2. Kehidupan di Madinah
Ali yg bernama asli Haydar ini lahir di Makkah pada 13
Rajab, 10 tahun sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul.
Sejak lahir, Ali telah ikut dan diasuh Rasulullah. Sosok Ali sudah
hadir dan menjadi penghibur bagi Muhammad yg saat itu tidak
memiliki anak laki-laki. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah,
Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad.
Asbab peristiwa inilah Ali bin Abi Thalib menjadi menantu
Rasulullah. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah
masih hidup.Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali
menikah dengan Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud,
Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash,
Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti
Imru'ul Qais (Sayyid Sulaiman Nadwi, 2015: 62). Semasa mudanya,
Ali pernah mengikuti berbagai pertempuran yg semasa Rasulallah
Muhammad masih hidup diantaranya dijelaskan dalam diskripsi di
bawah ini.
a) Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar,
perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul
menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman nabi. Banyak
Quraisy Mekkah yg tewas ditangan Ali, padahal usianya masih
sangat muda sekitar 25 tahun.
b) Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin
Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu
tebasan pedangnya yg bernama Dzulfikar, Amar bin Abdi Wud
terbelah menjadi dua bagian. Disebut perang Khandaq sebab
kaum muslimin dalam perang tersebut membuat parit untuk
menahan serbuan musuh. Kata “Khandaq” berasal dari bahasa
Persia “Kandak” yg artinya “itu telah digali” dan sesuatu yg telah
digali disebut parit.
c) Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yg memuat perjanjian
perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian
hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah
perang melawan Yahudi yg bertahan di Benteng Khaibar yg sangat
kukuh, biasa disebut dengan perang Khaibar
3. Setelah Nabi Wafat
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat
Ali bin Abi Thalib,perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi
Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat
(berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah
bila nabi Muhammad SAW. wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat,
sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana
duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II
Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan
pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji (Hijjatul-
Wada'), malam hari Rasulullah SAW. Bersama rombongan tiba di
suatu tempat dekat Jifrah yg dikenal dengan nama "GHADIR
KHUM." Hari itu adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari
kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah sambil
memegang tangan Imam Ali Bin Abi Thalib.
Sistem pemerintahan masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
Setelah wafatnya khalifah Utsman, umat yg tidak punya pemimpin
denganwafatnya Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai
Khalifah baru.Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus
pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya. Ia di bai’at di
tengah-tengah kematian Utsman, pertentangan dan kekacauan
dan kebingungan umat islam Madinah, sebab kaum pemberontak
yg membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat
menjadi khalifah. Dalam pidatonya khalifah Ali memerintahkan
agar umat Islam tetap berpegang teguh kepada al-Quran dan
Sunnah Rasulullah, taat dan bertaqwa kepada Allah serta
mengabdi kepada negara dan sesama manusia, saling memelihara
kehormatan di antara sesama Muslim dan umat lain,terpanggil
untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum; dan taat dan
patuh kepada pemerintah.Upaya ini dilakukan tidak lain untuk
menjaga kesatuan umat Islam.