Berbekal roti dari gandum dan air, Rasulullah kerap pergi mengasingkan diri di Gua
Hira yang terletak di Jabal Nur yang jaraknya dua mil dari Makkah. Akan tetapi,
suatu ketika pada bulan Ramadhan di tahun ketiga dari masa pengasingan tersebut
Allah berkehendak lain. Saat genap berusia 40 tahun, Allah memuliakan beliau
dengan nubuwah dan menurunkan Jibril kepada beliau sambil membawa ayat-ayat
Al-Qur’an. Hari itulah yang kemudian kita kenal dengan nama Nuzulul Qur’an. Tepat
hari ini tanggal 17 Ramadhan menurut Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wan-
Nihayah.
Aisyah ra berkata, “Awal permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah ialah
berupa mimpi yang hakiki di dalam tidur beliau. Beliau tidak melihat sesuatu di
dalam mimpinya melainkan ada sesuatu yang datang menyerupai fajar shubuh.
Kemudian beliau paling suka mengasingkan diri. Beliau menyendiri di Gua Hira dan
beribadah di sana pada malam-malam hari sebelum pulang ke keluarga dan
mengambil bekal. Beliau menemui Khadijah dan mengambil bekal seperti biasanya
hingga datang kebenaran tatkala beliau sedang berada di Gua Hira. Malaikat
mendatangi beliau seraya berkata, “Bacalah!”
Dia (Malaikat Jibril) memegangiku dan merangkulku hingga aku merasa sesak.
Kemudian melepaskanku, seraya berkata lagi, “Bacalah!”
Dia memegangiku dan merangkulku hingga ketiga kalinya hingga aku merasa
sesak, kemudian melepaskanku, lalu berkata, “Bacalah!”
“Apa yang terjadi padaku? Aku khawatir terhadap keadaan diriku sendiri.”
Kemudian Khadijah pun menjawab, “Tidak. Demi Allah, Allah sama sekali tidak akan
menghinakanmu karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut
membawakan beban orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu tamu,
dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.”
Selanjutnya Khadijah membawa beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin
Asad bin Abdul Uzza.
Waraqah bertanya kepada beliau, “Apa yang pernah engkau lihat wahai
saudaraku?”
Setelah Rasulullah menceritakan apa yang dilihatnya, Waraqah berkata, “Ini adalah
Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan saja aku masih muda pada
masa itu. Andaikan saja aku masih hdup tatkala kaummu mengusirmu.”
“Benar. Tak seorangpun pernah membawa seperti yang engkau bawa melainkan
akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, tentu aku akan
membantumu secara sungguh-sungguh.”
Rasulullah bersabda lagi, “Maka akupun pergi dan hendak melakukan itu
(menerjunkan diri dari gunung). Namun ditengah gunung, tiba-tiba kudengar suara
yang datangnya dari langit, berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah Rasul
Allah, dan aku Jibril.”
Rasulullah berdiam diri sambil memandanginya (Jibril), bingung apa yang hendak ia
kerjakan, tidak berani melangkah maju atau mundur. Rasulullah memalingkan
wajah dari arah yang ditempati Jibril di ufuk langit. Tetapi setiap kali Rasulullah
memandang ke arah langit yang lain, di sana tetap ada Jibril. Kemudian Jibril pergi
dan Rasul pulang kembali menemui keluarganya.
Setelah turun wahyu yang pertama itulah terdapat jangka waktu di mana
terputusnya masa turunnya wahyu.
Ibnu Hajar menuturkan, selama wahyu terputus untuk beberapa hari lamanya,
Rasulullah hanya diam dalam keadaan termenung sedih, ketakutan. Rasa kaget dan
bingung melingkupi diri beliau. Akhirnya, ketakutan dan kedukaan beliau perlahan
sirna dan beliau menyadari secara yakin bahwa ia benar-benar menjadi seorang
Nabi. Lalu Allah menurunkan surat Al-Muddatstsir: 1-5 yang setelah itu wahyu
datang secara berturut-turut.