Anda di halaman 1dari 8

Nama : 1.

Fitri Sri Wahyuni (11)


2. Galuh Yolla Kharisma (14)
Kelas : XII-IPS 4

ABDULLAH bin UBAY TOKOH KAUM MUNAFIQ

Abdullah bin Ubay bin Salul adalah kepala suku Khazraj. Setelah perang Bu‟ats, kedua suku
yang bertikai [ Aus dan Khazraj ] merasa mereka harus bersatu. Untuk itu mereka sepakat
memilih salah seorang diantara mereka sebagai Raja.

Dan meski suku Khazraj mengalami kekalahan, tapi baik suku Aus maupun Khazraj sepakat
memilih Abdullah bin Ubay untuk diangkat jadi Raja mereka. Mengingat kedudukannya yang
mulia dan pandangannya yang luas. Kesepakatan ini tentu membawa implikasi yang besar
manakala ternyata dikemudian hari, hal itu menjadi gagal.

Meski saat itu penduduk Yastrib telah mempersiapkan diri mereka, untuk melebur menjadi satu.
Mereka bersepakat melupakan masa lalu yang kelam dan siap memulai hidup baru dengan saling
bergandeng tangan. Bersama sama menghadapi dominasi Yahudi yang amat merugikan mereka.

Bermula dari Pertemuan 6 orang Yastrib

Namun takdir Allah jualah yang terjadi. Belum sempat penobatan itu terlaksana, terjadi
perubahan yang amat cepat, Yang tak seorang pun mampu menduga. Yang kesemuanya itu
bermula ketika enam orang Yastrib berangkat haji ke Mekah. Dan disana mereka ditemui
Rasulullah.

Mereka adalah :

1. Abu Umamah As‟ad bin Zurarah bin „Adas, dari bani An Najjr

2. Auf bin Harits bin Rafa‟ah („Auf bin „Ufara‟), dari bani An Najjr

3. Rafi‟ bin Malik bin „Ajlan, dari bani Zuraiq

4. Quthbah bin „Amir bin Hadidah, dari bani Slamah


5. Uthbah bin „Amir bin Nabii dari bani Ubaid bin Ka‟b

6. Jabir bin Abddulllah bin Ri‟ab, dari bani Ubaid bn Ghanm

Setelah Muhammad bicara dengan mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, satu
sama lain mereka saling berpandang-pandangan.

“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi,kepada kita,” kata mereka.
“Jangan sampai mereka mendahului kita.”

Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri mereka masuk Islam. Lalu
kata mereka:

“Dan dari 6 orang inilah kemudian berita tentang Islam dan Nabi Muhammad merebak tak
tertahankan di Yastrib. Saat itu, berita tentang Nabi, lebih memberi harapan bagi penduduk
Yastrib ketimbang mengangkat Abdullah bin Ubay menjadi Raja mereka.”

Abdullah bin Ubay Terlupakan

Pemikiran seperti itu bukan tanpa sebab. Karena mereka baru saja mengenal Muhammad, meski
kakek Muhammad, Abdul Muththalib berasal dari bani An Najjr, Tetap ide tentang Nabi Baru
sesungguhnya datang dari orang orang Yahudi itu.

Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur monotheisma sangat mencela tetangga-
tetangga mereka [ suku Auss dan Khazraj ] yang terdiri dari kaum pagan dengan penyembah
berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan.

Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang Nabi yang akan menghabiskan mereka dan
mendukung Yahudi. Orang orang Yahudi beranggapan, bahwa mereka adalah bangsa pilihan
Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain memegang kedudukan ini. Disamping itu mereka
memang tidak pernah mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun tidak pula keluar
dari lingkungan Keluarga Israil.

“Sekarang akan ada seorang Nabi utusan Tuhan yang sudah dekat waktunya. Kami akan jadi
pengikutnya dan kami dengan dia akan memerangi kamu seperti dalam perang „Ad dan Iram.”
Kepercayaan tentang datangnya Nabi baru itu sungguh menambah ciut hati penduduk Yastrib.
Tak terbayang dalam benak mereka bilamana hal itu betul terjadi.

Itulah sebabnya ketika Abu Umamah, Rafi‟ bin Malik, Quthbah bin „Amir, Uthbah bin „Amir
dan Jabir bin Abddulllah bertemu dengan Muhammad dan setelah Muhammad bicara dengan
mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling berpandang-
pandangan.

“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi,kepada kita,” kata mereka.
“Jangan sampai mereka mendahului kita”.

Kelelahan penduduk Yastrib akan perang demi perang antar mereka serta kehausan akan iman
yang sebenarnya, mendorong mereka menjadi terbuka terhadap sosok Muhammad

Nabi Baru

Begitulah akhirnya Muhammad diterima dengan gembira dan suka cita. Dan seluruh penduduk
Yastribmenerima Islam sebagai agama baru mereka, meniggalkan kepercayaan terhadap berhala.
Namun Abdullah tak kunjung mau menerima kehadiran Rasulullah dengan ikhlas. Iman masih
belum mau mengetuk pintu hatinya. Meski ia sudah bersyahadat, namun ia belum ikhlas lahir
batin. Sakit hatinya menutupi jalan jalan kebenaran. Ia masih menyimpan dendam. Dalam
hatinya ia masih bertahan pada ajaran nenek moyangnya. Menyembah berhala.

Andai saja Abdullah bin Ubay menyadari bahwa Rasulullah SAW memang lebih utama darinya.
Andai saja kemudian ia mengakui keutamaan Rasulullah SAW, dan cukuplah ia menjadi orang
nomor dua. Karena sebelumnya kemuliaannya memang sangat diakui. Kebaikannnya tak
diragukan. Tapi karena ia tidak ikhlas dengan keberadaan dan keutamaan Rasulullah, ia tetap
merasa sakit hati.

Ia seakan menutup hatinya. Ia dendam pada Rasulullah. Sehingga tanpa sadar, ia lama kelamaan
menjadi musuh dalam selimut bagi Rasulullah SAW.

Abdullah bin Ubay berubah menjadi seorang pengkhianat. Ia duri dalam daging. Menjadi
pemimpin orang orang munafik.
Pemimpin Orang Orang Munafik

Berkali-kali Al Quran menunjuk orang ini sebagai sosok kontroversi dalam tutur kata dan
perbuatannya yang merugikan Islam dan kaum Muslimin. Hampir setiap ada fitnah yang
menimpa kaum Muslimin di Madinah selalu ada peran Abdullah bin Ubay sebagai
provokatornya, bahkan peristiwa haditsul ifki (berita palsu) yang menimpa Ummul Mukminin
Aisyah ra Al Quran mengisyaratkan Abdullah bin Ubay sebagai pembesar yang
mengendalikannya.

Abdullah bin Ubay mengumpulkan orang-orang disekelilingnya untuk dijadikan pengikut


pengikutnya. Segala sesuatu telah disiapkan sehingga sewaktu waktu siap sedia merebut
kekuasaan. Rencana itu akan mereka laksanakan bilamana Nabi Muhammad SAW tidak ada lagi.

Usaha mereka yang pertama adalah berpura pura masuk Islam, namun diam diam berusaha
menggembosi Islam dengan berbagai cara. tweet

Sikap Rasulullah, SAW terhadap golongan munafik ini adalah teramat lunak sekali, tidak seperti
halnya sikap terhadap orang Yahudi. Beliau selalu berusaha memberikan pengajaran-pengajaran
terhadap mereka dengan penuh harapan supaya mereka pada suatu ketika insyaf dan beriman
dengan iman yang sebenar-benarnya.

Seorang sahabat kala itu mengatakan, “Ya Rasulullah lapangkan hatimu kepada Abdullah bin
Ubay.. Sungguh Abdullah bin Ubay itu adalah orang yang sakit hati. Sebelum engkau menjelang
datang ke Madinah, kaumnya telah bersepakat mengangkatnya menjadi raja. Sudah menyiapkan
tahta dan singgasananya. Tapi kemudian engkau hadir ya Rasulullah. Lalu kaumnya batal
mengangkatnya jadi raja. Maka betapa sakit hatinya ia karena kedatanganmu ya Rasulullah…”

Anak Yang Shaleh

Ketika semua penduduk Yastrib memeluk Islam, tak terkecuali istri dan anak anak Abdullah bin
Ubay sendiri. Salah satu anaknya yang juga bernama Abdullah, yakni Abdullah bin Abdullah

Beruntunglah, sang anak Abdullah bin Abdullah adalah anak yang shaleh. Imannya telah
merasuk kedalam tulang sumsumnya. Meski ia tahu ayahnya Abdullah bin Ubay berubah
menjadi pengkhiat, menjadi seorang munafik.
Bagaimanapun juga, Abdullah adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada ayahnya, dan itu
telah lama terbentuk sebelum Islam memasuki kota Madinah. Anak tetaplah anak,

Abdullah bin Ubay Hampir Saja Dibunuh

Ketika Rasulullah SAW mendengar pimpinan Banu Musthaliq, Al Harits bin Abu Dhirar
menghimpun pasukan untuk memerangi kaum muslimin, Beliau menyusun pasukan dan segera
berangkat ke tempat Banu Musthaliq. Dalam pasukan yang dipimpin sendiri oleh Nabi ini ikut
juga sekelo mpok kaum munafik, termasuk pimpinannya, Abdullah bin Ubay.

Setelah pertempuran usai dan dalam perjalanan kembali ke Madinah, Abdullah bin Ubay berkata
pada kelompoknya, “Jika kita kembali ke Madinah, orang-orang yang terhormat akan mengusir
orang-orang yang terhina.”

Ucapan “terhina” ini dimaksudkan pada Rasulullah SAW dan sahabat Muhajirin yang terusir dari
Makkah. Ketika kabar ini sampai kepada Nabi SAW lewat sahabat Zaid bin Arqam, Umar bin
Khaththab meminta Nabi menyuruh Abbad bin Bisyr untuk membunuh tokoh munafik tersebut.
Tetapi Abdullah bin Ubay mengingkari kalau telah mengatakan itu, sehingga terjadi suasana
yang tegang dan penuh prasangka, sampai akhirnya turun Ayat yang membenarkan Zaid bin
Arqam.

Dalam beberapa versi disebutkan Umar bin Khattab mengatakan, “Ya Rasulullah kupenggal saja
orang yang mengatakan „Akan kukeluarkan orang hina itu (orang mukmin) dari Madinah‟ “

“Tidak wahai Umar. Nanti apa kata orang bahwa Muhammad membunuh sahabatnya. Demi
Allah tidak.”

Dan kabar itu sampai ke telinga Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul.

Abdullah bin Abdullah mendengar selentingan dari orang Madinah “Tunggu saja nanti Abdullah
bin Ubay itu akan dipenggal oleh Nabi.”

Menghadaplah Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul. kepada Rasulullah SAW,

“Ya Rasulullah aku mendengar kabar engkau hendak membunuh ayahku. Benarkah demikian?
Demi Allah ya Rosulullah, jika engkau hendak membunuh ayahku, jangan kirim seorang
sahabatmu untuk membunuh ayahku ya Rosulullah.. aku mencintainya… aku cintai ayahku…,
karena demi Allah orang Madinah tahu aku seorang yang paling berbakti kepada orang tuaku.
Demi Allah kalau sampai ada yang membunuh ayahku, aku khawatir aku tidak bisa bersabar
untuk tidak menuntut balas. aku pasti akan dendam. Dan pasti aku akan membalas dendamku
dan pasti aku akan membunuh seorang mukmin yang dengan itu aku menjadi kafir ya
Rasulullah.. Demi Allah aku tidak ingin itu terjadi…

Tetapi jika engkau memang ingin membunuh ayahku ya Rasulullah. utus aku… utus aku
sendiri… Betapapun aku mencintai ayahku.. tapi Allah dan Rasul-Nya lebih layak aku cintai
daripada ayahku sendiri…”

Hati Rasulullah SAW jatuh mendengar permintaan yang menyedihkan itu. Beliau menjawab,
“Baiklah, berbaktilah kepada orang tuamu, ia tidak melihat darimu kecuali kebaikan.”

Tahulah Abdullah bin Abdullah bahwa Rasulullah memaafkan ayahnya.

Abdullah bin Ubay Dilarang Memasuki Kota Yastrib

Namun demikian, sebagai wujud kecintaan yang lebih besar kepada Allah dan Rasul-Nya
daripada orang tuanya, Abdullah melarang ayahnya masuk kota Yastrib kecuali jika Rasulullah
SAW telah mengijinkannya. Abdullah bin Abdullah menghadangnya dengan pedang terhunus,

Ketika sang ayah mencoba memaksa, Abdullah bin Abdullah menyerangnya dengan pedangnya
itu sehingga ia mundur kembali. Dengan terpaksa ayahnya mengirim utusan untuk meminta ijin
Rasulullah SAW bagi tokoh munafik tersebut memasuki kota Yastrib

Abdullah bin Ubay Sakit

Hingga tahun ke 9 Hijriyah.

Sepulang Rasulullah saw dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawal, Abdullah bin Ubay
menderita sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay sakit, Rasulullah saw menyempatkan diri untuk
membesuknya. Usamah bin Zaid bercerita: “Saya bersama Rasulullah saw mengunjungi
Abdullah bin Ubay yang sedang sakit untuk membesuknya. Rasulullah saw mengingatkan
Abdullah bin Ubay “Bukankah saya sudah melarang kamu dari dahulu agar tidak mencintai
orang-orang Yahudi?” Abdullah bin Ubay menjawab sekenanya, “Dulu Sa‟d bin Zurarah
membenci orang-orang Yahudi, kemudian Sa‟d bin Zurarah mati.”

Rasulullah saw tidak kehilangan sisi kemanusiaan yang bermartabat meskipun kepada orang
yang sering Rasulullah ketahui dari Allah SWT sebagai pembuat masalah dan fitnah di dalam
barisan kaum Muslimin. Secara zahir Abdullah bin Ubay menunjukkan dirinya sebagai seorang
Muslim, maka ia berhak mendapatkan hak keIslaman itu dengan dibesuk ketika sakit.

Peristiwa Turunnya Surat At Taubah dan Wafatnya Abdullah

Pada bulan kerikutnya, bulan Dzulqa‟dah Abdullah bin Ubay wafat. Kesedihan merasuki hati
Abdullah bin Abdullah. Ia tahu bahwa orang tuanya itu mungkin hanya pantas berada di neraka,
namun demikian ia ingin menunjukkan bakti terakhirnya. Dan anak yang berbakti ini… amat
sedih tatkala ayahnya meninggal masih dalam kemunafikannya dan belum bertaubat. Menangis
ia menghadap Rasulullah SAW,

Abdullah bin Abdullah datang menemui Rasulullah saw, meminta salah satu baju gamis
Rasulullah saw untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah
saw mengabulkan permintaan itu dan memberikan kainnya kepada Abdullah bin Abdullah untuk
menjadi kafan bagi jenazah ayahnya.

Kemudian Abdullah bin Abdullah berkata lagi :

“Ya Rasulullah tidak ada yang bisa menyelamatkan ayahku kecuali doa yang engkau panjatkan.
Datang dan sholatkan ia ya Rasulullah …”

Berdiri Rasulullah hendak berangkat tapi kemudian dihadang oleh Umar, “ya Rasulullah, Allah
melarang engkau mensholati mereka”

Dibacalah surah At Taubah Ayat 80 :

…….. ‫ال‬

“Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka
(adalah sama saja). ”
Berkata Umar “ Ya Rasulullah, Allah melarangmu memohonkan ampun mereka. Ia memfitnah
Aisyah berzina, ia mengatakan akan mengeluarkan orang mukmin dari Madinah [ peristiwa
perang Al Ahzab ]. Ia membuat fitnah. Ia memisahkan diri dari perang. Ia memecah belah kaum
muslimin”.

“Tidakkah engkau dengar wahai Umar? Tuhanku memberikan pilihan bagiku.. „engkau
mohonkan ampun atau tidak engkau mohonkan ampun sama saja.‟ maka aku akan memilih
memohonkan ampun wahai Umar…”

Lalu turunlah surah At Taubah Ayat 80 (lanjutan) :

ِ َ‫َّللاُ ال يَ ْي ِدي ْالقٌَْ َم ْالف‬


َ‫اسقِين‬ َّ ِ‫َّللاُ لَيُ ْن َذلِكَ بِأَنَّيُ ْن َكفَرًُا ب‬
َّ ًَ ‫اَّللِ ًَ َرسٌُلِ ِو‬ َّ ‫لَيُ ْن َس ْب ِعينَ َه َّرةً فَلَ ْن يَ ْغفِ َر‬

Kendati pun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali kali
tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.

Rasulullah SAW berkata,

“Maka hai Umar aku akan mohonkan ampun untuknya 70 kali ditambah 70 kali ditambah 70
kali.”

Ketika itu Umar berundur sambil gemetar…

kata Umar,“Betapa lancangnya aku pada Rasulullah… Betapa mulianya akhlak Rasulullah
SAW…. Betapa bening dan jernih sikapnya atas perintah Allah SWT…”

kemudian Rasulullah SAW mensholatkan Abdullah bin Ubay bin Salul, barulah kemudian turun
keputusan dari Allah dalam Surat At Taubah Ayat 84 :

َّ ِ‫صلِّ َعلَى أَ َح ٍد ِه ْنيُ ْن َهاتَ أَبَدًا ًَال تَقُ ْن َعلَى قَب ِْر ِه إِنَّيُ ْن َكفَرًُا ب‬
َ‫اَّللِ ًَ َرسٌُلِ ِو ًَ َهاتٌُا ًَىُ ْن فَا ِسقٌُن‬ َ ُ‫ًَال ت‬

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara
mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik

Anda mungkin juga menyukai