Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

DI SUSUN OLEH: IBRAHIM LEWE


RIZAL ALI
FITRI NOVIA.N.
HUSRIANI
SUKMAWATI
SITI FAIZA

TAHUN PALAJARAN 2015/2016


MADRASAH ALIYAH NEGERI ENDE
Fathu Makkah: Pelajaran dari
Penaklukan Kota Mekkah
Diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah dengan
orang musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan
Shulh Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah.

Sebab Terjadinya Fathu Makkah

Diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah


dengan orang musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada
nota kesepakatan Shulh Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah.
Termasuk diantara nota perjanjian adalah siapa saja diizinkan
untuk bergabung dengan salah satu kubu, baik kubu Nabi
shallallahu alahi wa sallam dan kaum muslimin Madinah atau
kubu orang kafir Quraisy Makkah. Maka, bergabunglah suku
Khuzaah di kubu Nabi shallallahu alahi wa sallam dan suku
Bakr bergabung di kubu orang kafir Quraisy. Padahal, dulu di
zaman Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua suku ini
dan saling bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah,
masing-masing suku melakukan gencatan senjata. Namun,
secara licik, Bani Bakr menggunakan kesempatan ini
melakukan balas dendam kepada suku Khuzaah. Bani Bakr
melakukan serangan mendadak di malam hari pada Bani
Khuzaah ketika mereka sedang di mata air mereka. Secara
diam-diam, orang kafir Quraisy mengirimkan bantuan personil
dan senjata pada Bani Bakr. Akhirnya, datanglah beberapa
orang diantara suku Khuzaah menghadap Nabi shallallahu
alahi wa sallam di Madinah. Mereka mengabarkan tentang
pengkhianatan yang dilakukan oleh orang kafir Quraisy dan
Bani Bakr. Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar
perjanjian, orang kafir Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke
Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di
Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada
Nabi shallallahu alahi wa sallam, namun beliau tidak
menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Akhirnya Abu
Sufyan menemui Abu Bakar dan Umar radliallahu anhuma agar
mereka memberikan bantuan untuk membujuk Nabi shallallahu
alahi wa sallam. Namun usahanya ini gagal. Terakhir kalinya,
dia menemui Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu agar
memberikan pertolongan kepadanya di hadapan Nabi
shallallahu alahi wa sallam. Untuk kesekian kalinya, Ali pun
menolak permintaan Abu Sufyan. Dunia terasa sempit bagi Abu
Sufyan, dia pun terus memelas agar diberi solusi. Kemudian, Ali
memberikan saran, Demi Allah, aku tidak mengetahui sedikit
pun solusi yang bermanfaat bagimu. Akan tetapi, bukankah
Engkau seorang pemimpin Bani Kinanah? Maka, bangkitlah dan
mintalah sendiri perlindungan kepada orang-orang. Kemudian,
kembalilah ke daerahmu.Abu Sufyan berkata,
Apakah menurutmu ini akan bermanfaat bagiku?Ali
menjawab,
Demi Allah, aku sendiri tidak yakin, tetapi aku tidak memiliki
solusi lain bagimu.Abu Sufyan kemudian berdiri di masjid dan
berkata,
Wahai manusia, aku telah diberi perlindungan oleh orang-
orang!
Lalu dia naik ontanya dan beranjak pergi. Dengan adanya
pengkhianatan ini, Nabi shallallahu alahi wa sallam
memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan senjata dan
perlengkapan perang. Beliau mengajak semua shahabat untuk
menyerang Makkah. Beliau barsabda, Ya Allah, buatlah
Quraisy tidak melihat dan tidak mendengar kabar hingga aku
tiba di sana secara tiba-tiba.Dalam kisah ini ada pelajaran
penting yang bisa dipetik, bahwa kaum muslimin dibolehkan
untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir.

Namun pembatalan perjanjian damai ini harus dilakukan


seimbang. Artinya tidak boleh sepihak, tetapi masing-masing
pihak tahu sama tahu. Allah berfirman,

Jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari


suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada
mereka dengan sama-sama tahu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat. (Qs. Al Anfal: 58)

Kisah Hatib bin Abi Baltaah radhiyallahu anhu

Untuk menjaga misi kerahasiaan ini, Rasulullah mengutus


satuan pasukan sebanyak 80 orang menuju perkampungan
antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah pada awal bulan
Ramadhan. Hal ini beliau lakukan agar ada anggapan bahwa
beliau hendak menuju ke tempat tersebut. Sementara itu, ada
seorang shahabat Muhajirin, Hatib bin Abi Baltaah menulis
surat untuk dikirimkan ke orang Quraisy. Isi suratnya
mengabarkan akan keberangkatan Nabi shallallahu alahi wa
sallam menuju Makkah untuk melakukan serangan mendadak.
Surat ini beliau titipkan kepada seorang wanita dengan upah
tertentu dan langsung disimpan di gelungannya. Namun, Allah
Dzat Yang Maha Melihat mewahyukan kepada NabiNya tentang
apa yang dilakukan Hatib. Beliau-pun mengutus Ali dan Al
Miqdad untuk mengejar wanita yang membawa surat tersebut.
Setelah Ali berhasil menyusul wanita tersebut, beliau langsung
meminta suratnya. Namun, wanita itu berbohong dan
mengatakan bahwa dirinya tidak membawa surat apapun. Ali
memeriksa hewan tunggangannya, namun tidak mendapatkan
apa yang dicari. Ali radhiyallahu anhu berkata, Aku
bersumpah demi Allah, Rasulullah shallallahu alahi wa sallam
tidak bohong. Demi Allah, engkau keluarkan surat itu atau kami
akan menelanjangimu. Setelah tahu kesungguhan Ali
radhiyallahu anhu, wanita itupun menyerahkan suratnya
kepada Ali bin Abi Thalib. Sesampainya di Madinah, Ali
langsung menyerahkan surat tersebut kepada Nabi shallallahu
alahi wa sallam. Dalam surat tersebut tertulis nama Hatib bin
Abi Baltaah. Dengan bijak Nabi shallallahu alahi wa sallam
menanyakan alasan Hatib. Hatib bin Abi Baltaah pun
menjawab: Jangan terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi
Allah, aku orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Aku
tidak murtad dan tidak mengubah agamaku. Dulu aku adalah
anak angkat di tengah Quraisy. Aku bukanlah apa-apa bagi
mereka. Di sana aku memiliki istri dan anak. Sementara tidak
ada kerabatku yang bisa melindungi mereka. Sementara orang-
orang yang bersama Anda memiliki kerabat yang bisa
melindungi mereka. Oleh karena itu, aku ingin ada orang yang
bisa melindungi kerabatku di sana. Dengan serta merta Umar
bin Al Khattab menawarkan diri, Wahai Rasulullah, biarkan aku
memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan
RasulNya serta bersikap munafik. Rasulullah shallallahu alahi
wa sallam dengan bijak menjawab,
Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar (Allah
berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian,
karena kalian telah Saya ampuni. Umar pun kemudian
menangis, sambil mengatakan, Allah dan rasulNya lebih
mengetahui.
Demikianlah maksud hati Hatib. Beliau berharap dengan
membocorkan rahasia tersebut bisa menarik simpati orang
Quraisy terhadap dirinya, sehingga mereka merasa berhutang
budi terhadap Hatib. Dengan keadaan ini, beliau berharap
orang Quraisy mau melindungi anak dan istrinya di Makkah.
Meskipun demikian, perbuatan ini dianggap sebagai bentuk
penghianatan dan dianggap sebagai bentuk loyal terhadap
orang kafir karena dunia. Tentang kisah shahabat Hatib
radhiyallahu anhu ini diabadikan oleh Allah dalam firmanNya,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan


musuhKu dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu
sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena
rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar
kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir
Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada
Allah. (Qs. Al Mumtahanah: 1)

Satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah Hatib bin
Abi Baltaah radhiyallahu anhu adalah bahwa sesungguhnya
orang yang memberikan loyalitas terhadap orang kafir sampai
menyebabkan ancaman bahaya terhadap Islam, pelakunya
tidaklah divonis kafir, selama loyalitas ini tidak menyebabkan
kecintaan karena agamanya. Pada ayat di atas, Allah menyebut
orang yang melakukan tindakan semacam ini dengan
panggilan, Hai orang-orang yang beriman Ini
menunjukkan bahwa status mereka belum kafir.

Pasukan Islam Bergerak Menuju


Makkah
Kemudian, beliau keluar Madinah bersama sepuluh ribu
shahabat yang siap perang. Beliau memberi Abdullah bin Umi
Maktum tugas untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Di
tengah jalan, beliau bertemu dengan Abbas, paman beliau
bersama keluarganya, yang bertujuan untuk berhijrah dan
masuk Islam. Kemudian, di suatu tempat yang disebut Abwa,
beliau berjumpa dengan sepupunya, Ibnul Harits dan Abdullah
bin Abi Umayah. Ketika masih kafir, dua orang ini termasuk
diantara orang yang permusuhannya sangat keras terhadap
Nabi shallallahu alahi wa sallam. Dengan kelembutannya, Nabi
shallallahu alahi wa sallam menerima taubat mereka dan
masuk Islam.

Nabi shallallahu alahi wa sallam bersabda tentang Ibnul Harits


radhiyallahu anhu, Saya berharap dia bisa menjadi pengganti
Hamzah radhiyallahu anhu-.

Setelah beliau sampai di suatu tempat yang bernama Marra


Dhahraan, dekat dengan Makkah, beliau memerintahkan
pasukan untuk membuat obor sejumlah pasukan. Beliau juga
mengangkat Umar radhiyallahu anhu sebagai penjaga.

Malam itu, Abbas berangkat menuju Makkah dengan menaiki


bighal (peranakan kuda dan keledai) milik Nabi shallallahu
alahi wa sallam. Beliau mencari penduduk Makkah agar
mereka keluar menemui Nabi shallallahu alahi wa sallam dan
meminta jaminan keamanan, sehingga tidak terjadi
peperangan di negeri Makkah. Tiba-tiba Abbas mendengar
suara Abu Sufyan dan Budail bin Zarqa yang sedang
berbincang-bincang tentang api unggun yang besar tersebut.

Ada apa dengan dirimu, wahai Abbas? tanya Abu Sufyan

Itu Rasulullah shallallahu alahi wa sallam di tengah-tengah


orang. Demi Allah, amat buruklah orang-orang Quraisy. Demi
Allah, jika beliau mengalahkanmu, beliau akan memenggal
lehermu. Naiklah ke atas punggung bighal ini, agar aku dapat
membawamu ke hadapan Nabi shallallahu alahi wa sallam, lalu
meminta jaminan keamanan kepada beliau! jawab Abbas.

Maka, Abu Sufyan pun naik di belakangku. Kami pun menuju


tempat Nabi shallallahu alahi wa sallam. Ketika melewati
obornya Umar bin Khattab, dia pun melihat Abu Sufyan. Dia
berkata,

Wahai Abu Sufyan, musuh Allah, segala puji bagi Allah yang
telah menundukkan dirimu tanpa suatu perjanjian-pun. Karena
khawatir, Abbas mempercepat langkah bighalnya agar dapat
mendahului Umar. Mereka pun langsung masuk ke tempat
Rasulullah shallallahu alahi wa sallam.
Setelah itu, barulah Umar masuk sambil berkata, Wahai
Rasulullah, ini Abu Sufyan. Biarkan aku memenggal lehernya.

Abbas pun mengatakan, Wahai Rasulullah, aku telah


melindunginya.

Rasulullah shallallahu alahi wa sallam bersabda, Kembalilah


ke kemahmu wahai Abbas! Besok pagi, datanglah ke sini!

Esok harinya, Abbas bersama Abu Sufyan menemui Nabi


shallallahu alahi wa sallam. Beliau bersabda,Celaka wahai
Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk
mengetahui bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak
disembah selain Allah?

Abu Sufyan mengatakan,


Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu. Jauh-jauh hari aku
sudah menduga, andaikan ada sesembahan selain Allah, tentu
aku tidak membutuhkan sesuatu apa pun setelah ini.

Nabi shallallahu alahi wa sallam bersabda,Celaka kamu wahai


Abu Sufyan, bukankah sudah saatnya kamu mengakui bahwa
aku adalah utusan Allah?

Abu Sufyan menjawab,Demi ayah dan ibuku sebagai


jaminanmu, kalau mengenai masalah ini, di dalam hatiku masih
ada sesuatu yang mengganjal hingga saat ini.

Abbas menyela, Celaka kau! Masuklah Islam! Bersaksilah laa


ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah sebelum beliau
memenggal lehermu!

Akhirnya Abu Sufyan-pun masuk Islam dan memberikan


kesaksian yang benar.

Tanggal 17 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu alahi wa


sallam meninggalkan Marra Dzahran menuju Makkah. Sebelum
berangkat, beliau memerintahkan Abbas untuk mengajak Abu
Sufyan menuju jalan tembus melewati gunung, berdiam di sana
hingga semua pasukan Allah lewat di sana. Dengan begitu, Abu
Sufyan bisa melihat semua pasukan kaum muslimin. Maka
Abbas dan Abu Sufyan melewati beberapa kabilah yang ikut
gabung bersama pasukan kaum muslimin. Masing-masing
kabilah membawa bendera. Setiap kali melewati satu kabilah,
Abu Sufyan selalu bertanya kepada Abbas, Kabilah apa ini?
dan setiap kali dijawab oleh Abbas, Abu Sufyan senantiasa
berkomentar, Aku tidak ada urusan dengan bani Fulan.

Setelah agak jauh dari pasukan, Abu Sufyan melihat


segerombolan pasukan besar. Dia lantas bertanya,
Subhanallah, wahai Abbas, siapakah mereka ini?

Abbas menjawab: Itu adalah Rasulullah bersama muhajirin dan


anshar.

Abu Sufyan bergumam, Tidak seorang-pun yang sanggup dan


kuat menghadapi mereka.

Abbas berkata: Wahai Abu Sufyan, itu adalah Nubuwah.

Bendera Anshar dipegang oleh Saad bin Ubadah radhiyallahu


anhu. Ketika melewati tempat Abbas dan Abu Sufyan, Saad
berkata,
Hari ini adalah hari pembantaian. Hari dihalalkannya tanah al
haram. Hari ini Allah menghinakan Quraisy.

Ketika ketemu Nabi shallallahu alahi wa sallam, perkataan


Saad ini disampaikan kepada Nabi shallallahu alahi wa sallam.
Beliau pun menjawab,

Saad keliru, justru hari ini adalah hari diagungkannya kabah


dan dimuliakannya Quraisy oleh Allah.

Kemudian, Nabi shallallahu alahi wa sallam memerintahkan


agar bendera di tangan Sad diambil dan diserahkan kepada
anaknya, Qois. Akan tetapi, ternyata bendera itu tetap di
tangan Sad. Ada yang mengatakan bendera tersebut
diserahkan ke Zubair dan ditancapkan di daerah Hajun.

Rasulullah shallallahu alahi wa sallam melanjutkan perjalanan


hingga memasuki Dzi Thuwa. Di sana Nabi shallallahu alahi wa
sallam menundukkan kepalanya hingga ujung jenggot beliau
yang mulia hampir menyentuh pelana. Hal ini sebagai bentuk
tawadlu beliau kepada Sang Pengatur alam semesta. Di sini
pula, beliau membagi pasukan. Khalid bin Walid ditempatkan di
sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan
menunggu kedatangan Nabi shallallahu alahi wa sallam di
Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap
kiri, membawa bendera Nabi shallallahu alahi wa sallam dan
memasuki Makkah melalui dataran tingginya. Beliau
perintahkan agar menancapkan bendera di daerah Hajun dan
tidak meninggalkan tempat tersebut hingga beliau datang.

Kemudian, Nabi shallallahu alahi wa sallam memasuki kota


Makkah dengan tetap menundukkan kepala sambil membaca
firman Allah:

Sesungguhnya kami memberikan kepadamu kemenangan


yang nyata. (Qs. Al Fath: 1)

Beliau mengumumkan kepada penduduk Makkah,


Siapa yang masuk masjid maka dia aman, siapa yang masuk
rumah Abu Sufyan maka dia aman, siapa yang masuk
rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.

Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Beliau


thawaf dengan menunggang onta sambil membawa busur yang
beliau gunakan untuk menggulingkan berhala-berhala di
sekeliling Kabah yang beliau lewati. Saat itu, beliau membaca
firman Allah:

Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.


Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap. (Qs. Al-Isra: 81)

Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai
dan tidak (pula) akan mengulangi. (Qs. Saba: 49)

Kemudian, Nabi shallallahu alahi wa sallam memasuki Kabah.


Beliau melihat ada gambar Ibrahim bersama Ismail yang
sedang berbagi anak panah ramalan.

Beliau bersabda, Semoga Allah membinasakan mereka. Demi


Allah, sekali-pun Ibrahim tidak pernah mengundi dengan anak
panah ini.
Kemudian, beliau perintahkan untuk menghapus semua
gambar yang ada di dalam Kabah. Kemudian, beliau shalat.
Seusai shalat beliau mengitari dinding bagian dalam Kabah
dan bertakbir di bagian pojok-pojok Kabah. Sementara orang-
orang Quraisy berkerumun di dalam masjid, menunggu
keputusan beliau shallallahu alahi wa sallam.

Dengan memegangi pinggiran pintu Kabah, beliau bersabda:

Wahai orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah


menghilangkan kesombongan jahiliyah dan pengagungan
terhadap nenek moyang. Manusia dari Adam dan Adam dari
tanah.

Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang


apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?

Merekapun menjawab, Yang baik-baik, sebagai saudara yang


mulia, anak dari saudara yang mulia.

Beliau bersabda,
Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf
kepada saudaranya: Pada hari ini tidak ada cercaan atas
kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.
Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!

Pada hari kedua, Nabi shallallahu alahi wa sallam berkhutbah


di hadapan manusia. Setelah membaca tahmid beliau
bersabda,

Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Makkah. Maka tidak


halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
untuk menumpahkan darah dan mematahkan batang pohon di
sana. Jika ada orang yang beralasan dengan perang yang
dilakukan Nabi shallallahu alahi wa sallam, maka jawablah:
Sesungguhnya Allah mengizinkan RasulNya shallallahu alahi
wa sallam dan tidak mengizinkan kalian. Allah hanya
mengizinkan untukku beberapa saat di siang hari. Hari ini
Keharaman Makkah telah kembali sebagaimana keharamannya
sebelumnya. Maka hendaknya orang yang hadir menyampaikan
kepada yang tidak hadir.

Nabi shallallahu alahi wa sallam diizinkan Allah untuk


berperang di Makkah hanya pada hari penaklukan kota Makkah
dari sejak terbit matahari hingga ashar. Beliau tinggal di
Makkah selama sembilan hari dengan selalu mengqashar shalat
dan tidak berpuasa Ramadhan di sisa hari bulan Ramadhan.

Sejak saat itulah, Makkah menjadi negeri Islam, sehingga tidak


ada lagi hijrah dari Makkah menuju Madinah.

Demikianlah kemenangan yang sangat nyata bagi kaum


muslimin. Telah sempurna pertolongan Allah. Suku-suku arab
berbondong-bondong masuk Islam. Demikianlah karunia besar
yang Allah berikan.

Anda mungkin juga menyukai