com Global
Zainab binti Ali adalah cucu Nabi Muhammad. Dia anak ketiga dari istri
pertama Ali bin Abi Thalib, Fatimah binti Muhammad. Kedua saudaranya
adalah Hassan dan Husain bin Ali. Zainab binti Ali dikenang sebagai
perempuan berdaya yang pemberani. Ia merupakan salah satu "panglima
perang" perempuan dalam Islam yang terkenal dari abad ke-7. Zainab binti
Ali turun "berperang" dialog dengan musuh ketika keluarganya dalam
bahaya karena diburu oleh Khalifah Umayyah Yazid yang bertekad
membunuh semua keturunan laki-laki Nabi Muhammad.
Zainab binti Ali dewasa Setelah beranjak dewasa, Zainab binti Ali menikah
dengan sepupu pertamanya Abdullah bin Ja'far, keponakan Ali bin Abi
Thalib, dalam sebuah upacara sederhana. Meskipun suami perempuan
berdaya tersebut adalah orang yang kaya, pasangan itu dikatakan
menjalani kehidupan yang sederhana. Sebagian besar kekayaan mereka
disumbangkan untuk amal. Abdullah sesekali disebut "lautan kemurahan
hati" atau "awan kemurahan hati", seperti yang dikutip dari Military History.
Mereka memiliki lima anak, empat putra dan satu putri, yaitu Awn, Ali,
Muhammad, Abbas, dan Umm-Kulthum. Pernikahan Zainab tidak
mengurangi keterikatan kuatnya dengan keluarganya. Ali bin Abi Thalib
tetap merasakan kasih sayang yang besar dari perempuan Muslim ini dan
suaminya. Sehingga, pada 37 H (658 M), ketika Ali menjadi khalifah dan
memindahkan ibu kota dari Madinah ke Kufah, Zainab dan Abdullah pindah
bersamanya. Seiring bertambahnya usia, perempuan berdaya ini memiliki
banyak pengetahuan tentang Islam. Ia kemudian menjadi advokat untuk
wanita di masa di mana belum pernah ada hal seperti itu. Beberapa sumber
mengatakan bahwa cucu Nabi Muhammad tersebut mengadakan sesi
untuk membantu wanita lain mempelajari Al-Quran dan belajar lebih
banyak tentang Islam.
Zainab binti Ali dan perang Karbala
Setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib pada 661 M, disusul pada 670 M oleh
Hasan yang sempat menggantikan posisi ayahnya hanya beberapa bulan
pada 661 M. Hasan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu
Sufyan atau Muawiyah I (661-680 M) yang ambisius karena terdesak
situasi yang rumit dan pengkhianatan.
Pada 680 M setelah Muawiyah I meninggal dunia, kekhalifahan pemimpin
putranya Yazid bin Muawiyah atau Muawiyah II (683-684 M). Di bawah
pemerintahan Yazid, kebencian terhadap keturunan terakhir Nabi
Muhammad berlanjut. Ia mengerahkan pasukan untuk melawan pasukan
kecil yang dipimpin Husain bin Ali, adik Hasan, untuk mengamankan posisi
pemerintahan.
Yazid bin Muawiyah bertekad memburu dan membunuh keturunan laki-laki
Nabi Muhammad, seperti dikutip Daily Times Pakistan (2020). Husain
terpaksa keluar dari Mekkah karena Yazid bin Muawiyah mengirim para
pembunuh saat ia haji. Kemudian, ia pergi ke Kufah (kota Irak) atas
undangan masyarakat di sana.
Zainab binti Ali menemani Husain, seperti yang dilakukan sebagian besar
keluarganya. Saat rombongan Husain dan Zainab sampai di Karbala, Irak,
terjadilah Perang Karbala, yang menewaskan Husain dan 72 kerabatnya.
Perempuan Muslim ini menyaksikan sendiri saudaranya dibunuh secara
brutal atas perintah Yazid bin Muawiyah dalam Perang Karbala. Tubuh
Husain diinjak-injak oleh kuda musuh, kepalanya dipenggal, dan bahkan
kain yang sudah compang-camping harapan terakhir untuk menjaga
kesopanannya direnggut darinya.
Sumber asli:
https://www.kompas.com/global/read/2021/11/25/160941470/zainab-binti-ali-cucu-nabi-muhammad-
yang-menjadi-panglima-perang?page=all