh manusia di mata Tuhan. Kendati jabatannya tinggi,

2
Andre Kurniawan,”Fungsi agama bagi manusia sebagai pemberi damai hingga sosial control”,
https://www.merdeka.com, rilis di JABAR I 10 maret 2021 07:01.
hartanya melimpah, pintar, dan lain-lain, manusia tidak diperbolehkan
menyombongkan diri karena pada dasarnya mereka sama-sama makhluk lemah.
9. Fungsi Perlindungan
Perlindungan di sini berarti manusia percaya bahwa adanya mereka di dunia
masih dalam pantauan Tuhan. Dengan begitu, seseorang bisa merasakan bahwa
dirinya akan aman selama mengikuti tuntunan ajaran agama. Melalui kata lain,
agama punya peran memberikan kesadaran pada manusia bahwa rezeki, cita-cita,
hingga maut, ada dalam kendali Tuhan. Rasa takut yang muncul dari rasa tidak aman
tidak akan muncul ketika seorang mengetahui fungsi ini.3

C. Kebutuhan manusia terhadap agama

Latar belakang perlunya manusia beragama Sekurang- kurangnya ada tiga alasan
yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan (Nata : 20)
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut yaitu :
1. Fitrah manusia
Dalam konteks hal ini di antara ayat alQur’an dalam surat ar- Rum ayat 30 bahwa
ada potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia. Dalam hal ini dapat
ditegaskan bahwa insan adalah manusia yang menerima pelajaran dari Tuhan tentang
apa yang tidak diketahuinya. Manusia insan secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan
yang sempurna bentuknya dibanding dengan makhluk lainnya sudah dilengkapi
dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang
terpancar dari ciptaan-Nya. Lebih jauh Musa Asy’ari dalam buku Manusia
Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an yang dikutip oleh Nata bahwa pengertian
manusia yang disebut insan, yang dalam al-Qur’an dipakai untuk menunjukkan
lapangan kegiatan manusia yang amat luas adalah terletak pada kemampuan
menggunakan akalnya dan mewujudkan pengetahuan konseptualnya dalam
kehidupan konkret. Hal demikian berbeda dengan kata basyar yang digunakan dalam
alQur’an untuk menyebut manusia dalam pengertian lahiriyahnya yang membutuhkan
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, hidup yang kemudian mati. Informasi
mengenai potensi beragama yang dimiliki oleh manusia itu dapat dijumpai dalam ayat
172 surat al- A’raf bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki
kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan hadits Rasulullah SAW
yang menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi
beragama). Bukti historis dan atropologis bahwa pada manusia primitif yang padanya
tidak pernah datang in formasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai
adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya
khayalnya. mereka misalnya, mempertuhankan Kebutuhan Manusia…,
Muhammaddin 111 pada benda- benda alam yang menimbulkan kesan misterius dan
mengagumkan.kepercayaan yang demikian selanjutnya disebut dengan dinamisme.
3
Yuda Prinada,”Mengenal apa itu agama dan fungsinya bagi manusia”, https://tirto.id, rilis tanggal 4 maret 2021.
Beberapa hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada manusia.
Sebagian mengatakan bahwa agama adalah produk rasa takut dan sebagai akibatnya
terlintaslah agama dalam kehidupan manusia. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa
agama adalah produk dari kebodohan. Hal ini sesuai dengan wataknya selalu
cenderung untuk mengetahui sesuatu yang terjadi di alam ini. Hipotesis lainnya
mengatakan bahwa agama adalah pendambaannya kepada keadilan dan keteraturan,
ketika manusia menyaksikan banyaknya kezaliman dan ketidak adilan dalam
masyarakat dan alam. Agama mengambil bagian pada saat- saat yang paling penting
dan pada pengalaman hidup. Agama mengesahkan perkawinan, agama berada dalam
kehidupan pada saat- saat yang khusus maupun pada saat- saat yang paling
mengerikan. (Keene : 6) “Dengan demikian manusia sepanjang masa senantiasa
beragama, karena manusia adalah makhluk yang memiliki fitrah beragama yang oleh
C.G.Jung disebut naturaliter religiosa (bakat beragama).”(Arifin : 1998 : 8) Dari
uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama
karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama
ini perlu pembinaan, pengarahan, pengembangan dengan cara mengenalkan agama
kepada setiap manusia
2. Kelemahan dan kekurangan manusia.
Menrut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan al-Qur’an, nafs diciptakan Allah
dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia
berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh
al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Di antara ayat yang
menjelaskan hal ini terdapat dalam surat al-Syams ayat 7-8, bahwa “ Demi nafs serta
penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kafasikan dan ketaqwaan”.
Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia
melalui nafs menangkap makna baik dan buruk. Di sini berbeda dengan terminologi
kaum Sufi bahwa nafs adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan prilaku buruk
dan dalam hal ini sama dengan pengertian yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Lebih jauh Qurash Shihab berpendapat bahwa kendatipun nafs berpotensi
JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/99-114 112 positif dan negatif, namun diproleh pula
isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi
negatifnya, hanya saja dorongan dan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya
tarik kebaikan. Dalam literatur teologi Islam kita jumpai pandangan kaum Mu’tazilah
yang rasionalis, karena banyak mendahulukan akal dalam memperkuat
argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian, mereka sepakat bahwa manusia
dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan
buruk, tetapi tidak semua yang baik dan buruk dapat diketahui oleh akal. Dalam
hubungan ini, kaum Mu’tazilh mewajibkan kepada Tuhan agar menurunkan wahyu
dengan tujuan agar kekurangan akal dapat dilengkapi oleh wahyu dalam ini agama.
Dengan demikian secara tidak langsung kaum Mu’tazilah memandang bahwa
manusia memerlukan wahyu (agama).
3. Tantangan manusia.
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama karena manusia
dalam kehidupannya menghadapi berbagai tantangan baik yang datang dari dalam
amupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan
bisikan setan (lihat QS 12:5; 17:53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa
rekayasa dan upaya- upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya
ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,
tenaga dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di
dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Kita misalkan membaca
ayat yang berbunyi “ Sesungguhnya orang- orang kafir itu menafkahkan harta mereka
untuk menghalangi orang dari jalan Allah (QS al-Anfal,36). Berbagai bentuk budaya,
hiburan, obat- obat terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja.” Pada zaman
semakin sekuler ini agama memainkan peranan penting terhadap kehidupan berjuta-
juta manusia”.( Keene : 6) Untuk itu upaya mengatasi dan membentengi manusia
adalah dengan mengajarkan mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan
tantangan hidup demikian itu, sangat meningkat, sehingga upaya mengagamakan
masyarakat menjadi penting.4
D. Doktrin Kepercayaan Agama

BAB III

4
Muhammaddin,”Kebutuhan manusia terhadap agama”, https://www.neliti.com, rilis bulan juni 2013.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap manusia harus mempunyai agama yang dianut sesuai dengan
pancasila sila ke-1 yaitu (ketuhanan yang maha esa). Agar manusia tersebut
kehidupannya lebih baikmelalui pengajaran dan aturan., yang dimana aturan
tersebut dipercaya berasa dari tuhan. Dan setiap orang berhak memilih agama
sesuai keyakinannya tanpa paksaan dari orang lain.

B. Saran
Saran kami kepada pembaca lebih banyaklah membaca tentang arti
penting agama bagi manusia agar senantiasa dijalan yang benar. Serta dalam
penulisan makalah selanjutya agar terus konsisten dalam pembahasan materi
yang akan dibahas yang tentunya disertai sumber-sumber terpeercaya.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai