Anda di halaman 1dari 52

http://abihumaid.wordpress.

com/2011/02/13/peristiwa-terbunuhnya-amirul-mukminin-ali-bin-abi-
thalib-‫عنه‬-‫هللا‬-‫رضي‬

Ali bin Abi Thalib


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ali bin Abi Thalib

Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain
dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki
rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan
membunuh Khalifah Utsman.

Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali
memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan.
Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki
jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan
memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah
diterapkan Umar.

Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah.
Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap
darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang.
Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan
perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu
menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan
Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah
dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya
bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak
menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang
yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam
terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudu)
yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin
lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh
oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

[sunting]Setelah Khulafaurrosyidin
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh purta Ali yaitu Hasan selama beberapa bulan.
Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka Hasan
menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Dan akhirnya penyerahan
kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah
Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa
absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun
jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur
Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.

Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat
kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari
suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-
faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:

1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga
agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-
ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu
kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai
memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara
keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan
beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang
dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan
Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak
memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih
dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam
untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.

Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya
disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para
khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan.
Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah,
tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah
dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak otoriter.
http://id.wikipedia.org/wiki/Khulafaur_Rasyidin#Ali_bin_Abi_Thalib

BAB II
PERJUANGAN KHOLIFAH ALI DALAM MEMBELA ISLAM DAN PERSATUAN
MUSLIMIN

A. Riwayat Hidup

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut
sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun
599 Masehi atau 600(perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam
Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian
riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32
tahun.

Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang
berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat
menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah.

Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari
Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.

Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq
menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2
yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena
sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga
beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa
ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum
Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf
yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-
sahabat yang lain.

Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir
(exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang
pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra[1] dan memiliki
keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir dari anak Nabi
Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.

Anak laki-laki : Hasan al-Mujtaba, Husain asy-Syahid, Muhammad bin al-Hanafiah, Abbas
al- Akbar (dijuluki Abu Fadl), Abdullah al-Akbar, Ja'far al-Akbar, Utsman al-Akbar,
Muhammad al-Ashghar, Abdullah al-Ashghar, Abdullah (yang dijuluki Abu Ali), Al-Aun,
Yahya, Muhammad al-Ausath, Utsman al-Ashghar, Abbas al-Ashghar, Ja'far al-Ashghar,
Umar al-Ashghar, Umar al-Akbar.

Anak perempuan : Zainab al-Kubra, Zainab al-Sughra, Ummu Kaltsum, Ramlah al-Kubra,
Ramlah al-Sughra, Nafisah, Ruqaiyah al-Sughra, Ruqaiyah al-Kubra, Maimunah, Zainab al -
Sughra, Ummu Hani, Fathimah al-Sughra, Umamah, Khadijah al-Sughra, Ummu al-Hasan,
Ummu Salamah, Hamamah, Ummu Kiram.

B. Perjuangan Ali ra. Dalam membela Islam dan Muslimin hingga akhir hayatnya.
Sejak muda Ali adalah pemberani hingga beliau bersedia tidur di kamar Nabi untuk
mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur
menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka
mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah
meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam.
Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya
Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat
beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi
Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin
Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Nabi bersabda : "Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan
melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan
kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-
Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun,
temyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan
benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama
Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi
Muhammad untuk menjaga kota Madinah

C. Kemasyarakatan Ali ra. Semasa kekhilafahan Abu bakar hingga Utsman.


Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di
seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara.
Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin
Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan
Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka.
Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah
sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya
mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin
Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan
pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu
Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu
kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan
(akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh
hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan
perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya
selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran
Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi
perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang
ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan
oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan,
dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali
dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia
dikubur di tempat lain.

D. Proses pengangkatan Ali sebagai kholifah ke-empat


Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di
seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara.
Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin
Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan
Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka.
Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah
sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya
mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin
Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan
pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu
Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu
kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan
(akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh
hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan
perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya
selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran
Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.
Ali dibai’at sebagai kholifah
Masyarakat umum yang merasakan kekosongan kepemimpinan menyerbu rumah Ali dan
mengajukan baiat mereka. Putra Abu Thalib menolak baiat tersebut dan meminta umat untuk
membaiat orang selain dirinya. Ketika desakan massa semakin kuat, Ali menerima baiat
mereka. Praktis dengan baiat yang dilakukan umat secara aklamasi terhadap dirinya, Ali bin
Abi Thalib menjadi khalifah kaum muslimin.
Kebijakan pertama yang dilakukan Ali adalah mencopot para pejabat yang tidak layak lalu
mengganti mereka dengan orang-orang yang cakap dan adil. Imam Ali yang dikenal dengan
keadilannya juga mencabut undang-undang yang diskriminatif. Beliau memutuskan untuk
membatalkan segala konsesi yang sebelumnya diberikan kepada orang-orang Quresy dan
menyamaratakan hak umat atas kekayaan baitul mal.

Perang Jamal
Sikap inilah yang mendapat penentangan sejumlah orang yang selama bertahun-tahun
menikmati keistimewaan yang dibuat oleh khalifah sebelumnya. Ketidakpuasan itu kian
meningkat sampai akhirnya mendorong sekelompok orang untuk menyusun kekuatan
melawan beliau. Thalhah, Zubair dan Aisyah berhasil mngumpulkan pasukan yang cukup
besar di Basrah untuk bertempur melawan khalifah Ali bin Abi Thalib.
Mendengar adanya pemberontakan itu, Imam Ali mengerahkan pasukannya. Kedua pasukan
saling berhadapan. Ali terus berusaha membujuk Thalhah dan Zubair agar mengurungkan
rencana berperang. Beliau mengingatkan keduanya akan hari-hari manis saat bersama
Rasulullah SAW dan berperang melawan pasukan kafir.
Meski ada riwayat yang menyebutkan bahwa himbauan Imam Ali itu tidak berhasil
menyadarkan kedua sahabat Nabi itu, tetapi sebagian sejarawan menceritakan bahwa Thalhah
dan Zubair saat mendengar teguran Ali, bergegas meninggalkan medan perang.
Perang tak terhindarkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia, hanya karena ketidakpuasan
sebagian orang terhadap keadilan yang ditegakkan oleh Imam Ali as. Pasukan Ali berhasil
memukul mundur pasukan yang dikomandoi Aisyah, yang saat itu menunggang unta. Perang
Jamal atau Perang Unta berakhir setelah unta yang dinaiki oleh Aisyah tertusuk tombak dan
jatuh terkapar.
Sebagai khalifah yang bijak, Ali memaafkan mereka yang sebelum ini menghunus pedang
untuk memeranginya. Aisyah juga dikirim kembali ke Madinah dengan dikawal oleh
sepasukan wanita bersenjata lengkap. Fitnah pertama yang terjadi pada masa kekhalifahan
Imam Ali as berhasil dipadamkan. Namun masih ada kelompok-kelompok lain yang
menghunus pedang melawan Ali yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai poros kebenaran.

Perang Shifin
Setelah api fitnah pasukan Jamal berhasil dipadamkan, pemerintahan Imam Ali as kembali
diguncang oleh pemberontakan pasukan Syam pimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Perang
ini terjadi setelah Muawiyah yang menjabat sebagai gubernur Syam sejak masa khalifah
Umar bin Khatthab, menolak berbaiat dan tidak bersedia tunduk kepada pemerintahan Imam
Ali as. Saat Imam Ali melalui sepucuk surat memintanya untuk berbaiat, Muawiyah
mengumpulkan warga Syam di masjid dan mengatakan bahwa ia akan menuntut darah
khalifah Usman yang dibunuh oleh para pemberontak.
Muawiyah mendapat dukungan warga Syam yang siap melakukan pembalasan atas darah
khalifah. Pasukan Syam telah disiagakan untuk memberontak. Berita akan kesiapan pasukan
Syam sampai ke telinga Imam Ali as. Beliau segera memanggil para sahabatnya untuk
meminta pendapat mereka mengenai rencana serangan ke Syam. Sebagian besar sahabat
mendukung rencana itu, bahkan beberapa diantaranya mencaci pasukan Syam. Imam
melarang mereka dan mengatakan bahwa beliau tidak menyukai orang yang suka mencaci.
Ammar bin Yasir, salah seorang sahabat besar Nabi SAW dan pengikut setia Imam Ali as
turut menyatakan dukungan.
Setelah Imam Ali as yakin bahwa Muawiyah hanya mengenal bahasa kekerasan, beliau
mengumumkan rencananya menyerang Syam kepada seluruh warga. Al-Hasan dan Al-Husein
as, dua putra Imam Ali as memikul tugas mengajak masyarakat untuk menyertai pasukan
Kufah menuju Syam.
Mendengar kesiapan pasukan Kufah, Muawiyah mengumpulkan warga Syam di masjid. Di
atas mimbar masjid Syam, dia mengangkat tinggi-tinggi sebuah baju yag berlumur darah
seraya mengatakan, “Inilah baju khalifah Usman yang masih berlumur darah.” Muawiyah
mengajak warga Syam untuk menyertai pasukannya menyerang pasukan Irak yang dipimpin
oleh Imam Ali as.
Dua pasukan besar Syam dan Kufah bertemu. Kepada para sahabatnya, Imam Ali berpesan
untuk tidak memulai perang sebelum pasukan Syam menyerang. Tanggal 1 Shafar tahun 37
hijriyah, kedua pasukan terlibat pertempuran sengit. Perang yang dikenal dengan nama perang
Shiffin ini berlangsung cukup lama. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Diantara
mereka yang gugur di pasukan Imam Ali adalah Ammar bin Yasir, Khuzaimah yang disebut
nabi dengan nama dzu syahadatain atau orang memiliki dua syahadah, Uwais Al-Qarani,
seorang arif yang dipuji Nabi serta sejumlah sahabat besar lainnya.
Ketika Muawiyah menyaksikan keletihan dan ketidakmampuan pasukannya untuk
melanjutkan perang, ia memerintahkan orang-orangnya untuk mengangkat Al-Qur’an di atas
tombak seraya memekikkan suara gencatan senjata. Tipu muslihat itu berhasil membuat
pasukan Kufah ragu melangkah. Mereka tertipu oleh tipu daya ini dan tidak lagi
mengacuhkan perintah Imam Ali as untuk melanjutkan perang. Ketidakpatuhan pasukan
Kufah kepada pemimpinnya memaksa Imam Ali as untuk menerima ajakan damai yang
sebenarnya hanyalah tipu muslihat Muawiyah untuk lolos dari kekalahan yang sudah di depan
mata dalam perang Shiffin.
Gencatan senjata dilanjutkan dengan masing-masing pasukan mengirimkan juru runding.
Muawiyah menunjuk Amr bin Ash yang dikenal licik ke meja perundingan. Sementara Imam
Ali menunjuk Abdullah bin Abbas yang di kalangan Quresy dikenal sebagai orang cerdik dan
arif. Tetapi lagi-lagi, pasukan Irak menentang keputusan Imam Ali. Dengan berdalih bahwa
Ibnu Abbas adalah anggota pasukan Irak, maka dia tidak berhak duduk di meja perundingan.
Mereka lantas memilih Abu Musa Al-Asy’ari yang tidak terlibat dalam perang Shiffin. Imam
Ali yang kecewa dengan sikap pasukannya yang tidak lagi menghiraukan pemimpin mereka
mengatakan, “Silahkan lakukan apa yang kalian inginkan.”.
Dalam perundingan itu, Amr bin Ash dan Abu Musa sepakat untuk bersama-sama
mengumumkan pencabutan jabatan Imam Ali dan dan Muawiyah. Setelah terlebih dahulu
Abu Musa menyatakan keputusan menurunkan Ali dari khilafah, Amr dengan licik
menyatakan bahwa dia menunjuk Muawiyah untuk menjadi pemimpin dan khalifah atas umat
Islam.
Perang Nahrawan
Peristiwa hakamiyyah atau perundingan setelah perang Shiffin menjadi percikan awal
munculnya kelompok baru yang dinamakan Khawarij. Kelompok ini mengangkat slogan
“Tidak ada keputusan kecuali keputusan Allah.” Dengan slogan ini mereka menyatakan
penentangan atas keputusan Imam Ali yang bersedia berunding dengan Muawiyah. Setelah
mendengar jawaban dan keterangan dari khalifah ini, sebagian besar orang yang semula
bergabung dengan kelompok itu memisahkan diri dan kembali ke barisan Imam Ali as.
Tak lama kemudian Khawarij membentuk pasukan dan memilih salah seorang diantara
mereka sebagai pemimpin. Pasukan ini bergerak ke arah daerah bernama Nahrawan. Siapa
saja yang ditemui dan menyatakan mendukung kepemimpinan Imam Ali as tidak selamat dari
tebasan pedang mereka. Keberingasan Khawarij membulatkan tekad Imam Ali untuk
menghabisi mereka.
Saat dua pasukan berhadapan, sekali lagi Ali menasehati mereka untuk kembali ke jalan yang
benar. Kelompok demi kelompok memisahkan diri dari pasukan khawarij, sampai jumlah
mereka berkurang menjadi hanya 1.800 penunggang kuda dan 1.500 pejalan kaki. Imam Ali
berpesan kepada pasukannya yang berjumlah 14 ribu orang untuk tidak memulai perang.
Khawarij secepat kilat menyerang dengan beringas dan dengan cepat pula barisan mereka
kucar kacir. Pasukan ini lumpuh hanya beberapa saat setelah perang dimulai. Dari barisan
Imam Ali hanya kurang dari 10 orang yang gugur. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 9 Shafar
tahun 38 hijriyah.

Warga Kufah Khianati Kholifah


Hasil keputusan perundingan antara Amr bin As dan Abu Musa Al-Ashari tidak bisa diterima
oleh Imam Ali. Beliau segera mengeluarkan pengumuman tentang rencana menyerang
kembali Syam. Akan tetapi hasutan orang-orang semisal Asyats bin Qais membuat orang-
orang yang berada di barisan Imam Ali mengambil keputusan untuk kembali ke Kufah dengan
alasan letih menghadapi peperangan. Hanya sekitar 300 orang yang memenuhi panggilan
khalifah untuk berkumpul di kamp Nukhailah bersama beliau.
Ketidakloyalan warga Kufah kepada pemimpin mereka cukup memukul perasaan Imam Ali.
Beliau terpaksa kembali ke Kufah dan urung menyerang Syam dengan jumlah pasukan yang
hanya segelintir orang saja. Imam Ali kecewa dan mengecam sikap warga Kufah tersebut.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi
perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang
[ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan
oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan,
dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali
dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia
dikubur di tempat lain.

E. Sikap Ali ra. Dalam menghadapi perpecahan Ummat


Di sini kami memilih ucapan-ucapan suci yang pernah diucapkan oleh Imam Ali a.s. semasa
hidupnya dengan harapan semoga ucapan-ucapan suci tersebut dapat menjadi penerang hati
demi menuju kesempurnaan insane.
1. Menyembunyikan amal baik dan musibah "Termasuk harta simpanan di surga, berbuat
kebajikan, menyembunyikan amal baik, sabar atas segala musibah dan menyembunyikan
musibah".
2. Tanda-tanda orang zahid "Orang yang zahid adalah yang ketabahannya tidak
dikalahkan oleh hal-hal yang haram dan hal-hal yang halal tidak melupakannya untuk
bersyukur".
3. Tidak berlebihan dalam mencintai dan membenci "Cintailah sahabatmu biasa saja,
karena mungkin ia akan menjadi penentangmu pada suatu hari, dan bencilah musuhmu
biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi sahabatmu pada suatu hari".
4. Harga setiap insan "Harga setiap orang bergantung kepada amalan baiknya".
5. Faqih yang sempurna "Maukah kuberitahukan kepada kalian seorang faqih yang
sesungguhnya? Ia adalah orang yang tidak mengizinkan orang lain bermaksiat kepada
Allah, tidak memutusasakannya dari rahmat-Nya, tidak menjadikannya merasa aman dari
makar-Nya, dan tidak meninggalkan Al Quran dan memilih yang lainnya karena benci
terhadapnya. Tiada kebaikan bagi sebuah ibadah yang tidak disertai oleh pemahaman,
tiada kebaikan bagi sebuah ilmu yang tidak disertai oleh tafakur, dan tiada kebaikan bagi
pembacaan Al Quran yang tidak disertai oleh tadabur".
6. Bahaya terlalu berharap dan mengikuti hawa nafsu "Aku sangat mengkhawatirkan
dua hal terhadap kalian: pengharapan yang terlalu panjang dan mengikuti hawa nafsu.
Karena pengharapan yang terlalu panjang akan menjadikan orang lupa akhirat dan
mengikuti hawa nafsu akan mencegahnya dari kebenaran".
7. Batasan persahabatan "Janganlah kau jadikan musuh sahabatmu sebagai sahabatmu,
karena dengan itu engkau telah memusuhi sahabatmu sendiri".
8. Macam-macam kesabaran "Kesabaran itu ada tiga macam: sabar atas musibah, sabar
atas ketaatan (kepada Allah) dan sabar atas maksiat".
9. Kemiskinan yang telah ditakdirkan "Barang siapa yang jatuh miskin dan ia tidak
menganggap bahwa hal itu adalah suatu anugerah dari Allah, maka ia telah melenyapkan
sebuah harapan, dan barang siapa menjadi kaya-raya dan ia tidak memikirkan bahwa hal
itu adalah sebuah ujian dari-Nya, maka ia telah terjerumus ke dalam sebuah jurang yang
menakutkan".
10. Kemuliaan, bukan kehinaan "Kematian ya, kehinaan tidak! Keteguhan pendirian ya,
ketololan tidak! Masa adalah dua hari: pada satu hari ia akan memihak kepadamu dan
pada hari yang lain ia akan membawa bencana bagimu. Jika ia sedang memihak
kepadamu, maka jangan terlalu berbahagia, dan jika ia membawa bencana bagimu, maka
janganlah susah. Engkau akan diuji dengan keduanya".
11. Memohon kebaikan "Tidak akan bingung orang yang beristikharah, dan tidak akan
menyesal orang yang bermusyawarah".
12. Mencintai negara"Sebuah negeri akan makmur jika (penduduknya) mencintainya".
13. Tiga macam ilmu "Ilmu itu ada tiga: fiqih untuk memahami agama, kedokteran untuk
menjaga kesehatan badan dan Nahwu untuk menjaga mulut salah ucap".
14. Nilai seseorang "Berbicaralah tentang ilmu niscaya harga dirimu akan tampak".
15. Jangan yakini! "Jangankan meyakinkan kepada dirimu bahwa engkau miskin dan
panjang umur".
16. Menghormati seorang mukmin "Mencela seorang mukmin adalah sebuah kefasikan,
memeranginya adalah sebuah kekufuran dan kehormatan hartanya seperti kehormatan
darahnya".
17. Kefakiran "Kefakiran adalah kematian yang paling besar, dan sedikitnya keluarga salah
satu dari dua kemudahan. Ini adalah separuh kebahagiaan".
18. Dua hal yang membahayakan "Dua hal yang dapat menghancurkan manusia: takut
miskin dan berbangga diri".
19. Tiga orang dianggap zalim "Pelaku kezaliman, orang yang membantunya dan orang
yang diam dengan kezaliman tersebut adalah orang-orang zalim".
20. Sabar terbaik "Kesabaran itu ada dua macam: sabar ketika ditimpa musibah. Ini adalah
hal yang baik. Dan lebih baik dari itu adalah sabar menahan diri untuk tidak melanggar
hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah atas dirimu".
21. Melaksanakan amanat "Sampaikanlah amanat walaupun kepada pembunuh putra nabi".
22. Enggan tenar Imam Ali a.s. berpesan kepada Kumail bin Ziyad: "Tenanglah, jangan
berambisi untuk ingin dikenal, sembunyikanlah kepribadianmu jangan sampai disebut-
sebut di depan orang lain. Belajarlah niscaya engkau akan mengetahui dan diamlah
niscaya engkau akan selamat. Tidak buruk bagimu jika Allah telah memahamkan agama-
Nya kepadamu meskipun engkau tidak mengenal orang lain dan ia juga tidak
mengenalmu".
23. Siksa enam golongan "Allah akan menguji enam golongan dengan enam jenis ujian:
menguji bangsa Arab dengan fanatisme, menguji para pembesar desa dengan
kesombongan, menguji para pemimpin dengan kelaliman, menguji fuqaha` dengan
kedengkian, menguji para pedagang dengan khianat dan menguji para penduduk desa
dengan kebodohan".
24. Rukun-rukun iman "Iman memiliki empat rukun: tawakal kepada Allah, menyerahkan
segala urusan kepada-Nya, menerima segala perintah-Nya, dan rela terhadap semua
ketentuan-Nya".
25. Pendidikan akhlak "Hiasilah akhlak kalian dengan segala kebajikan, setirlah ia menuju
keagungan (akhlak) dan biasakanlah diri kalian untuk bersabar".
26. Mempermudah urusan masyarakat dan menjauhi perbuatan hina "Jangan terlalu
mempersulit urusan orang lain dan junjunglah harga diri kalian dengan melupakan
perbuatan hina".
27. Penjaga manusia "Cukuplah bagi setiap orang sebagai benteng bahwa tidak ada seorang
pun (di dunia ini) kecuali ia memiliki para penjaga yang telah diutus oleh Allah untuk
menjaganya supaya ia tidak jatuh ke dalam sumur (baca : jurang), supaya tembok tidak
jatuh di atas kepalanya dan ia tidak diserang oleh binatang buas. Dan jika ajalnya telah
tiba, maka mereka akan meninggalkannya berdua dengan ajalnya itu".
28. Masa kelaliman "Akan datang menimpa manusia suatu masa, orang-orang yang tidak
memiliki keahlian akan dihormati, tidak ditemukan di dalamnya orang yang cerdas dan
cerdik kecuali ia lalim, tidak dipercaya kecuali pengkhianat dan tidak dituduh berkhianat
kecuali orang yang terpercaya. Mereka akan menggunakan harta negara untuk
kepentingan pribadi mereka, zakat sebagai sumber penghasilan, silaturahmi sebagai sarana
untuk mengungkit-ungkit kebajikan dan ibadah sebagai kebanggaan dan menzalimi orang
lain. Dan hal ini terjadi ketika wanita menjadi penguasa, budak-budak wanita menjadi
tempat rujukan dan musyawarah dan anak-anak kecil menjadi pemimpin".
29. Cerdik menghadapi fitnah "Ketika fitnah berkecamuk, jadikanlah dirimu seperti ibnu
labun (anak unta yang belum berumur dua tahun), karena ia masih belum memiliki
punggung yang kuat untuk dapat ditunggangi dan tidak memiliki air susu untuk dapat
diperah".
30. Manusia yang paling lemah "Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak dapat
menjalin tali persahabatan dengan orang lain, dan lebih lemah darinya adalah orang yang
mudah melepaskan persaudaraan dengan sahabatnya".
31. Kaffarah dosa-dosa besar "Di antara kaffarah dosa-dosa besar adalah menolong orang
yang meminta pertolongan dan membahagiakan orang yang sedang ditimpa kesusahan".
32. Tanda kesempurnaan akal "Jika akal (seseorang) telah sempurna, maka ia akan sedikit
berbicara".
33. Berhubungan dengan Allah "Barang siapa telah memperbaiki hubungannya dengan
Allah, maka Ia akan memperbaiki hubungannya dengan orang lain, dan barang siapa telah
memperbaiki urusan akhiratnya, maka Ia akan memperbaiki urusan dunianya".
34. Merenungkan "Renungkanlah berita yang kau dengar secara baik-baik (dan jangan hanya
menjadi penukil berita), penukil ilmu sangatlah banyak dan perenungnya sangat sedikit".
35. Pahala orang yang meninggalkan dosa "Pahala pejuang yang syahid di jalan Allah tidak
lebih besar dari pahala orang yang mampu untuk berbuat maksiat lalu ia
meninggalkannya. Tidak mustahil para peninggal dosa akan menjadi malaikat".
36. Akibat perbuatan dosa "Ingatlah bahwa segala kenikmatan (dosa) akan sirna dan
akibatnya akan kekal abadi".
37. Kriteria dunia "(Dunia itu) adalah menipu, membahayakan dan sepintas".
38. Para pemegang agama di akhir zaman "Akan datang kepada manusia suatu masa yang
tidak tertinggal dari Al Quran kecuali tulisannya dan dari Islam kecuali namanya, pada
masa itu masjid-masjid dimakmurkan bangunannya sedangkan ia sendiri kosong dari
hidayah, orang-orang yang menghuni dan memakmurkannya adalah orang yang paling
jahat di muka bumi. Fitnah bersumber dari mereka dan segala kesalahan kembali kepada
mereka. Orang-orang yang tertinggal dari kafilah fitnah tersebut (taubat--pen) akan
dipaksa untuk kembali dan orang-orang yang tertinggal di belakang (baca : tidak ikut serta
dalam kafilah itu) akan didorong maju ke depan (supaya bergabung dengannya). Allah
berfirman: "Demi Dzat-Ku, akan Kukirim untuk mereka sebuah fitnah (besar) yang akan
menjadikan orang-orang sabar bingung (menentukan sikap)". Dan Ia telah melakukan hal
itu. Kita memohon kepada-Nya untuk mengampuni kelupaan yang membuat kita
tergelincir".

F. Akhir riwayat hidup Ali


merupakan sesuatu yang menakutkan bagi kebanyakan manusia. Bahkan mengingat-ingat
kematian dapat memorakporandakan manisnya kehidupan dunia. Ia bagaikan duri yang
berada dalam kerongkongan manusia. Manusia bukan hanya takut pada mati, tetapi mereka
takut pula mendengar kata kubur. Kalau kita melihat berbagai budaya bangsa di dunia, kita
akan menjumpai kesan ketakutan akan kematian dengan jelas.
Marilah kita kaji faktor apakah yang menyebabkan manusia takut akan kematian. Meskipun
ada segelintir manusia, alih-alih takut, sebaliknya menyambut kedatangannya dengan senyum.
Mengapa Takut ?.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia menjadi takut mati. Di antaranya adalah
menafsirkan mati dengan fana’.
Secara alamiah setiap manusia takut ketiadaan (‘adam). Ia lari dari sakit karena sakit adalah
‘adamus-sihhah [ketiadaan sehat]. Manusia lari dari kegelapan karena gelap adalah tiadanya
cahaya dan lain sebagainya. Bahkan manusia takut tidur sekamar dengan orang mati.
Meskipun mayat itu adalah temannya sendiri. Padahal ia senang tidur bersamanya ketika
masih hidup.
Mengapa demikian ? Karena mati adalah tiadanya kehidupan.\Sudah barang tentu, kalau kita
mengartikan maut adalah finish atau akhir dari segala sesuatu, maka akibatnya kita takut
kepadanya. Sebaliknya, kalau maut kita artikan pemula dari segala sesuatu, maka kita akan
mengharapkannya (Ustadz Makarim Syirazi).
Dua Pandangan yang Berbeda
Kita melihat ada dua jenis manusia. Pertama, manusia yang takut mati. Kedua, manusia yang
menyambut kematian dengan senang hati. Hal ini timbul karena pandangan mereka tentang
kematian berbeda.
Golongan pertama adalah orang-orang yang tidak percaya adanya dunia setelah kematian atau
mereka percaya, tapi tidak sepenuh hati. Oleh karena itu, mereka menganggap detik kematian
adalah detik perpisahan dengan segala sesuatu.
Sedangkan golongan kedua adalah orang-orang yang memandang kematian sebagai kelahiran
baru, dari dunia yang sempit ke dunia yang maha luas. Golongan kedua ini sangat merindukan
kematian. Imam ‘Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Allah, ‘Ali merindukan kematian
melebihi bayi yang merindukan air susu ibunya.".
Dalam sebuah syair Persia dikatakan
Jika kematian berupa seorang laki-lakiMaka niscaya aku akan memanggilnya
Silakan datang !
Sehingga aku dapat memeluknya erat-erat
Karena sesungguhnya aku akan menerima darinya
Ruh yang abadi
Sedangkan kematian akan mengambil dariku
Selendang yang telah usang warnanya
Bukanlah suatu hal yang mengherankan jika kita menjumpai dalam sejarah, manusia seperti
Imam Husain dan para sahabatnya sangat merindukan kematian. Makin dekat kesyahidan
mereka, kegembiraan mereka semakin bertambah. Kerinduan mereka untuk bertemu dengan
Kekasih Sejati makin tidak tertahankan lagi. Wajah-wajah mereka semakin bercahaya karena
semakin dekatnya perjumpaan dengan Allah.
Ketika racun pedang Abdurrahman Ibnu Muljam telah mengenai leher Imam ‘Ali, maka saat
demi saat keadaan ‘Ali semakin parah dan racun kian menampakkan reaksinya. Sahabat-
sahabat Imam menjadi sangat terharu dan berduka sekali. Mereka tidak dapat lagi menahan
tetesan air mata, bahkan sebagian dari mereka ada yang berteriak histeris. Akan tetapi mereka
melihat wajah ‘Ali as berseri-seri dan selalu tersenyum. Beliau berkata :
"Demi Tuhan Ka’bah, aku telah sukses ! Apa yang telah menimpaku bukan merupakan hal
yang kubenci. Sama sekali tidak ! Syahid di jalan Allah sejak dulu sudah merupakan hal yang
senantiasa aku angan-angankan. Dan bagiku, apa yang lebih baik dan berharga daripada
syahadah dalam keadaan ibadah ?".
Berbagai Macam Sakaratul Maut
Alquran dan hadis menjelaskan bahwa ada empat macam pencabutan nyawa :
1. Orang-orang saleh mati dengan mudah. Imam ‘Ali as berkata, "Ketika orang-orang saleh
meninggal dunia, mereka diberi berita gembira, sehingga mereka merasa senang dan
menyukai kematian itu.".
2. Orang-orang baik yang meninggal dengan sulit. Nabi Saww bersabda, "Kematian adalah
kaffarah dosa-dosa mukminin. Setelah itu mereka tidak akan merasakan siksaan lagi."
3. Orang-orang yang tidak saleh, namun matinya mudah. Imam Al-Kazhim as berkata,
"Sebagian orang kafir meninggal dunia dengan mudah disebabkan sejumlah perbuatan
baiknya. Sebagian orang kafir memiliki amal saleh. Amal saleh itulah yang menjadikan
mudah kematiannya."
4. Orang-orang zalim yang meninggalnya sulit. Kesulitannya itu merupakan siksaan pertama
bagi mereka.

G. Wafatnya Kholifah Ali ra.


Setelah perang Nahrawan berakhir, Imam Ali as kembali mengimbau umat untuk bersiap-siap
menyerang Muawiyah di Syam yang melakukan pembangkangan dan merusak persatuan
kaum muslimin. Namun seruan beliau itu tidak mendapat sambutan masyarakat luas.
Sejumlah orang seperti Asy’ats bin Qais sangat berperan dalam mengendurkan semangat para
pendukung khalifah untuk kembali menyusun kekuatan di bawah kepemimpinan Imam Ali
bin Abi Thalib as. Akibatnya, dengan alasan letih karena perang, mereka memilih untuk
meninggalkan pemimpin mereka di kamp Nukhailah. Menyaksikan kondisi yang demikian,
Amirul Mukminin terpaksa kembali ke Kufah.
Imam Ali as memendam kekecewaan yang mendalam terhadap warga Kufah. Berkali-kali
beliau mengecam warga kota itu karena ketidakloyalan mereka kepada khalifah. Dalam
sebuah khotbahnya, beliau mengatakan, “Aku terjebak di tengah orang-orang tidak menaati
perintah dan tidak memenuhi panggilanku. Wahai kalian yang tidak mengerti kesetiaan!
Untuk apa kalian menunggu? Mengapa kalian tidak melakukan tindakan apapun untuk
membela agama Allah? Mana agama yang kalian yakini dan mana kecemburuan yang bisa
membangkitkan amarah kalian?”.
Pada kesempatan yang lain beliau berkata, “Wahai umat yang jika aku perintah tidak
menggubris perintahku, dan jika aku panggil tidak menjawab panggilanku! Kalian adalah
orang-orang yang kebingungan kala mendapat kesempatan dan lemah ketika diserang. Jika
sekelompok orang datang dengan pemimpinnya, kalian cerca mereka, dan jika terpaksa
melakukan pekerjaan berat, kalian menyerah. Aku tidak lagi merasa nyaman berada di tengah-
tengah kalian. Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara.”.
Meski kecewa akan sikap dan perlakuan warga Kufah terjhadap dirinya, Imam Ali as terus
berusaha menyadarkan mereka dan menggerakkan semangat mereka untuk kembali berjihad
di jalan Allah. Dalam banyak kesempatan, beliau mengingatkan mereka akan kebenaran yang
berada di pihaknya dan bahwa berperang melawan Muawiyah adalah tugas suci yang harus
dilaksanakan, sebab Muawiyah memecah belah umat dan berusaha menyebarkan kebatilan di
tengah umat.
Berbeda dengan kondisi Kufah, di Syam, Muawiyah menikmati kesetiaan warga di negeri itu
yang siap mengorbankan nyawa deminya. Muawiyah yang mendengar berita pengkhianatan
warga Kufah terhadap pemimpin mereka, berusaha memanfaatkan kesempatan itu untuk
mengguncang dan merongrong pemerintahan Ali bin Abi Thalib as. Salah satu caranya adalah
dengan melakukan penyerangan ke sejumlah wilayah kekuasaan khalifah yaitu Jazirah Arabia
dan Irak. Dengan cara ini, Muawiyah berupaya menjatuhkan mental para pendukung Ali.
Usaha Imam Ali as untuk kembali menyusun kekuatan, mulai menampakkan hasil. Kelompok
demi kelompok menyatakan kesediaan mereka untuk bergabung dengan pasukan beliau.
Upaya menggalang kekuatan terus dilakukan oleh orang-orang dekat dengan Imam Ali as,
termasuk kedua putra beliau Al-Hasan dan Al-Husein as. Dalam kondisi seperti itu, Allah
ternyata berkehendak lain. Setelah berjuang sekian tahun menjaga amanah imamah yang
diberikan oleh Rasulullah, dan setelah menyaksikan pengkhianatan demi pengkhianatan
orang-orang di sekelilingnya, Imam Ali a.s. harus menghadap Sang Pencipta, Allah SWT.
Hari itu, tanggal 19 ramadhan tahun 40 hijriyah. Amirul Mukminin Ali as keluar dari
rumahnya menuju masjid Kufah untuk memimpin shalat subuh berjamaah. Di tengah shalat,
saat beliau mengangkat kepala dari sujudnya, sebilah pedang beracun terayun dan mendarat
tepat di atas dahi putra Abu Thalib itu. Darah mengucur deras membahasi mihrab masjid.
Jemaah masjid tersentak mendengar suara Ali, “Fuztu wa rabbil ka’bah. Demi pemilik
Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.”.
Ali roboh di mihrabnya dengan luka yang parah, sementara warga dengan cepat menangkap
sang pembunuh yang tak lain adalah Abdurrahman bin Muljam, seorang khawarij. Al-Hasan
membawa ayahnya ke rumah. Berita itu segera menyebar di seluruh penjuru kota Kufah.
Berbagai usaha dilakukan untuk menyelematkan jiwa Imam Ali as. Tetapi takdir Allah
berkehendak lain. Ali bin Abi Thalib gugur syahid pada tanggal 21 Ramadhan atau dua hari
setelah peristiwa pemukulan itu terjadi.
Sebelum meninggalkan dunia yang fana ini, Amirul Mukminin mewasiatkan beberapa hal
kepada putra-putranya dan kepada umat. Di antara pesan beliau adalah menjalin hubungan
sanak keluaga atau silaturrahim, memperhatikan anak yatim dan tetangga, mengamalkan
ajaran Al-Qur’an, menegakkan shalat yang merupakan tiang agama, melaksanakan ibadah
haji, puasa, jihad, zakat, memperhatikan keluarga Nabi dan hamba-hamba Allah, serta
menjalankan amr maruf dan nahi munkar.
Menurut sejumlah riwayat, Imam Ali as menghembuskan nafasnya yang terakhir ketika bibir
beliau berulang-ulang mengucapkan “Lailahaillallah” dan membaca ayat, “Faman ya’mal
mitsqala dzarratin khairan yarah. Waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah.” Artinya,
“Siapapun yang melakukan kebaikan sebiji atompun, dia akan mendapatkan balasannyanya,
dan siapa saja melakukan keburukan meski sekecil biji atom, kelak dia akan mendapatkan
balasannya.”.
Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Ali as sejak lama telah mengetahui kapan
dan bagaimana beliau akan meneguk cawan syahadah. Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW
menjelaskan kemuliaan bulan Ramadhan kepada para sahabatnya. Kepada Nabi, Ali bertanya,
di bulan suci ini, amalan apakah yang terbaik? Rasul SAW menjawab, “Meninggalkan
perbuatan dosa.” Mendadak mata Nabi berkaca-kaca. Ali menanyakan apa yang membuat
beliau menangis? Rasul menjawab, bahwa Ali kelak akan dibunuh di bulan Ramadhan.
Kepergian Imam Ali as meninggalkan kedukaan yang mendalam di tengah umat Islam.
Betapa tidak, Ali adalah orang yang mewarisi ilmu Nabi dan pemimpin besar umat ini. Akan
tetapi, beliau ternyata harus meninggalkan ummat setelah mengalami berbagai macam
pengkhianatan dan fitnah. Kondisi yang ada saat itu memaksa keluarga besar Rasulullah
untuk memakamkannya di malam hari secara diam-diam di luar kota Kufah. Tempat itu di
kemudian hari menjadi sebuah kota bernama Najaf.

Perjuangan Ali Bin Abi thalib bersama Rasulullah SAAW


Secara positif, landasan dakwah Nabi saw. adalah mengajak umat manusia kepada
perdamaian dan membebaskan mereka dari setiap ancaman kehancuran dan kerugian
perang. Ia memulai dakwah dari kota Mekah, kota sentral kekuatan jahiliah yang
dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy. Dasar gerakan dan pemikiran mereka adalah
kebodohan, kecongkakan, dan egoisme. Mereka adalah kaum yang keras kepala,
sombong, dan bersikeras untuk mengadakan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Di
samping itu, mereka melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang beriman
kepada missi Nabi saw. Kondisi ini menyebabkan mereka harus berhijrah ke Habasyah
demi menyelamatkan diri mereka dari kekerasan dan tekanan kaum kafir Quraisy.
Pada saat itu, Rasulullah saw. dilindungi oleh Singa Padang Pasir, Abu Thalib, dan
putranya, Imam Ali as. Setelah Sang Singa ini kembali ke haribaan Ilahi untuk
selamanya, ia tidak memiliki lagi pendukung untuk berlindung diri. Kesempatan
tersebut digunakan oleh kaum kafir Quraisy untuk bersekongkol membunuhnya.
Mengetahui rencana dan makar jahat ini, ia segera berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Di
Madinahnya memperoleh sambutan yang hangat dan perlindungan dari penduduknya.
Mengetahui peristiwa ini, kaum kafir Quraisy bertambah berang dan marah seperti
orang kebakaran jenggot. Mereka sepakat untuk menyulut api peperangan dengan
penduduk Yatsrib dan berupaya mengerahkan seluruh sarana dan kekuatan ekonomi
untuk menyerang dan melumpuhkan mereka.
Ali as. senantiasa siap siaga di samping Rasulullah saw. untuk melindunginya dan
melakukan serangan balik dalam seluruh peperangan yang disulut oleh kaum kafir
Quraisy itu. Rasulullah saw. menjadikan Ali as. sebagai komandan perang yang bertugas
di garis depan.
Sebagian peperangan yang pernah diikuti Imam Ali as. adalah berikut ini:
1. Perang Badr
Dalam sejarah, peristiwa Badr telah mencatat kemenangan yang gemilang bagi Islam
dan muslimin. Perang ini adalah pukulan yang telak bagi musyrikin. Dalam perang ini,
Allah swt. telah memuliakan hamba dan Rasul-Nya, Muhammad saw., menghinakan
dan menaklukan para musuhnya. Pahlawan ksatria pada perang ini adalah Imam
Amirul mukminin Ali as. Pedang Ali menghantarkan mereka ke ambang kematian.
Kepala musyrikin dan para penentang Tuhan tertebas habis oleh pedang tersebut.
Ketangkasan dan kegigihan Ali dalam perang tidak diragukan lagi sehingga Jibril turun
dan menyampaikan pujian untuknya dengan ungkapan: “Tidak ada pedang selain Dzul
Fiqâr dan tidak ada pemuda selain Ali.”
Kami telah menjelaskan perang Badr ini dan peran positif Imam Ali as. secara rinci
pada Mawsû’ah Al-Imam Amirul Mukminin Ali as., jilid ke-2.
2. Perang Uhud
Dengan penuh duka yang mendalam, kaum kafir Quraisy menerima informasi
kekalahan pasukannya dan kerugian yang berlipat ganda di front pertempuran Badar.
Hindun, ibu Mu’âwiyah, termasuk salah seorang yang begitu merasa terpukul dan
berduka dengan kekalahan itu. Ia melarang orang-orang Quraisy, baik kaum laki-laki
maupun kaum wanita, untuk menangisi para perajurit yang terbunuh di medan Badar.
Duka dan kesedihan itu tidak akan pernah padam di dalam lubuk hati mereka sebelum
mereka dapat melakukan balas dendam.
Abu Sufyân bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan pada perang Uhud. Dialah
yang memberikan semangat kepada masyarakat jahiliah Quraisy untuk memerangi
Rasulullah saw. Mereka mengumpulkan harta benda dan dana untuk membeli peralatan
dan perbekalan perang. Himbauan Abu Sufyân itu disambut baik oleh masyarakat demi
memerangi Rasulullah saw.
Pasukan Abu Sufyân keluar menuju medan Uhud dengan penuh semangat dan hati
yang menggelora disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir.
Hindun memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh
genderang dan mendendangkan syair:
Bangkitlah wahai putra-putra Abdi Dar.
Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar.
Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.
Sementara itu, Hindun sendiri menyanyikan dendang khusus yang ia tujukan kepada
pasukan Quraisy dengan suara yang lantang:
Jika kalian maju berperang, kami akan peluk kalian dan gelar permadani.
Jika kalian mundur, kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.
Pasukan kaum musyrikin Quraisy ketika itu berjumlah tiga ribu orang. Sementara
pasukan muslimin hanya berjumlah tujuh ratus orang.
Seorang prajurit musyrikin yang bernama Thalhah bin Abi Thalhah maju ke depan
dengan bendera komando di tangannya. Ia mengangkat suranya tinggi-tinggi: “Hai para
sahabat Muhammad, apakah kalian yakin bahwa Allah akan mempercepat kami pergi
ke neraka dengan pedang-pedang kalian, dan mempercepat kalian menuju ke surga
dengan pedang-pedang kami? Siapakah yang berani duel denganku?”
Pejuang Islam, Imam Ali as., segera menimpali dan menyerangnya. Dengan sabetan
pedangnya, lelaki itu jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Ali as. membiarkannya
jatuh dan tidak meneruskan perlawanannya. Tidak lama kemudian, darahnya tumpah
dan ia binasa. Kaum muslimin menyambut kemenangan Ali as. itu dengan penuh
gembira, sementara kaum musyrikin menjadi hina dan nyali mereka surut. Bendera
komando pasukan musyrikin Quraisy diambil alih oleh yang lain. Imam Ali as.
menyambut dan melakukan serangan kepada beberapa orang Quraisy seraya menebas
kepala-kepala mereka dengan pedangnya yang tajam. Hindun selalu membangkitkan
semangat jiwa prajurit kaum musyrikin dan mendorong mereka agar menyerang kaum
muslimin. Setiap kali seorang dari mereka gugur, ia menawarkan celak sembari
berseloroh: “Kamu
ini hanyalah seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini.”
Sangat disayangkan, dalam peperangan ini kaum muslimin mengalami kekalahan yang
pahit dan kerugian yang memalukan. Hampir saja bendera Islam jatuh karena itu. Hal
itu terjadi karena kecerobohan sekelompok pasukan Islam yang berani menyalahi pesan
Rasulullah saw. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan sekelompok pemanah yang
dipimpin oleh Abdullah bin Jubair agar tetap diam di atas bubkit demi menjaga kaum
muslimin dari arah belakang. Ia sangat menekankan agar mereka tidak bergeser
sedikitpun dari tempat tersebut. Ketika pertempuran sedang terjadi, para pemanah itu
berhasil membidikkan panah-panah mereka ke arah pasukan kafir Quraisy dan banyak
membunuh mereka.
Pasukan Quraisy mengalami kekalahan telak dan mereka kabur tunggang-langgang
dengan meninggalkan berbagai senjata dan barang-barang berharga. Kaum muslimin
mulai mengumpulkan harta rampasan perang. Melihat harta kekayaan yang melimpah
itu, sebagian besar pasukan pemanah meninggalkan pos mereka untuk turut serta
berebut harta rampasan perang. Mereka telah lupa akan pesan Nabi saw. untuk tetap
tinggal di pos tersebut. Khalid bin Walid, pimpinan pasukan kafir Quraisy, melihat
kondisi para pemanah tersebut dan merasa memiliki kesempatan emas. Ia segera
melakukan serangan terhadap para pemanah yang masih tersisa di atas bukit itu
sehingga banyak pasukan muslimin yang terbunuh. Setelah itu, Khalid dan pasukannya
menyerang para sahabat Nabi saw. dari arah belakang dan berhasil memporak-
porandakan dan membunuh prajurit muslimin. Dalam serangan ini, prajurit musyrikin
banyak membunuh tokok-tokoh pasukan muslimin.
Pembelaan Ali as. Terhadap Nabi saw.
Kekalahan yang sangat menyakitkan menimpa kaum muslimin. Sebagian pasukan
mereka kabur. Hal ini membuat mereka takut dan gentar menghadapi kaum musyrikin.
Akhirnya sebagian besar mereka meninggalkan Nabi saw. yang telah dikepung oleh
musuh-musuh Islam. Nabi saw. mengalami luka-luka parah dan jatuh terjerembab ke
dalam lubang yang dibuat oleh Abu Amir dan sengaja ia sembunyikan agar kaum
muslimin jatuh ke dalamnya. Ketika itu, Ali as. berada di samping Rasulullah saw. Ia
segera memegang tangan Nabi saw., sementara Thalhah bin Abdullah mengangkatnya
sehingga ia dapat berdiri.
Pada saat itu, Nabi saw. menoleh kepada Ali as. seraya bertanya: “Hai Ali, apa yang
telah mereka lakukan?” Ali as. menjawab dengan hati yang tersayat: “Ya Rasulallah,
mereka menyalahi janji dan kabur tunggang langgang.”
Sekelompok orang Quraisy berusaha melakukan serangan terhadap Nabi saw. sehingga
ia terpojok. Ia berkata kepada Ali: “Halaulah mereka, hai Ali.” Ali as. menyerang mereka
tanpa menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat orang anak Abu Sufyân bin
‘Auf dan enam orang dari kelompok penyerang tersebut. Setelah berusaha dengan susah
payah, akhirnya Imam Ali as. berhasil menghalau dan mempermalukan mereka.
Kemudian datang lagi kelompok yang lain untuk menyerang Nabi saw. Di antara
mereka terlihat Hisyâm bin Umayyah. Ali as. pun berhasil membunuhnya, dan mereka
yang masih tersisa kabur. Setelah itu, kelompok ketiga datang menyerang Rasulullah
saw. Di tengah-tengah mereka terlihat Busyr bin Mâlik. Ali as. juga berhasil
membunuhnya, dan sisa kelompok itu pun kabur dengan kekalahan yang memalukan.
Melihat keberanian dan ketangkasan Ali as., Jibril memohon izin kepada Allah untuk
turun. Ia berkata kepada Nabi saw.: “Perlawanannya sungguh membuat kagum para
malaikat.” Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Kenapa tidak, karena Ali dariku dan
aku darinya.” Jibril menimpali: “Dan aku dari kalian berdua.”
Dengan penuh keperkasaan dan ketangkasan, Ali as. senantiasa teguh membela Nabi
saw. Selama pembelaan ini, ia tertebas pedang sebanyak enam belas tebasan. Setiap
tebasan tersebut telah berhasil membuat Ali as. jatuh tersungkur ke atas tanah. Tetapi
tak seorang pun yang membangunkannya selain Jibril.
Seluruh musibah dan bencana gala yang dialami oleh pejuang Islam dan penghulu
orang-orang yang bertakwa ini hanyalah demi membela Islam semata.
Dalam perang Uhud ini, pejuang Islam abadi yang bernama Hamzah, paman Nabi saw.
meneguk cawan syahadah. Ketika mengetahui kesyahidannya, Hindun sangat gembira
dan berusaha mencari jenazahnya. Tatkala berhasil menemukan jenazahnya, bagaikan
anjing hutan ia merobek perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya, kemudian
mengunyahnya dan memuntahkannya kembali. Ia juga mengiris hidung dan kedua
telinga Hamzah, dan kedua anggota tubuh mulia itu ia jadikan kalung. Hal itu
menggambarkan betapa kedengkian dan kebuasan Hindun yang sangat mendalam serta
fanatismenya yang sangat tinggi.
SuAmînya, Abu Sufyân, juga tidak mau ketinggalan. Ia bergegas menuju jenazah
Hamzah dan berbicara kepadanya dengan penuh caci maki dan kedengkian seraya
berkata: “Hai Abu Amârah, masa telah berganti. Kini telah tiba saatnya, dan dendam
nafsuku menjadi reda.” Kemudian Abu Sufyân mengangkat tombaknya dan
menancapkannya ke badan Hamzah yang sudah tak bernyawa lagi itu sembari berkata:
“Rasakanlah, rasakanlah!” … Setelah berbuat demikian, ia berpaling dengan hati
gembira dan suka ria. Hatinya yang penuh dengan kemusyrikan, kedengkian, dan sifat-
sifat buruk itu merasa puas dengan terbunuhnya Hamzah.
Setelah peperangan usai, Nabi saw. menghampiri jenazah pamannya, Hamzah, yang
telah dirobek-robek perutnya oleh Hindun. Dengan hati yang sangat sedih dan pilu, ia
memandang jasad pamannya itu seraya berkata: “Hai Hamzah, aku belum pernah
ditimpa musibah seperti musibah yang kualami lantaran kepergianmu ini. Aku tidak
pernah merasa murka sebagaimana kemurkaanku atas tragedi ini. Sekiranya Shafiyyah
tidak berduka dan setelah wafatku nanti tidak dijadikan tradisi, niscaya sudah aku
tinggalkan tubuhmu sehingga menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung-
burung ganas. Jika sekiranya Allah memenangkanku atas orang-orang kafir Quraisy
dalam sebuah peperangan nanti, maka aku akan mencacah-cacah tiga puluh orang dari
mereka.”
Muslimin yang lain pun bangkit menuju jasad Hamzah. Mereka berkata: “Jika kami
dapat mengalahkan orang-orang kafir itu pada suatu hari nanti, pasti kami akan
mencacah-cacah badan mereka dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang
Arab pun.”
Melihat hal ini, Jibril turun menyampaikan ayat yang berbunyi: “Jika engkau menyiksa
mereka, maka siksalah sesuai dengan apa yang mereka lakukan terhadapmu. Tetapi jika
kamu bersabar, maka hal itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah,
kesabaranmu tiada lain kecuali hanya karena Allah. Janganlah bersedih atas mereka
dan janganlah merasa sempit hati terhadap tipu daya mereka.” (QS. An-Nahl [16]:129-
127)
Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan juga
melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh musuh. Ia
bersabda: “Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun tubuh anjing galak.”
Satu-satunya peperangan yang membawa kekalahan telah bagi kaum muslimin adalah
perang Uhud. Ibn Ishâq berkata: “Sesungguhnya Uhud merupakan hari duka, bencana,
ujian berat. Allah menguji orang yang beriman dengannya dan menampakkan orang
munafik yang melahirkan keimanan pada lisannya, sementara ia menyimpan kekufuran
dalam hatinya. Lebih dari itu, Uhud adalah hari kehormatan bagi orang-orang yang
dimuliakan dengan mati syahid.”
Seusai peperangan, Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas
peperangan Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin
hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.
Demikianlah perang Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami
jelaskan dalam buku kami, Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.
3. Perang Khandak
Nama lain perang Khandak adalah perang Ahzab. Hal itu lantaran beberapa kelompok
kaum musyrikin bergabung membentuk satu kekuatan tunggal untuk menyerang
pasukan Rasulullah saw. Pada peristiwa perang ini, kaum muslimin betul-betul merasa
khawatir dan diliputi rasa takut yang dahsyat. Faktor utamanya adalah karena pasukan
musyrikin yang sangat kuat dan orang-orang Yahudi juga turut bergabung dengan
mereka. Seluruh pasukan mereka berjumlah sepuluh ribu prajurit. Sementara pasukan
muslimin hanya berjumlah tiga ribu prajurit saja.
Ketika melukiskan sejauh mana rasa takut yang dialami oleh kaum muslimin dalam
peperangan ini, Al-Qur’an berfirman: “Ketika mereka mendatangimu dari bagian atas
dan bagian bawah kalian dan ketika mata-matamu terbelalak dan rasa takutmu sampai
menembus hati.” (QS. Al-Ahzâb [33]:10)
Pada perang ini, Allah telah memberikan kemenangan bagi Islam melalui tangan Ali bin
Abi Thalib as. Dialah orang yang telah berhasil menghancurkan dan memporak-
porandakan barisan kaum musyrikin.
Menggali Parit
Ketika Nabi saw. mengetahui pasukan Quraisy dan Bani Ghathafân ingin melakukan
serangan terhadap muslimin, ia saw. mengumpulkan para sahabat dan
memberitahukan kepada mereka rencana musuh tersebut. Ia saw. meminta pendapat
mereka masing-masing demi menghalau musuh Islam itu. Salman Al-Fârisî, salah
seorang sahabat terkemuka, mengusulkan untuk menggali parit di sekitar kota
Madinah.
Nabi saw. menyetujui pandangannya itu dan memerintahkan para sahabat untuk
menggali parit. Ide tersebut merupakan taktik perang yang jitu untuk menyelamatkan
pasukan muslimin dari serangan musuh Islam. Melihat parit digali di sekitar kota itu,
pasukan musuh bingung dan tidak memiliki jalan lain untuk melancarkan serangan
terhadap muslimin. Dengan terpaksa, mereka hanya dapat menggunakan anak panah.
Kaum muslimin pun menjawab serangan mereka dengan serangan yang sama. Saling-
melempar anak panah pun terjadi antara kedua pasukan tersebut tanpa terjadi
perangan terbuka di antara mereka.
Imam Ali as. Bertanding dengan ‘Amr
Orang-orang kafir Quraisy merasa jengkel dengan kondisi perang semacam ini. Karena
hal itu tidak memberi kemenangan kepada mereka. Mereka berusaha mencari ukuran
lebar parit yang agak sempit agar kuda-kuda mereka dapat melompati dan
menyeberangi parit. Di tengah-tengah mereka terlihat ‘Amr bin Abdi Wud. Dia adalah
ksatria Quraisy dan penunggang kuda Kinânah yang tangguh pada masa jahiliah.
‘Amr menggenggam pedang. Ia laksana benteng kokoh. Ia menaiki kudanya dengan
penuh bangga dan congkak. Dengan segenap kekuatan ia dapat melompati parit. Kaum
muslimin yang menyaksikan hal itu merasa ciut, kerdil, dan gemetar. ‘Amr maju
menghadap mereka dengan perlahan tapi pasti. Dengan suara yang lantang dan penuh
penghinaan ia berkata: Hai perajurit Muhammad, adakah yang berani melawanku?”
Hati kaum muslimin bak tercabut dari tempatnya. Mereka diliputi rasa takut. Untuk
kedua kalinya ‘Amr angkat suara: “Adakah yang berani melawanku?”
Tak seorang pun berani menjawab. Tetapi pejuang Islam, Imam Amirul Mukminin as.
menjawab: “Aku yang melawannya, ya Rasulullah.”
Rasulullah saw. merasa khawatir atas keselamatan putra pamannya itu. Ia berkata:
“Ketahuilah, dia adalah ‘Amr!”
Imam Ali as. menaati perintah Rasulullah saw. dan segera duduk kembali. Kembali
‘Amr mengejek kaum muslimin dan berkata: “Hai para sahabat Muhammad, mana
surga yang kalian duga akan memasukinya jika kalian terbunuh? Siapakah di antara
kalian yang menginginkannya?”
Pasukan muslimin membisu seribu bahasa. Imam Ali as. tetap memaksa Nabi saw. agar
memberi izin untuk melawannya. Tak ada lagi alasan bagi Nabi untuk menolak desakan
Ali as. Nabi saw. menetapkan sebuah predikat bagi Ali as. sebagai tanda keagungan dan
kehormatan. Ia saw. bersabda: “Seluruh iman telah keluar untuk menentang seluruh
kekufuran.”
Sungguh betapa predikat kehormatan yang kekal abadi dan bersinar bak matahari.
Rasulullah saw. telah memberikan predikat “seluruh imam dan Islam” bagi Abul Husain
dan predikat “seluruh kekufuran” bagi ‘Amr.
Setelah itu Nabi saw. mengangkat kedua tangan seraya memanjatkan doa dan harapan
kepada Allah swt. agar menjaga putra pamannya itu. Ia saw. berkata: “Ya Allah, Engkau
telah mengambil Hamzah dariku di perang Uhud dan mengambil ‘Ubaidah di perang
Badar. Maka jagalah Ali pada hari ini. Wahai tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku
sendirian. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pewaris.”
Ali as. maju menyerang dengan penuh semangat. Ia tidak merasa takut dan gentar
sedikitpun terhadap ‘Amr bin Abdi Wud. Ia bangkit dengan tekad yang kokoh membaja
bak ksatria yang tak ada bandingannya. ‘Amr terkejut dengan pemuda yang berani maju
untuk melawan dan tak gentar.
‘Amr bertanya: “Siapa kamu?”
Imam Ali menjawab dengan meremehkannya: “Aku adalah Ali bin Abi Thalib.”
‘Amr menampakkan rasa kasihan kepadanya seraya berkata: “Dahulu, ayahmu adalah
teman baikku.”
Imam Ali as. tidak bergeming sedikit pun dengan celotehan ‘Amr itu. Ia malah
menjawab: “Hai ‘Amr, engkau telah berjanji kepada kaummu bahwa tidak seorang pun
dari Quraisy yang mengajakmu kepada tiga karakter melainkan engkau pasti
menerimanya?”
‘Amr menjawab: “Ya, itulah janjiku.”
Ali as. berkata: “Aku mengajakmu kepada Islam.”
‘Amr tertawa seraya berkata kepada Imam Ali sembari menghina: “Jadi, aku harus
meninggalkan agama nenek moyangku? Jangan usik masalah ini!”
Ali as. berkata: “Aku akan menahan tanganku untuk membunuhmu, dan engkau bebas
kembali.”
Mendengar ucapan lancang itu, ‘Amr marah dan berkata: “Jika begitu, bangsa Arab
pasti membincangkan kepengecutanku.”
Imam Ali as. melontarkan tawaran ketiga yang ‘Amr sendiri telah berjanji untuk
menerimanya. Imam Ali berkata: “Kalau begitu, aku mengajakmu duel.”
‘Amr sangat terkejut dengan keberanian pemuda yang telah berani menantang dan
menginjak-injak kehormatannya. ‘Amr turun dari kudanya dan dengan cepat
melayangkan pedangnya ke arah leher Imam Ali as. Imam menangkis serangannya
dengan prisai. Tetapi pedang ‘Amr dapat menembus ke bagian kepala Imam Ali as. dan
menciderainya. Muslimin yakin bahwa Imam Ali as. telah menjumpai ajal. Tetapi Allah
swt. menolong dan menjaganya. Imam Ali as. kembali menyerang ‘Amr dengan pedang
hingga ia roboh. Ksatria Quraisy dan simbol kemusyrikan itu jatuh tersungkur di atas
tanah dengan berlumuran darah seperti seekor sapi yang disembelih berlumuran darah.
Imam Ali as. mengucapkan takbir yang diikuti oleh pasukan muslimin. Tulang
punggung kemusyrikan telah runtuh dan kekuatannya telah lumpuh. Sementara Islam
telah menggapai kemenangan yang gemilang melalui kegagahan Imam Al-Muttaqîn as.
Sekali lagi Nabi saw. menghadiahkan predikat agung kepada Imam Ali as. di sepanjang
sejarah. Ia bersabda: “Sesungguhnya pertempuran Ali bin Abi Thalib atas ‘Amr bin Abdi
Wud pada perang Khandak adalah lebih utama daripada amal umatku hingga Hari
Kiamat.”
Salah seorang sahabat Nabi saw. yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman berkata:
“Seandainya keutamaan Ali as. dengan membunuh ‘Amr pada perang Khandak itu
dibagi-bagikan kepada seluruh kaum muslimin, niscaya keutamaan itu akan mencukupi
mereka.”
Kemudian turun ayat kepada Rasulullah saw.:.”.. dan Allah menghindarkan orang-
orang mukmin dari peperangan (dengan memberikan kemenangan kepada mereka) ….”
(QS. Al-Ahzâb [33]:25)
Tentang tafsir ayat ini Ibn Abbâs berkata: “Sesungguhnya Allah mencukupkan kaum
mukminin dengan pertempuran Ali as.”
Di samping itu, Imam Ali as. juga berhasil membunuh seorang prajurit Quraisy lainnya
yang bernama Naufal bin Abdullah. Dengan demikian, Quraisy mengalami kekalahan
yang telak. Ketika itu Rasulullah saw. bersabda: “Kini kita telah mengalahkan mereka,
dan mereka tidak akan mampu mengalahkan kita.”
Akhirnya, pasukan kafir Quraisy mengalami kerugian dan kegagalan yang fatal.
Sebaliknya, muslimin tidak mengalami kekalahan sedikit pun dalam peperangan ini.
4. Penaklukan Benteng Khaibar
Setelah Allah swt. memuliakan Nabi-Nya dan menghinakan kaum kafir Quraisy, ia
berpikir bahwa program kaum muslimin tidak akan berjalan lancar, negara Islam tidak
akan damai, dan slogan muslimin tidak akan terangkat tinggi di muka bumi ini selama
kekuatan Yahudi sebagai musuh bebuyutan Islam dari sejak dulu hingga saat itu masih
bercokol. Pusat kekuatan dan eksistensi mereka terletak di benteng Khaibar. Benteng
ini adalah pusat produksi senjata modern pada masa itu. Di antara senjata yang mereka
produksi adalah manjanik yang mampu menembakkan peluru-peluru api. Ketika itu
Yahudi adalah sebuah kekuatan yang siap membantu setiap golongan yang ingin
memerangi Islam dengan berbagai senjata dari pedang, panah, hingga prisai.
Nabi saw. memerintah pasukan muslimin agar melakukan serangan terhadap benteng
Khaibar. Ia menyerahkan komando pasukan kepada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar tiba
di benteng Khaibar dengan pasukannya, orang-orang Yahudi melemparinya dengan
manjanik sehingga Abu Bakar merasa kalah dan kembali dengan ketakutan dan
gemetar. Pada hari kedua, Rasulullah saw. menyerahkan komando pasukan kepada
Umar bin Khattab. Ternyata Umar tidak berbeda dengan sahabatnya itu. Ia kembali
dengan membawa kegagalan. Selama benteng Khaibar tetap tegar dan tertutup rapat,
tak seorang pun yang akan berhasil menguasai benteng tersebut.
Setelah muslimin tidak mampu menumbangkan benteng Khaibar dan kepemimpinan
Abu Bakar dan Umar dianggap gagal, Nabi saw. mengumumkan bahwa ia akan
mengangkat seorang komandan perang yang Allah swt. akan memberikan kemenangan
di tangannya. Ia bersabda: “Besok aku akan berikan bendera komando perang kepada
seorang laki-laki yang mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya juga
mencintainya. Dia tidak akan mundur sampai Allah memberikan kemenangan
kepadanya.”
Mendengar maklumat tersebut, muslimin tidak sabar lagi ingin mengetahui siapakah
komandan pasukan yang Allah akan menganugerahkan kemenangan kepadanya itu.
Mereka tidak menduga bahwa ia adalah Imam Ali as. Karena pada saat itu ia sedang
menderita sakit mata. Ketika sinar matahari pagi mulai menyingsing, Nabi saw.
memanggil Ali as. Ketika itu kedua matanya dibalut dengan kain. Setelah berada di
hadapan Nabi saw., ia melepaskan kain pembalut itu dari kedua mata Ali as. Lalu Nabi
saw. memoleskan ludahnya kepada kedua matanya. Seketika itu juga sakit mata Ali as.
sembuh.
Rasulullah saw. berkata: “Hai Ali, ambillah bendera ini sehingga Allah memberikan
kemenangan kepadamu!”
Pejuang Islam itu menerima bendera komando tersebut dari Nabi saw. dengan tekad
yang kuat membaja dan gagah perkasa. Imam Ali as. bertanya kepada Rasulullah saw.:
“Apakah aku perangi mereka sampai mereka memeluk Islam?”
Nabi saw. menjawab: “Laksanakanlah tugas ini sampai engkau dapat menundukkan
mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam. Beritahukan kepada kewajiban-kewajiban
mereka. Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang saja dari mereka
melalui tanganmu, niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah.”
Sang panglima perang, Ali as., segera melakukan serangan dengan gagah berani. Tak
sebersit pun rasa takut dan gentar tergores di dalam hatinya. Ia mengangkat bendera
komando itu tinggi-tinggi menuju benteng Khaibar. Ia berhasil mencabut pintu benteng
Khaibar dan menjadikannya sebagai prisai untuk menangkal serangan orang-orang
Yahudi. Pasukan Yahudi pun merasa gentar ketakutan dan pucat pasi. Gerangan ksatria
apakah ini?! Ia mampu mencopot pintu benteng Khaibar dan menjadikannya sebagai
perisai! Padahal pintu itu tidak dapat dicopot kecuali oleh empat puluh orang kuat.
Bagaimana mungkin pintu itu dapat dicopot oleh satu orang saja?! Sungguh hal itu
merupakan keajaiban yang sangat menakjubkan.
Imam Ali as. Melawan Marhab
Marhab adalah seorang ksatria Yahudi yang gagah berani. Ia menantang Imam Ali as.
untuk bertanding. Marhab maju dengan mengenakan penutup wajah pelindung buatan
Yaman dan batu berlobang yang ia letakkan di kepalanya seraya bersyair:
Khaibar tahu aku adalah Marhab.
Penghunus pedang pahlawan tangguh.
Bagai singa kekar menyerang musuh.
Imam Ali as. menyambutnya. Ia mengenakan jubah berwarna merah. Sebagai jawAbân
syair Marhab, ia bersyair:
Akulah yang dinamai oleh ibuku Haidar.
Sang pemberani dan singa tak gentar.
Singa penerkam musuh bak halilintar.
Kedua lenganku terbuka lebar kekar.
Kekar dan tangguh bak singa hutan keluar.
‘Kan kutebas setiap batang leher pengingkar.
‘Kan kuperangi mereka untuk yang benar.
‘Kan kuperangi mereka dengan pedangku yang tegar.
Tidak seorang perawi pun yang berbeda pendapat bahwa syair tersebut adalah syair
Imam Ali as. Dalam bait-bait syairnya itu, Imam Ali as. menjelaskan kegagahan,
kekuatan, ketangkasan, keberanian, dan ketegarannya dalam menghadapi orang-orng
kafir dan para pembangkang.
Imam Ali as. maju menghadapi Marhab dengan keberaniannya yang luar biasa. Dengan
cepatnya menyabetkan pedangnya ke arah kepala Marhab hingga menembus penutup
kepalanya. Marhab pun terhuyung jatuh ke atas tanah dengan darah yang bersimbah.
Kemudian ia menyeret mayat Marhab dan membiarkannya terkapar menjadi mangsa
binatang-binatang buas dan burung-burung pemakan bangkai. Dengan itu, Allah swt.
telah menetapkan kemenangan yang gemilang bagi Islam. Benteng Khaibar telah
ditaklukkan dan Allah telah menghinakan kaum Yahudi. Peperangan berakhir dan
Imam Ali as. memberikan pelajaran keberanian yang senantiasa dikenang di sepanjang
sejarah.
5. Penaklukan Kota Mekah
Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang nyata atas hamba dan rasul-Nya,
Muhammad saw. dan menghinakan kekuatan syirik dan tiran. Kekuatan musuh-musuh
Islam telah mengalami kegagalan dan kerugian yang besar. Sementara kekuasaan Islam
terbentang di semanjung jazirah Arabia dan bendera tauhid berkibar megah.
Rasulullah saw. melihat bahwa kemenangan yang gemilang bagi Islam tidak akan
terealisasi sepenuhnya, kecuali dengan penaklukan kota Mekah sebagai benteng
kemusyrikan dan kekufuran kala itu yang senantiasa memeranginya selama masih
berada di sana. Nabi saw. meninggalkan kota Mekah dan telah memiliki kekuatan. Ia
bergerak menuju kota itu dengan bala tentara yang terlatih sebanyak sepuluh ribu atau
lebih prajurit bersenjata lengkap.
Tetapinya menyembunyikan tujuan keberangkatan itu kepada para prajuritnya.
Karenanya khawatir jika orang-orang kafir Quraisy tahu, mereka akan mengadakan
perlawanan dan terjadi pertumpahan darah di tanah Haram. Oleh karena itu, ia
merahasiakan tujuan perjalanan tersebut sehingga kedatangan pasukan muslimin yang
secara tiba-tiba tersebut dapat mengejutkan penduduk Mekah.
Pasukan muslimin bergerak dengan cepat dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan
sedikitpun hingga mereka memasuki daerah pinggiran kota Mekah, sementara
penduduknya tengah lelap dan lalai. Rasulullah saw. segera memerintahkan para
sahabat agar mengumpulkan kayu bakar. Seketika itu juga, setumpuk besar kayu bakar
telah terkumpul menggunung.
Pada malam gelap gulita itu, Nabi saw. memerintahkan agar para sahabat menyulut
kayu bakar-kayu bakar itu, sehingga jilatan-jilatan api terlihat dari dalam kota Mekah.
Melihat kejadian itu, Abu Sufyân betul-betul terkejut dan khawatir atas jiwa raganya. Ia
berkata kepada Badîl bin Warqâ’ yang tengah berada di sampingnya: “Aku belum
pernah melihat sinar api seterang malam ini sama sekali.” Badîl segera menimpali:
“Demi Allah, ini adalah kobaran api peperangan.”
Abu Sufyân mencemooh Badîl sembari berkata: “Kobaran api peperangan! Cahaya api
dan bala tentaranya tidak mungkin sesedikit ini.”
Rasa takut menyelimuti Abu Sufyân. Abbâs segera mendatanginya. Ia mengetahui
kedatangan pasukan Islam untuk menguasai kota Mekah. Ia berkata kepada Abu
Sufyân: “Hai Abu Hanzhalah!”
Abu sufyân yang mengenalnya segera berkata: “Apa ini Abul Fadhl?”
“Ya”, jawab Abbâs pendek.
“Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu”, tegas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân. Itu adalah Rasulullah di tengah-
tengah khalayak. Esok paginya akan menaklukkan Quraisy.”
Darah Abu Sufyân seketika itu membeku. Ia sangat khawatir terhadap diri dan
kaumnya. Dia berkata dengan nada gemetar: “Apa yang harus kita lakukan?”
Abbâs segera memberikan solusi sehingga darahnya terjaga. Ia berkta: “Demi Allah, jika
Rasulullah berhasil menangkapmu, ia pasti akan menebas batang lehermu. Naikilah ke
punggung keledai tua ini. Aku akan mendatangi Rasulullah untuk mohon perlindungan
untukmu.”
Abbâs membonceng Abu Sufyân yang sedang gemetar ketakutan. Abu Sufyân tidak bisa
tidur semalam suntuk. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya karena berat dan
banyaknya kejahatan yang telah ia lakukan atas kaum muslimin. Setibanya di hadapan
Rasulullah saw., ia berkata kepadanya: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân! Apakah hingga
kini belum tiba waktunya untuk kamu mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah?”
Nabi saw. tidak menampakkan dendam atas berbagai kejahatan yang telah dilakukan
oleh Abu Sufyân terhadapnya. Ia telah mengulurkan tirai atas kejadian-kejadian
tersebut demi menyebarkan ajaran Islam yang tidak menaruh dendam terhadap
kejahatan musuh-musuhnya. Abu Sufyân merengek di hadapan Nabi saw. untuk
memohon maaf seraya berkata: “Demi ayah dan ibuku, betapa engkau pemaaf,
berkepribadian mulia, dan penyambung persaudaraan. Demi Allah, sungguh aku
mengira bahwa sekiranya ada tuhan lain selain Allah, pasti ia tidak akan
membutuhkanku.”
Nabi saw. menoleh ke arah Abu Sufyân seraya berkata dengan lemah lembut: “Celaka
engkau, hai Abu Sufyân! Belumkah tiba waktunya untuk kamu mengenal bahwa aku
adalah utusan Allah?”
Ketika itu Abu Sufyân tidak mampu lagi menyembunyikan kemusyrikan dan kekufuran
yang sudah terukir dalam relung hatinya. Dia berkata kepada Rasulullah saw.: “Demi
ayah dan ibuku, betapa lembutnya engkau dan betapa mulia dan penyambung
persaudaraan engkau. Adapun masalah ini, hingga saat ini di dalam hatiku masih
terdapat sesuatu.”
Abbâs yang mendengar hal itu segera memberikan peringatan kepadanya bila ia tidak
bersaksi atas kenabian dan tidak masuk Islam. Abbâs berkata: “Celakalah engkau.
Masuklah Islam! Bersaksilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa
Muhamamd adalah Rasulullah sebelum lehermu ditebas!
Lelaki kotor dan keji itu tidak memiliki jalan lain. Ia terpaksa masuk Islam dengan
lisannya. Sementara kekufuran dan kemusyrikan masih tetap terpendam di dalam
relung hatinya.
Nabi saw. memerintahkan pamannya, Abbâs, agar menahan Abu Sufyân di sebuah
lembah yang sempit sehingga prajurit Islam melewatinya dan ia menyaksikan mereka.
Hal itu agar Quraisy merasa takut untuk mengadakan perlawanan. Abbâs melaksanakan
perintah Nabi saw. Para prajurit Islam melaluinya dengan membawa aneka ragam
senjata.
Abu Sufyân bertanya kepada Abbâs: “Siapakah ini?”
“Sulaim”, jawab Abbâs pendek.
“Aku tidak ada urusan dengan Sulaim”, tukas Abu Sufyân.
Tidak lama kemudian sekelompok pasukan berkuda lainnya lewat. Abu Sufyân bertanya
lagi: “Siapakah ini?”
“Mazînah”, jawab Abbâs singkat.
“Aku tidak ada urusan dengan Mazînah”, tukas Abu Sufyân.
Kemudian Nabi saw. lewat dengan membawa pasukan berkuda yang berpakain hijau
dengan pedang terhunus. Ia dikelilingi para sahabatnya yang pemberani. Melihat itu,
Abu Sufyân merasa gentar. Ia bertanya: “Siapakan pasukan berkuda itu?”
“Itu adalah Rasulullah bersama Muhajirin dan Anshar”, jawab Abbâs pendek.
“Sungguh kerajaan kemenakanmu telah hebat”, tukas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Hai Abu Sufyân, itulah kenabian.”
Abu Sufyân menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata dengan menghina: “Ya,
kalau begitu.”
Lelaki jahiliah ini tidak beriman kepada Islam. Ia hanya mengerti tentang kerajaan dan
kekuasaan. Setelah itu Abbâs membebaskannya. Abbâs segera masuk ke dalam kota
Mekah dan berteriak dengan keras: “Hai kaum Quraisy, Muhammad telah datang
kepada kalian dengan pasukan yang kalian tidak mungkin dapat melawannya. Barang
siapa yang memasuki rumah Abu Sufyân, maka ia akan aman.”
Orang-orang Quraisy berkata kepada Abbâs: “Rumahmu tidak dapat menjamin
kemanan kami?”
“Barang siapa yang menutup pintunya, maka ia akan aman. Dan barang siapa yang
masuk ke dalam masjid, maka ia akan aman”, teriak Abbâs lagi.
Hati kaum Quraisy menjadi tenang. Mereka segera masuk ke dalam rumah mereka dan
masjid. Sementara itu, Hindun menentang Abu Sufyân. Hatinya dipenuhi kekecewaan.
Ia berteriak dengan keras untuk membangkitkan amarah kaum Quraisy terhadap Abu
Sufyân: “Bunuhlah lelaki keji dan kotor ini! Tindakannya tidak sesuai dengan tindakan
seorang pemimpin suatu kaum.”
Abu Sufyân memperingatkan kaum Quraisy agar tidak melawan dan mengajak mereka
untuk menyerah. Nabi saw. memasuki kota Mekah bersama bala tentara Islam. Allah
swt. telah menghinakan Quraisy dan membahagiakan muslimin yang tertindas selama
ini. Nabi saw. segera menuju ke Ka’bah untuk menghancurkan patung-patung
sembahan orang-orang kafir Quraisy. Ia saw. menikamkan tombak di bagian mata
Hubal sambil berkata: “Telah datang kebenaran dan telah sirna kebatilan.
Sesungguhnya kebatilan itu pasti sirna.”
Kemudiannya saw. memerintahkan Ali as. agar menaiki pundaknya untuk
menghancurkan patung-patung dan membersihkan Baitullah yang suci itu darinya. Ali
as. mengangkat patung-patung itu dan melemparkannya ke atas tanah hingga hancur.
Dengan itu, patung-patung itu telah hancur di tangan pahlawan Islam, sebagaimana
patung-patung pernah dihancurkan oleh kakeknya, Ibrahim Khalîlullâh.
Haji Wadâ’
Nabi saw. merasa bahwa ia tidak lama lagi akan berangkat menghadap ke haribaan suci
Ilahi. Karena itu, ia merasa perlu untuk melakukan haji ke Baitullah untuk menetapkan
jalan-jalan keselamatan buat umat manusia. Pada tahun ke-10 Hijriah, ia berangkat
menunaikan ibadah haji. Ia mengumumkan kepada segenap penduduk bahwa tidak
lama laginya akan berangkat menuju ke alam akhirat dan meninggalkan dunia fana ini
untuk selamanya. Ia bersabda: “Aku tidak tahu, barangkali setelah tahun ini aku tidak
dapat berjumpa lagi dengan kalian untuk selamanya dalam kondisi seperti ini.”
Dengan informasi itu, jamaah haji merasa takut dan khawatir. Mereka melakukan tawaf
dengan perasaan sedih sembari berguman: “Nabi saw. telah memberitahukan kematian
dirinya.”
Nabi saw. menetapkan jalan-jalan keselamatan yang dapat menjaga umat dari segala
fitnah dan menjamin kehidupan mereka yang mulia. Ia saw. bersabda: “Hai manusia,
aku tinggalkan buat kalian dua pusaka yang sangat berharga, yaitu kitab Allah dan
‘Itrahku, keluargaku.”
Ya, berpegang teguh kepada kitab Allah, mengamalkan isinya, dan ber-wilâyah kepada
Ahlul Bait as. adalah sebuah jaminan bagi umat dari penyimpangan dalam kehidupan
dunia ini. Setelah selesai melakukan ibadah haji, Rasulullah saw. menyampaikan
sebuah ceramah yang sangat indah. Dalam ceramah ini ia telah menjelaskan poin-poin
yang sangat penting dan ajaran-ajaran Islam yang sangat benderang.
Ia mengakhiri ceramah itu dengan pesan: “Sepeninggalku nanti, jangan sampai kalian
kembali kepada kekufuran dan kesesatan sehingga segolongan dari kalian membunuh
segolongan yang lain. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua buah
pusaka yang kalian pasti tidak akan tersesat untuk selamanya bila berpegang teguh
kepadanya. Yaitu kitab Allah dan ‘Itrahku, keluargaku. Apakah aku telah
menyampaikan hal ini kepada kalian?”
“Ya”, jawab mereka serentak.
Kemudian Nabi saw. bersabda lagi: “Ya Allah, saksikanlah! Sesungguhnya kalian akan
dimintai tanggung jawab. Hendaknya kalian yang hadir di sini menyampaikan kepada
yang gaib.”
Kami telah memaparkan teks ceramahnya saw. ini dalam Mawsû’ah Al-Imam Amiril
Mukminin as., jilid 2.
Muktamar Ghadir Khum
Setelah Nabi saw. menunaikan ibadah haji, ia kembali ke kota Madinah bersama
rombongan jamaah haji. Ketika ia sampai di Ghadir Khum, malaikat Jibril turun
kepadanya dengan membawa perintah Allah swt. yang maha penting. Allah swt.
memerintahkan agarnya menghentikan rombongan di tempat tersebut guna
mengangkat Ali as. sebagai khalifah dan imam atas umat setelahnya wafat. Juga
ditekankan bahwa ia tidak boleh menunda-nunda pelaksanaan perintah itu. Ketika itu
turun ayat: “Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka berarti engkau belum menyapaikan
semua risalah-Nya. Dan Allah menjagamu dari kejahatan manusia.” (QS. Al-Mâ’idah
[5]:67)
Rasulullah saw. menerima perintah tersebut dengan penuh perhatian. Dengan tekad
yang kuat membaja dan kehendak yang bulat, ia menghentikan perjalanan di tengah-
tengah terik matahari padang pasir. Ia memerintahkan agar kafilah jamaah haji
berhenti untuk mendengarkan ceramah yang akannya sampaikan kepada mereka. Nabi
saw. mengerjakan salat. Setelah usai salat, ia memerintahkan supaya pelana-pelana
unta disusun menjadi mimbar. Setelah itu, ia saw. menyampaikan ceramah dengan
penuh semangat. Ia menyampaikan berbagai kesulitan dan rintangan yang melitang
jalan dakwah Islam yang pada saat itu umat manusia beada dalam kesesatan. Kemudian
ia menyelamatkan mereka. Ia telah menanamkan pondasi kultur (Islam) dan kemajuan
umat manusia. Kemudian ia saw. menoleh kepada mereka seraya berkata: “Lihatlah
bagaimana kalian memperlakukan dua puaka berharga ini.”
Ketika itu sebagian orang bertanya: “Apakah dua pusaka itu, ya Rasulullah?”
Rasulullah saw. menjawab: “Pusaka yang lebih besar adalah kitab Allah; satu bagian
jungnya berada di tangan Allah dan satu ujungnya yang lain berada di tangan kalian.
Maka berpegang teguhlah kepadanya dan janganlah kalian tersesat. Pusaka lainnya
adalah lebih kecil, yaitu keluargaku. Sesungguhnya Allah Yang Maha Lembut dan
Mengetahui memberitahukan kepadaku bahwa kedua pusaka itu tidak akan berpisah
hingga keduanya menjumpaiku di telaga Haudh. Kemudian aku mohon hal itu kepada
Tuhanku. Maka janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian pasti akan
binasa, dan janganlah kalian lalai dari keduanya, niscaya kalian akan hancur ….”
Kemudian Nabi saw. mengangkat tangan washî dan pintu kota ilmunya, Ali as. dan
mewajibkan muslimin untuk ber-wilâyah kepadanya. Ia telah menobatkan dia sebagai
pemimpin umat untuk menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.
Beliau saw. bersabda: “Hai manusia, siapakah yang lebih utama terhadap orang-orang
beriman daripada diri mereka sendiri?”
Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku adalah
pemimpin kaum mukminin. Maka aku lebih utama terhadap mereka daripada diri
mereka sendiri. Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali ini
adalah pemimpinnya.” Ia mengulangi ucapan ini sampai tiga kali.
Setelah itunya melanjutkan: “Ya Allah, bimbinglah orang yang ber-wilâyah kepada Ali
dan musuhilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan
murkailah orang yang memurkainya. Tolonglah orang yang menolongnya dan
hinakanlah orang yang menghinakannya. Dan sertakanlah hak bersamanya di mana
saja dia berada. Hendaknya yang hadir menyampaikan hal ini kepada yang gaib ….”
Dengan ucapan tersebut, Nabi Muhammad saw. mengakhiri pidatonya, sebuah pidato
yang menentukan Ali as. sebagai rujukan seluruh umat manusia sepeninggalnya saw. Ia
telah menentukan seorang pemimpin yang mengatur seluruh urusan kamu muslimin
setelahnya.
Kaum muslimin menyambut hal itu dengan membaiat Imam Ali as. dan menyampaikan
ucapan selamat atas jabatannya sebagai pemimpin muslimin. Nabi saw. memerintahkan
para Ummul Mukminin agar membaiatnya. Umar bin Khaththab pun maju menghadap
Ali as. untuk mengucapkan selamat dan menyalAmînya.
Ketika itu Umar mengucapkan ucapannya yang masyhur: “Selamat, hai putra Abi
Thalib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap mukmin laki-laki dan
perempuan.”
Hassân bin Tsâbit pun bangkit untuk membacakan bait-bait syairnya:
Nabi memanggil mereka pada hari Ghadir Khum, dengarkanlah Rasul memanggil.
Dia berkata: “Siapaklah maula dan nabi kalian?” Mereka menjawab dan tidak seorang
pun buta: “Tuhanmu adalah maula kami, dan engkau adalah nabi kami. Tak seorang
pun di antara kami yang menentang.”
Dia bekata: “Bangkitlah, hai Ali. Aku rela engkau sebagai imam dan penunjuk jalan
setelahku.
Barang siapa aku adalah walinya, maka Ali adalah walinya. Hendaklah kalian menjadi
pengikutnya yang jujur.”
Dia berdoa: “Ya Allah, cintailah orang yang membantunya dan musuhilah orang yang
mendengkinya.”
Sesungguhnya membaiat Imam Ali as. pada peristiwa Ghadir Khum adalah bagian dari
missi Islam. Barang siapa yang mengingkarinya, berarti ia telah mengingkari Islam,
seperti ditegaskan Allamah Al-’Alâ’ilî.
Duka Abadi
Setelah Nabi saw. menyampaikan risalah Tuhan dan menjadikan Ali as. sebagai
pemimpin umat, kesehatannya mulai menurun hari demi hari. Ia terjangkit penyakit
demam berat seperti panas yang membakar. Ia mengenakan sehelai selimut. Jika istri-
istrinya dan para penjenguk meletakkan tangan mereka di atas selimut tersebut, mereka
pasti merasakan panasnya.
Kaum muslimin berbondong-bondong menjenguknya. Ia memberitahukan kepada
mereka tentang ajalnya dan menyampaikan wasiatnya yang abadi. Ia berkata: “Hai
manusia, sebentar lagi nyawaku segera akan diambil, lalu aku akan dibawa. Aku
sampaikan kepada kalian sebuah amanat demi menyempurnakan hujah bagi kalian.
Aku tinggalkan untuk kalian kitab Allah dan ‘Itrahku, Ahlul Baitku.”
Ajal begitu cepat mendekat kepadanya. Pada waktu itu, ia membaca ada glagat-glagat
fanatisme golongan di dalam diri para sahabat untuk berusaha keras mengalihkan
kekhalifahan dari Ahlul Baitnya as. Ia berpikir bahwa jalan yang paling tepat adalah
mengosongkan kota Madinah dari mereka dengan cara mengutus mereka untuk
memerangi bangsa Romawi. Ia menyiapkkan satu pasukan perang di bawah komando
Usâmah bin Zaid yang masih berusia muda. Ia saw. tidak menyerahkan kepemimpinan
pasukan kepada sahabat yang sudah berumur. Bahkan ia malah memerintahkan mereka
menjadi prajurit Usâmah. Mereka merasa keberatan untuk bergabung dalam pasukan
perang Usâmah itu.
Mengetahui hal itu, Rasulullah saw. segera naik ke atas mimbar dan menyampaikan
pidato. Ia berkata: “Laksanakanlah perintah Usâmah! Semoga Allah melaknat orang-
orang yang membelot dari pasukan Usâmah.”
Perintahnya yang tegas ini tidak menyenangkan hati mereka. Mereka malah
memasukkan ucapannya itu ke telinga kanan dan mengeluarkannya dari telinga kiri.
Mereka tidak menaati perintahnya. Ada beberapa pembahasan penting lain dari bagian
sejarah Islam ini, dan kami telah memaparkannya dalam kitab Hayâh Al-Imam Hasan
as
PERKAWINAN DAN JULUKAN
Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali
yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim),
yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu
belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.

Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas
pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu
duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, “Duduklah wahai Abu Turab,
duduklah.” Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah
julukan yang paling disukai oleh Ali.
mam Ali bin Abi Thalib as (1)
Nama : Ali bin Abi Thalib asGelar : Amirul MukmininJulukan : Abu AL-Hasan, Abu
TurabAyah : Abu Thalib (Paman Rasululullah saww)Ibu : Fatirnah binti
AsadTempat/Tgl Lahir : Mekkah, Jum’at 13 RajabHari/Tgl Wafat : Malam Jum’ at, 21
Ramadhan 40 H.Umur : 63 TahunSebab Kematian : Ditikam oleh Abdurrahman ibnu
MuljamMakam : Najaf Al-Syarif
Imam Hasan Al-Mujtaba as (2)
Nama : HasanGelar : al-MujtabaJulukan : Abu MuhammadAyah : Ali bin Abi
ThalibIbu : Fathimah az-ZahraTempat/Tgl Lahir : Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2
H.Hari/Tgl Wafat : Kamis, 7 Shafar Tahun 49 H.Umur : 47 TahunSebab Kematian :
Diracun Istrinya, Ja’dah binti As-Ath, atas suruhan Muawiyah yg mana ketika
usahanya itu berhasil akan di nikahkan dengan anaknya.Makam : Baqi’ Madinah
Imam Husain bin Ali as (3)
Nama : HusainGelar : Sayyidu Syuhada’, As-Syahid bi KarbalaJulukan : Aba
AbdillahAyah : Ali bin Abi Thalib.lbu : Fatimah Az-ZahraTempat/Tgl Lahir : Madinah,
Kamis 3 Sya’ban 3 H.Hari/Tg] Wafat : Jum ‘at 10 Muharram 61 H.Umur : 58
TahunSebab Kematian : Dibantai di Padang Karbala, (Atas perintah Yazid bin
Muawiyah) yang kemudian setelah tubuhnya di hujani oleh anak panah ia kemudian
di injak-injak dengan tentara berkuda, yang kemudian tubuhnya di naiki oleh Simir
untuk kemudian leher sucinya yang sering di kecup oleh nabi, di GOROK hingga
berpisah dari badannya…YA ALLAH…..Makam : Padang Karbala (Irak)
Imam Ali Zainal Abidin as (4)
Nama : AliGelar : Zainal Abidin, As-SajjadJulukan : Abu MuhammadAyah : Husein
bin Ali bin Abi ThalibIbu : Syahar BanuTempat/Tgl Lahir : Madinah, 15 Jumadil Ula
36 H.Hari/Tgl Wafat : 25 Muharram 95 H.Umur : 57 TahunSebab Kematian : Diracun
Hisyam bin Abdul Malik, di Zaman al-WalidMakam : Baqi’ Madinah
Imam Muhammad Al-Baqir as (5)
Nama : MuhammadGelar : Al-BaqirJulukan : Abu Ja’farAyah : Ali Zainal Abidinlbu :
Fatimah binti HasanTempat/Tgl Lahir : Madinah, 1 Rajab 57 H.Hari/Tgl Wafat :
Senin, 7 Dzulhijjah 114 H.Umur : 57 TahunSebab Kematian : Diracun Hisyam bin
Abdul MalikMakam : Baqi’, Madinah
Imam Ja’far Ash-Shadiq as (6)
Nama : Ja’farGelar : Ash-ShadiqJlillikan : Abu AbdillahAyah : Muhammad al-Baqirlbu
: FatimahTcmpat/Tgl Lahir : Madinah, Senin 17 Rabiul Awal 83 H.Hari/Tgl Wafat :
25 Syawal 148 H.Umur : 65 TahunSebab Kematian : Diracun Manshur al-
DawalikiMakam : Baqi’, Madinah
Imam Musa Al-Kadzim as (7)
Nama : MusaGelar : Al-KadzimJulukan : Abu Hasan Al-TsaniAyah : Ja’far ShodiqIbu :
Hamidah AL-AndalusiaTempat/Tgl Lahir : Abwa’ Malam Ahad 7 Shofar 128
H.Hari/Tgl Wafat : Jum’at 25 Rajab 183 H.Umur : 55 TahunSebab Kematian :
Diracun Harun Ar-RasyidMakam : Al-Kadzimiah
Imam Ali Ar-Ridha as (8)Nama : AliGelar : Ar-RidhaJulukan : Abu al-HasanAyah :
Musa al-KadzimIbu : Taktam yang dijuluki Ummu al-BaninTempat/Tgl Lahir :
Madinah, Kamis, 11 Dzulqo’dah 148 HHari/Tgl Wafat : Selasa, 17 Shafar 203 H.Umur
: 55 TahunSebab Kematian : Diracun Makinun al-AbbasiMakam : Masyhad, Iran
Imam Muhammad Al-Jawad as (Imam ke 9 dalam Ahlul Bait)
Nama : MuhammadGelar : Al-Jawad, Al-TaqiJulukan : Abu Ja’farAyah : Ali Ar-
RidhaIbu : Sabikah yang dijuluki RaibanahTempat/Tgl Lahir : Madinah, 10 Rajab
195 H.Hari/Tgl Wafat : Selasa, Akhir Dzul-Hijjah 220 H.Umur : 25 TahunSebab
kematian : diracun istrinyaMakam : Al-Kadzimiah
Imam Ali Al-Hadi An-Naqi as (10)
Nama : AliGelar : al-Hadi, al-NaqiJulukan : Abu al-Hasan al-TsaalitsAyah :
Muhammad Al-Jawadlbu : al-MaghrabiahTempat/Tgl : Madinah, 15 Dzul-Hijjah/5
Rajab 212 H.Hari/Tgl Wafat : Senin, 3 Rajab 254 HUmur : 41TahunSebab Kematian :
Diracun Al-Mu’tamad al-AbbasiMakam : Samara
Imam Hasan Al-Askari as (11)
Nama : HasanGelar : Al-AskariJulukan : Abu MuhammadAyah : Ali Al-HadiIbu :
HaditsahTempat/Tgl Lahir : Madinah, 10 Rabiul Tsani 232 H.Hari/Tgl Walat : Jum’at,
8 Rabiul Awal 260 HUmur : 28 TahunSebab Kematian : Diracun Khalifah AbbasiahDi
Makamkan : Samara’

Imam Muhammad Al-Mahdi as (12)


Nama : MuhammadGelar : Al-Mahdi, Al-Qoim, Al-Hujjah, AL-Muntadzar,Shohib Al-
Zaman, HujjatullahJulukan : Abul QosimAyah : Hasan AL-AskariIbu : Narjis
KhotunTempal/Tgl Lahir : Samara’, Malam Jum’at 15 Sya’ban 255 H.Ghaib Sughra :
Selama 74 Tahun, di mulai sejak kelahirannya hingga tahun 329Ghaib Kubra : Sejak
Tahun 329 hingga saat ini.
Dan kelak ia akan di munculkan oleh Allah SWT, untuk memimpin Dunia ini dengan
kedamaian . Semoga Allah mempercepat kemunculannya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Rasulullah SAWW bersabda.''pengemban wasiatku adalah Ali Bin Abi Thalib dan
setelah Ali ke 2 cucuku yaitu Hasan dan Husein lalu akan keluar dari tulang sulbi
Husein 9 orang Imam.jika Husein telah tiada maka penggantinya adalah putranya
Ali Zainal Abidin.apabila Ali telah tiada maka anaknya Muhammad Baqir.apabila
Muhammad telah tiada maka putranya Ja'far Shadiq.apabila Ja'far telah tiada maka
putranya Musa Al-Kazhim.apabila Musa telah tiada maka putranya Ali Ar-
Ridha.apabila Ali telah tiada maka putranya Muhammad Al-Jawad.apabila
Muhammad telah tiada maka putranya Ali Al-Hadi.apabila Ali telah tiada maka
putranya Hasan Al-Askari.apabila Hasan telah tiada maka putranta Muhammad Al-
Mahdi.dengan demikian jumlah keseluruhan lengkap 12 orang Imam dari
keturunanku''(syek al-qanduzi al-hanafi yanabi al-mawaddab bab 76 dari kitab
faraidb as-simtbaih) 0 Keutamaan Sayidina Ali as dari Lisan Nabi saw

1.         Dikeluarkan oleh Abu Na’im Al-Esbahani yang sanadnya bersambung sampai Ibn
Abbas yang mana Beliau (Ibn Abbas) berkata : “ dulu kami (para sahabat Nabi saw) saling
berbincang2 bahwa sesungguhnya Nabi saw telah memberi 70 janji kepada Sayidina Ali as
yang Beliau saw tidak memberinya kepada satupun dari sahabat”. {huliyah al-auliya’ jilid 1
halaman 68 cetakan dar al-kitab al-arabi –Beirut-.}
2.         An-Nasa’i berkata yang sanadnya bersambung sampai Ibn Abbas  dari sayidin Ali
as berkata: “ dulu aku memiliki kedudukan disisi Rasulullah saw, yang mana tidak  dimiliki
oleh makhluk yang lain, dulu aku masuk ke dalam rumah Nabi saw setiap malam, dan jika
Beliau saw sedang melaksanakan sholat maka Beliau mengucapkan tasbih (tanda izin Nabi
saw) maka aku masuk kedalam rumahnya, dan jika tidak dalam keadaan sholat maka
Beliau mengizinkan(dengan ucapan)  aku untuk masuk, maka akupun masuk”. {as-Sunan
al-Kubra jilid 5 halaman 140  hadis ke 8399, kitab al-Khashaish halaman 166-167}
3.         An-Nasa’I berkata yang sanadnya sampai ke sayidina Ali as, yang mana Beliau
(sayidina Ali as) berkata: “Jika aku bertanya atau meminta sesuatu kepada Nabi saw, maka
aku pasti akan diberi (yang aku inginkan). Dan jika aku diam maka Beliaulah saw yang
akan memulainya( menawarkan sesuatu baik ilmu atau  apapun)”. {as-Sunan al-Kubra jilid
5 halaman 142 , kitab al-khashaish halaman 170-171, al-hakim di dalam mustadraknya juga
menukilnya(mustadrak  jilid 3 halaman 135 hadis 4630 cetakan dar al-kutub al-alamiah
Beirut  th1411H)}
4.         An-Nasa’i juga berkata yang sanadnya dari Ummu salamah (istri Nabi saw ) yang
berkata sesunggunya beliau (Ummu Salamah) berkata : “ demi yang Ummu salamah
bersumpah atasnya(Allah swt)  sesungguhnya paling dekatnya manusia kepada Nabi saw
adalah Ali as”. {as-Sunan al-Kubra jilid 5 halaman 154 bab 54}
5.         Para Ahli Hadis dan Para Sejarawan serta Para Mufasir  dalam pembahasan ayat 
214 dari surah as-Syu’ara mereka berkata bahwa ketika ayat ini turun Rasulullah saw
mengundang 40 laki-laki dari Bani Hasyim dan dari Para Pembesarnya, dan ketika mereka
semua selesai dari makan, Rasulullah saw berkata kepada mereka semua : “Wahai Anak-
anak Abdul Muttalib!! Sesungguhnya demi Allah, tidak ada pemuda di arab yang datang
kepada kaumnya dan membawa sesuatu untuk mereka  yang lebih baik dari apa yang aku
bawa kepada kalian,  Sesungguhnya aku telah datang dengan sebaik-baik dunia dan
akhirat, Allah swt telah menyuruhku untuk mengajak kalian kembali kepadaNya, Maka
siapa dari kalian yang percaya kepadaku dan membantuku dalam hal ini maka akan
menjadi saudaraku, wasi(pengganti)ku, dan khalifah setelahku.” Ketika Nabi saw selesai,
kaum(anak-anak Abu Muttalib/para paman Nabi saw) diam tidak berbicara dan seketika itu
juga Sayidina Ali berdiri dan berbicara: “ Aku ya Rasulullah saw, yang akan menjadi
penolong serta pembantumu atas apa yang Allah perintahkan kepadamu.” Rasulullah
berkata kepadanya(sayidina Ali): “ duduklah.” Kemudian Nabi saw mengundang mereka
semua untuk kedua kalinya sampai tiga kali. Akan tetapi setiap Nabi mengundang mereka,
tidak satupun dari mereka yang berbicara, mereka semua diam dari apa yang dikatakan
Nabi saw dan hanya sayidina Ali as lah yang selalu menjawab pertanyaan Nabi  saw serta
beliau menyatakan kesediaannya untuk menjadi pembantu Nabi saw dalam perintah-
perintah Allah swt, akan tetapi Nabi saw menyuruhnya untuk duduk di pertemuan pertama
dan kedua, akan tetapi di pertemuan yang ketiga  Rasulullah saw mengangkat tangan
Sayidina Ali dan berkata kepada kaum yang ada saat itu : “ sesungguhnya dia adalah
saudaraku dan dialah wasiku serta khalifah setelahku, maka dengarkanlah  dia dan ta’atilah
dia!” setelah mendengar hal ini berdirilah kaum dan menertawakan Abu Talib(ayah sayidina
Ali as yang ikut hadir dalam pertemuan ini) dan berkata kepadanya: “dia telah menyuruhmu
untuk mendengarkan anakmu dan menaatinya.” {Musnad Ahmad jilid 1 halaman 111,
Tarikh al-Tabari jilid 2 halaman216, Takhir Ibn Al-Atsir jilid1 halaman 487, sayrkh Nahjul
Balaghah (Ibn Abi al-hadid)jilid 3 halaman 267, Ghayah al-Maram jilid 3 halaman 279-286.
(semua ini adalah ulama’ ahl as-sunnah)}
6.         Ditulis di oleh Al-Khatib Al-Khawarizumidi bab ke enam di dalam bukunya al-
Manaqib  halaman 64-79 tentang hadis-hadis yang berkenaan dengan kecintaan terhadap
Sayidina Ali as dan Ahlulbayt Nabi saw, yang tercatat  sekitar 30 hadis, dan ini adalah
sebagian darinya:
·                        Jika seluruh manusia berkumpul dalam kecintaan kepada Ali ibn Abi Thalib
maka Allah tidak akan menciptakan Neraka.
·                        Wahai Ali jika ada seorang hamba yang menyembah Allah swt seperti apa
yang dilakukan Nabi Nuh as terhadap kaumnya dan jika dia memilik emas segunung uhud
kemudian emas itu diinfakan dijalan Allah swt dan jika dipanjangkan umurnya sampai dia
haji 1000tahun dengan jalan kaki kemudian terbunuh di antara safa dan marwa dengan
terdholimi, akan tetapi dia tidak berwilayah kepadamu maka dia tidak akan mencium bau
surga dan tidak akan masuk ke dalamnya.
·                        Siapa yang mencintai Ali as maka telah mencintaiku dan siapa yang
membencinya maka telah membenciku.
·                        Sesungguhnya malaikat maut menghormati para pecinta Ali ibn Abi Thalib
as seperti menghormati para Nabi as.
·                        Siapa yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepadaku dan kepada
apa yang aku datang bersamanya(islam), akan tetapi dia membenci Ali as maka dia telah
berbohong dan dia tidak mu’min.
7.         Abdullah ibn Ahmad Ibn Hambal bekata: aku bertanya kepada ayahku : “apa
pandangan anda terhadap keutamaan.”  Ayahku berkata: “didalam khilafah , Abu bakar dan
Umar  dan Usman”. Maka aku bertanya kembali: “kalau Ali ?” ayahku berkata : “wahai
anakku, Ali ibn Abu Thalib adalah dari Ahlulbayt maka tidak ada seorangpun yang bisa
dibandingkan dengannya.” {Thabaqat al-Hanabalah jilid 2 halaman 120)
8.         Rasulullah saw berkata kepada Sayidah Fatimah az-Zahra as: “wahai Fatimah,
apakah kamu tidak rela kalau suamimu adalah sebaik-baiknya umatku, yang masuk islam
terlebih dahulu, paling banyak ilmunya, dan paling bijak dan sabar dari umatku.”{al-Khatib
al-Khawarizumi didalam al-Manaqib halaman 106 hadis 111}
9.         Dari  Ibn Abbas yang berkata : “Dihidangkan kepada Nabi saw burung
matang(makanan dari langit), kemudian  Nabi saw berkata : “Ya Allah, datangkanlah
kepadaku orang yang paling kau cintai dari makhlukmu.” Maka datanglah Ali Ibn Abi Thalib.
Kemudian Nabi saw berkata: “ya Allah dia juga orang yang paling aku cintai.”{al-Masdar al-
Sabig halaman107-108 hadis ke 113-114}
10.     Rasulullah saw bersabda: “wahai Ali perumpamaanmu dan perumpamaan para
pemimpin setelahmu dari anak-anakmu adalah seperti kapal Nuh, siapa yang menaikinya
selamat dan siapa yang meninggalkannya tenggelam, dan kalian adalah seperti bintang-
bintang, setiap  bintang menghilang maka bintang yang lain akan muncul sampai hari
qiamat. {Faraid al-Simthain 2/243/517}
11.     Dan dari Jabir, yang berkata: “dulu kita (para sahabt Nabi saw) berada di samping
Nabi saw dan kemudian Ali ibn Abi Thalib as datang, maka berkatalah Nabi saw: “sungguh
telah datang saudaraku” kemudian beliau menuju menoleh ke ka’bah dan memukul ka’bah
dengan tangannya kemudian berkata: “ demi yang yawaku berada ditangannya
sesungguhnya dia dan syiahnya adalah orang-orang yang menang dan beruntung di hari
kiamat,kemudian beliau melanjutkan perkataannya: “ seseungguhnya dia adalah paling
dahulunya orang dari kalian yang beriman bersamaku, dan dia adalah orang yang paling
menyampaikan -janji Allah swt- diantara kalian,dan dia adalah orang yang paling lurus -
dalam menjalankan perintah-perintah Allah swt- diantara kalian,dan dia adalah orang yang
paling adil -didalam ummat- diantara kalian, dan dia adalah orang yang paling bisa
membagi -dengan sama rata dan adil- diantara kalian, dan dia adalah orang yang paling
besar -kemuliaannya di mata Allah swt- diantara kalian.”kemudian Jabir berkata: “dan
turunlah wahyu kepada Nabi saw(((‫)انّ الذين آمنوا وعملوا الصالحات اولئك هم خير البرية‬, dan jabir
berkata: maka semenjak itu para sahabat Nabi saw jika kedatangan sayidina Ali as maka
mereka berkata: “telah datang sebaik-baik makhluk.” {‫ المصدر السابق‬halaman 111,112 hadis ke
120.}
12.     Rasulullah saw bersabda: “orang pertama yang sholat berasamaku adalah Ali”  ( ‫كنز‬
‫)العمال‬
13.     Orang pertama yang sholat adalah Ali dan orang yang pertama islam adalah Ali (
‫ طبري – الرياض النضرة‬u‫ تاريخ‬-‫ )صحيح الترمذي‬hal ini juga di riwayatkan di dalam buku-buku ini ( ‫مسند‬
‫ )احمد ابن حنبل – مستدرك الصحيحين – خصائص نسائي – الطبقات الكبرى – اسد الغابة – كنزالعمال‬dan juga tertulis
di buku-buku ahlulsunnah dan syiah yang lain.
14.     Sayidina Ali as tidur di atas tempat tidur Nabi saw di malam kepergian Nabi saw ke
Gua Hira untuk mengkelabuhi orang-orang quraysh yang ingin membunuh Nabi saw dan
saat itu turun ayat “ ‫ مرضاة هللا…” (التفسير الكبير للفخر الرازي – اسد الغابة – تاريخ‬u‫ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء‬
)‫دمشق‬hal ini juga di terangkan di dalam buku-buku berikut ini ( – ‫ مستدرك الصحيحين‬-‫خصائص نسائي‬
‫ – مسند االمام احمد ابن حنبل – الطبقات الكبرى – الدر المنثور‬u‫)الرياض النضرة – كنزالعمال‬
15.     Rasulullah saw bersabda : “sesungguhnya Allah swt telah menyuruhku untuk
menikahkan Fatimah dengan Ali.” ( ‫ الصواعق‬-‫المعجم الكبيرللطبراني – كنزالعمال – معجم الزوائد – فيض القدير‬
‫)المحرقة‬dan juga di buku(‫)ذخائر العقبى‬
16.     Sesungguhnya Rasulullah saw selama 6 bulan ketika melewati pintu rumah sayidina
Ali dan sayidah Fatimah untuk sholat subuh Beliau berkata : “sholat, wahai Ahlulbayt”
kemudian Beliau membaca ayat suci al-Quran “ ‫ا ّنما يريد هللا ليذهب عنكم الرجس اهل البيت و يطهّركم‬
ً‫ ”تطهيرا‬hal ini tertulis didalam kitab-kitab ahlusunnah dan syiah berikut kitab-kitab dari ahlu
sunnah( u‫ مسند احمد ابن حنبل – تفسير ابن جرير الطبري – مستدرك الصحيحين – اسد الغابة – كنزالعمال‬-‫صحيح الترمذي‬
‫)– الدرالمنثور‬
17.     Aisyah berkata: “aku tidak mengetahui ada orang dicintai Nabi saw lebih dari Ali, dan
tidak ada dibumi ini  perempuan yang dicintai Nabi saw lebih dari isterinya(Fatimah)”
riwayat ini tertulis didalam buku-buku berikut(‫)خصائص نسائي – مستدرك الصحيحين‬riwayat seperti ini
juga terdapat didalam buku-buku yang lain seperti:( – ‫صحيح الترمذي – مسند احمد ابن حنبل – اسد الغابة‬
‫)االصابة – الرياض النضرة‬dan masih banyak lagi riwayat seperti ini yang tertulis didalam buku-
buku syiah.
18.     Rasulullah saw bersabda: “Ali adalah pemimpin yang benar dan membenarkan, serta
Dia adalah pembunuh orang-orang yang berbuat jahat.” (u‫)كنزالعمال‬
19.     Dirawayatkan bahwa Malaikat Jibril melantangkan suaranya didalam perang uhud :
“tidak ada pedang kecuali dzulfigar dan tidak ada pemuda(pemberani) kecuali Ali.” ( ‫تاريخ‬
‫ الكامل في التاريخ‬-‫)الطبري‬hal seperti ini juga tertulis didalam buku-buku berikut: ( ‫ – الرياض‬u‫كنزالعمال‬
‫)النضرة – ذخائر العقبى‬
20.     Ketika ayat “‫ ونساءكم وانفسنا و انفسكم ث ّم نبتهل فنجعل لعنة هللا على الكاذبين‬u‫ ونساءنا‬u‫”قل تعالوا ندع ابناءنا وابناءكم‬
kemudian Nabi saw memanggil  Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, kemudian beliau berdo’a:
“Ya Allah mereka adalah keluargaku (‫)صحيح مسلم – صحيح الترمذي – الدرالمنثور – مستدرك الصحيحين‬
21.     ‫<ابناءنا‬dalam ayat=""> adalah Hasan dan Husain dan u‫ نساءنا‬adalah Fatimah serta ‫انفسنا‬
adalah Ali ibn Abu Thalib, hal ini tertulis dalam buku (‫<)اسباب النزول‬/dalam>
22.     Nabi saw bersabda : “Dia disisiku seperti diriku…. (kemudian Nabi saw memegang
bahu Ali)” hal ini tertulis didalam buku (‫شاف‬ ّ ‫)تفسيرالك‬
23.     Nabi saw bersabda : “aku adalah kota ilmu dan ali adalah pintu kotanya, maka siapa
yang ingin masuk kedalam kota maka akan datang ke pintunya.” Tertulis didalam buku-
ّ ‫ – فيض القدير – مجمع‬u‫)مستدرك الصحيحين – اسدالغابة – كنز العمال‬
buku berikut (‫الزوائد – تاريخ بغداد‬
24.     Nabi saw bersabda: “Ali adalah pintu ilmuku dan (dia adalah) orang yang
menerangkan apa yang aku diutus dengannya setelahku” (‫)كنزالعمال – الصواعق المحرقة‬
25.     Sayidina Ali as menyedekahkan cincinnya kepada seorang pengemis dalam keadaan
ruku’, kemudian Nabi saw bertanya kepada pengemis tersebut: “siapakah yang memberimu
cincin ini?” si Pengemis berkata : “orang yang sedang ruku’ itu(menunjuk kepada sayidina
Ali )” kemudian Allah swt menurunkan ayat ini kepada Nabi saw “ ‫ا ّنما وليكم هللا و رسوله والذين آمنوا‬
‫(”الذين يقيمون الصّلوة ويؤتون الزكوة وهم راكعون‬al-Ma’idah ayat 55) hal ini tertulis dalam (– ‫الم ّتفق و المفترق‬
‫ )كنزالعمال‬riwayat seperti ini juga terdapat dalam buku-buku berikut ini (– ‫معجم الزوائد – ذخائر العقبى‬
‫)الدر المنثور – تفسيرالكشاف – تفسير الطبري – التفسير الكبير للفخر الرازي – الرياض النضرة‬
26.     Nabi saw bersabda:  “sesungguhnya Ali as adalah dariku dan aku darinya dan dia
adalah pemimpin para mu’min setelahku” ( – ‫صحيح الترمذي – مسند احمد ابن حنبل – مسند ابي داود‬
‫)خصائص نسائي – كنزالعمال – الرياض النضرة‬
27.     Nabi saw bersabda: “ sesungguhnya setiap Nabi memiliki pengganti dan pewaris,
sesungguhnya Ali  adalah pengganti dan pewarisku” ( – ‫ دمشق – فردوس – المناقب البن مغازلي‬u‫تاريخ‬
‫ الطالب‬u‫)كفاية‬

28.     Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang tidak berkata bahwa Ali adalah sebaik-baik
manusia maka telah kafir”
{Tarikh al-Khatib al-Baghdadi jilid 3 halaman 192 , Kanz al-Ummal jilid 11 halaman 625}

29.     Rasulullah saw bersabda:”jika kalian menjadikan Ali sebagai pemimpin kalian-(dan
aku melihat kalian tidak melaksanakannya)-maka kalian akan menemukan bahwa dia(Ali)
adalah pemberi petunjuk yang akan menunjukkan kepada kalian jalan yang lurus dan
benar.”
{musnad ahmad jilid 1 halaman 108}

30.      Rasulullah saw bersabda : “siapa yang menaatiku maka telah menaati Allah swt, dan
siapa yang melanggar perintahku maka telah melanggar perintah Allah,dan siapa yang
menaati Ali maka telah menaatiku, dan siapa yang telah melanggar perintahnya maka telah
melanggar perintahku.”
{mustadrak Hakim jilid 3 halaman 121}

31.       Rasulullah saw bersabda : “sesungguhnya Ali adalah kota hidayah, maka
barangsiapa yang masuk ke dalam kota tersebut akan selamat dan siapa yang
meninggalkannya akan celaka dan binasa.”
{Yanabi’ al-Mawaddah jilid 1 halaman 220 hadis ke 39}

32.       Rasulullah saw bersabda : “Ali adalah bendera Hidayah”


{Haman jilid 42 halaman 330 hadis ke 8892, Hilyah al-Auliya’ jilid 1 halaman 66}

33.       Rasulullah saw bersabda : “Ali adalah sebaik-baiknya manusia”


{syawahid al-Tanjil jilid 2 halaman 365 cetakan beirut th 1393H}

34.       Rasulullah saw bersabda : “sebaik-baik umat ini setelahku adalah orang yang
pertama masuk islam dialah Ali ibn Abi Thalib”
{syarkh Nahj al-Balaghah jilid 1 halaman 202 cetakan mesir th 1329H}

35.       Rasulullah saw bersabda : “Ali adalah dariku seperti kedudukanku dari Tuhanku”.
{Dzakhair al-Uqba halaman 62}

36.       Rasulullah saw berkata kepada Aisyah: “sesungguhnya orang yang paling aku cintai
dari para sahabtku adalah Ali dan yang paling terhormat dari mereka adalah Ali, maka
ketahuilah haknya dan hormatilah kedudukannya.”
{Dzakhair al-Uqba halaman 62 dan al-Riyad al-Nadharah jilid 2 halaman 161}
38.       Nabi saw berkata kepada sayidina Ali : “sesungguhnya orang yang pertama masuk
surga adalah aku dan kamu serta Fatimah dan Hasan dan Husein .”
{Kanz al-Ummal cetakan muasasah al-Risalah Beirut cetakan tahun 1409H/1989M di juz
12}

39.      Rasulullah saw bersabda:”jika kalian menjadikan Ali sebagai pemimpin kalian-(dan
aku melihat
kalian tidak melaksanakannya)-maka kalian akan menemukan bahwa dia(Ali) adalah
pemberi
petunjuk yang akan menunjukkan kepada kalian jalan yang lurus dan benar.”
{musnad ahmad jilid 1 halaman 108}
40.      Anas ibn Malik berkata: demi Allah yang tidak ada Tuhan selainNya, sesungguhnya
Aku mendengar Nabi saw bersabda: “Judul kitab amal perbuatan orang Mu’min kelak
adalah ‘Cinta kepada Ali ibn Abi Thalib’” 
(Tarikh Baghdad, jilid: 4 hal: 410)

dan masih ada puluhan lagi keutamaan-keutamaan Sayidina Ali lagi yang tercatat di kitab-
kitab ahlusunnah dan syiah..

Sepeninggalan Rasul SAWW, ada pengganti beliau yang dipanggil Imam/


khalifahImam/Khalifah ini berjumlah 12 orang Kesemua mereka adalah dari
Quraisy Kesemua mereka adalah dari Bani Hasyim Kesemua mereka adalah Ahlul
Bayt NabiMaka dengan ini, siapapun selain dari Ahlul Bayt yang mendakwa diri
mereka sebagai Khalifah atau Imam umat, dakwaan mereka tertolak. Hujjah yang
kami bawakan di atas tidak membuka ruang walau sekecil apapun untuk
memberikan jabatan Khalifah/ Imamah pada selain Ahlul BaytSekarang,
persoalannya adalah, sudahkah anda mengenal Imam Zaman anda??
Dalam suatu Riwayat : Barang siapa yang mati tidak menegenal imam di zamannya
maka ia matinya mati jahiliyah. Antara cinta dan benci kepada Imam Ali bin Abi Thalib As

Al-Hakim meriwayatkan dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas. Ia berkata bahwa Rasulullah saw memandang Ali
lalu bersabda:

‫ والويل لمن أبغضك بعدي‬،‫ عدو هللا‬/‫ وعدوي‬/،‫ وعدوك عدوي‬،‫يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في االخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب هللا‬
“Wahai Ali, kamu adalah penghulu di dunia dan penghulu di akhirat, kekasihmu adalah kekasihku, dan kekasihku adalah
kekasih Allah. Musuhmu adalah musuhku, dan musuhku adalah musuh Allah, celakalah orang yang membencimu
sesudahku.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 128).

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Ali (sa) bahwa Rasulullah saw bersabda kepadanya:

‫ال يحبك إال مؤمن وال يبغضك اال منافق‬

“Tidak akan mencintaimu (Ali) kecuali orang mukmin, dan tidak akan membencimu kecuali orang munafik.” (Musnad Ahmad
3: 102).

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak dari Abu Dzar Al-Ghifari (ra), ia berkata:

“Kami tidak mengenal orang-orang munafik kecuali karena kedustaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan
shalat, dan kebencian kepada Ali bin Abi Thalib (sa).” (Mustadrak Al-Hakim 3: 102).

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Nabi saw memandang Ali (sa)
lalu bersabda:

‫ والويل لمن أبغضك بعدي‬،‫ عدو هللا‬/‫ وعدوي‬/،‫ وعدوك عدوي‬،‫يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في االخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب هللا‬

“Wahai Ali, kamu adalah penghulu di dunia dan penghulu di akhirat, kekasihmu adalah kekasihku dan kekasihku adalah
kekasih Allah. Musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah, celakalah orang yang membencimu
sesudahku.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 128).

Rasulullah saw juga bersabda:“Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati
syahid. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati dalam keadaan
diampuni. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang
yang bertaubat. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai
orang yang beriman, dan imannya sempurna. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga
Muhammad, malaikat maut akan menyampaikan kabar gembira tentang surga (sebagai kediamannya) …”

Hadis ini terdapat dalam kitab:

1. Tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 2, halaman 339.


2. Faraid As-Samthin, Al-Hamawaini, jilid 2, halaman 49.

v KHOTBAH 2 Imam Ali bin Abi Tholib As

Disampaikan Ketika Kembali dari Shiffin


Saya memuji Allah dengan memohon kelengkapan Rahmat-Nya dengan tunduk
kepada Keagungan-Nya dan mengharapkan keselamatan dari ber-buat dosa
kepada-Nya. Saya memohon pertolongan-Nya karena memerlukan kecukupan-
Nya (untuk perlindungan). Orang yang ditunjuki-Nya tidak tersesat, orang yang
memusuhi-Nya tidak mendapat perlindungan, orang yang didukung-Nya tidak
akan tetap kekurangan. Pujian adalah yang paling berat dari semua yang
ditimbang dan paling berharga dari semua yang disimpan.
Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Esa. Tidak ada yang
menyerupai-Nya. Kesaksian saya telah teruji dalam keterbukaannya, dan
hakikatnya adalah iman kami. Kami akan berpegang teguh padanya selama
kami hidup dan akan menyimpannya dengan menghadapi azab yang me-nyusul
kami karena ia adalah batu fondasi keimanan dan langkah pertama kepada amal
saleh dan keridaan Ilahi. la adalah sarana untuk menjauhkan iblis.

Saya juga bersaksi bahwa Muhammad SAWW adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.
Allah mengutus-Nya dengan agama yang cemerlang, syiar yang efektif, Kitab
yang terpelihara, cahaya yang bersinar, nyala yang kemilau, dan perintah yang
tegas untuk mengusir keraguan, mengajukan bukti-bukti yang jelas,
menetapkan peringatan melalui tanda-tanda, dan memperingatkan akan
hukuman. Pada waktu itu manusia telah jatuh ke dalam kemungkaran yang
dengan itu tali agama telah diputuskan, tiang-tiang keimanan telah tergoncang,
prinsip-prinsip telah dicemari, sistem telah jungkir balik, pintu-pintu sempit,
lorong-lorong gelap, petunjuk tidak dikenal, dan kegelapan merajalela.

Allah tidak ditaati, iblis diberi dukungan, dan keimanan telah dilupakan.
Akibatnya, tiang-tiang agama runtuh, jejak-jejaknya tak terlihat, lorong-
lorongnya telah dirusakkan dan jalan-jalannya telah binasa. Manusia menaati
iblis dan melangkah pada jalan-jalannya. Mereka mencari air pada tempat-
tempat pengairannya. Melalui mereka lambang-lambang iblis berkibar dan
panjinya diangkat dalam kejahatan yang menginjak-injak manusia di bawah
tapak kakinya, dan melangkah di atasnya dengan kaki mereka. Kejahatan berdiri
(tegak) di atas jari-jari kakinya dan manusia yang tenggelam di dalamnya
menjadi bingung, jahil dan terbujuk seakan-akan dalam suatu rumah yang
baik[i] dengan tetangga-tetangga yang jahat. Sebagai ganti tidur, mereka
terjaga, dan sebagai celaknya adalah air mata. Mereka berada di suatu negeri di
mana orang berilmu terkekang (mulut mereka tertutup) sementara orang jahil
dihormati.Dalam khotbah yang sama, Amirul Mukminin a.s. merujuk kepada
Ahlul Bayt sebagai berikut:

Mereka adalah pengemban wasiat, tempat berteduh bagi urusan-Nya, sumber


pengetahuan tentang Dia, pusat kebijaksanaan-Nya, lembah bagi kitab-kitab-
Nya dan bukit bagi agama-Nya. Melalui mereka Allah meluruskan punggung
agama yang bengkok dan menyingkirkan gemetar anggota-anggota
badannya.Dalam khotbah yang sama, ia berbicara tentang orang lain sebagai
berikut:
Mereka menabur kejahatan, mengairinya dengan tipuan dan menuai
kehancuran. Tak seorang pun di antara umat Islam yang dapat dipandang
sejajar dengan Keluarga Muhammad SAWW.[ii] Orang yang mendapatkan
kenikmatan dari mereka tak dapat dibandingkan dengan mereka. Mereka adalah
fondasi agama dan tiang iman. Pelari di depan harus berbalik sementara yang di
belakang harus menyusul mereka. Mereka memiliki ciri utama kewalian. Bagi
mereka ada wasiat dan warisan (Nabi). Inilah waktunya hak itu kembali kepada
pemiliknya dan dialihkan kepada pusat tempat kembalinya.

--------------------------------------------------------------

[i] Rumah yang baik di sini berarti Makkah, sedang tetangga-tetangga yang
buruk berarti kaum kafir Quraisy.

[ii] Tentang keluarga (āl) Nabi, Amirul Mukminin mengatakan bahwa tidak ada
orang di dunia ini yang setaraf dengan mereka, tak ada pula orang yang dapat
dianggap sama dengan mereka dalam kemuliaan, karena dunia ini penuh
dibebani tanggung jawab mereka dan hanya mampu mendapatkan rahmal abadi
melalui bimbingan mereka. Mereka adalah batu penjuru dan fondasi agama
serta pemelihara kehidupannya dan kelanjutannya. Mereka adalah tiang-tiang
pengetahuan dan keimanan yang demikian kuat sehingga dapat menyingkirkan
arus dahsyat keraguan dan kecurigaan. Mereka begitu menengah di antara jalan
berlebihan dan keterbelakangan sehingga barangsiapa pergi mendahului harus
kembali, dan yang tertinggal di belakang harus melangkah maju ke jalan tengah
itu, supaya tetap berada di jalan Islam. Mereka mempunyai semua keutamaan
yang memberikan keunggulan dalam hak kewalian dan imamah, dan tiada orang
lain dalam ummah yang mempunyai hak sebagai pelindung dan wali. Itulah
sebabnya Nabi me-maklumkan mereka sebagai para wali dan pelanjutnya.

Tentang wasiat dan kewalian, pensyarah ibn Abil Hadid Al-Mu'tazili menulis
bahwa tidak mungkin ada keraguan tentang kekhalifahan Amirul Mukminin,
tetapi kewalian tak dapat mencakup kekhalifahan dalam pemerintahan,
walaupun mazhab Syi'ah menafsirkannya demikian. Kewalian itu bermakna
kewalian dalam pengetahuan. Sekarang, sekiranya menurut dia kewalian
diartikan kewalian dalam pengetahuan sekalipun, nampaknya ia tidak berhasil
dalam mencapai tujuannya, karena sekalipun dengan penafsiarannya itu, hak
untuk menggantikan Nabi tidak berpindah pada seseorang mana pun lainnya.
Bilamana disepakati bahwa pengetahuan adalah syarat yang paling hakiki bagi
kekhalifahan, karena fungsi ter-penting dari khalifah Nabi ialah pelaksanaan
keadilan, penyelesaian masalah hukum-hukum agama, menjelaskan hal-hal
yang rumit, dan melaksanakan hukum-hukum agama. Apabila tugas-tugas ini
dilepaskan dari khalifah Nabi maka ke-dudukannya akan merosot menjadi
pemerintahan duniawi. la tak dapat dipandang sebagai pusat wewenang
keagamaan. Oleh karena itu kita harus memisahkan wewenang pemerintahan
dari kekhalifahan Nabi, atau menerima kewalian pengetahuan Nabi untuk
kesesuaian dengan kedudukan itu.

Interpretasi Ibn Abil Hadid dapat diterima, apabila Amirul Mukminin hanya
mengucapkan kalimat ini saja. Tetapi, mengingat bahwa hal itu diucapkan
segera setelah pengakuan terhadap Ali sebagai Khalifah, dan baru sesudah itu
ada kalimat "hak itu telah kembali kepada pemiliknya", penafsirannya ini
nampak tak beralasan. Malah, wasiat Nabi itu tak dapat berarti wasiat apa pun
selain kekhalifahan, dan kewalian bukan berarti kewalian dalam harta atau
pengetahuan, karena bukan tempatnya untuk menyebutnya di sini. Kewalian itu
harus berarti kewalian dalam hak kepemimpinan yang datangnya dari Allah;
bukan sekadar atas dasar kekeluargaan tetapi atas dasar sifat-sifat
kesempurnaan.

http://sunanmhakam.blogspot.com/2012/09/antara-cinta-dan-benci-kepada-imam-ali.html

Anda mungkin juga menyukai