Anda di halaman 1dari 19

RIWAYAT SINGKAT ALI BIN ABI THALIB

DAN KEPEMIMPINANNYA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


SEJARAH ISLAM

Dosen Pengampu :
AHMAD BARKATULLAH, S.Pd.I., M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

AHMAD SYAUQI 2207010132


ANITA SYAFARINA 2207010221
FARHANA HAYATI 2207010148
NOORHIDAYAH 2207010226
REZKIYANTI HANDAYANI 2207010451

KELAS ALIH JENJANG BANJARBARU


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
(UNISKA) MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillahirabbilalamiin, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Riwayat Singkat Ali bin Abi Thalib dan
Kepemimpinannya”
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah SEJARAH ISLAM.
Makalah ini diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ahmad Barkatullah, S.Pd.I., M.Pd selaku dosen Sejarah Islam yang
memberikan motivasi, bimbingan, serta arahan.
2. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Banjarbaru, November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Ali bin Abi Thalib .................................................................................. 3
B. Proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah ........................ 4
C. Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib .................................................................... 6
D. Kebijakan-kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib ....................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran ......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat dan terakhir dari suatu
dinasti yang ada dalam sejarah islam atau yang lebih dikenal dengan dinasti
Khulafa al-Rasyidin. Pemilihan beliau sebagai khalifah menggantikan Usman
yang wafat pada tahun 35 H, melalui cara yang berbeda dari pemilihan
khalifah sebelumnya.
Selama masa pemerintahannya yang kurang dari 5 tahun, beliau
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Beliau menghadapi berbagai
tantangan yang dilancarkan oleh Thalhah cs, Mu’awiyah, dan Khawarij yang
mengakibatkan terjadinya perang.
Peperangaan yang pecah beberapa kali pada masa kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib menjadi sangat penting dalam catatan sejarah islam, sebab
peristiwa itu memperlihatkan sesuatu yang baru, dan menarik untuk ditelusuri
sebab diantara beberapa khalifah pendahulunya belum pernah ada yang turun
langsung di medan perang selain beliau dan sekaligus menjadi panglimanya,
hanya saja sejarah mencatat bahwa peristiwa itu justru terjadi antar sesama
saudara muslim.
Berdasarkan uraian diatas maka disusunlah makalah yang berjudul
“Riwayat singkat Ali bin Abi Thalib dan Kepemimpinannya”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang
akan dibahas pada makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana biografi Ali bin Abi Thalib ?
2. Bagaimana proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah ?
3. Bagaimana Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ?
4. Apa saja kebijakan-kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib ?

1
C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui biografi Ali bin Abi Thalib.
2. Mengetahui proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah.
3. Mengetahui Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
4. Mengetahui kebijakan-kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB


Ali bernama lengkap Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin
Hasyim bin Abdul Manaf. Ibunya bernama Fatimah bin Asad bin Hasyim
bin Abdul Manaf. Beliau dilahirkan di Makkah pada hari jum’at 13 Rajab
tahun 570 M atau 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad saw. Beliau
tinggal bersama Nabi Muhammad saw sejak kecil. Beliau diasuh
sebagaimana anak sendiri karena kondisi ayahnya yang miskin. Beliau
mendapat didikan langsung dari nabi Muhammad SAW sehingga menjadi
seorang yang berbudi tinggi dan berjiwa luhur.
Ali bin Abi Thalib masuk islam saat berusia tujuh tahun. Beliau
adalah anak kecil yang pertama masuk islam, sebagaimana Khadijah adalah
wanita yang pertama masuk islam, Abu Bakar ra adalah lelaki merdeka yang
pertama masuk islam. Ali bin Abi Thalib mendapat nama panggilan Abu
Turab (Bapaknya Tanah) dari Nabi saw. Abu Turab adalah panggilan yang
paling disenangi oleh Akli karena nama itu adalah kenang-kenangan
berharga dari Nabi saw.
Ali adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk
surga. Ali adalah laki-laki pertama masuk islam dan pertama dari golongan
anak kecil. Beliau dinikahkan dengan putri Nabi SAW, Fathimah az-Zahra.
Lahir dari Fatimah dua anak yaitu Hasan dan Husein. Sikap pemberani dan
pertarung sejati dibuktikan di beberapa peperangan yang diikutinya. Pada
perang Badar beliau melakukan duel satu lawan satu dengan kafir Quraisy.
Beliau berhasil membunuh musuhnya kafir Quraisy. Begitu juga ketika
perang Uhud, beliau merupakan salah satu pertarung yang berduel dengan
perwakilan kafir Quraisy.
Perang saudara pertama dalam islam, perang Siffin pecah diikuti
dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat
posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun

3
karena pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam, pada tanggal 17
ramadan 40 hijriyah. Beliau dikuburkan secara rahasia di Najaf.

B. PROSES PENGANGKATAN ALI BIN ABI THALIB MENJADI


KHALIFAH
Setelah Utsman terbunuh pada malam Jum’at 18 Dzulhijjah tahun 35
H, berdasarkan pendapat yang populer, kaum muslimin mendatangi Ali dan
membai’at beliau sebelum jenazah Utsman dimakamkan. Ada yang
mengatakan setelah jenazah Utsman dimakamkan. Pada awalnya Ali bin Abi
Thalib ra. menolak bai’at mereka. Beliau menghindar ke rumah milik Bani
Amru bin Mabdzul, seorang Anshar. Beliau menutup pintu rumah, beliau
menolak menerima jabatan khilafah tersebut namun mereka terus mendesak
beliau. Orang-orang datang mengetuk pintu dan terus mendesak. Mereka
membawa serta Thalhah dan az-Zubair. Mereka berkata, “Sesungguhnya
daulah ini tidak akan bertahan tanpa amir”. Mereka terus mendesak hingga
akhirnya Ali bersedia menerimanya. Ada yang mengatakan, orang pertama
yang membai’at beliau adalah Thalhah dengan tangan kanannya. Tangan
kanan beliau cacat sewaktu melindungi Rasulullah SAW. pada peperangan
Uhud. Sebagian hadirin berkata, “Demi Allah , pembai’atan ini tidak
sempurna”. Ali keluar menuju masjid lalu naik ke atas mimbar dengan
mengenakan kain sarung dan sorban dari sutera sambil menenteng sandal
beliau dan bertelekan pada busur beliau. Segenap kaum muslimin
membai’at beliau.
Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu tanggal 19 Dzulhijjah tahun 35 H
Ada yang mengatakan, Thalhah dan az-Zubair membai’at Ali setelah beliau
meminta mereka untuk berbai’at. Sebagian orang mengira bahwa ada
sekelompok kaum Anshar yang tidak membai’at Ali. Al- Waqidi berkata,
“Orang- orang di Madinah membai’at Ali. Namun tujuh orang menarik diri
dan tidak ikut berbai’at. Mereka adalah Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi
Waqqash, Shuheib, Zaid bin Tsabit, Muhammad bin Maslamah, Salamah
bin Salaamah bin Waqsy dan Usamah bin Zaid Dan tidak ada seorang

4
sahabat Anshar pun yang tertinggal, mereka semua ikut berbai’at sejauh
pengetahuan kami. ”Saif bin Umar, “ menceritakan dari sejumlah gurunya
bahwa mereka berkata,“Selama lima hari setelah terbunuhnya Utsman kota
Madinah dipimpin sementara oleh al-Ghafiqi bin Harb, mereka mencari
orang yang bersedia memimpin. Penduduk Mesir mendesak Ali, sedang
beliau sendiri menghindar dari mereka ke sebuah rumah. Penduduk Kufah
mencari az-Zubair tapi mereka tidak menemukannya. Penduduk Bashrah
meminta Thalhah, tapi ia tidak bersedia. Maka mereka pun berkata, “Kami
tidak akan mengangkat salah satu dari tiga orang ini.” Mereka menemui
Sa’ad bin Abi Waqqash. Mereka berkata, “Sesungguhnya engkau termasuk
salah seorang anggota majelis Syura!”. Namun Sa’ad tidak memenuhi
permintaan mereka. Kemudian mereka menemui Abdullah bin Umar. Beliau
pun menolak tawaran mereka. Mereka pun binggung, lantas mereka berkata,
“Jika kita pulang ke daerah masing -masing dengan membawa kabar
terbunuhnya Utsman tanpa ada yang menggantikan posisinya, manusia akan
berselisih tentang urusan ini dan kita tidak akan selamat. Mereka kembali
menemui Ali dan memaksa beliau untuk menerimanya. Al-Asytar an-
Nakha’I meraih tangan Ali dan membaia’tnya kemudian orang-orang pun
ikut membai’at beliau. Penduduk Kufah mengatakan bahwasanya yang
pertama kali membai’at Ali adalah al-Asytar an-Nakha’i. Peristiwa itu
terjadi pada hari Kamis 24 Dzulhijjah.Itu terjadi setelah orang-orang terus
mendesak beliau. Mereka semua berkata, “Tidak ada yang pantas
memegangnya kecuali Ali”. Keesokan harinya pada hari Jum’at, Ali naik ke
atas mimbar. Orang-orang yang belum membai’at beliau kemarin
berbondong-bondong membai’at beliau. Orang pertama yang membai’at
beliau saat itu adalah Thalhah kemudian az-Zubair Bai’at ini terjadi pada
hari Jum’at 25 Dzhulhijjah tahun 35 H.
Namun, Ali menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu
diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-
sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah rakyat mengemukakan bahwa
umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan

5
yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai'at menjadi khalifah. Ia dibai'at
oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anhar serta para tokoh sahabat,
seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti
Abdullah bin Umar bin Khaththab, Muhamnmd bm Maslamah, Saad bin Abi
Waqqas, Hasan bin Tsabit. dan Abdullah bm Salam yang waktu itu berada di
Madinah tidak mau ikut membai'at Alli. Ibn Umar dan Saad misalnya
bersedia berbai'at kalau seluruh rakyat sudah berbai'at. Mengenai Thalhah
dan Zubair diriwayatkan, mereka bethara; secara terpaksa. Riwayat lain
menyatakan mereka bersedia membai'at jika nanti mereka diangkat menjadi
gubernur di Kufah dan Bashrah. Akan tetapi, riwayat lain menyatakan
bahwa Thalhah dan Zubair bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang
meminta kepada Ali agar bersedia dibai'at menjadi khalifah. Mereka
menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali.
Dengan demikian, Ali tidak dibai'at oleh kaum muslimin secara
aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di kota
Madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukanbaru; dan wilayah
Islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat Islam tidak hanya
berada di tanah Hijaz (Mekah, Madinah, dan Thaif), tetapi sudah tersebar di
Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak untuk
membai'at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah Muawiyah bin
Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang
dikemukakan karena menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya
Utsman.

C. KEPEMIMPINAN ALI BIN ABI THALIB


Sepeninggal Rasulullah, Ali bin Abi Thalib merupakan penerus
kepemimpinan Islam. Dia menjadi khalifaur rasyidin yang keempat atau
yang terakhir. Ali melanjutkan kepemimpinan khulafaur rasyidin dari Abu
Bakar ash-Shidiq, Umar bin Khattab, dan UsmSebagai khulafaur rasyidin,
Ali bertugas memimpin Islam. Selama menjabat, dia memiliki tanggung
jawab memperluas syiar agama Islam, serta menyejahterakan kaumnya.

6
Masa pemerintahan Ali disebut sebagai periode tersulit dalam sejarah
Islam karena terjadi perang saudara antar umat kaum Muslimin setelah
tragedi terbunuhnya khalifah ketiga, Utsman bin Affan an bin Affan .
Dari sinilah Ali diangkat menjadi seorang pemimpin islam untuk
melanjutkan kepemimpinan Utsman bin Affan. Namun di kepemimpinannya
Ali menghadapi banyak sekali permasalahan, karena banyaknya
pemberontakan yang terjadi. Oleh karena itu, kebijakan pertama yang
diambil Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah melenyapkan bibit reaksi
masyarakat, yaitu dengan memberhentikan pejabat-pejabat yang melakukan
korupsi.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib beliau fokus untuk
menyelesaikan segala kekacauan pada pemerintahan sebelumnya, berbagai
upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, seperti :
1. Pengaturan Keuangan Negara atau Baitul Maal
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, ia membenahi
sistem administrasi Baitul Mal, baik di tingkat pusat maupun daerah
hingga semuanya berjalan dengan baik. Baitul Mal pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib mengalami surplus.
2. Pembangunan dan Perbaikan Tata Kota
Era pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib terdapat usaha
positif yang dilaksanakannya terutama masalah tata kota. Keputusan
menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan dan politik hanya akan
menyebabkan kota Madinah kehilangan sifat-sifat yang telah dibangun
rasulullah sejak awal.
3. Zakat, Jizyah, dan Pajak
Selama pemerintahannya Ali bin Abi Thalib juga menetapkan
pajak terhadap hasil hutan dan sayur-sayuran. ia menetapkan pajak
terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dan mengizinkan Ibnu Abbas,
gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan
digunakan sebagai bumbu masakan. Tentang masalah pembayaran pajak

7
tahunan, Ali bin Abi Thalib mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan
Khalifah Umar bin Khattab.
4. Kepemilikan Tanah
Semasa menjabat sebagai khalifah menggantikan Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan banyak memberikan fasilitas dalam berbagai
bidang kepada para kerabatnya. Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi
khalifah kebijakan tersebut kemudian dirubah. Ali bin Abi Thalib
berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Utsman bin Affan
kepada keluarga maupun kerabatnya untuk dijadikan milik negara lagi.
5. Meniadakan Pengeluaran Negara Untuk Angkatan Laut
Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada
masa Khalifah Utsman dihilangkan karena sepanjang garis pantai Syiria,
Palestina, dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah.
6. Melawan Korupsi Dan Menindak Tegas Melawan Korupsi Dan
Tindakan Penindasan Serta Mengontrol Pasar Dalam Tindak
Penimbunan Barang Dan Pasar Gelap.
Khalifah Ali bin Abi Thalib sangat memerangi pejabat-pejabat
negara yang melakukan tindakan korupsi dimesanya, meskipun
kebijakan itu sering menimbulkan pergesekan politik Beliau merapihkan
dan menyusun rahasia negara, dokumen-dokumen khalifah untuk
diamankan dan diselamatkan.
Ada beberapa langkah-langkah yang dilaksankan oleh Ali bin Abi
Thalib yang dapat dianggap sebagai prestasi yang telah dicapai, yaitu :
1. Mengganti Pejabat yang Kurang Cakap
Khalifah Ali bin Abi Thalib menginginkan sebuah pemerintahan
yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, beliau mengganti pejabat-
pejabat yang kurang cakap bekerja.
Adapun gubernur baru yang diangkat khalifah Ali bin Abi Thalib
antara lain:
a. Said bin Hanif sebagai gubernur Syiria
b. Usman bin Hanif sebagai gubernur Basrah

8
c. Qays bin Sa’ad sebagai gubernur Mesir
d. Umrah bin Syahab sebagai gubernur Kufah
e. Ubaidillah bin Abbas sebagai gubernur Yaman
2. Membenahi Keuangan Negara (Baitul Mal)
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, banyak kerabatnya yang
diberi fasilitas negara. Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki tanggung
jawab untuk membereskan permasalahan tersebut. Beliau menyita harta
para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut
kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan
rakyat. Kebijakan tersebut mendapat tantangan dan perlawanan dari
matan penguasaan dan kerabat Utsman bin Affan. Mereka mengasut para
sahabat yang lain untuk menentang kebijakan Ali bin Abi Thalib. Dan
melakukan perlawanan terhadap Khalifah Zali bin Abi Thalib.
Akibatnya terjadi peperangan seperti perang Jamal dan perang Shiffin.
3. Memajukan Bidang Ilmu Bahasa
Pada saat khalifah Ali bin Abi Thalib memegang pemerintahan,
wilayah islam sudah mencapai India. Pada saat itu, penulisan huruf
hijaiyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah,
dhommah dan syaddah. Hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan
bacaan teks Alquran dan hadis di daerah-daerah yang jauh dari jazirah
Arab. Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Alquran dan
Hadis. Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad-Duali
untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang
mempelajari tata bahsa arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat
membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari sumber utama
ajaran islam, yaitu Alquran dan Hadis.
4. Bidang Pembangunan
Khalifah Ali bin Abi Thalib membangun kota Kuffah secara
khusus. Pada awalnya kota Kuffah disiapkan sebagai pusat pertahanan
oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi kota Kuffah kemudian

9
berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu, dan ilmu
pengetahuan lainnya.

D. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB


Setelah pengangkatan sebagai Khalifah pasca terbunuhnya Utsman,
Ali bin Abi Thalib berusaha keras memulihkan keamanan yang tidak
kondusif. Di atas telah dijelaskan bahwa pengangkatan Ali berada dalam
kondisi yang amat sulit. Stabilitas yang tidak terjamin menyebabkan Ali
mengalami berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Beratnya tugas
pemerintahan, Ali harus mengambil berbagai kebijakan, walaupun kadang-
kadang kebijakan itu tidak populer, atau bertentangan dengan
kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat. Di antara langkah-
langkah yang dilakukan Ali bin Abi Thalib:

Pertama, memberhentikan sebagian besar gubernur yang diangkat


pendahulunya Utsman bin Affan, kemudian menggantinya dengan tokoh-
tokoh lain. Pemberhentian itu kelihatan bertujuan untuk mengamankan
kekhalifahannya. Di antara gubernur yang diberhentikan adalah Ya’la bin
Umayyah dan mengangkat sepupunya Ubaidillah bin Abbas untuk Yaman.
Dalam pemberhentian dan pengangkatan ini Ali tidak mendapat kesulitan
karena ketika Ubaidillah tiba di Yaman Ya’la sudah meninggalkan Yaman
dan pergi ke Mekah serta membawa hartanya”. Banyak orang yang
meninggalkan negerinya dan pergi ke Mekah untuk mendapatkan keamanan
sebab orang yang berada di negeri Mekah tidak boleh diganggu. Kemudian
Ali memberhentikan Abdullah bin Amir al-Hadrami, gubernur Basrah dan
menggantinya dengan Utsman bin Hunaif. Dalam hal ini Ali tidak mendapat
kesulitan karena ketika Utsman bin Hunaif tiba di Basrah Abudllah sudah
meninggalkan kota itu menuju Mekah serta membawa sebagian harta.
Berbeda dengan di atas, Khalifah Ali mendapat kesulitan dalam
memberhentikan Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Kufah dan menggantinya

10
dengan Umarah bin Syihab. Ketika mendekati kota itu penduduk kota itu
dipimpin oleh Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi yang tidak mengharapkan
kedatangan Umarah bin Syihab dan memintanya untuk kembali ke Madinah.
Penduduk Kufah kelihatannya lebih mempertahankan Abu Musa al-Asy’ari.
Setelah Umarah kembali ke Madinah Abu Musa berkirim surat kepada
Khalifah Ali yang isinya menyatakan sang Gubernur bersama rakyatnya
membaiat Ali sebagai khalifah yang baru. Dengan demikian kebijakan Ali
mengganti Gubernur Kufah tidak berhasil, tetapi karena Abu Musa al-
Asy’ari, gubernur Kufah bersama rakyatnya sudah membaiat Ali maka hal
itu tidak terlalu bermasalah. Berbeda dengan pemberhentian dan
pengangkatan gubernur sebelumnya Ali mendapat kesulitan besar dalam
pemberhentian Gubernur Syam. Untuk daerah ini Ali menunjuk Sahl bin
Hunaif salah seorang politikus ulung menggantikan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan. Sesampainya di Tabuk, pos perbatasan Siria Sahl ditahan oleh
pasukan Mu’awiyah dan disuruh kembali.
Dengan kembalinya Sahl rakyat Syiria merasa gelisah karena ini
menurut pandangan masyarakat adalah ulah Mu’awiyah yang suka
berperang. Mereka ingin tahu apa yang akan terjadi sebab ini merupakan
pembangkangan dari pihak Mu’awiyah dan Ali harus menghadapinya
dengan tangan besi atau akan berusaha mencari kompromi.
Dalam menghadapi Mu’awiyah Ali tidak mau tergesa-gesa, tetapi itu
dilakukan dengan penuh hati-hati agar jangan terjadi perpecahan di kalagan
umat Islam. Oleh sebab itu Ali mengutus seseorang kepada Mu’awiyah yang
menyuruh membai’atnya dan datang ke Madinah sepengetahuan penduduk
Syam agar terjadi kompromi politik yang baik. Surat itu tidak langsung
dibalas dengan dalih menurut Mu’awiyah tidak ada suara bulat di kalangan
tokoh terkemuka untuk ikut membai’atnya, walaupun mayoritas umat Islam
sudah membai’atnya. Alasan lain yang dikemukakan Mu’awiyah akan
membai’at setelah Ali terlebih dahulu berhasil menangkap dan menghukum
pembunuh Utsman.

11
Tiga bulan kemudian Mu’awiyah mengirim surat kepada Ali yang
dibawa seseorang dari Bani Abas. Surat dibuat dalam bentuk gulungan
bersegel dengan format “Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan kepada Ali Bin
Abi Thalib” tanpa menyebut kata “Amir al-Mukminin” dengan perintah bila
sudah memasuki kota Madinah gulungan itu diangkat supaya alamatnya
dapat dibaca sehingga orang tahu bahwa Mu’awiyah menantang Amir al-
Mukminin. Setelah itu surat tersebut langsung dibawa kepada Ali sehingga
masyarakat tahu bahwa isinya adalah jawaban Mu’awiyah terhadap Ali dan
ingin mengetahui lebih jauh apa maksud Mu’awiyah dengan perlakuan
seperti ini. Setelah surat dibuka ternyata tulisan yang ada dalam surat itu
adalah bismillahir rahmanir rahim. Melihat isi surat yang ganjil dan dinilai
suatu penghinaan dan mempertanyakan apa maksudnya. Ini dipahami bahwa
tuntutan itu ternyata mengada-ada sementara tujuan yang sesungguhnya
adalah ingin mengambil kepemimpinan dari Ali.
Buktinya setelah Ali wafat Mu’awiyah mengadakan kesepakatan
dengan Hasan, anak sulung Ali sampai ia sendiri yang memegang
kekuasaan. Setelah kekuasaan berada di tangan Mu’awiyah persoalan
pembunuhan Utsman hilang sama sekali dan tidak pernah disinggung-
singgung lagi.
Kebijakan Ali dalam bidang fiqih siyasah antara lain yaitu dalam : (1)
urusan korespondensi (2) urusan pajak (3) urusan angkatan bersenjata (4)
urusan administrasi peradilan. Demikian juga strategi pada Perang Shiffin.
Ia memerintahkan pasukannya agar tidak mundur dari medan perang.
Kemudian kebijakan Ali yang lain dalam pemerintahan adalah menarik
tanah-tanah yang dulu oleh Utsman dihadiahkan kepada para pendukungnya
dan hasil tanah itu diserahkan kepada kas Negara. Kebijakan ini didasarkan
atas kepribadian Ali, antara lain akidah yang lurus, jujur, berani, menjaga
kehormatan diri, zuhud, senang berkorban, rendah hati, sabar, bercita-cita
tinggi, adil dan lain-lain. Sifat itu dipetik dari pengalaman hidup bersama
Rasulullah SAW selama di Mekah dan Madinah.

12
Ketika Ali menjabat sebagai khalifah peran itu yang ingin ditegakkannya
dalam memimpin dunia Islam.
Setelah melihat adanya tanah dan harta rampasan dan lain-lain yang
seharusnya tersimpan dalam baitul mal ternyata berada di tangan para
sahabat Utsman dan keluarganya, maka wajar ia mengembalikannya ke kas
negara. Orang-orang yang merasa memiliki tanah dan harta yang diperoleh
semasa Utsman merasa takun apa yang sudah mereka miliki akan diambil
lagi dan mereka tidak akan dapat menikmati lagi. Dengan ini Ali akan
berpihak kepada orang-orang miskin. Ini juga menghalangi orang Syam
enggan untuk membai’atnya sebagai khalifah. Kebijakan seperti ini ternyata
menjadi penghalang dan kesulitan tersendiri bagi Ali bin Abi Thalib dalam
menjalan pemerintahan sehingga hampir sepanjang pemerintahan Ali dapat
dikatakan tidak pernah lepas dari konflik.
Di akhir kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib ini terjadi perpecahan
menjadi tiga kelompok, yaitu : Muawiyah Syiah, pengikut Abdullah bin
Saba' al-Yahudi yang menyusup barisan tentara Ali bin Abi Talib Al
Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Talib. Hal inilah
yang memicu terjadinya Perang Jamal dan Perang Shifin. Pada Perang Jamal
ini dimenangkan oleh Khalifah Ali Bin Abi Thalib, namun ketika Perang
Shifin ini Ali mengalami kekalahan dan meninggal pada perang tersebut.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil dari makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Ali bernama lengkap Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin
Hasyim bin Abdul Manaf. Ibunya bernama Fatimah bin Asad bin
Hasyim bin Abdul Manaf. Beliau dilahirkan di Makkah pada hari
jum’at 13 Rajab tahun 570 M atau 32 tahun setelah kelahiran Nabi
Muhammad saw. Beliau adalah anak kecil yang pertama masuk islam,
Beliau dinikahkan dengan putri Nabi SAW, Fathimah az-Zahra. Lahir
dari Fatimah dua anak yaitu Hasan dan Husein.
2. Setelah Utsman terbunuh pada malam Jum’at 18 Dzulhijjah tahun 35
H, berdasarkan pendapat yang populer, kaum muslimin mendatangi
Ali dan membai’at beliau sebelum jenazah Utsman dimakamkan. Ada
yang mengatakan setelah jenazah Utsman dimakamkan. Pada awalnya
Ali bin Abi Thalib ra. menolak bai’at mereka. Beliau menutup pintu
rumah, beliau menolak menerima jabatan khilafah tersebut namun
mereka terus mendesak beliau. Orang-orang datang mengetuk pintu
dan terus mendesak. Mereka membawa serta Thalhah dan az-Zubair.
Mereka berkata, “Sesungguhnya daulah ini tidak akan bertahan tanpa
amir”. Mereka terus mendesak hingga akhirnya Ali bersedia
menerimanya
3. Mempelajari Masa pemerintahan Ali disebut sebagai periode tersulit
dalam sejarah Islam karena terjadi perang saudara antar umat kaum
Muslimin setelah tragedi terbunuhnya khalifah ketiga, Utsman bin
Affan an bin Affan. Dari sinilah Ali diangkat menjadi seorang
pemimpin islam untuk melanjutkan kepemimpinan Utsman bin Affan.
Namun di kepemimpinannya Ali menghadapi banyak sekali
permasalahan, karena banyaknya pemberontakan yang terjadi. Oleh

14
karena itu, kebijakan pertama yang diambil Khalifah Ali bin Abi
Thalib adalah melenyapkan bibit reaksi masyarakat, yaitu dengan
memberhentikan pejabat-pejabat yang melakukan korupsi.
4. Setelah pengangkatan sebagai Khalifah pasca terbunuhnya Utsman,
Ali bin Abi Thalib berusaha keras memulihkan keamanan yang tidak
kondusif. Di atas telah dijelaskan bahwa pengangkatan Ali berada
dalam kondisi yang amat sulit. Stabilitas yang tidak terjamin
menyebabkan Ali mengalami berbagai kesulitan yang tidak sedikit.
Beratnya tugas pemerintahan, Ali harus mengambil berbagai
kebijakan, walaupun kadang-kadang kebijakan itu tidak populer, atau
bertentangan dengan kecenderungan yang berkembang dalam
masyarakat

B. SARAN
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yan kami miliki, baik dari
tulisan maupun bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon diberikan
saran dan masukan agar makalah kami lebih baik dan semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan kita tentang
riwayat singkat Ali bin Abi Thalib dan kepemimpinannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, Cetakan pertama, 2007.
Al-Maududi, Khilafan Dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1978.
Audah Ali, Ali bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husein, Jakarta:
Litera Antar Nusa Pustaka Nasional, 2010.
Djazuli H.A, Fiqih Siyasah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.
Muhamamd Ash-Shalabi Ali, Biografi Ali bin Abi Talib, Jakarta: Pustaka
alKautsar, 2008.
Saufi Akhmad, Sejarah Peradaban Islam, Deepublish, Yogyakarta, 2015.
Khubairi Muhammad Syaikh, Kecerdasan Fuqoha dan Kecerdasan Khulafa,
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2011.

Anda mungkin juga menyukai