Anda di halaman 1dari 12

1

TATAP MUKA 5
PROFIL RASULULLAH SAW

MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran daring ini adalah: MLS Sikuli, google meet, slide,
tutorial, conference, video pembelajaran, dan lain-lain.

JUDUL
PROFIL RASULULLAH SAW
A. Kelahiran Muhammad SAW
B. Muhammad Diangkat menjadi Rasul
C. Sifat Sifat Rasulllah SAW
D. Rasulullah SAW sebagai Uswatun Hasanah

TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN


Mahasiswa mampu menguraikan Profil Rasulullah (Kelahiran, diangkat menjadi Rasul, dan
sifat-sifatnya), dan mampu membuktikan serta memposisikan Rasulullah SAW sebagai Uswatun
Hasanah

URAIAN MATERI

PROFIL RASULULLAH SAW

A. Kelahiran Rasulullah

Rasulullah lahir di tengah kondisi masyarakat Jahiliyah dalam keluarga Bani Hasyim di
Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Beliau dilahirkan dalam keadaan
yatim karena ayahnya, ‘Abdullah bin ‘Abdul Mutthalib meninggal ketika Rasulullah berada dalam
rahim ibunya, Aminah bintu Wahab. Kelahiran ini disambut dengan sukacita oleh kakeknya,
‘Abdul Mutthalib, yang kemudian memberinya nama Muhammad, suatu nama yang pada waktu
itu belum dikenal di kalangan Arab.
Sebagaimana adat di kalangan bangsa Arab, Aminah bintu Wahb mencari ibu susuan bagi
putranya yang baru lahir. Wanita pertama yang menjadi ibu susu Rasulullah adalah Tsuwaibah,
sahaya Abu Lahab. Kemudian bersama Halimah bintu al-Harits as-Sa’diyyah, ibu susunya
setelah Tsuwaibah, dan al-Harits bin ‘Abdil ‘Uzza, suami Halimah, beliau tinggal di tengah-
tengah Bani Sa’d. Dengan hadirnya Rasulullah di tengah keluarga al-Harits, Allah menurunkan
limpahan barakah-Nya bagi keluarga ini.
Saat Rasulullah pada waktu itu masih berusia kanak-kanak berada di tengah Bani Sa’d,
terjadi peristiwa pembelahan dada beliau oleh dua orang malaikat. Dikeluarkan dari dalam hati
beliau gumpalan darah hitam, kemudian hati itu dicuci dan dituangkan ke dalamnya ketenangan,
serta diberikan kepada beliau tanda kenabian. Peristiwa ini mengantarkan Rasulullah untuk
kembali dalam asuhan ibunya.

1
2

Tak lama beliau menikmati kebersamaan itu, Aminah meninggal dunia karena sakit di Abwa’
dalam perjalanan kembali ke Makkah dari Madinah, setelah mengajak putranya berkunjung
pada keluarga ayahnya dari Bani ‘Adi bin an-Najjar. Saat itu usia beliau baru menginjak enam
tahun. Maka berpindahlah asuhan pada kakek beliau ‘Abdul Mutthalib bin Hisyam yang amat
sangat mencintai cucunya ini.
Akan tetapi, asuhan yang penuh kasih sayang itu tidak berlangsung lama pula, karena ‘Abdul
Mutthalib meninggal dunia ketika Rasulullah berusia delapan tahun. Kini Rasulullah berada
dalam asuhan Abu Thalib bin ‘Abdul Mutthalib, saudara kandung ayah beliau. Abu Thalib sangat
mengasihi dan mengutamakan beliau lebih daripada anak-anaknya sendiri.
Tatkala berusia dua belas tahun, Rasulullah turut dalam rombongan Abu Thalib beserta
beberapa orang Quraisy untuk berdagang ke Syam. Dalam perjalanan itu mereka bertemu
dengan pendeta yang bernama Bahira. Pendeta inilah yang mengabarkan kepada mereka
bahwa Muhammad kelak akan menjadi seorang nabi. Dia mengetahui hal ini dari sifat-sifat
beliau yang dia kenali sebagai tanda-tanda kenabian. Bahira menyarankan agar tidak
membawa Rasulullah dalam perjalanan mereka ke Syam karena khawatir orang-orang Yahudi
akan menimpakan bahaya kepada beliau apabila mengetahui di antara rombongan itu ada
seseorang yang kelak akan diangkat sebagai nabi.
Ketika usia beliau mencapai dua puluh lima tahun, beliau pergi ke Syam membawa barang-
barang perdagangan Khadijah binti Khuwailid. Perjalanan beliau disertai oleh pembantu
Khadijah yang bernama Maisarah. Selama bersama Rasulullah , Maisarah terkesan dengan
sifat-sifat beliau yang mulia serta kejujuran beliau. Maka diceritakanlah semua yang dilihatnya
pada diri beliau kepada Khadijah yang tercengang dengan keuntungan dagangan yang
melimpah yang dibawa oleh Rasulullah. Tergeraklah hati wanita yang mulia ini untuk menikah
dengan beliau. Rasulullah menerima tawaran tersebut dan meminang Khadijah bersama
paman-paman beliau. Dari pernikahan ini Allah mengaruniai anak-anak, al-Qasim, Zainab,
Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah dan ‘Abdullah. Namun di antara putra-putri beliau hanya
anak-anak perempuan beliau saja yang mencapai usia dewasa.
Dengan sifat beliau yang mulia, beliau mendapatkan gelar al-Amin (yang terpercaya). Oleh
karena itulah para pemuka Quraisy mempercayai beliau untuk menjadi penengah ketika mereka
bertikai tentang siapa yang paling berhak menempatkan Hajar Aswad ke tempatnya semula
dalam renovasi Ka’bah yang mereka lakukan. Maka beliau meminta sebuah kain dan
meletakkan Hajar Aswad di atasnya, lalu meminta masing-masing pemuka kabilah untuk
memegang ujung-ujung kain tersebut dan mengangkatnya bersama-sama, kemudian beliau
letakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula dengan tangan beliau.
Dengan penjagaan Allah, di kalangan kaumnya Rasulullah menjadi orang yang paling utama
kesantunannya, paling baik akhlaknya, paling mulia pergaulannya, paling besar kesabarannya,

2
3

paling benar perkataannya, dan paling menjaga amanah yang dibebankan. Berbeda dengan
kondisi kaumnya, Rasulullah sangat membenci penyembahan berhala. Bahkan tidak ada yang
lebih beliau benci daripada hal ini. Beliau senang mengasingkan diri ke gua Hira’. Di sana beliau
merenungkan keadaan manusia yang diselimuti kegelapan jahiliyah yang tidak akan diterima
oleh akal dan fitrah yang selamat. Hal ini menjadi kebiasaan beliau hingga suatu saat nanti Allah
mengutus Jibril menemui beliau di gua itu untuk menyampaikan wahyu.

B. Muhammad di angkat menjadi Rasul

Aisyah RA menceritakan, peristiwa menjelang kenabian dan saat wahyu pertama diturunkan
melalui Malaikat Jibril, ia mengatakan : “Peristiwa yang mengawali turunnya wahyu kepada
Rasulullah, yaitu mimpi yang benar dalam tidur. Beliau tidak memimpikan sesuatu, kecuali mimpi
itu datang bagaikan cahaya Subuh”.
Kemudian Rasulullah suka berkhalwat (menyendiri), bertempat di dalam Gua Hira. Disanalah
beliau bertahannuts (yaitu beribadah) selama beberapa malam sebelum pulang ke keluarga
nya dan mengambil bekal lagi untuk beribadah, kemudian kembali lagi ke Khadijah, serta
mengambil bekal lagi untuk itu. Peristiwa ini berulang terus sampai al haq datang kepadanya.
Namun tidak ada riwayat yang menjelaskan cara beliau beribadah pada waktu itu.
Malaikat Jibril mendatangi Nabi dan mengatakan :
Artinya : “Bacalah !”. Nabi menjawab,”Saya tidak bisa membaca,” beliau mengatakan,”Lalu
Malaikat Jibril merangkulku, sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepasku dan
mengatakan : “Bacalah!” Nabi menjawab,”Saya tidak bisa membaca,” dia merangkulku untuk
kali kedua, sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepasku dan mengatakan,
”Bacalah!” Nabi menjawab,”Saya tidak bisa membaca,” dia merangkulku untuk ketiga kalinya,
sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepasku, dan mengatakan :
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. [al ‘Alaq/96 : 1-5].
Kemudian Rasulullah pulang dengan hati gemetar. Beliau masuk kerumah Khadijah binti
Khuwailid dan berseru : “Selimuti aku! Selimuti aku!” Kemudian beliau diselimuti sampai rasa
takutnya hilang.
Beliau menceritakan apa yang dialaminya kepada Khadijah, kemudian beliau berkata : “Aku
mengkhawatirkan diriku sendiri.”
Khadijah berkata seraya menghibur : “Sama sekali tidak. (Bergembiralah), demi Allah! Allah
tidak akan membinasakanmu selama-lamanya. Karena engkau menyambung tali silaturrahim,

3
4

(berkata jujur), menghormati tamu, mampu menahan beban (tidak berkeluh-kesah), membantu
orang tidak punya, serta menolong duta-duta kebenaran”.
Lalu Khadijah membawanya mendatangi Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uza, sepupu
Khadijah, yaitu anak dari saudara bapaknya. Pada masa jahiliyah, Waraqah ini penganut agama
Nashrani. Dia bisa menulis kitab dalam bahasa Ibrani. Dia menulis Injil dalam bahasa Ibrani,
sesuai dengan kehendak Allah. Dia sudah lanjut usia dan buta.
Khadijah berkata kepadanya : “Wahai, anak pamanku (sepupuku). Dengarkanlah cerita dari
anak saudaramu ini,” Waraqah menyahut,”Wahai, anak saudaraku! Apa yang engkau lihat?”
Maka Rasulullah mulai menceritakan apa yang dilihatnya. Setelah mendengar cerita itu,
Waraqah berkata : “Ini adalah an Namus yang pernah turun kepada Nabi Musa. Seandainya aku
masih muda saat itu, seandainya aku masih hidup dikala engkau diusir oleh kaummu,”
(mendengar ini) Rasulullah bertanya,”Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab,”Ya. Tidak ada seorang pun yang datang membawa seperti yang apa
engkau bawa, kecuali dia akan dianiaya. Seandainya aku masih mendapatkan zamanmu, pasti
aku akan benar-benar menolongmu,” dan tak lama kemudian Waraqah meninggal.
Hadits yang panjang ini menjelaskan :
1. Iqra’ (al Alaq ayat 1-5) merupakan bagian dari al Qur`an yang pertama kali turun kepada
Nabi. Peristiwa ini terjadi saat beliau berusia 40 tahun. Sedangkan riwayat yang
menyatakan beliau menerima wahyu saat usia empat puluh tiga tahun adalah riwayat
yang sadz (riwayat dari orang tsiqah, namun menyelisihi riwayat dari orang-orang yang
lebih tsiqah). Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam an Nawawi dan Imam Ibnu Hajar
al Asqalani.
2. Turunnya wahyu kepada Nabi merupakan peristiwa yang tidak disangka-sangka. Oleh
karena itu, beliau merasakan ketakutan teramat sangat.
3. Sikap Khadijah dalam menenangkan Rasulullah dan membantunya untuk mengetahui
hakikat dari kejadian tersebut.
4. Menunjukkan kadar pengetahuan Waraqah tentang para nabi dan peringatannya
kepada Nabi tentang kejadian-kejadian yang dialaminya. Juga menjelaskan tentang
keinginannya untuk membantu dan mendukung Nabi, jika dia masih hidup, namun dia
meninggal sebelum peristiwa yang diperkiraan itu terjadi.

C. SIFAT-SIFAT RASULULLAH SAW

Rasulullah merupakan manusia biasa seperti kita semua. Perbedaannya Allah SWT
memberikan wahyu untuk disampaikan kepada orang lain. Dengan keyakinan ini sebenarnya
mengantarkan kita bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk menolak perintah Rasulullah SAW.
Tidak ada alasan tidak mampu apalagi tidak mungkin, karena Rasulullah juga memiliki

4
5

tanggungan seperti layaknya manusia biasa seperti bekerja, memiliki istri, anak bahkan beliau
mendapat tambahan amanah yang lebih berat yaitu mendidik manusia dan memimpin mereka.
(QS. Ibrahim/14 : 11);” Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di
antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu
melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin
bertawakkal”. Di samping itu, beliau, Muhammad SAW, juga dipelihara oleh Allah dari berbuat
kesalahan (al-’Ishmah).
Adapun sifat-sifat Rasulullah SAW adalah :

1. Shiddiq (Benar/jujur).
Kata shadiq (orang jujur) berasal dari kata shidiq (kejujuran), kata shiddiq adalah bentuk
penekanan (mubalaghah) dari shadiq, yang berarti orang yang didominasi oleh
kejujuran. Menjunjung tinggi kejujuran di atas segalanya adalah priinsip hidup Rasulullah
SAW. Nabi Muhammad saw bersabda : “Jika seorang hamba tetap bertindak jujur dan
berteguh hati untuk bertindak jujur, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang
jujur, dan jika ia tetap berbuat dusta dan berteguh hati untuk berbuat dusta, maka ia akan
ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Seorang professional muslim yang teguh keimanannya, menjadikan kejujuran (shidiq)
sebagai landasan untuk mencapai kesuksesan. Dia selalu memperhatikan etika profesi
dan moral serta rambu-rambu agama, sehingga halalan thoyyiban menjadi proses
perjalanannya meniti karir meraih sukses. Jujur lisannya, jujur rasa hatinya dan jujur
geraknya. Itulah sosok professional muslim dalam genggaman kasih sayang Allah.

2. Amanah (dapat dipercaya).


Amanah secara umum berarti bertanggung jawab terhadap apa yang dibawanya,
menepati janji, melaksanakan perintah, menunaikan keadilan, memberikan hukum yang
sesuai dan dapat menjalankan sesuatu yang telah disepakati. Rasulullah SAW
mendapat tugas dari Allah untuk menyampaikan pesan atau wahyu kepada manusia.
Pesan itu beliau sampaikan tanpa menambah atau mengurangi isi daripada pesan itu,
sehingga yang sampai kepada manusia murni sebagai wahyu Allah.
Tugas sebagai pembawa pesan beliau laksanakan penuh dedikasi, karena semata-mata
amanah dari Allah SWT. Sifat amanah tersebut juga tercermin dalam hubungan beliau
dengan sesama manusia. Sebagai contoh manakala terjadi hubungan dagang dengan
seorang yahudi, dimana beliau dipesan untuk menjualkan seekor unta miliknya dengan
harga jual yang diamanahkan.

5
6

Yahudi itu menaruh hormat karena walaupun hasil penjualan unta itu melampaui harga
sebenarnya, tapi beliau tetap melaporkan hasil penjualan seluruhnya. Seorang
professional muslim ketika diamanahkan oleh suatu perusahaan untuk menduduki posisi
tertentu, haruslah dilaksanakan penuh tanggung jawab dan bersungguh-sungguh. Dia
tidak mau menerima yang bukan haknya, dan tidak pula menahan hak oranglain, karena
dia sadar bahwa pekerjaan, jabatan yang dia emban adalah hakekatnya amanah dari
Allah. Dia tembuskan pengabdian pekerjaannya itu karena Allah SWT, dan dia sadar
bahwa pekerjaan, jabatannya sewaktu-waktu akan lepas dari genggamannya, karena ia
menyadari bahwa Allah-lah Yang Maha Kekal dan Abadi dan akan melakukan pergiliran
diantara manusia.

3. Tabligh (Menyampaikan)
Kewajiban Rasulullah SAW adalah menyampaikan perintah Allah kepada manusia,
kemudian manusia berkewajiban pula menyampaikan risalah ini kepada siapa saja yang
mau menerimanya. Allah SWT berfirman : “Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak meyampaikan amanat-Nya” [QS. Al Maidah : 67].
Seorang professional muslim dengan akidahnya yang kuat untuk memegang
teguhaturan Allah, selalu merealisasikan sifat dan teladan rasulullah, maka sifat tabligh
(dakwah) ini akan tergambar pula di dalam profesinya. Dari lisannya akan selalu keluar
kata-kata yang baik dan terasa sejuk didengar, kalimatnya berisikan nasehat dan
penghargaan pada setiap hasil pekerjaan orang lain, serta berani mengatakan yang
benar walaupun terasa pahit untuk diterima. Dari geraknya tergambar kesholehan
karena selalu menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim.

4. Fathonah (Cerdas)
Sebagai orang yang terpilih (the chosen one) untuk menyampaikan kebenaranyang
hakiki, serta tanda-tanda kekuasaan Allah, maka dia haruslah seorang yang cerdas.
Cerdas tidak hanya secara intelektual (IQ), tapi juga cerdas secara emosional dan
spiritual (ESQ). Sifat fathonah (kecerdasan) di dalam diri Rasulullah lebih dimatangkan
oleh kecerdasan emosional dan spiritual, karena beliau tidak pernah melewati
pendidikan formal khusus untuk mengasah intelektualnya, “Dia-lah yang mengutus
kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka…” [QS. Al-Jumu’ah : 2].
Selain empat sifat tersebut, Rasulullah dan para sahabat selalu mencontohkan sikap untuk
selalu komit (iltizam) terhadap Islam, walaupun diterpa cobaan yang bertubi-tubi. Dengan
adanya Iltizam inilah maka nilai-nilai Islam akan selalu terpelihara. (QS. Al Israa’ (17) : 74); “Dan

6
7

kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada
mereka”. Tanpa Iltizam maka godaan syaithan dan gangguan orang kafir akan mudah
menggoncang kita. Kita jadi mudah tergelincir karena kita tidak punya benteng iltizam.
Sebagai seorang nabi dan rasul, Muhammad SAW memiliki kekhasan.
Dari segi fisik, wajah beliau selalu cerah-ceria, jernih dan menyenangkan siapapun yang
menatapnya. Beliau selalu menjadi orang paling awal dalam berbuat kebaikan.
Ali bin Abi Thalib, RA. pernah berkata tentang beliau, “Beliau bukan orang yang tinggi dan tidak
pula terlalu pendek. Perawakannya sedang-sedang saja, rambutnya tidak lurus dan tidak pula
keriting, rambutnya hitam dan lebat, badannya tidak gemuk dan tidak pula kurus, wajahnya oval,
kedua matanya sangat hitam, bulu matanya panjang, persendiannya kokoh, bahunya bidang,
wajahnya selalu berseri-seri. Diantara bahunya ada tanda kenabian. Siapapun yang
memandangnya akan segan padanya, siapapun yang bergaul dengannya akan menciantainya”.
Kemudian ia menambahkan, “Aku tidak pernah melihat orang seperti beliau sebelum dan
sesudahnya”.
Rasulullah memiliki sifat-sifat yang mulia. Beliau sangat tawadhu. Beliau tidak tersentuh
sedikitpun akan kesombongan. Beliau tidak ingin orang berdiri untuk menyambut
kedatangannya dan beliau juga tidak menginginkan diistimewakan tempatnya. Selain itu beliau
juga adalah manusia yang sangat pemberani dan memiliki sifat patriotisme yang luar biasa. Sifat
ini ditunjang dengan kekuatan fisik. Tak sulit menemukan beliau dalam pertempuran. Beliau
selau berada di posisi terdepan. Ali ra. berkata, “jika kami dikepung, ketakutan dan bahaya maka
kami berlindung kepada Rasulullah SAW. Tak seorang pun yang lebih dekat jaraknya dengan
musuh selain beliau”.
Beliau juga memiliki sifat kedermawanan, beliau memberi kepada siapa pun yang meminta. Ibnu
Abbas ra. berkata, “Nabi SAW dalah orang yang paling murah hati. Sifat-sifat yang dimiliki
Rasulullah SAW menggambarkan akhlaq yang mulia. Akhlaq ini tentu tidak begitu saja ada
namun perlu proses dan latihan. Kisah rasul menjadi penggembala sebelum menerima amanah
kerasulan merupakan latihan beliau untuk memupuk jiwa pemimpin, kesabaran, keuletan,
kepekaan, tanggung jawab.
Rasulullah merupakan contoh nyata bagi umat Islam bila ingin berakhlaq mulia. Beliau adalah
orang paling aktif memenuhi janjinya, paling dapat dipegang seluruh ucapannya, penyambung
tali silaturahim, paling penyayang dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus
pergaulannya, sabar menghadapi kekasaran orang lain, bijaksana dalam menghadapi
kekasaran orang lain.

7
8

D. RASULULLAH SAW SEBAGAI USWATUN HASANAH

Sesungguhnya nikmat Allah SWT kepada manusia sangat banyak. Di antara nikmat besar
yang Allah adalah menganugerahkan kepada para hamba-Nya, adalah diutusnya Nabi
Muhammad SAW kepada seluruh manusia. Allah berfirman yang artinya:
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab (al-Qur`ân) dan al-Hikmah (Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi)
itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata [Ali-‘Imrân/3: 164]
Nabi Muuhammad SAW adalah insan yang terbaik, memiliki budi pekerti yang paling luhur,
sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung “(QS. al-Qalam/68:4)
Demikian juga, petunjuk Nabi Muhammad adalah sebaik-baik petunjuk.
Beliau bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru (dalam
agama), dan semua bid’ah adalah kesesatan. [HR.Muslim no. 864]
Seorang Mukmin haruslah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan (uswah
hasanah) dalam semua keadaan beliau.
Allah SWT berfirman yang artinya:” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. [al-Ahzâb/33:21]
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Ayat yang mulia ini merupakan
fondasi/dalil yang agung dalam meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
semua perkataan, perbuatan, dan keadaan beliau. Orang-orang diperintahkan meneladani Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Ahzab, dalam kesabaran, usaha bersabar, istiqomah,
perjuangan, dan penantian beliau terhadap pertolongan dari Rabbnya. Semoga sholawat dan
salam selalu dilimpahkan kepada beliau sampai hari Pembalasan”. [Tafsir Ibnu Katsir, 6/391,
penerbit: Daru Thayyibah] Demikian juga Syaikh Abdur Rahmân bin Nâshir as-Sa’di
rahimahullah menjelaskan kaedah menaladani Nabi ini dengan menyatakan, “Para Ulama ushul
(fiqih) berdalil (menggunakan) dengan ayat ini untuk berhujjah dengan perbuatan-perbuatan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahwa (hukum asal) ummat beliau adalah
meneladani (beliau) dalam semua hukum, kecuali perkara-perkara yang ditunjukkan oleh dalil
syari’at sebagai kekhususan bagi beliau. Kemudian uswah (teladan) itu ada dua: uswah hasanah
(teladan yang baik) dan uswah sayyi`ah (teladan yang buruk). Uswah hasanah (teladan yang
baik) ada pada diri Rasulullah SAW. Karena orang yang meneladani beliau adalah orang yang

8
9

menapaki jalan yang akan menghantarkan menuju kemuliaan dari SWT , dan itu adalah shiratal
mustaqim (jalan yang lurus).
Adapun meneladani (mengikuti orang) selain beliau, jika menyelisihi beliau, maka dia adalah
uswah sayyi`ah (teladan yang buruk).
Sebagaimana perkataan orang-orang kafir ketika diajak oleh para rasul untuk meneladani
mereka, (namun orang-orang kafir itu mengatakan):
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya
kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”. [Az-
Zukhruf/43:22]
Orang yang mengikuti uswah hasanah (Nabi Muhammad SAW ) dan mendapatkan taufik ini
hanyalah orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat. Karena
keimanan yang ada padanya, demikian juga rasa takut kepada Allah , dan mengharapkan
pahala-Nya, serta takut terhadap siksa-Nya, (semua itu) mendorongnya untuk meneladani
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. [Taisîr Karîmir Rahmân, surat al-Ahzâb/33:21]
Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah adalah kaedah yang agung yang
dipratekkan oleh tokoh-tokoh umat ini.
Marilah kita perhatikan hadits berikut ini, bagaimana beliau menegur salah seorang Sahabat
beliau“. Dari ‘Urwah, dia berkata, “Istri ‘Utsmân bin Mazh’ûn – menurutku namanya adalah
Khaulah binti Hakîm- menemui ‘Aisyah dengan pakaian seadanya. ‘Aisyah bertanya kepadanya,
“Kenapa engkau ini?” Dia menjawab, “Suamiku selalu (sibuk) sholat malam dan berpuasa di
siang hari”. Kemudian Nabi SAW masuk, ‘Aisyah pun menyampaikan hal itu kepada beliau.
Kemudian Rasulullah menemui ‘Utsman seraya berkata, “‘Utsman, sesungguhnya kependetaan
tidak diwajibkan atas kita. Tidakkah pada diriku terdapat uswah (teladan) bagimu? Demi Allah,
aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan orang yang paling menjaga hukum-
hukumNya di antara kamu’. [HR. Ahmad dan dishahîhkan oleh al-Albâni dalam Silsilah ash-
Shahîhah no.1782]
Alangkah lembutnya Nabi SAW menegur Sahabat ini, “Utsmân, sesungguhnya kependetaan
tidak diwajibkan atas kita. Tidakkah pada diriku terdapat uswah (teladan) bagimu?” Wahai orang-
orang yang menelantarkan keluarganya dengan alasan dakwah dan memikirkan umat, tidakkah
pada diri Nabi Muhammad SAW terdapat uswah (teladan) bagi kalian?” Wahai, orang-orang
yang membuat-buat ibadah sendiri, tanpa tuntunan Nabi, dengan hanya mengikuti seorang
ustadz, kyai dan figur tertentu saja, tidakkah pada diri Nabi Muhammad terdapat uswah
(teladan) bagi kalian.
Bukan hanya generasi Sahabat saja yang menjunjung tinggi keteladanan Rasulullah dalam
kehidupan mereka, generasi-generasi berikutnya pun juga berjalan di atas jalan mereka (para
Sahabat) yang baik itu.

9
10

Marilah kita perhatikan bagaimana sikap Imam Malik bin Anas Radhiyallahu anhu , terhadap
orang yang menyelisihi petunjuk Nabi SAW dalam kisah berikut ini: Sufyân bin ‘Uyainah
rahimahullah berkata: “Imam Mâlik rahimahullah didatangi seorang lelaki, lalu bertanya: “Wahai
Abu ‘Abdullâh, dari mana aku memulai ihrom?” Beliau menjawab: “Dari Dzul Hulaifah, tempat
berihrom Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Lelaki tadi berkata: “Aku ingin berihrom dari
masjid di dekat kubur (saja)”. Imam Mâlik rahimahullah berkata: “Jangan engkau lakukan (itu),
aku khawatir musibah akan menimpamu”. Dia menjawab: “Musibah apa?” Imam Malik
rahimahullah berkata: “Apakah ada musibah yang lebih besar dari anggapanmu bahwa engkau
meraih keutamaan yang tidak dapat diraih oleh Rasulullah? Sesungguhnya aku mendengar
Allah berfirman: “ Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya (Rasul) takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (an-Nûr/24:63). [Riwayat al-Khathîb dalam al-
Faqîh wal Mutafaqqih, 1/148; dll. Lihat ‘Ilmu Ushûl Bida’, hlm. 72]
Semoga Allah SWT merahmati Imam Mâlik rahimahullah, yang telah memberikan contoh mulia
dalam menasehati umat agar tetap mengikuti teladan terbaik mereka. Dengan sedikit penjelasan
dan contoh-contoh di atas maka sepantasnya kita bertanya kepada diri kita, “Sudahkan kita
menjadikan Rasulullah sebagai uswah hasanah bagi kita, dalam seluruh sisi kehidupan?”. Jika
ya, maka marilah berharap dan memohon Allah mencurahkan rahmat-Nya dan balasan baik di
akhirat. Jika tidak (belum), maka kita perlu memperbaiki diri kita ke arah yang lebih baik. Semoga
Allah selalu membimbing kita di atas jalan-Nya yang lurus.

RANGKUMAN

1. Rasulullah lahir di tengah kondisi masyarakat Jahiliyah Makkah pada hari Senin tanggal
12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya,
‘Abdullah bin ‘Abdul Mutthalib meninggal ketika Rasulullah berada dalam rahim ibunya,
Aminah bintu Wahab. Wanita pertama yang menjadi ibu susu Rasulullah adalah
Tsuwaibah, sahaya Abu Lahab. Kemudian bersama Halimah bintu al-Harits as-
Sa’diyyah, ibu susunya setelah Tsuwaibah.
Saat Rasulullah pada waktu itu masih berusia kanak-kanak terjadi peristiwa
pembelahan dada beliau oleh dua orang malaikat. Dikeluarkan dari dalam hati beliau
gumpalan darah hitam, kemudian hati itu dicuci dan dituangkan ke dalamnya
ketenangan, serta diberikan kepada beliau tanda kenabian.
Aminah ibunya meninggal dunia karena sakit di Abwa’ dalam perjalanan kembali ke
Makkah dari Madinah, setelah mengajak putranya berkunjung pada keluarga ayahnya
dari Bani ‘Adi bin an-Najjar. Saat itu usia beliau baru menginjak enam tahun. Maka
berpindahlah asuhan pada kakek beliau ‘Abdul Mutthalib bin Hisyam. Setelah kakeknya
meninggal dunia ketika Rasulullah berusia delapan tahun. Kemudian asuhan pindah ke
Pamannya Abu Thalib bin ‘Abdul Mutthalib.
2. Nabi Muhammad SAW diangkat menadi Rasul umur Empat puluh Tahun ditandai
dengan diberi wahyu surat al-alaq ayat 1-5 di Gua Hiraq
3. Sifat-sifat Rasulullah SAW adalah : Shiddiq (Benar/jujur), Amanah (dapat
dipercaya), Tabligh (Menyampaikan), Fathonah (Cerdas).
4. Sebagai Mukmin wajjib menjadikan Rasulullah SAW sebagai Uswatun hasanah
(Contoh yang baik).

10
11

LATIHAN/TUGAS/LUARAN
Berdasarkan materi di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Jelaskanlah kapan Rarasulullah dilahirkan dan sebutkan nama orang tuanya dan yang
mengasuhnya sampai dewasa?.
2. Jelaskanlah proses Nabi Muhammad menjadi Rasul dan usianya dikala itu.
3. Jelaskanlah sifat-sifat Rasulullah satu persatu beserta cntohnya.
4. Jelaskan kenapa orang Mukmin wajib mencontoh Rasulullah SAW dalam segala hal?

REFERENSI

Muhammad Husain Haekal.2015, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, Tintamas


Hamka, 1971, Pelajaran Agama Islam, Jakarta, PT. Bulan Bintang.
Ali, Z., 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Samsul Munir Amin, Drs,MA, 2014, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta, Amzah.
Badari Yatim, Dr,MA, 2013, Sejaah Peradaban Islam, Jakarta, PT. Raja Grrafindo.
Suyuto dkk, 1991, Al-Islam 2, Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Islam Kemuhammadiyahan
Universitas Muhammadiyah Malang.
Al-Qardhawy, Y., n.d. Iman Dan Kehidupan. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Bakhtiar, A., 2009. Filsafat Agama : Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. Jakarta :
Rajawali Pers.
Hidayat, K. & Nafis, M. W., 1995. Agama Masa Depan: Persepektif Filsafat Pernial. Jakarta:
Paramadina.
H.Endang Saiudin Anshari, MA, 1989, Kuliah Al- Islam, akarta, CV.Raja Wali
Sukiring, 2013, Pendidikan Agama Islam, Kendari, Kaukaba Pressindo

11
12

12

Anda mungkin juga menyukai