Anda di halaman 1dari 6

Nama kelompok: M.

Hafas Rivaldi

M. fahrozi Rahman

Atila syah putra

Rangga

1. Sejarah bani umayyah

Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman


bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada
saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya
sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah kekuasaan Islam.

Masyarakat Madinah khususnya para shahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan
Zubair bin Awwam mendatangi shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah
pengganti Utsman bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan masak dan pada akhirnya
Ali bin Abi Thalib mau menerima tawaran tersebut. Pernyataan bersedia tersebut membuat para
tokoh besar diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para shahabat lainnya serta
pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Ali pada tanggal 17 Juni
656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembai’atan ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap
kepemimpinannya. Dengan kata lain, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak
diangkat menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Utsman bin Affan.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh masyarakat madinah dan
sekelompok masyarakat pendukung dari Kuffah[2] ternyata ditentang oleh sekelompok orang
yang merasa dirugikan. Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Damaskus, Syiria, dan
Marwan bin Hakam yang ketika pada masa Utsman bin Affan, menjabat sebagai sekretaris
khalifah.
Dalam suatu catatan yang di peroleh dari khalifah Ali adalah bahwa Marwan pergi ke Syam
untuk bertemu dengan Muawiyah dengan membawa barang bukti berupa jubah khalifah Utsman
yang berlumur darah.
Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan sekutunya terhadap Ali bin Abi Thalib
menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara kedua belah pihak yang berujung pada
pertempuran di Shiffin dan dikenal dengan perang Sifin, Pertempuran ini terjadi di antara dua
kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan (sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin Abi Talib di
tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun 37 H/657 M[3].
Muawiyah tidak menginginkan adanya pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang baru.
Beberapa saat setelah kematian khalifah Utsman bin Affan, masyarakat muslim baik yang
ada di Madinah , Kuffah, Bashrah dan Mesir telah mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah pengganti Utsman. Kenyataan ini membuat Muawiyah tidah punya pilihan lain, kecuali
harus mengikuti khalifah Ali bin Abi Thalib dan tunduk atas segala perintahnya. Muawiyah
menolak kepemimpinan tersebut juga karena ada berita bahwa Ali akan mengeluarkan kebijakan
baru untuk mengganti seluruh gubernur yang diangkat Utsman bin Affan.
Muawiyah mengecam agar tidak mengakui (bai’at) kekuasaan Ali bin Abi Thalib
sebelum Ali berhasil mengungkapkan tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, dan
menyerahkan orang yang dicurigai terlibat pembunuhan tersebut untuk dihukum. Khalifah Ali
bin Abi Thalib berjanji akan menyelesaikan masalah pembunuhan itu setelah ia berhasil
menyelesaikan situasi dan kondisi di dalam negeri. Kasus itu tidak melibatkan sebagian kecil
individu, juga melibatkan pihak dari beberapa daerahnya seperti Kuffah, Bashra[4] dan Mesir.
Permohonan atas penyelesaian kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ternyata
juga datang dari istri Nabi Muhammad saw, yaitu Aisyah binti Abu Bakar. Siti Aisyah mendapat
penjelasan tentang situasi dan keadaan politik di ibukota Madinah, dari shahabat Thalhah bin
Ubaidillah dan Zubair ketika bertemu di Bashrah. Para shahabat menjadikan Siti Aisyah untuk
bersikap sama, untuk penyelesaian terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, dengan alasan
situasi dan kondisi tidak memungkinkan di Madinah. Disamping itu, khalifah Ali bin Abi Thalib
tidak menginginkan konflik yang lebih luas dan lebar lagi.
Akibat dari penanganan kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, munculah isu
bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib sengaja mengulur waktu karena punya kepentingan politis
untuk mengeruk keuntungan dari krisis tersebut. Bahkan Muawiyah menuduh Ali bin Abi Thalib
berada di balik kasus pembunuhan tersebut.
Tuduhan ini tentu saja tuduhan yang tidak benar, karena justru pada saat itu Sayidina Ali
dan kedua putranya Hasan dan Husein serta para shahabat yang lain berusaha dengan sekuat
tenaga untuk menjaga dan melindungi khalifah Utsman bin Affan dari serbuan massa yang
mendatangi kediaman khalifah.
Sejarah mencatat justru keadaan yang patut di curigai adalah peran dari kalangan
pembesar istana yang berasal dari keluarga Utsman dan Bani Umayyah. Pada peristiwa ini tidak
terjadi seorangpun di antara mereka berada di dekat khalifah Utsman bin Affan dan mencoba
memberikan bantuan menyelesaikan masalah yang dihadapi khalifah.
Dalam menjalankan roda pemerintahannya, kalifah Utsman bin Affan banyak menunjuk
para gubernur di daerah yang berasal dari kaum kerabatnya sendiri. Salah satu gubernur yang ia
tunjuk adalah gubernur Mesir, Abdullah Sa’ad bin Abi Sarah. Gubernur Mesir ini di anggap
tidak adil dan berlaku sewenang-wenang terhadap masyarakat Mesir. Ketidak puasan ini
menyebabkan kemarahan di kalangan masyarakat sehingga mereka menuntut agar Gubernur
Abdullah bin Sa’ad segera di ganti. Kemarahan para pemberontak ini semakin bertambah setelah
tertangkapnya seorang utusan istana yang membawa surat resmi dari khalifah yang berisi
perintah kepada Abdullah bin Sa’ad sebagai gubernur Mesir untuk membunuh Muhammad bin
Abu Bakar. Atas permintaan masyarakat Mesir, Muhammad bin Abu Bakar diangkat untuk
menggantikan posisi gubernur Abdulah bin Sa’ad yang juga sepupu dari khalifah Utsman bin
Affan.
Tertangkapnya utusan pembawa surat resmi ini menyebabkan mereka menuduh khalifah
Utsman bin Affan melakukan kebajikan yang mengancam nyawa para shahabat. Umat Islam
Mesir melakukan protes dan demonstrasi secara massal menuju rumah khalifah Utsman bin
Affan. Mereka juga tidak menyenangi atas sistem pemerintahan yang sangat sarat dengan kolusi
dan nepotisme. Keadaan ini menyebabkan mereka bertambah marah dan segera menuntut
khalifah Utsman bin Affan untuk segera meletakkan jabatan.
Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh khalifah Utsman bin Affan semakin rumit dan
kompleks, sehingga tidak mudah untuk di selesaikan secepatnya. Massa yang mengamuk saat itu
tidak dapat menahan emosi dan langsung menyerbu masuk kedalam rumah khalifah, sehingga
khalifah Utsman terbunuh dengan sangat mengenaskan.
Ada beberapa gubernur yang diganti semasa kepemimpinan khalifah Ali, antara lain
Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai gubernur Syam yang diganti dengan Sahal bin Hunaif.
Pengiriman gubernur baru ini di tolak Muawiyah bin Abi Sufyan serta masyarakat Syam.
Pendapat khalifah Ali bin Abi Thalib tentang pergantian dan pemecatan gubernur ini berdasarkan
pengamatan bahwa segala kerusuhan dan kekacauan yang terjadi selama ini di sebabkan karena
ulah Muawiyah dan gubernur-gubernur lainnya yang bertindak sewenang-wenang dalam
menjalankan pemerintahannya. Begitu juga pada saat peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin
Affan disebabkan karena kelalaian mereka.
2. Tempat dan wilayah kekuasaan

Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah
selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah Arab,
antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabakan
Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, karena kota tersebut adalah merupakan basis
kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua,
orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketgia, Byzantium termasuk
wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.

Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai negara yang
berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasannya ke daerah
Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik , dengan mengutus panglimanya Musa bin
Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk
merebut daerah Andalusia.
Keberhasilan Thariq memasuki Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru bagi
kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah ditaklukan,
seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan
bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi
para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi,
budaya dan sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.
3. perkembangan ilmu pengetahuan

Ilmupengetahuan yang berkembang pada masa Bani Umayyah diantaranya Fiqih,


Bahasa dan sastra, serta music dan kesenian :

1. Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama
memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan
mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan ibn Yahya yang
menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya adalah Abu bakar idn Al-
Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal. [4]
2. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintah Islam
di Andalusia. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam
maupun non-Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela
menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab,
sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tatabahasa. Di antara ahli bahasa
tersebut yang termasyhur ialah Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-
Hajjjj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi.[5]
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-
‘Iqd al-Farid karya Ibn Abidin Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Basam, kitab
al-Qalaid buah karya Al-Fath Ibn Khaqan dan banyak lagi yang lainnya.
3. Musik dan Kesenian
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari peradaban Andalusia. Pada dasarnya sya’ir mereka
didasarkan pada model-model sya’ir Arab yang membangkitkan sentiment prajurit dan interes
faksional para penakluk Arab.
Dalam bidang musik dan suara, Islam di Andalusia mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Ia selalu tampil mempertunjukan kebolehannya.
Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang termasyhur dikala itu, ilmu yang
dimilikinya diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para
budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[6]
4. Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaannya dan Universitas-Universitasnya mampu
menyaingi Bagdhad sebagai pusat Utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan
oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad Ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan
eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abu bakr
ibn Thufail. Karya filsafatnya yang paling terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang
terbesar digelanggang filsafat Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova yang memiliki cirri khas yaitu
kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dalam agama. Dia juga ahli fiqih dengan
karyanya yang termasyhur Bidayah al-Mujtahid.[7]
5. Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, music, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas Ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang
pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal
dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan
berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara
tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita. Tokoh terkenal dalam bidang kedokteran adalah Ibn Rusdy. Selain sebnagai
filosof ia juga ahli kedokteran. Namun kemahirannya dalam filsafat membuat keahlian dalam
kedokterannya tertutupi. Karya Monumentalnya dalam bidang ini adalah al-Kulliyat fi al-Thibb
(generalitas dalam kedokteran).
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di
Mediterania Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai samudra Pasai dan
Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis
adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
4. perkembangan kebudayyan

1. Administrasi Pemerintahan
Dalam bidang Administrasi pemerintahan, Bani Umayah menerapkan beberapa kebijakan, antara lain;

a. Perubahan Sistem Pemerintahan


Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) sejak ia
mengangkat anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang
terdapat di bekas wilayah kerajaan Bizantium. Selain itu Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama
dan kekuasaan politik

b. Sentralistik
Daulah Bani Umayyah menerapkan konfederasi propinsi. Dalam menangani propinsi yang ada,
Muawiyah menggabung beberapa wilayah menjadi satu propinsi. Setiap gubernur memilih Amir. Amir
bertanggung jawab lansung kepada khalifah.

Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak,
Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan
India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta Andalusia.

c. Administrasi pemerintahan
Setidaknya ada empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:
1) Diwan Rasail - Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di
berbagai wilayah
2) Diwan Kharraj - Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Dikepalai oleh Shahibul Kharraj
yang bertanggung jawab lansung kepada khalifah
3) Diwan Jund - Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut
dengan departemen perperangan.
4) Diwan Khatam - Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang
dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim ke berbagai wilayah.

d. Lambang Negara
Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara di mana sebelumnya pada masa
Khulafa Rasyidin belum ada. Bendera merah ini menjadi ciri khas Daulah Bani Umayyah.

e. Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan


Pada pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan , bahasa Arab dijadikan bahasa resmi
administrasi pemerintahan.
5. sebab kemajuan

Anda mungkin juga menyukai