Anda di halaman 1dari 8

Materi 3

Kelahiran hingga Wahyu Pertama

Kelahiran Nabi

Bismillahirrahmanirrahim.

Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam dilahirkan di Makkah dalam


naungan Bani Hasyim yang sebagian ulama berpendapat pada Senin, 9 Rabbiul Awal pada
tahun gajah, sebelum penanggalan Hijriah. Tanggal 9 dikuatkan karena jatuh pada Senin
setelah perhitungan penanggalan modern. Kelahirannya dikatakan benar-benar mengeluarkan
sinar. Kisah lain yang sumbernya tidak kuat, adalah jatuh empat belas beranda istana Persia,
mendadak padamnya api Majusi, dan runtuhnya gereja di sekitar danau Sawah.

Rasullah lahir dari Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab.
Kakeknya sangat senang, membawanya masuk Ka’bah, mendoakannya dan memberinya nama
Muhammad, nama yang tidak umum pada masa itu. Setelah ibunya menyusuinya, Rasulullah
disusui oleh Tsuwaibah yaitu budak Abu Lahab yang juga sedang menyusui anaknya, Masruh.
Tsuwaibah juga telah menyusui Hamzah dan nantinya menyusui Abu Salamah.

Terkait Abu Salamah, Rasulullah menjadi saudara sesusuan dengan Abu Salamah dan
tidak bisa menikah dengan putri Abu Salamah. Hal ini dibahas karena Rasulullah pernah
ditanya seseorang terkait kesediaannya menikah dengan putri Abu Salamah. Hal tersebut
menjadi tidak diperkenankan, ditambah saat itu Rasulullah sudah menikah dengan Ummu
Salamah juga.

Perkampungan Bani Sa’ad

Sudah umum bahwa anak yang lahir di kota Makkah akan dititipkan pada
perkampungan Arab badui agar fasih bahasa Arab asli, kuat, dan terhindar dari penyakit
perkotaan. Begitu pula Rasulullah. Kisahnya dimulai ketika Halimah dan kaumnya datang ke
Makkah untuk mencari bayi-bayi yang lahir untuk menawarkan jasa susuan. Halimah dan
suaminya hanya membawa keledai betina dan unta betina tua yang sudah kering susunya.
Karena miskin, paceklik, dan kurang gizi, susu Halimah pun sedang sedikit hingga bayi
Halimah pun sebenarnya sudah menangis kehausan. Bayi Rasulullah ditolak ibu-ibu dari Bani
Sa’ad ketika tahu bayi Rasulullah adalah yatim yang dikhawatirkan imbalan susuannya
menjadi sangat sedikit. Halimah tertinggal mendapatkan bayi susuan sehingga sekarang ia
seorang diri saja yang belum dapat bayi susuan dari kaumnya. Karena merasa sedih, terpaksa
ia ambil Rasulullah agar ada bayi yang dibawa pulang.

Saat Rasulullah dibawa, ada keberkahan yang menghampiri keluarga Halimah.


Halimah mendadak menjadi melimpah susunya. Begitu pula unta yang dibawa menjadi
melimpah-limpah susunya. Keluarga Halimah bahagia sekali. Keledainya pun menjadi
bertenaga tanpa henti mereka tunggangi sampai mengherankan kaumnya. Padahal sebelumnya,
unta Halimah kering dan keledainya paling lambat. Setibanya di kampung, ternak kambing
Halimah menjadi subur, gendut, dan melimpah susu. Padahal paceklik masih berlalu dan
kambing-kambing di kampungnya kelaparan dan kering susu hingga membuat iri satu
kampung. Penduduk setempat memerintahkan kambing-kambing mereka mengikuti kambing-
kambing Halimah saat digembalakan. Tetapi hasilnya tidak berubah, dalam masa paceklik itu,
hanya gembala Halimah yang gendut dan deras susunya.

Setelah usia dua tahun, Rasulullah harusnya dikembalikan ke Makkah. Namun Halimah
memelas dengan berbagai macam alasan diantaranya agar Rasulullah terhindar dari wabah
penyakit. Rasulullah pun kembali tetap tinggal di perkampungan Bani Sa’ad.

Kembali Ke Makkah

Ketika Rasulullah sedang bermain bersama teman-temannya di perkampungan Bani


Sa’ad, Rasulullah didatangi oleh malaikat Jibril, kemudian Rasulullah direbahkan dan dibelah
dadanya, dikeluarkan jantungnya, serta dibuang segumpal darah darinya yaitu bagian dari
tempat syaithan. Kemudian jantung itu dicuci pada baskom emas, diperbaiki, lalu dikembalikan
ke tempatnya. Rasulullah juga diberi stempel kenabian di punggungnya. Bentuknya adalah
tonjolan daging sebesar telur burung merpati dan ada rambut-rambut halusnya.
Teman-teman main Rasulullah berhamburan ketakutan dan meminta tolong atas yang
mereka sangka pembunuhan Rasulullah. Masyarakat Bani Sa’ad berhamburan dan melihat
Rasulullah yang ternyata masih hidup namun dengan rona muka yang berubah dan ada bekas
belah jahitan di dadanya. Karena Halimah ketakutan sesuatu yang buruk akan menimpa
Rasulullah, maka Rasulullah pun dikembalikan ke Makkah pada usia empat atau lima tahun.

Pindah Asuhan

Setelah kembali pada Aminah, yaitu ibunya, Rasulullah juga diasuh Ummu Aiman.
Aminah bersama Rasulullah, Ummu Aiman, dan Abdul Muthalib suatu hari menziarahi makam
Abdullah di Yatsrib dan tinggal selama sebulan. Namun, Aminah meninggal selama perjalanan
pulan di Abwa sehingga Rasulullah pindah asuhan kepada kakeknya, yaitu Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib sangat mengistimewakan Rasulullah lebih dari anaknya. Namun usia Abdul
Muthalib ternyata tidak panjang sehingga ia menitipkan Rasulullah (usia 8 tahun) pada
anaknya, yaitu Abu Thalib. Abu Thalib memiliki ibu yang sama dengan Abdullah, yaitu
Fatimah binti Amr (neneknya Rasulullah).

Abu Thalib sangat mengistimewakan Rasulullah dibandingkan anaknya sendiri.


Namun, Rasulullah sadar diri dan kadang tidak ikut hadir saat makan bersama karena Abu
Thalib miskin dan anak-anaknya berebutan makanan. Rasulullah berusaha mengembalakan
kambing penduduk Makkah dan mendapatkan sedikit bayaran.

Ketika usia dua belas tahun, Rasulullah ikut berdagang ke Syam. Di perjalanan, seorang
Rahib bernama Bahira meminta Rasulullah pulang karena ia melihat tanda kenabian berupa
merunduknya pohon-pohon pada Rasulullah, awan yang selalu menaunginya, serta tanda
kenabian berupa bulatan di punggung Rasulullah yang merupakan ciri seorang nabi. Akhirnya
Rasulullah dikirim pulang bersama sebagian anak-anaknya yang lain.

Peran Rasulullah Sebelum Kenabian

Rasulullah ketika usia dua puluh tahun ikut perang Fijar (artinya durhaka) bersama
Quraisy dan sekutu sesama Bani Kinanah melawan kabilah Qais Ailan. Perang tersebut
dinamai demikian karena berlangsung di bulan-bulan haram. Kemenangan ada di pihak
Quraisy. Rasulullah membantu memungut dan menyediakan anak panah dalam perang ini.

Ada peristiwa penting di Kota Makkah sebelum Rasulullah menjadi nabi. Setelah
perang Fijar, ada pedagang dari kabilah Zubaid yang hartanya ditahan oleh Al-Ash bin Wa’il
As-Sahmi. Rupanya, orang-orang acuh tidak peduli pada aduan pedangang tersebut. Lalu ia
naik ke Gunung Abi Qubais dan bersyair akan penderitaannya. Akhirnya Zubair bin Abdul
Muthalib pun mengajak orang-orang bersepakat Hilful Fudhul (artinya perjanjian tekad) agar
tidak ada kedzaliman di Makkah dan harus berjuang untuk keadilan terlepas ia bagian dari
kabilah atau bukan. Hal ini adalah kemajuan pemikiran karena umumnya mereka masih
membela kabilahnya dalam benar atau salah. Rasulullah menjadi bagian dari Hilful Fudhul dan
segera hak pedagang tersebut dikembalikan.

Ada peristiwa yang menjadi sorotan Kota Makkah terkait Rasulullah (usia 35 tahun).
Ketika itu Ka’bah kebanjiran sehingga bangunannya semakin rapuh. Kab’bah memang hanya
tumpukan batu yang sedikit lebih tinggi dari tinggi manusia, tanpa atap, dan mudah kecurian.
Ka’bah juga sering diserang pasukan berkuda saat-saat perang di Makkah. Agar tidak ambruk,
Ka’bah akan dibangun ulang dan masyarakat sepakat dananya tidak boleh dari harta haram,
zhalim, dan riba. Awalnya, semua takut untuk memulai merobohkan Ka’bah, lalu muncul Al-
Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumi merobohkan Ka’bah. Setelah tidak ada hal buruk yang
terjadi pada Al-Walid, maka orang-orang pun mulai menghancurkan Ka’bah hingga selesai
menyisakan pondasi yang disusun Nabi Ibrahim Alaihisalam.

Bagian-bagian Ka’bah dibagi berdasarkan kabilah untuk dibangun. Proyek ini dipimpin
oleh Baqum seorang arsitek dari Romawi. Karena kurang dana, pembangunan Hijr Ismail tidak
disamakan tingginya dengan bangunan lain. Sehingga, Ka’bah terlihat seperti kubus saja.

Setelah tiba untuk peletakan batu terakhir Hajar Aswad, semua bertikai memperebutkan
kehormatan tersebut. Demi mencegah perang, Abu Umayyah bin Mughirah Al-Makhzumi
menyarankan agar hakim di antara mereka adalah yang pertama kali memasuki pintu masjid.
Atas kehendak Allah, Rasulullah menjadi orang pertama yang masuk dan mereka menyeru Al-
Amin atau sang Amanah lalu memintanya menjadi hakim atas mereka. Rasulullah pun
menyimpan batu tersebut di helai kain selendang kemudian tiap perwakilan kabilah
mengangkatnya tinggi dekat tempat yang seharusnya, kemudian Rasulullah memindahkannya
sendiri hingga di tempatnya. Ini membuat orang-orang terkesan kagum dan menjadi harum
nama Rasulullah dengan julukan Al-Amin.
Menikah dengan Khadijah

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mulanya tidak memiliki perkerjaan tetap dan
ikut bekerja pada orang lain. Beliau pernah mengembala kambing bahkan mengembalakannya
di perkampungan Bani Sa’ad. Ia mengembalakan kambing penduduk Makkah.

Pada usia 25 tahun, orang-orang sudah terkesan dengan Rasulullah. Khadijah binti
Khuawailid pun, seorang saudagar bangsawan kaya (satu pendapat usianya 40 tahun, riwayat
lain 28 tahun), tertarik untuk menikah dengan Rasulullah namun ingin mengujinya terlebih
dahulu. Khadijah ingin mengujinya dengan perdagangan dan safar.

Khadijah pun mempekerjakannya dengan sistem bagi hasil sebagaimana karyawan


lainnya namun dengan bagi hasil yang lebih tinggi. Karena keramahan, kejujuran, dan tidak
pernah mengecewakan orang, maka ramai-ramai orang berniaga dengan Rasulullah yang kala
itu dikirim ke Syam. Maisarah, budak laki-laki Khadijah yang diminta mengawasi Rasulullah,
menceritakan rasa kagumnya pada Khadijah.

Khadijah pada masa itu sudah dua kali menjanda. Suami pertama Khadijah adalah Atiq
bin A’idz At-Tamimi dan suami keduanya adalah Abu Halah At-Tamimi, yaitu Hindun bin
Zurarah. Khadijah menceritakan harapannya untuk bersuami dengan Rasulullah pada
temannya Nafisah (Nufaisah) binti Muniyah (Munyah atau Munayyah) yang nantinya
menyampaikannya pada Rasulullah. Setelah bermusyawarah dengan paman-paman Nabi,
Rasulullah pun melamar melalui paman Khadijah, yaitu Amr bin Asad. Khadijah padahal
sebelumnya menolak banyak lamaran bangsawan dan kepala suku saat itu. Pernikahannya pun
dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar dengan mahar 20 ekor unta muda.
Semua anak Rasulullah berasal dari Khadijah kecuali seorang, yaitu Ibrahim.

1. Al-Qasim
2. Zainab
3. Ruqayyah
4. Ummu Kultsum
5. Fathimah
6. Abdullah

Semua putra Rasulullah meninggal ketika masih anak-anak. Sedangkan, semua


putrinya masuk Islam dan ikut hijrah namun meninggal semasa hidup Rasulullah kecuali
Fathimah yang meninggal 6 bulan setelah Rasulullah. Dari anaknya yang pertama, Rasulullah
menetapkan kuniyahnya, yaitu Abul Qasim.

Pernikanan ini terjadi setelah dua bulan Rasulullah pulang berdagang dari Syam. Harta
Khadijah diserahkan pengaturannya pada Rasulullah dan ia menempatkan dirinya di bawah
qawwam dan kepemimpinan Rasulullah yang saat itu lebih muda dan lebih sedikit hartanya.

Wahyu Pertama

Usia Rasulullah sudah mendekati 40 tahun dan Rasulullah semakin asing dengan
pemikiran masyarakat pada umumnya. Selama 3 tahun, beliau banyak merenung di gua Hira
di Jabal Nur dengan bekal air dan roti sembari menjamu orang yang bertemu dengannya
terlebih orang miskin. Beliau juga rutin pulang pada keluarganya lalu mengambil perbekalan
yang sama. Beliau sudah memahami kesalahan syirik pada kaumnya dan Rasulullah sendiri
tidak pernah sudi bersumpah atas nama berhala apalagi menyembahnya. Enam bulan sebelum
diangkat menjadi nabi, Rasulullah terus bermimpi dengan sangat jelas dan ada sebuah batu di
Makkah mengucap salam pada beliau.

Ayat pertama turun Senin, 21 Ramadhan tahun gajah atau 10 Agustus 610 M, usianya
40 tahun 6 bulan 12 hari menurut kalender Hijriyah atau 39 tahun 3 bulan 2 hari menurut
kalender Masehi. Perhitungan ini berdasarkan penelitian bahwa hari Senin (sesuai hadits)
hanya ada pada tanggal 7, 14, 21, dan 28 Ramadhan pada tahun tersebut sehingga tanggal 21
(Lailatul Qadr sesuai Quran) yang dikuatkan atas banyaknya perbedaan pendapat.

Saat itu, datanglah Jibril berkata “Iqra” namun beliau menjawab “aku tidak bisa
membaca” kemudian Jibril memegang dan merengkuhnya sampai kehabisan tenaga hingga
berulang tiga kali. Pada pengulangan ketiga dilengkapkanlah Surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5.

Rasulullah gemetar ketakutan dan khawatir dengan keselamatan dirinya lalu pulang
minta diselimuti. Khadijah pun membawanya kepada sepupunya yang Nasrani yaitu Waraqah
bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza yang menyamakan kejadian ini dengan Nabi Musa,
mendukung Rasulullah, dan memperingatkan Rasulullah akan diusir oleh kaumnya. Selang tak
berapa lama, Waraqah yang buta matanya meninggal dunia.
Rasulullah sangat tertekan, sedih, dan ketakutan. Beliau berlari kencang ke puncak
gunung dan berharap dirinya mati jatuh ke jurang. Namun di saat-saat seperti itu, Jibril
menampakkan dirinya dan memanggil “Wahai Muhammad, Sesuangguhnya engkau benar-
benar Rasulullah (utusan Allah)!”. Rasulullah pun tidak jadi melakukannya. Hal ini terjadi
berulang-ulang namun kembali Jibril menenangkannya.

Rasulullah kembali ke gua Hira menggenapkan bulan Ramadhan. Tatkala pulang dan
sedang di lembah, suara Jibril memanggil dari langit yang sedang duduk di kursi. Rasulullah
pun kaget tersungkur ke bumi lalu pulang minta diselimuti. Kali ini, turun surat Al-Mudatsir
ayat 1 sampai 5 meminta Rasulullah bangun dan memperingatkan manusia. Resmilah
Rasulullah menjadi Rasul.

Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai