Anda di halaman 1dari 11

ALI BIN ABI THALIB R.A.

: BIOGRAFI DAN SEPAK


TERJANG KEKHALIFAHANNYA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Umat Islam
Klasik

Dosen Pengampu: Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A., M.A.

Disusun oleh

Muhammad Haikal Faza (22101020008)

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW., kepemimpinan umat Islam


dipimpin oleh sahabatnya yang dianggap paling dekat dengannya. Para sahabat
ini dikenal dengan khulafaurasyidin. Sahabat yang diangkat menjadi khalifah
tidak hanya menangani masalah dalam bidang politik, tetapi juga mengurusi
masalah dalam bidang keagamaan sehingga bisa dikatakan bahwa segala bidang
yang ada dalam masyarakat Islam waktu itu dipimpin olehnya.

Salah satu dari ke-empat sahabat yang menjadi khulafaurasyidin adalah


Ali bin Abi Thalib r.a.. Semasa menjabat khalifah, ia dihadapkan oleh berbagai
masalah umat Islam yang belum pernah terjadi dimasa sebelumnya, khususnya
dalam bidang politik. Akibatnya ditemukan banyak riwayat keliru
mengenainya, baik riwayat yang terlalu mengagungkannya dan/atau riwayat
yang terlalu mencelanya. Faktor ini yang melatarbelakangi penulis menyusun
makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah?


2. Bagaimana kebijakan Ali bin Abi Thalib selama menjadi khalifah?
3. Apa penyebab berakhirnya pemerintahan Ali bin Abi Thalib?

C. Tujuan Penulisan

1. Menguraikan alasan pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah;


2. Menganalisis kebijakan Ali bin Abi Thalib selama menjadi khalifah;
3. Menguraikan alasan berakhirnya kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Ali bin Abi Thalib

Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin
Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai
bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah.1 Nasabnya bertemu
dengan Nabi Muhammad SAW. pada kakek mereka, yaitu Abdul Muthalib.
Sedangkan Ibunya Ali bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul
Manaf. Ali memiliki beberapa saudara laki-laki, yaitu Thalib, Aqil, dan Ja’far.
Mereka semua lebih tua dari Ali dan saling terpaut sepuluh tahun. Dia juga
memiliki dua saudari perempuan, yaitu Ummu Hani dan Jumanah.2

Ali lahir pada 10 tahun sebelum kerasulan Muhammad sekitar tahun 600
M dengan nama asli Haydar bin Abi Thalib. Namun, diganti oleh Nabi SAW.
menjadi Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah SWT..3 Ia
memiliki kunyah Abu Turab dan Abu al-Hasan. Ali bin Abi Thalib termasuk
golongan assabiqunal awwalun dari golongan anak kecil. Dia masuk Islam saat
berusia sepuluh tahun,4 sehari setelah diutusnya Muhammad menjadi rasul.5

Setelah masuk Islam, Ali selalu taat kepada Rasul SAW.. Ia selalu
berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa penting umat Islam. Ia juga dipercaya
Nabi SAW. untuk menjadi juru tulis wahyu Al-Qur’an. Ia memiliki sifat
pemberani bahkan tidak ada satu perang pun yang diikuti Rasul SAW. yang
tidak ia ikuti, kecuali Perang Tabuk. Namun, ia dipercaya Nabi Muhammad
SAW. sebagai penggantinya di Madinah selama umat Islam berperang. Ia

1
As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’ Sejarah Para Penguasa Islam, terj. Samsom Rahmat (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, cet. VI, 2009), hlm. 193.
2
Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, terj. Abu Ihsan al-Atsari
(Jakarta: Darul Haq, 2018), hlm. 541-542.
3
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam (Yogyakarta: Noktah, 2017), hlm.
103.
4
Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup, hlm. 543.
5
Muhammad Ridha, Sirah Nabawiyah, terj. Anshori Umar Sitanggal Abu Farhan (Bandung: Irsyad
Baitus Salam, 2010), hlm. 173.

2
menikah dengan Fatimah binti Muhammad pada bulan Rajab tahun 2 Hijriah
setelah pulang dari Perang Badar.6

B. Masa Pemerintahan

Wafatnya Utsman bin Affan mengakibatkan kegaduhan dalam


masyarakat pada saat itu. Umat muslim berupaya untuk mencari sosok amir
bagi mereka dan kandidat terkuat adalah Ali. Kemudian mereka mendesak Ali
agar menerima untuk diangkat menjadi khalifah. Kelompok yang termasuk
mendesak, yaitu orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung
atas pembunuhan Utsman bin Affan yang kebanyakan dari Mesir.7 Ali bin Abi
Thalib dibaiat sebagai khalifah tepat sehari setelah wafatnya Utsman bin Affan
pada pertengahan hari tasyrik tahun 35 H.8 Pembaiatan Ali sebagai khalifah
dilakukan oleh mayoritas sahabat senior khususnya alumni Perang Badar, meski
terdapat riwayat yang menyebutkan ada beberapa sahabat yang tidak ikut
membaiatnya. Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah kurang lebih selama 5 tahun.
Selama ia memerintah, sering terjadi konflik di kalangan internal umat Islam
sendiri.

C. Kebijakan-kebijakan

Setelah diangkat menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib melakukan


beberapa kebijakan di antaranya sebagai berikut.

1. Penggantian gubernur yang diangkat Khalifah Utsman bin Affan

Ali memandang bahwa sosok yang diangkat gubernur oleh


Utsmanlah yang menjadi faktor kekacauan dalam kaum muslim. Ini
disebabkan sedikitnya kepercayaan rakyat terhadap gubernur mereka
sehingga membuat Ali mengeluarkan kebijakan tersebut untuk
mengembalikan kepercayaan mereka. Salah satunya adalah Muawiyah bin

6
Aisyah Abdurrahman, Biografi Istri dan Putri Nabi SAW., terj. Umar Mujtahid (Jakarta: Ummul
Qura, cet. VI, 2021), hlm. 578.
7
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Bagaskara, cet. VIII,
2019), hlm. 106.
8
Said Ramadhan al-Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW., terj. Fedrian Hasmand, MZ.
Arifin, dan Fuad SN (Jakarta: Noura Books, 2021), hlm. 718 dan 722.

3
Abu Sufyan yang diganti dengan Sahal bin Hunaif sebagai gubernur Syam
karena dianggap oleh Ali sebagai provokator untuk menuntut turun jabatan
politik yang baru saja ia duduki.9

2. Menarik Kembali tanah milik negara

Pada masa Utsman banyak kerabatnya yang menduduki beberapa


jabatan dalam pemerintahan. Mereka juga diberikan fasilitas oleh Utsman
termasuk pemberian tanah. Namun, pada masa Ali tanah tersebut ditarik
kembali dan dijadikan sebagai tanah milik negara dengan mengubahnya
sebagai lahan pertanian.10

3. Pembangunan Kota Kufah sebagai pusat pemerintahan

Pembangunan Kota Kuffah pada awalnya bertujuan politis, yaitu


untuk dijadikan basis pertahanan dari pemberontak. Kota ini terletak tidak
jauh dari Syam yang merupakan pusat kekuasaan Muawiyah.11 Pemindahan
pusat pemerintahan dari Madinah ke Kuffah oleh Ali dilatarbelakangi oleh
kondisi Madinah yang mengalami kaos dan situasi politik terpecah yang
disebabkan oleh ambisi lawan-lawan politiknya.12 Akan tetapi, pada
perkembangannya kota ini menjadi salah satu pusat peradaban Islam.

Kebijakan lainnya yang dilakukan oleh Ali selama menjadi khalifah, yaitu
mendirikan lembaga qadhi al-mudhalim (pengadilan yang kedudukannya lebih
tinggi dari qadhi), mendirikan kantor hajib (perbendaharaan),13 memerangi
kaum murtad dan kelompok radikal penganut saba’iyah yang menyakini sifat
uluhiyah pada beliau,14 dan memerangi kelompok khawarij karena
menyebarkan ancaman di kalangan umat Islam serta membunuh beberapa
sahabat, salah satunya Abdullah bin Khabbab, yang dikenal dengan Perang
Nahrawain.15

9
Karim, Sejarah Pemikiran, hlm. 107.
10
Al-Azizi, Sejarah Terlengkap, hlm. 122.
11
Ibid., hlm. 125.
12
Ibid., hlm. 120.
13
Ibid., hlm. 123.
14
Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup, hlm. 698.
15
Al-Buthy, The Great Episodes, hlm. 732-734.

4
D. Peristiwa-peristiwa pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

1. Perang Jamal

Setelah membaiat Ali, Thalhah dan Zubair meminta izin kepadanya


untuk umroh. Ketika sampai di Makkah, mereka bertemu dengan
ummahatul mukminin yang belum kembali ke Madinah selepas haji. Selain
itu, mereka juga bertemu dengan perwakilan Utsman bin Affan, yaitu
Abdullah bin Amir dari Bashrah dan Ya’la bin Ummayah dari Yaman.
Aisyah mendorong para sahabat untuk menuntut pembunuh Utsman, sebab
mereka melakukan kezaliman berupa membunuh Utsman dan menjarah
harta di bulan haram. Ajakan Aisyah ini disambut oleh para sahabat lainnya.
Akhirnya mereka berangkat ke Bashrah untuk mewujudkan perdamaian,
yaitu menyatukan kaum muslim setelah terjadinya perselisihan dan
berkembangnya fitnah.16

Kedatangan Aisyah ke Bashrah terdengar oleh Utsman bin Hunaif -


perwakilan Ali di Bashrah. Utsman mengutus Imran bun Hushain dan Abu
al-Aswad ad-Du’ali untuk menanyakan maksud kedatangan Aisyah dan
rombongan ke Bashrah. Ketika kedua utusan ini menemui Aisyah, ia
menjelaskan maksud kedatangannya ke Bashrah sesuai yang dijelaskan di
atas. Jawaban seperti itu juga mereka terima ketika menemuai Thalhah dan
Zubair.17

Utsman bin Hunaif setelah mendengar alasan kedatangan


rombongan Aisyah bermaksud untuk menghadangnya sembari menunggu
kedatangan amirulmukminin. Ia bersama pasukannya bertemu dengan
romongan Aisyah di daerah yang bernama al-Mirbad. Terjadi kericuhan
berupa saling melempar batu, terlebih Hukaim bin Jabalah menjadi
provokator yang semakin memanaskan suasana hingga memecahkan
peperangan antar kedua kubu ini selama dua hari, tetapi akhirnya kedua

16
Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup, hlm. 593.
17
Ibid., hlm. 595-596.

5
kubu menyepakati perdamaian. Namun, terdapat orang-orang yang terlibat
langsung atas pembunuhan Utsman bin Affan yang menyusup ke dalam
pasukan Utsman bin Hunaif. Orang-orang ini berjumlah tiga ratus orang dan
dipimpin oleh Hukaim bin Jabalah. Mereka tidak menerima kesepakatan
perdamaian, justru keluar berperang dengan rombongan Aisyah. Hukaim
tewas dalam peperangan ini bersama tujuh puluh orang yang membunuh
Utsman dan para pendukung mereka. Peristiwa ini terjadi pada 5
Rabiulakhir 36 H dan dikenal dengan Perang Jamal Sughra.18

Pihak Aisyah yang menuntut Ali untuk menyegerakan kisas kepada


pembunuh Utsman ditolak oleh Ali. Ali bukan berarti tidak ingin mengisas
mereka, tetapi Ali beralasan mempersatukan umat Islam merupakan hal
yang lebih utama untuk dilakukan terlebih dahulu. Padahal Aisyah sudah
siap mengirim pasukan dari Bashrah untuk membantu Ali. Ali pun
mengirim pasukan ke Bashrah untuk meminta penjelasan mengenai
berkumpulnya sahabat senior di sana. Terjadilah dialog antara mereka yang
menghasilkan keputusan perdamaian dengan menyerahkan urusan ini
kepada Ali. Ini disebabkan karena samanya tujuan mereka, yakni
memperdamaikan orang banyak. Umat Islam pun menyambut gembira
perdamaian ini.19

Kesepakatan perdamaian ini menimbulkan kekhawatiran bagi


kelompok pembunuh Utsman. Para tokoh huru-hara ini, antara lain al-
Asytar an-Nakha’i, Syuraih bin Awfa, dan Abdullah bin Saba’, saling
mengingatkan tentang bahaya perdamaian ini bagi mereka. Meraka pun
berkumpul untuk mengacaukan perdamaian ini. Awalnya di antara mereka
ada yang mengusulkan untuk membunuh Ali, tetapi usulan ini ditolak.
Usulan yang mereka sepakati adalah mengobarkan peperangan di antara
kelompok Aisyah dan Ali.20

18
Ibid., hlm. 598-599.
19
Al-Buthy, The Great Episodes, hlm. 723.
20
Ibid., hlm. 724.

6
Para konspirator ini yang berjumlah berkisar dua ribu orang beraksi
sebelum fajar. Sebagian mereka melakukan penyerangan dengan membabi
buta terhadap pasukan Ali dan Thalhah, sedangkan sebagian lainnya
menyebarkan kebohongan terhadap orang Bashrah bahwa orang Kuffah
menyerang mereka dan begitupun sebaliknya. Akhinya pasukan Ali yang
berjumlah dua puluh ribu orang bertemu dengan pasukan Aisyah yang
berjumlah tiga puluh ribu orang. Ditengah-tengah berkecamuknya
peperangan, para sahabat tetap saling menghindar ketika berhadap-hadapan.
Mereka juga senantiasa memastikan kondisi Aisyah agar tetap aman.21 Pada
pertempuran ini, Thalhah mati terbunuh akibat panah tidak bertuan
sedangkan Zubair dibunuh oleh Amr bin Jurmuz ketika singgah di oase yang
bernama as-Siba’ setelah meninggalkan medan pertempuran.22

2. Perang Shiffin

Setelah Perang Jamal, Ali bin Abi Thalib memerintahkan kepada


Muawiyah untuk mengakui kekhalifahannya dan menjamin akan
dilaksanakan hukuman kisas kepada pembunuh Utsman. Namun,
Muawiyah menolaknya dan baru akan mengakui kepemimpinan Ali setelah
ia menjatuhkan hukuman kisas. Ini memicu ketegangan di antara keduanya,
terlebih setelah beragam upaya, seperti saling mengirim surat, tidak
membuahkan hasil. Akhirnya Ali menganggap Muawiyah sebagai bughat
dan mengirim pasukan dari Kuffah untuk memeranginya. Muawiyah pun
mengirim pasukan dari Syam untuk menghadang pasukan Ali. Kedua
pasukan ini bertemu di dataran rendah Shiffin, di tepi Sungai Eufrat. Akan
tetapi, peperangan tidak langsung terjadi sebab kedua pihak mengirim
utusan untuk bernegosiasi.23

Keadaan tersebut berlangsung hingga bulan Muharram 37 H.


Akhirnya kedua pihak menyepakati gencatan senjata selama satu bulan.
Namun, genjatan senjata ini tidak memengaruhi keputusan kedua belah

21
Ibid., hlm. 726.
22
Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup, hlm. 619.
23
Al-Buthy, The Great Episodes, hlm 727-728.

7
pihak. Akhirnya pecahlah pertempuran antara mereka. Hingga hari ke tujuh,
belum ada pemenang di antara kedua kubu. Namun, akhirnya pasukan Ali
nyaris menang. Hal ini pula yang membuat Muawiyah, atas saran Amr bin
Ash, menyuruh pasukannya mengangkat Al-Qur’an dengan maksud
bertahkim. Ali pun menyetujui ajakan tersebut, sebab mayoritas pasukannya
memilih ajakan tersebut.

Tahkim dilaksanakan setelah bulan Ramadhan tahun 37 H di


Daumatul Jandal. Orang-orang kuffah yang diwakili oleh Abu Musa al-
Asy’ari dipersilakan oleh Amr bin Ash -perwakilan orang-orang Syam-
untuk menurunkan Ali dari kekhalifahannya terlebih dahulu. Akan tetapi,
Amr yang seharusnya menurunkan Muawiyah justru mengangkatnya
menjadi khalifah tunggal umat Islam. Akibat dari tahkim ini, umat Islam
terpecah menjadi tiga golongan, yaitu kelompok khawarij, kelompok syiah,
dan pendukung Muawiyah.24

E. Akhir kepemimpinan Ali bin Abi Thalib

Ali wafat pada malam Jumat 17 Ramadhan 40 H pada usia 63 tahun


karena ditikam oleh Ibnu Muljam saat hendak menuju ke masjid untuk
mengimami salah subuh. Selain karena keinginannya, juga disebabkam
pembunuhan terhadap Ali menjadi syarat dan mahar yang diminta oleh wanita
yang ingin dinikahinya. Namanya Qatham binti asy-Syijnah, ayah dan
saudaranya mati dalam pertempuran Nahrawain. Riwayat paling masyhur
menyebutkan bahwa Ali dikebumikan di Darul Imarah, Kuffah. Sanak kerabat
dan sahabatnya sengaja merahasiakan makamnya karena khawatir terhadap
kelompok khawarij dan lainnya.25 Wafatnya ia menjadi akhir pemerintahannya
dan akhir masa khulafaurasyidin.

24
Ibid., hlm. 729-732.
25
Ibid., hlm. 734-735.

8
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan materi di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan


sebagai berikut.

1. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dilatarbelakangi oleh


desakan umat Islam yang membutuhkan sosok pemimpin setelah wafatnya
Utsman bin Affan dan dia dianggap sebagai sosok yang paling pantas untuk
menjadi pemimpin;

2. Kebijakan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib selama ia menjadi khalifah
diantaranya adalah melakukan pergantian gubernur, memindahkan pusat
pemerintahan dari Madinah ke Kuffah, menarik tanah yang diberikan Utsman
kepada para pejabatnya, mendirikan lembaga qadhi al-mudhalim, mendirikan
kantor hajib, memerangi kaum murtad dan kelompok radikal penganut
saba’iyah, dan memerangi kelompok khawarij;

3. Wafatnya Ali menjadi akhir kepemimpinannya menjadi khalifah sekaligus akhir


dari masa khulafaurasyidin. Dia meninggal karena ditikam oleh Ibnu Muljam
pada usia 63 tahun.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Aisyah. 2021. Biografi Istri dan Putri Nabi SAW.. Terj. Umar
Mujtahid. Jakarta: Ummul Qura, cet. VI.

Al-Azizi, Abdul Syukur. 2017. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta:


Noktah.

Al-Buthy, Said Ramadhan. 2021. The Great Episodes of Muhammad SAW.. Terj.
Fedrian Hasmand, MZ. Arifin, dan Fuad SN. Jakarta: Noura Books.

As-Suyuthi. 2009. Tarikh Khulafa' Sejarah Para Penguasa Islam. Terj. Samson
Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet. VI.

Karim, M. Abdul. 2019. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:


Bagasakara, cet. VIII.

Ibnu Katsir. 2018. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung. Terj. Abu
Ihsan al-Atsari. Jakarta: Darul Haq.

Ridha, Muhammad. 2010. Sirah Nabawiyah. Terj. Anshori Umar Sitanggal Abu
Farhan. Bandung: Irsyad Baitus Salam.

10

Anda mungkin juga menyukai