Anda di halaman 1dari 8

Materi 2

Sebelum Kelahiran Rasulullah

Sejarah Makkah Sejak Nabi Ismail Alaihisalam

Bismillahirrahmanirrahim.

Pada mulanya, Makkah berada di bawah pemerintahan Nabi Ismail alaihi salam untuk
melayani jamaah haji. Kemudian, dilanjutkan kepemimpinannya secara berurutan dari dua
anaknya, yaitu Nabat dan Qaidar. Lalu, kekuasaan berlanjut ke mertua Nabi Ismail dari kabilah
Jurhum yang datang dari Yaman, yaitu Mudhad bin Amru. Semenjak saat itu, keturunan Nabi
Ismail belum lagi memimpin Makkah, melain kepemimpinan dipegang keluarga mertua Nabi
Ismail, yaitu kabilah Jurhum secara turun temurun.

Sejarah kabilah Jurhum tidak mulus dan harus menerima kekalahan pada banyak perang
ditambah terjadinya saling berebut kekuasaan. Kekuasaan di Makkah sempat direbut oleh
kabilah Khuza’ah selama sekitar tiga ratus tahun. Ketika kalah dan mengungsi keluar Makkah,
Bani Jurhum tidak senang sehingga mereka menyumbat sumur zam-zam, mengubur benda-
benda berharga, dan menghilangkan jejaknya.

Kekuasaan diambil alih oleh Bani Kinanah yaitu keturunan Nabi Ismail Alaihisalam,
diambil dari suku Khuza’ah sejak zaman Qushay bin Kilab dengan ragam cerita yang
bertentangan dan kontroversial. Dari keturunan Qushay, suku Quraisy muncul sebagai
pemimpin Makkah. Diantara warisan peninggalan Qushay adalah Darun Nadwah, yaitu balai
musyawarah para pembesar dan tetua dari Quraisy. Ini diperkirakan ada di tahun 440 Masehi
atau 131 tahun sebelum Rasulullah lahir.

Keturunan Qushay berebut kehormatan mengurus kota Makkah dan hampir ada perang
saudara. Namun, akhirnya pengurusan Makkah dibagi-bagi. Keturunan Abdu Manaf diberi
tugas melayani makan dan minum jamaah haji. Sedangkan keturunan Abdu Dar diberi tugas di
Darun Nadwah, memegang panji perang, dan menguasai hijabah (pengurus kunci pintu
Ka’bah).
Dalam mengurusi jamaah Haji, keturunan Abdu Manaf memilih orang yang
bertanggung jawab pada tugas tersebut. Terpilihlah Hasyim bin Abdu Manaf (hasil undian),
yang kemudian diwariskan kepada Al-Muthalib bin Abdu Manaf, lalu Abdul-Muthalib bin
Hasyim bin Abdu Manaf (kakek Rasulullah), lalu Abbas bin Abdul Muthalib (paman
Rasulullah).

Dalam memperebutkan dukungan dan simpati dari masyarakat supaya terpilih menjadi
pembesar di Darun Nadwah, mereka gemar berbagi harta, sajian, jamuan, dan berbagai
kebaikan agar dipuji oleh para penyair dan diterima para pembesar lainnya.

Penyimpangan Agama di Makkah

Saat Bani Khuza’ah merebut kekuasaan Makkah dari tangan kabilah Jurhum, terjadi
penyimpangan yang dibawa oleh salah satu pemimpin kabilah Bani Khuza’ah. Zaman itu
pemimpinnya adalah Amr bin Luhay. Amr bin Luhay pergi ke Syams dan melihat mereka
menyembah berhala, kemudian turunlah hujan. Amr bin Luhay melihatnya sebagai kebenaran
karena mengira Syam adalah negeri para nabi dan kitab suci. Ia pun meminta patung Hubal
lalu diletakan di Ka’bah untuk jadi tawasul atau perantara do’a pada Allah. Masyarakat Arab
pun mengikuti arahan dari Makkah tersebut. Meskipun ada sebagian yang menentang, namun
mereka tidak punya pengaruh yang berarti sehingga jumlah mereka menjadi sedikit dan
diabaikan masyarakat luas. Konon, berhala-berhala tersebut adalah orang-orang shalih
terdahulu yang dianggap memiliki keberkahan, kedekatan pada Allah, dan lebih dekat doanya.

Mulailah muncul berhala-berhala di Jazirah Arab. Ada Manat di Musallal, Lata di


Thaif, dan Uzza di Wadi Nakhlah. Setan pun membisiki mereka untuk menggali berhala-
berhala dari kaum Nabi Nuh untuk disembah lagi (Wud, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr)
yang terpendam di Jeddah untuk dibawa dan dibagikan pada jamaah haji pada musim haji.
Kepada berhala mereka bersumpah dengannya, berqurban, berdoa, mengagungkan, dan
menyembah dengan tujuan agar bisa dekat dengan Allah. Padahal semuanya tertolak dan
mereka terjebak dengan kesyirikan.

Ada lagi kemusyrikan yang lain. Dalam kehidupan, mereka juga mengenal kahin atau
dukun, arraf atau ramal, dan munajjim atau zodiak (ramal dari gerakan bintang). Mereka juga
mengenal thiyarah atau rasa sial. Mereka akan menggantungkan sialnya pada arah terbang
burung atau lari kijang, bila terbang atau lari ke kanan maka pertanda baik dan sebaliknya.
Dalam bertindak mereka mengenal azlam atau undian 3 anak panah. Tertulis di 3 anak panah
undian berupa jawaban iya, tidak, dan diabaikan. Termasuk undian nasab bagi yang diragukan
asal bapaknya yang bertuliskan dari kalian (dianggap satu kabilah), dari selain kalian (akan jadi
sekutu), atau diikutkan (tidak dianggap nasab dan tidak jadi sekutu).

Mereka banyak mengarang hukum-hukum yang tidak ada dalam ajaran Ibrahim.
Mereka mengarang tentang hukum-hukum ternak dan makanan sembelihan. Mereka juga
mengharuskan berhala berasal dari Makkah. Mereka mewajibkan ibadah haji dengan pakaian
dari Makkah atau bila tidak mampu maka telanjang bulat. Akan sering terlihat orang telanjang
mengelilingi Ka’bah baik laki-laki atau perempuan yang mereka anggap itu sebagai kesucian
dan merendahkan diri di hadapan Allah dan berhala.

Nasab Rasulullah

Rasulullah lahir dari garis keturunan yang dimuliakan yaitu suku Quraisy dan
keturunan para pemuka di Makkah yaitu Bani Hasyim. Oleh sebab keturunannya, orang-orang
sudah memuliakan Rasulullah semenjak lahirnya.

Berikut ini nasab Rasulullah yang dipastikan benar riwayatnya karena diajarkan
langsung oleh Rasulullah. Nasab itu adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib
(aslinya Syaibah) bin Hasyim (aslinya Amr) bin Abdu Manaf (aslinya Mughirah) bin Qushay
(aslinya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy (aslinya Fihr)
bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (aslinya Amir) bin Ilyas
bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Berikut ini nasab yang tidak dijamin riwayatnya dan tidak bisa dipastikan
kebenarannya, yaitu nasab Adnan sampai Nabi Ibrahim alaihi salam. Nasab itu adalah Adnan
bin Adad bin Al-Hamaisa’ bin Ash bin Buz bin Qimwal bin Ubay bin Awwam bin Nasyid bin
Hazza bin Bildas bin Yadlaf bin Thabikh bin Jahim bin Nahisy bin Makhiy bin Idh bin Abqar
bin Ubaid bin Ad-Di’a bin Hamdan bin Sanbar bin Yasribi bin Yahzan bin Yalham bin Ar’awi
bin Idh bin Disyan bin Aishar bin Afnad bin Ayham bin Muqashshir bin Mahits bin Zarih bin
Sumay bin Mizzi bin Udhah bin Uram bin Qaidar bin Ismail bin Ibrahim alaihuma salam.
Berikut ini nasab yang dipastikan tidak shahih, yaitu nasab Ibrahim sampai Adam
alaihuma salam. Nasab itu adalah Ibrahim bin Tarih (aslinya Azar) bin Nahur bin Saru’ bin
Ra’u bin Falakh bin Abir bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh alaihi salam bin Lamik
bin Mutawasylikh bin Akhnukh (konon ini adalah Idris alaihisalam) bin Yard bin Mahla’il bin
Qaynan bin Anusyah bin Syits bin Adam alaihisalam.

Kakek Rasulullah

Kakek Rasulullah adalah Abdul Muthalib bin Hasyim yang nama aslinya adalah
Syaibah (artinya adalah uban karena ada uban di kepalanya saat lahir). Ia dipanggil Abdul
Muthalib karena dikira budak dari pamannya, Al-Muthalib.

Kisahnya ketika Abdul Muthalib dibawa pulang dari keluarga ibunya setelah Hasyim
sang ayah meninggal di Ghaza. Hasyim sedang dalam perjalanan dagang ke Syam, lalu
menikah di Yatsrib dengan Salma binti Amr. Setelah Salma mengandung, Hasyim melanjutkan
perjalanan ke Syam namun ternyata meninggal.

Waktu berlalu dan Syaibah yang masih kecil tumbuh di Yatsrib tanpa sepengetahuan
keluarga Hasyim di Makkah. Adik Hasyim, Al-Muthalib, menjadi pemimpin di Makkah,
sekaligus memimpin keluarga Abdu Manaf. Setelah dapat kabar bahwa selama ini Hasyim
sudah memiliki anak di Yatsrib, Al-Muthalib menjemput keponakannya dengan linangan air
mata karena rasa sayang dan haru. Mulanya keluarga Salma binti Amr tidak mau menyerahkan
Syaibah. Namun, Al-Muthalib menjamin bahwa Syaibah akan menjadi kepala suku di Makkah
sepeninggal Al-Muthalib. Akhirnya Syaibah dilepas oleh ibunya.

Ketika mereka berdua datang ke Makkah, Syaibah sangat cekatan dalam melayani Al-
Muthalib sampai Syaibah dikira budak Al-Muthalib sehingga masyarakat memanggilnya
Abdul Muthalib. Al-Muthalib tidak terima keponakan kesayangannya dipanggil budak. Namun
apa daya, panggilan itu sudah menyebar dan menjadi panggilan akrab masyarakat meskipun
mereka tau itu kesalahan panggilan.

Ada sejumlah peristiwa terkait Abdul Muthalib. Pertama, pamannya Naufal sempat
merebut kekuasaan dari Abdul Muthalib setelah Al-Muthalib wafat. Melihat permusuhan ini,
Bani Hasyim tidak mau ikut campur urusan paman dan keponakan pembesar mereka. Karena
tidak ada yang membela, Abdul Muthalib menulis surat dan meminta bantuan ke keluarga
ibunya Bani An-Najjar. Bani An-Najjar marah. Maka dikirimlah delapan puluh pasukan kuda
yang dipimpin oleh paman Abdul Muthalib sendiri, yaitu Sa’ad bin Adi. Mereka berangkat ke
Makkah dan langsung menghunuskan pedang pada Naufal yang sedang duduk di Hijr Ismail
serta diancam dibunuh. Sekarang Naufal yang tidak ada penolongnya. Maka dikembalikanlah
kekuasaan Makkah pada Abdul Muthalib. Pasukan Sa’ad bin Adi kemudian melanjutkan
Umrah dan dijamu oleh Abdul Muthalib.

Peristiwa berikutnya terkait Abdul Muthalib adalah peristiwa ditemukannya sumur


zam-zam. Abdul Muthalib diberi mimpi oleh Allah untuk menggali sumur zam-zam yang
disembunyikan Bani Jurhum ketika mereka terusir dari Makkah karena kalah perang. Abdul
Muthalib menggali tanpa dibantu keluarga lain. Akhirnya ia menemukan barang berharga dan
air yang banyak di tempat tersebut. Pemuka Quraisy cemburu dan ingin mendapatkan bagian
hak kepemilikan sumur tersebut. Abdul Muthalib menolak. Maka mereka pun sepakat untuk
menyelesaikannya ke pengadilan, yaitu kepada dukun di pinggiran Syams di perkampungan
Bani Sa’ad. Namun, di perjalanan mereka ternyata kehabisan air dan tidak menemukan
sumbernya sehingga mereka terancam mati. Saat situasi sudah kritis, Allah memberikan air
pada Abdul Muthalib dengan memancarkan air dari bawah unta Abdul Muthalib saja. Melihat
keajaiban ini, pemuka Quraisy menyerah dan menyaksikan bahwa zam-zam adalah pemberian
Allah pada Abdul Muthalib saja.

Intervensi para petinggi Quraisy pada sumur zam-zam menunjukan bahwa orang-orang
melihat Abdul Muthalib tidak disegani. Hal tersebut dirasa karena Abdul Muthalib baru
memiliki seorang anak laki-laki saja sehingga tidak banyak yang membela. Abdul Muthalib
pun bernadzar bahwa jika Allah menganugrahinya dengan sepuluh orang anak laki-laki, maka
ia akan mengurbankannya satu orang di sisi Ka’bah sebagai rasa syukurnya.

Peristiwa berikutnya adalah peristiwa pasukan bergajah yang mau menghancurkan


Ka’bah. Abrahah yang pada saat itu menguasai Yaman. Abrahah adalah bawahan An-Najasyi
di Habasyah. Abrahah membunuh komandannya sendiri yang bernama Aryath. Abrahah
melihat bahwa orang Arab melakukan Haji ke Ka’bah di Makkah padahal ia ingin agar agama
Kristen tersebar. Oleh sebab itu, ia membangun gereja megah di Shana’a untuk kemudian
dinamai Ka’bah Yaman agar orang Arab pindah hajinya ke sana. Tentu hal tersebut dianggap
aneh dan menjadi sia-sia. Lebih lagi, satu orang dari Bani Kinanah merasa jengkel dan akhirnya
ia pergi jauh ke sana hanya untuk melumuri gereja tersebut dengan kotoran. Abrahah pun
murka. Akhirnya ia mengirim 60 ribu tentara (banyak sekali pada masanya) dengan 10 atau 14
ekor gajah perang. Ia sendiri menunggangi gajah yang paling besar. Abrahah ingin mencongkel
Ka’bah dengan gajah-gajahnya.

Abrahah lalu mempersiapkan pasukannya di Al-Mughammas. Pasukan Abrahah


ternyata merampas unta milik Abdul Muthalib yang sedang digembalakan. Abdul Muthalib
kemudian datang untuk menjemput untanya yang disandera oleh Abrahah. Abrahah awalnya
mengira Abdul Muthalib datang untuk berunding terkait keselamatan Ka’bah. Tidak disangka,
Abrahah menjadi heran karena Abdul Muthalib, sebagai pemimpin Makkah, hanya meminta
untanya saja dikembalikan. Abrahah agaknya heran karena penduduk Makkah sudah nampak
menyerah dan lari ke bukit-bukit menyaksikan Ka’bah yang selama ini mereka agungkan.
Abdul Muthalib menyampaikan pesan bahwa ia adalah pemilik dari unta, sedangkan Ka’bah
adalah milik Allah dan Allah sendiri yang akan menjaganya.

Abrahah sombong dan tidak peduli pada ucapan Abdul Muthalib. Akhirnya Abrahah
memulai serangan pada Ka’bah. Namun setiba di Wadi Muhassir, antara Muzdalifah dan Mina,
gajah mulai duduk dan tidak mau masuk Makkah. Mereka mau berjalan ke selatan, utara, dan
timur tapi akan duduk bila diarahkan ke Makkah di barat. Di saat Abrahah kebingungan, Allah
mengirimkan pasukan burung yang membawa dua kerikil terbakar di masing-masing kaki dan
satu kerikil lagi di paruhnya, kemudian dijatuhkan kepada tentara tersebut. Pasukan pun bubar
sedangkan Abrahah mati perlahan di perjalanan pulang dengan jari dan tubuh yang copot satu
per satu. Ia pun tewas setibanya di Shana’a dengan jantung yang terlihat. Peristiwa ini
diprediksi terjadi 50 atau 55 hari sebelum Rasulullah lahir dan menggemparkan negeri sekitar.

Abdul Muthalib memiliki 10 sanak laki-laki dan 6 anak perempuan dari istri-istrinya.
Anak laki-lakinya sebagai berikut.

1. Al-Harits 5. Hamzah 9. Shaffar


2. Az-Zubair 6. Abu Lahab 10. Al-Abbas
3. Abu Thalib 7. Al-Ghaidaq
4. Abdullah 8. Al-Muqawwam
Putri Abdul Muthalib adalah sebagai berikut.

1. Ummul Hakim 5. Arwa


2. Barrah 6. Umaima
3. Atikah
4. Shaffiyyah
Ayah Rasulullah

Abdullah bin Abdul Muthalib adalah anak dari ibunya, Fatimah binti Amr bin A’idz
bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. Abdullah, berdasarkan hasil undian, akan
dikurbankan terkait nadzar Abdul Muthalib. Namun, kaum Quraisy mencegahnya karena takut
akan jadi tradisi baru dan ramai sembelihan manusia di Makkah dan meluas ke Jazirah Arab.

Akhirnya mereka konsultasi pada dukun lalu kemudian diputuskanlah akan ada undian.
Setiap undian akan bertambah 10 ekor unta sebagai ganti Abdullah sampai undian berhenti.
Saat diundi, nama Abdullah terus keluar sampai akhirnya keluar undian unta. Artinya,
Abdullah ditebus dengan 100 ekor sembelihan unta. Hukum dahulu, setiap jiwa yang terbunuh
tidak disengaja harus diganti 10 ekor unta. Setelah itu, maka diyat dari jiwa terbunuh karena
tidak disengaja adalah membayar 100 ekor unta dan disahkan juga oleh Islam.

Saat dewasa, Abdullah pergi berdagang namun meninggal di Yatsrib. Ia meninggalkan


lima ekor unta, sekumpulan kambing, dan budak wanita Habasyah bernama Barakah (Ummu
Aiman) yang nanti akan menjadi ibu asuh Rasulullah semenjak Aminah wafat. Mayoritas
ulama berpendapat bahwa Rasulullah masih dalam kandungan saat itu.

Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai