Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGANTAR SEJARAH

PERADABAN ISLAM

MASA ALI BIN ABI THALIB

DOSEN PENGAMPU:
Drs.ANWAR SANUSI, M.Ag

KELOMPOK 8 :
1. ELINDA RIANI
2. HAFIFAH FADZERIAH
3. KULTSUM SALSABILA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI


CIREBON
JL. PERJUANGAN, SUNYARANGI, KEC, KESAMBI, KOTA
CIREBON, JAWA BARAT
TAHUN 2022/2023
PENDAHULUAN

BAB I

Dia adalah Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin Abdul Muthalib, dipanggil juga
dengan nama Syaibah Al-Hamd bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin
Kilab bin Luai bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan',
dia adalah anak paman Rasulullah, bertemu dengan beliau pada kakeknya yang
pertama yaitu Abdul Muthalib bin Hasyim, yang memiliki anak bernama Abu
Thalib saudara laki-laki kandung Abdullah bapak Nabi Muhammad . Nama yang
diberikan kepada Ali pada saat kelahirannya adalah Asad (singa). Nama tersebut
hasil pemberian sang ibu sebagai kenangan dari nama bapaknya yang bernama
Asad bin Hasyim. Bukti yang menunjukkan hal itu adalah syair yang
dilantunkannya pada saat peristiwa Perang Khaibar. Di mana saat itu All
bersenandung: Saya adalah mamisia yang oleh ibuku dinamai Haidarah (Singa).

ISI
BAB II

A. BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB


Ali bin Abi Thalib Julukannya adalah Abul Hasan. Dinasabkan kepada
anaknya yang paling besar yaitu Hasan, dari keturunan istrinya yang bernama
Fathimah putri Rasulullah. Julukan Ali yang lain adalah Abu At-Turab, yaitu
julukan pemberian Rasulullah, dan Ali merasa senang jika dia dipanggil itu. Kisah
berawal dari peristiwa ketika Rasulullah datang ke rumah Fathimah putrinya, lalu
beliau tidak mendapati Ali sedang di rumah. Lalu beliau berkata kepada putrinya,
"Di mana anak pamanmu (suamimu)? Kemudian Fathimah menjawab;
"Sebelumnya antara aku dan dia telah terjadi perselisihan, lalu dia marah padaku
dan kemudian dia keluar dan meninggalkan rumah dan tidak tidur bersamaku."
Lalu Nabi berkata kepada seseorang laki-laki yang ada di rumah tersebut, "Carilah
ada di mana dia?" Tidak lama kemudian orang tersebut datang kembali dan
berkata kepada Rasul, "Wahai Rasulullah, aku temukan Ali sedang tidur di
masjid." Lalu pergilah Rasulullah untuk mendatanginya, dan benar beliau
mendapati Ali sedang tidur di masjid dalam keadaan sarungnya terlepas dari
badannya sehingga badannya bertaburan debu. Melihat hal itu. Rasulullah
mengusap debu yang ada di badannya itu seraya berkata, "Bangunlah wahai Abu
At-Turab' (Bapak debu)!"
Di antara julukan lain yang dimiliki Ali adalah Abul Hasan wal Husain, Abul
Qashim Al-Hasyimi, dan Abu As-Sabthaini (dua cucu Rasulullah)." Gelarnya Ali
bin A/Thalib memiliki gelar: amirul mukminin, khulafaur rasyidin keempat.12
Kelahirannya Terjadi perselisihan di antara para penulis sejarah tentang
tahun kelahiran Ali bin Abi Thalib. Menurut Al-Hasan Al-Bashri, kelahiran Ali
bin Thalib terjadi pada 15 atau 16 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad
sebagai nabi. Sedangkan menurut Ibnu Ishaq, Ali bin Abi Thalib dilahirkan 10
tahun.
sebelum diutusnya Nabi Muhammad menjadi nabi. Pendapat Ibnu Ishaq
ini didukung dan dikuatkan oleh Ibnu Hajar. Sementara menurut Al-Baqir
Muhammad Ibnu Ali tentang kelahiran Ali memang ada dua pendapat: pertama,
sebagaimana yang dibutkan Ibnu Ishaq dan dikuatkan oleh pendapat Ibnu Hajar
bahwa Ali dilahirkan pada tahun kesepuluh sebelum kenabian. Kedua, pendapat
yang menyatakan bahwa Ali dilahirkan pada tahun kelima sebelum diutus Nabi
Muhammad menjadi nabi. Lalu beliau sendiri mendukung dan menguatkan
pendapat yang disampaikan oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Ishaq bahwa Ali bin Abi
Thalib dilahirkan pada tahun kesepuluh sebelum diutusnya Nabi Muhammad
menjadi nabi. Menurut Al-Faqihi, Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama dari
keturunan Bani Hasyim yang dilahirkan di dalam Ka'bah. Sebagaimana Al-Hakim
juga menyebutkan, terdapat banyak berita yang secara mutawatir menyatakan
bahwa Ali bin Abi Thalib adalah manusia pertama yang lahir di dalam Ka'bah.
Abu Thalib, Bapak Ali bin Abi Thalib. Abu Thalib termasuk orang yang dikenal
miskin ketika hidupnya. Ia sangat mencintai keponakannya. Kemanapun ia pergi
selalu mengajak keponakannya, Muhammad. Dirinyalah yang merawat
Muhammad kecil setelah kematian kakeknya. Muhammad hidup bersamanya.
Ketika Muhammad sebagai Rasulullah menyatakan dengan terus-terang harus
menunaikan kewajiban dakwah Islam, maka sang paman pun menyatakan dengan
setia senantiasa berada di samping keponakannya untuk memberikan dukungan
kepadanya. Dia tidak akan rela meninggalkan dan membiarkan keponakannya
menghadapi keras dan kejamnya tantangan. Hal itulah yang makin menambah
kebencian, iri, dan kemarahan kaum Quraisy terhadap Muhammad. Mendengar
dan melihat sikap Abu Thalib yang demikian setia dan penuh kasih sayang untuk
mendukung dakwah Nabi Muhammad, membuat orang-orang Quraisy terheran-
heran dan kebingungan tak berani mengambil sikap apapun. Abu Thalib tak kuasa
memisahkan dirinya dengan anak saudaranya itu ke manapun pergi dan berada.

1
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi. Biografi Ali bin Abi Thalb, (Jakarta:Cv Pustaka Al-Kausar, 2016)
h. 13
2
Ibid. h. 14
Bahkan keadaan tersebut kemudian dimanfaatkannya-selaku pemimpin Bani
Hasyim- untuk menyatukan seluruh keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthalib
agar bersatu padu dalam janji setia sehidup semati menjaga dan membela
Muhammad Baik oleh mereka yang muslim maupun yang musyrik. Abu Thalib
menyatakan dukungan dan perlindungannya secara terbuka kepada anak
saudaranya itu tanpa ada keraguan dan keengganan sedikit pun.
Setelah Abu Thalib melihat dukungan, perhatian, dan kasih sayang dari kaumnya
terhadap keponakannya yang begitu kompak dan menyenangkan hatinya, maka ia
pun memuji mereka dan menyebut-nyebut masa lalu mereka. Abu Thalib juga
menyebutkan keutamaan yang didapatkan kammys karena adanya seorang habi
yang diutus di tengah-tengah mereka. Serta kemuliaan karena mendukung dan
membelanya. Hal itu ia lakukan untuk memotivasi mereka agar terus memberikat
dukungan dan kasih sayang kepada anak keponakannya tersebut serta kepada
tugas yang diembanya Dia berkata dalam bait syairnya:
Jika suatu hari saya bertemu kaum Quraisy penuh kebanggaan
“Maka Abdi Manaflah inti rahasianya dan sebagai pilar kesuksesan Apabila pada
Bani Manaf terjadi kemuliaan
Maka pada Bani Hasyim pun dulu dan kini demikian
Jika saya terhadap Muhammad penuh kebanggaan
Itu karena dia "Halah manusia pilihan dengan membawa kemuliaan
Quraisy semuanya bersatu padu memberikan pembelaan
Meskipun belum tampak keuntungan sebagaimana impian
Kita tidak menyadari masa lalu penuh kegelapan
Jika kini tidak mampu mengevaluasi dan mengambil pelajaran”.

Para Istri dan Putra-Putri Ali bin Abi Thalib


Para Istri dan Putra-Putri Ali bin Abi Thalib: dia memiliki beberapa anak dari
pernikahannya dengan Fathimah binti Rasulullah, mereka adalah Hasan, Husain,
Zainab Al-Kubra, dan Ummu Kulsum Al-Kubra.
Pernikahan Ali dengan Khaulah binti Ja'far bin Qais bin Maslamah memiliki anak,
yaitu Muhammad Al-Akbar (Muhammad Ibnul Hanafiyah). Pernikahannya
dengan Laila binti Mas'ud bin Khalid dari Bani Tamim memiliki anak, yaitu
Ubaidillah, dan Abu Bakar.
Pernikahannya dengan Ummul Banin binti Hizam bin Khalid bin Ja'far bin
Rabi'ah memiliki anak, yaitu Al-Abbas Al-Akbar, Utsman, Ja'far Al-Akbar, dan
Abdullah.
Pernikahannya dengan Asma' binti Umais memiliki anak, yaitu Yahya, dan Aun.
Pernikahannya dengan Ash-Shahba memiliki anak, yaitu Umar Al Akbar dan
Ruqaiyyah.
Pernikahannya dengan Umamah binti Al-Ash bin Ar-Rabi' memiliki anak yang
bernama Muhammad Al-Ausath.
Pernikahannya dengan Ummu Said binti Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi memiliki
anak, yaitu Ummul Hasan dan Ramlah Al-Kubra
3

3
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi. Biografi Ali bin Abi Thalb, (Jakarta:Cv Pustaka Al-Kausar, 2016)
h. 21-22
B. SISTEM PEMILIHAN KHALIFAH

Sistem pemilihan khalifah pengangkatan Ali menjadi khalifah keempat dari


Khulafaur Rasyidin terjadi pada tahun 35 Hijriyah atau 656 Masehi yaitu berawal
dengan wafatnya Khalifah Usman bin Affan yang terbunuh oleh sekelompok
pemberontak dari Mesir pada tanggal 17 Juni 656 masehi karena tidak puas
terhadap kebijakan pemerintah Utsman bin Affan pembunuhan itu menandakan
suatu titik balik dalam sejarah Islam. Pembunuhan terhadap seorang khalifah oleh
pemberontak yang dilakukan oleh orang-orang Islam menimbulkan presiden yang
buruk serta memperlemah pengaruh agama dan moral kekhalifahan sebagai suatu
ikatan persatuan dalam Islam setelah Utsman bin Affan wafat penduduk Madinah
dengan didukung sekelompok pasukan dari Mesir, Basrah dan kufah mencari para
sahabat yang mau menjadi khalifah titik mereka meminta Ali bin Abi Thalib,
Zubair bin awwam, thalhah bin Ubaidillah, saat bin Abi waqqash dan Ibnu Umar.
Pada awalnya, tidak ada satupun dari mereka yang mau menjadi khalifah
menggantikan Utsman setelah berunding akhirnya mereka mendatangi penduduk
Madinah agar mengambil keputusan karena merekalah yang dianggap ahli suro
yang berhak memutuskan pengangkatan khalifah dan kredibilitas mereka pun
diakui umat. Kelompok-kelompok ini mengancam jika tidak ada masalah satu dari
mereka yang dipilih menjadi khalifah, mereka akan membunuh Ali,thalhah,zubair
dan masyarakat lainnya akhirnya, dengan garam, mereka menoleh kepada Ali.
Pada awalnya, Ali pun tidak bersedia, karena pengangkatannya tidak
didukung oleh kesepakatan penduduk Madinah dan para pejuang perang badar
titik menurut ahli, orang yang didukung oleh komunitas inilah yang lebih berhak
menjadi khalifah. dengan berbagai argumen yang diajukan oleh berbagai
kelompok tersebut, demi Islam dan menghindari fitnah, akhirnya Ali bersedia di
baiat. 45

4
Dedi Supriadi, M.Ag. Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Cv Pustaka Setia, 2016) h. 93
5
Ibid. h. 94
Pada hari Jumat di masjid Nabawi, mereka melakukan bai'at dan diikuti
keesokan harinya oleh para sahabat besar seperti thalhah, dan Zubair, walaupun
sebenarnya mereka membaiat secara terpaksa, dan keduanya mengajukan syarat
dalam baiat tersebut supaya Ali menegakkan keadilan terhadap pembunuh
Utsman. Ali tidak langsung menjawab kesanggupannya karena situasi pada waktu
itu belum memungkinkan untuk mengambil tindakan dan para pembunuh Utsman
tidak diketahui satu bersatunya. Akibat sikap Ali, setelah pembaiatan tersebut,
keduanya keluar dari Madinah menuju Mekah bersama Aisyah Ummul mukminin
menyusun kekuatan untuk mengangkat senjata melawan Ali sehingga terjadilah
perang unta( waq'ah Al-jamal). Setelah pelantikan selesai, Ali menyampaikan
pidato visi politiknya dalam suasana yang kurang tenang di masjid Nabawi titik
setelah memuji dan mengagungkan Allah, Ali berkata, "sesungguhnya Allah telah
menurunkan kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan
titik manakah ambillah yang baik dan tinggalkan keburukan. Allah telah
menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka Allah menuntunmu ke surga
sesungguhnya, Allah telah mengharamkan hal-hal yang haram dengan jelas,
memuliakan kehormatan orang muslim daripada yang lainnya, menekankan
keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah yang dapat
menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal
darah seorang muslim kecuali dengan alasan yang dibenarkan titik bersegeralah
membenahi kepentingan umum,... bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu
dimintai pertanggungjawaban tentang apa saja dari sejengkal tanah hingga
binatang ternak. Taatlah kepada Allah, jangan mendurhakainya. Bila melihat
kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan tinggalkanlah." Kemudian Ali
mengakhiri pidatonya dengan membacakan Alquran surat al-anfal ayat 26."6

C. PEMBANGUNAN DAN PERADABAN


6
Dedi Supriadi, Op.Cit. h. 95
D.
E. MASA AKHIR KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB
Masa akhir kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yaitu beliau meninggal dunia adapun
Muhammad bin Hanifah meriwayatkan kisah terbunuhnya Amirul mukminin Ali bin Abi
Thalib Ibnu hanafia berkata demi Allah aku selalu pada malam hari ketika Ali ditulis
dengan perjanjian di masjid agung di tengah banyak orang dari para penduduk kota yang
mengerjakan salat dengan pintu gerbang titik mereka tidak mengerjakan apapun kecuali
berdiri, dan sujud mereka tidak merasa bosan mengerjakannya dari pagi hingga akhir
malam titik ketika Ali berangkat salat subuh beliau berserah kepada manusia wahai
manusia, salat, sholat.

Aku tidak mengerti apakah beliau keluar dari pintu beliau mengucapkan kalimat-
kalimat masyarakat tersebut ataukah tidak. Aku melihat murai, dan aku mendengar
berkat berkata hukum ini adalah milik Allah bukan milikmu ya Ali juga para sahabatmu
titik aku telah melihat kelebatan pedang, dan kemudian yang kedua kalinya, kemudian
aku mendengar ahli berkata janganlah sekali-kali kalian biarkan lelaki ini. Kemudian
orang-orang pun menyerbunya dari segala arah.

Ibnu hanafia berkata, aku tidak akan diam sehingga aku menangkap gunung mujin
dan menunggu Ali berkata, jiwa dibalas dengan jiwa, bahkan bahwa jika aku meninggal
maka bunuhlah dia sebagaimana dia telah membunuhku titik jika aku masih hidup maka
aku akan melakukan pendapatku titik dia telah menyebutkan bahwa orang-orang telah
menemui Husein dengan penuh kesedihan dengan apa yang menimpa Ali titik ketika
mereka berusaha dan di hadapannya Ibnul jin dengan tangan yang terikat di belakang
pundaknya, maka saat itulah aku memukul binti Ali dengan menangis dan berseru wahai
musuh Allah, semoga Ali tidak apa-apa, semoga Allah menghinakanmu untuk siapa kamu
menangis? Demi Allah, aku telah membeli pedang ini dengan seribu dan aku telah
meracuninya dengan seribu, seandainya pedang ini menebas seluruh penduduk kota
sungguh tidak seorangpun dari mereka yang dapat hidup.kemudian Ali bin Abi Thalib
melarang memutilasi pembunuhannya Ali bin Abi Tholib berkata, penjarakanlah lelaki
ini. Jika aku meninggal maka bunuhlah dia dan jika aku masih hidup maka segala luka
dan hukum qisasnya. Dalam sebuah riwayat beliau berkata, berilah dia makan dan
minum dan melakukanlah dia dengan baik dalam memenjarakannya jika aku sembuh
maka aku akan maka aku adalah wali darahku.

Aku akan memaafkan jka aku berkehendak, dan jika aku berkehendak maka akan
menuntut hukum qisas terhadapnya titik di dalam sebuah riwayat terdapat tambahan,
yaitu ucapan beliau, jika aku mati maka bunuhlah dia (orang yang membunuhku titik
janganlah kalian menemui batas sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas Ali melarang Hasan melakukan mutilasi terhadap pembunuhannya
beliau berkata, wahai putra keturunan Abdul Muthalib sungguh aku tidak mau
mendapati kalian bermain-main dengan darah kaum muslimin.

Kalian mengatakan, Amirul mukminin telah dibunuh, Amirul mukmin telah dibunuh
titik ingatlah dia tidak dibunuh lihatlah ya Hasan, jika aku mati karena tebasan pegangan
ini,maka tebaslah dia dengan sekali tebasan, dan janganlah kamu mengikuti hasilnya,
karena aku mendengar Rasulullah bersabda, jauhlah olehmu mutilasi walaupun itu
terhadap seekor anjing yang suka menggigit.

Sebuah riwayat sejarah yang masih menegaskan ketika Ali bin Abi Thalib telah wafat,
maka diutus untuk menemui Ibnul jin, maka ibnulzin berkata kepadanya apakah kamu
merasa menang? Sungguh aku, demi Allah, aku tidak berjanji kepada Allah dengan
sebuah janji kecuali aku telah menepatinya.Aku telah berjanji kepada Allah dengan
sebuah janji di depan Ka'bah untuk membunuh Ali dan muawiyah atau aku mati karena
keduanya jika kamu berkehendak kamu biarkan Antara aku dan dia, Dan kamu
mempunyai hak kepada Allah atas diriku jika aku tidak membunuhnya. Atau aku telah
membunuhnya kemudian aku tetap hidup dan mendatangi hingga aku meletakkan
tanganku pada tanganmu. Kemudian Hasan berkata kepadanya, demi Allah, sehingga
kamu melihat neraka dengan mata kepalamu titik lalu hasil menghampirinya dan
membunuhnya.
7

PENUTUP

7
BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Abbas Mahmoud Al-Akkad. 1979. Ketakwaan khalfah Ali bin Abi
Thalib. Terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad. Jakarta:
Bulan Bintang

Anda mungkin juga menyukai