Anda di halaman 1dari 14

WAFATNYA RASULULLAH SAW

MATA KULIAH
Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu:
Najib, M. Ag

Disusun Oleh:
Asiah (180103020203)
Alfitri Ainayya (180103020301)
Yuliani Rahmi (180103020298)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2019
PENDAHULUAN

Kisah tentang kehidupan Rasulullah saw merupakan cahaya yang menyibak kegelapan
dan menerangi dunia. Sangat besar jasa-jasa beliau terhadap orang-orang Muslimin di dunia
ini. Beliaulah yang menjadikan islam untuk seluruh umat manusia. Segala peristiwa telah di
lalui beliau, berbagai peristiwa dan peperangan telah terjadi. Namun Rasulullah tetap tegar
menghadapinya. Waktu terus berjalan hingga pada saat itu Rasulullah mengalami sakit yang
begitu parah. Ada yang mengatakan bahwa ketika beliau berada di Khaibar, beliau memakan
suatu makanan dan ternyata makanan itu telah diracuni oleh seorang wanita Yahudi. Mulai saat
itulah Rasulullah merasa sakit.

Sakit beliau tak kunjung sembuh bahkan bertambah parah. Para sahabat pun mulai
merasa resah ketika melihat keadaan Rasulullah tercinta mereka kesakitan. Hingga
memuncaklah rasa sakit beliau, kemudian beliau meninggalkan dunia. Alangkah baiknya jika
kita mengerti dan mengetahui bagaimana keadaan Rasulullah ketika menjelang wafatnya
beliau, dan bagaimana beliau dimaqamkan. Maka dari itu pemakalah akan mencoba untuk
menjelaskan bagaimana kejadian atau keadaan Rasulullah menjelang wafatnya beliau.

2
PEMBAHASAN

A. Sebelum Wafatnya Rasulullah SAW


a. Khotbah Rasulullah saw di Hajjatul Wada’

Sebelum Rasullah wafat, pada tanggal 25 Dzul Qa’dah beliau melaksanakan Haji.
Beliau juga menyampaikan pesan-pesan atau pidato kepada seluruh umat islam, agar
pesan-pesan beliau dapat dijadikan sebagai pedoman hidup mereka nantinya.1 Pada saat
itu Rasulullah saw menyampaikan pidatonya yang berisi “Wahai sekalian manusia
dengarkanlah perkataanku! Aku tidak tahu pasti, boleh jadi aku tidak akan bertemu
kalian lagi setelah tahun ini dengan keadaan seperti ini sesungguhnya darah dan harta
kalian adalah suci atas kalian seperti kesucian hari ini pada bulan dan di negeri kalian
ini. Ketahuailah, segala sesuatu dari urusan jahiliyah sudah tidak berlaku dibawah
telapak kakiku, darah jahiliyah tidak berlaku, dan darah pertama dari darah kita yang
kuhapuskan adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Al-Harits. Riba jahiliyyah tidak berlaku
dan riba pertama yang ku hapuskan adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Semua itu
tidak berlaku.

Bertakwalah kepada Allah dan masalah wanita, karena kalian mengambil mereka
dengan amanat Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat
Allah. Kalian mendapatkan hak atas mereka, bahwa mereka tidak boleh mendatangkan
seorangpun yang kalian benci ke tempat tidur kalian. Jika mereka melakukan hal ini,
maka pukullah mereka dengan pukulan yang menyakitkan. Mereka mendapatkan hak
atas kalian rezeki dan pakaian mereka dengan cara yang ma’ruf. Aku telah
meninggalkan ditengah kalian sesuatu yang sekali-kali kalian tidak akan tersesat
sesudahnya, selagi kalian berpegang teguh kepadanya, yaitu kitab Allah.

Wahai manusia sesungguhnya tidak ada Nabi lagi sesudahku dan tidak ada lagi
ummat sesudah kalian. Ketahuilah, sembahlah Rabb kalian, laksanakanlah shalat lima
waktu kalian, laksanakanlah puasa Ramadhan kalian, bayarkanlah zakat kalian
dengan sukarela, tunaikanlah Haji dirumah Rabb kalian dan taatilah Waliyul Amri
kalian, niscaya kalian masuk surga yang disediakan Rabb kalian. Tentunya kalian
bertanya-tanya tentang diriku. Lalu apa yang kal ian katakan?” Mereka menjawab,
“Kami bersaksi bahwa engkau telah bertablig, melaksanakan kewajiban dan memberi

1
Abul Hasan An-Nadawi, Kehidupan Nabi Muhammad SAW (Semarang, CV. Asy-Syifa, 1992), Hal. 356.

3
nasihat” Lalu beliau bersabda sambil mengacungkan jari telunjuknya ke langit dan
mengarahkannya kepada orang-orang, “Ya Allah, persaksikanlah!” beliau
mengacungkannya tiga kali. Setelah Nabi menyampaikan pidato maka turunlah firman
Allah QS. Al-Maidah ayat 3 yang artinya, “Telah ku sempurnakan untuk kamu
agamamu dan telah ku cukupkan kepadamu nikmatku, dan telah ku ridhoi islam itu jadi
agama bagimu”.2

b. Tanda-Tanda Perpisahan

Pada bulan Ramadhan tahun 10 H, beliau i’tikaf di masjid selama 20 hari, padahal
sebelumnya beliau tidak i’tikaf kecuali 10 hari. Pada waktu haji Wada’ beliau bersabda
“Aku tidak tahu pasti, boleh jadi aku tidak akan bertemu kalian lagi setelah tahun ini
dengan keadaan seperti ini”. Pada waktu melempar jumrah Aqabah, beliau bersabda,
“Pelajarilah manasik kalian dariku, karena boleh jadi aku tidak akan berhaji lagi
sesudah tahun ini”.

Pada awal bulan Shafar tahun 11 H, Rasulullah pergi ke Uhud untuk melaksanakan
sholat mayyit bagi orang-orang yang mati syahid. Kemudian seusai sholat beliau
menuju mimbar dan berpidato. “Sesungguhnya aku lebih dahulu meninggalkan kalian,
aku menjadi saksi atas kalian, dan demi Allah aku benar-benar akan melihat tempat
kembaliku saat ini. Aku telah diberi kunci-kunci gudang dunia atau kunci-kunci dunia,
dan demi Allah, aku tidak takut kalian akan musyrik sepeninggalku. Tetapi aku takut
kalian akan bersaing dalam masalah”.3

c. Permulaan Sakit dan Keluh Kesahnya Rasulullah saw

Menurut hadits-hadits masyhur disebutkan bahwa pada akhir bulan Shafar tepatnya
pada hari Senin, Rasulullah mulai merasa kesakitan. Permulaannya adalah pada tengah
malam beliau mendatangi kuburan di Baqi’ul Gharqad, lalu mendo’akan semua sahabat
beliau yang terkubur di sana, kemudian pulang ke rumah.4 Sepulang dari Baqi’ ketika
dalam perjalanan, tiba-tiba beliau merasa pusing di kepala dan panas tubuhnya
langsung melonjak.5

2
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 562-564.
3
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, hal. 568.
4
Abul Hasan An-Nadawi, Kehidupan Nabi Muhammad SAW (Semarang, CV. Asy-Syifa, 1992), Hal. 369.
5
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 569.

4
Keesokan harinya tiba beliau di tampat Aisyah. Dilihatnya, Aisyah sedang
mengeluh karena kesakitan kepala, “Aduh kepalaku!” tetapi beliau berkata “Tetapi
akulah, Aisyah, yang merasa sakit kepala”. Pada waktu itu sakitnya belum begitu keras,
satiap didengarnya Rasulullah mengeluh kesakitan Aisyah pun juga mengulangi rasa
sakitnya tersebut. Kemudian Nabi berkata “Apa salahnya kalau engkau yang mati lebih
dahulu sebelum aku. Aku yang akan mengurusmu, mengkafanimu, menshalatkanmu,
dan menguburkanmu!”. Karena senda gurau tersebut cemburu kewanitaannya Aisyah
timbul dalam hatinya, lalu ia berkata “Dengan begitu yang lain mendapat nasib baik.
Demi Allah, dengan apa yang sudah kau lakukan itu seolah engkau menyuruh aku
pulang ke rumah dan pada waktu itu juga kau berpengantin baru dengan istri-istrimu.”

Nabi tersenyum, meskipun rasa sakitnya tidak mengizinkan ia terus bergurau.


Setelah rasa sakitnya terasa agak berkurang, ia mengunjungi istri-istri seperti biasa.
Tetapi kemudian rasa sakitnya kambuh lagi, dan terasa lebih sakit lagi. Ketika beliau
sedang berada dirumah Maimunah, beliau sudah tidak bisa lagi mengatasi rasa sakitnya,
sehingga beliau merasa bahwa beliau harus dirawat. Kemudian dipanggillah istri-istri
beliau datang ke rumah Maimunah. Ketika itu dimintanya izin kepada mereka. Setelah
melihat keadaan beliau, maka istri-istri Rasulullah saw memutuskan bahwa beliau akan
dirawat di rumah Aisyah. Beliau berjalan dengan dipapah oleh Al-Fadhl bin Abbas dan
Ali bin Abi Thalib hingga tiba di rumah Aisyah. Beliau berada disana pada pekan
terakhir dari kehidupan beliau.6

Pada hari-hari pertama ia jatuh sakit, demamnya sudah terasa semakin keras. Ketika
demamnya turun maka ia pergi berjalan menuju mesjid untuk memimpin shalat. Hal ini
beliau lakukan selama berhari-hari. Beliau sakit selama 13 atau 14 hari lamanya, dan
tetap melaksanakan shalat bersama-sama selama 11 hari. Pada hari Rabu tepat lima hari
sebelum Rasulullah wafat, suhu badan beliau semakin tinggi sehingga membuat beliau
menggigil. Kemudian beliau bersabda “Guyurkan air manapun ke tubuhku, agar aku
dapat menemui orang-orang dan memberikan nasihat kepada mereka.” Lalu
dibawakannya air dari beberapa sumur, kemudian didudukkanlah beliau di
pasu(bejana) kepunyaan Hafshah lalu ketujuh air kirbat itu diguyurkan ke tubuh beliau
hingga bersabda: “Cukup-cukup!”.7

6
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2001), Hal. 565.
7
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 569.

5
Lalu belau mengenakan pakaian kembali, setelah merasa agak ringan, lalu beliau
masuk ke mesjid dengan kepala yang diikat, naik ke mimbar kemudian berpidato.
Beliau mengucapkan puji syukur kepada Allah, kemudian berdo’a dan memintakan
ampun kepada Allah untuk sahabat-sahabatnya yang telah gugur di perang Uhud.
Kemudian beliau bersabda: “Saudara-saudaraku, Laksanakanlah keberangkatan
Usama itu. Demi hidupku. Kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya,
tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu telah berbicara. Dia sudah pantas
memegang pimpinan, seperti ayahnya yang dulu juga pantas memegang pimpinan.”

Muhammad diam sebentar, sementara itu orang-orang juga diam tiada bicara.
Kemudian beliau meneruskan dan berkata lagi, “Seorang hamba Allah oleh Tuhan telah
disuruh memilih antara di dunia ini atau disisi-Nya, maka ia memilih disisi Tuhan”.
Lalu beliau diam lagi dan orang-orang juga diam tidak bergerak. Tetapi Abu Bakar
segera mengerti, bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan kata-kata terakhir itu adalah
dirinya. Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya kemudian menangis sambil
berkata “Tidak, bahkan tuan akan kami tebus dengan jiwa kami dan anak-anak kami.”

Lalu beliau memberi isyarat “Sabarlah, Abu Bakar”. Kemudian dipintanya oleh
beliau supaya semua pintu yang menuju mesjid ditutup kecuali pintu yang ke tempat
Abu Bakar. Setelah semua pintu di tutup, beliau berkata lagi “Aku belum tahu ada
orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat denganku seperti dia. Sekiranya ada
dari hamba Allah yang akan ku ambil sebagai Khalil (teman kesayangan) maka Abu
Bakar lah Khalilku, tetapi persahabatan dan persaudaraan kita adalah iman, sampai
tiba saatnya Tuhan mempertemukan kita”.8

Pada hari kamis empat hari sebelum wafat, sakit beliau tidak menyusut. Beliau
bersabda, “Kemarilah kalian. Aku akan menuliskan sebuah tulisan yang kalian tidak
akan tersesat sesudahnya.” Saat itu ada beberapa orang sahabat yang datang ke rumah
Aisyah diantara mereka adalah Umar bin Khattab yang berkata “Beliau terpengaruh
oleh sakitnya. Disisi kalian ada Al-Qur’an. Cukuplah bagi kalian Kitab Allah”. Mereka
yang berada di dalam rumah saling berselisih dan berdebat. Diantara mereka ada yang
berkata “Mendekatlah kalian agar Rasulullah dapat menulis bagi kalian”. Namun

8
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2001), Hal 566-
567.

6
diantara mereka ada yang setuju dengan perkataan Umar. Karena saling berdebat dan
gaduh, maka beliau bersabda “Menyingkirlah kalian dari sini!”9

Pada waktu shalat magrib hari itu, beliau membaca surah Al-Mursalat. Menjelang
shalat isya, sakit beliau mulai bertambah parah. Sampai-sampai beliau tidak sanggup
lagi untuk pergi ke mesjid. Aisyah menuturkan, beliau bertanya “Apakah orang-orang
sudah selesai shalat?” Aisyah menjawab “Belum wahai Rasulullah. Mereka sedang
menunggu engkau”. Beliau bersabda, “Letakkan air di bejana tempat cucian bagiku”.
Kemudian Aisyah melaksanakan perintah beliau. Setelah mandi beliau akan bangkit
berdiri, namun tidak sanggup dan pingsan. Setelah siuman berliau bertanya, “Apakah
orang-orang sudah shalat?”. Ketika hendak bangkit untuk kedua kalinya, lagi-lagi
beliau pingsan, hingga terulang tiga kali. Tetap beliau tidak sanggup. Akhirnya beliau
mengirim utusan untuk menemui Abu Bakar, agar dia mengimami orang-orang. Maka
sejak hari itu Abu Bakarlah yang memimpin shalat, tepatnya sebanyak 17 kali shalat
selagi beliau masih hidup. Tiga atau empat kali Aisyah menyarankan agar Nabi tidak
hanya menunjuk Abu Bakar sebagai imam supaya orang tidak merasa bosan. Tetapi
beliau menolaknya, seraya berkata “Kalian sama dengan saudara-saudara yusuf.
Suruh Abu Bakar agar dia menjadi Imam bagi orang-orang.10

Abu bakar datang memimpin shalat seperti yang diperintahkan oleh Nabi
Muhammad saw. Pada suatu hari ketika Abu Bakar tidak ada di tempat ketika Bilal
memanggil hendak shalat, maka Umarlah yang dipanggil untuk memimpin shalat
sebagai pengganti Abu Bakar. Oleh karena itu Umar yang memiliki suara lantang, maka
ketika mengucakan takbir di mesjid, suaranya terdengar oleh Muhammad dari rumah
Aisyah. Maka berkatalah Muhammad “Mana Abu Bakar?”. Dengan demikian orang
dapat menduga bahwa Nabi menghendaki Abu Bakar sebagai penggantinya, karena
memimpin orang-orang shalat sudah merupakan tanda pertama untuk menggantikan
kedudukan Rasulullah saw.11

Pada hari Sabtu atau Ahad, dua hari atau sehari sebelum wafatnya Rasulullah.
Beliau merasakan badannya agak ringan. Maka dengan dipapah dua orang laki-laki,
beliau keluar rumah untuk melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Sementara pada saat

9
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 571.
10
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, Hal. 572.
11
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2001), Hal. 568.

7
yang sama Abu Bakar sedang mengimami orang-orang. Saat kedatangan beliau, Abu
bakar beranjak mundur ke belakang, namun beliau memberi isyarat kepada Abu Bakar
agar tidak usah mundur. Beliau bersabda “Dudukkanlah aku disamping Abu Bakar”
Maka keduanya mendudukkan beliau di samping Abu Bakar, lalu Abu Bakar shalat
mengikuti shalat beliau dan mengeraskan bacaan takbir agar didengar orang-orang.12
Sehari sebelum wafatnya beliau, tepat hari Ahad. Nabi memerdekakan para pembantu
lelakinya sebanyak 40 budak dan menyuruh Aisyah menyedekahkan 7 dinar sisa uang
beliau.13

d. Hari Terakhir dari Kehidupan Rasulullah saw

Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa tatkala orang-orang Muslim sedang


melaksanakan shalat subuh pada hari senin, sementara Abu Bakar menjadi imam.
Rasulullah saw tidak menampakkan diri kepada mereka. Beliau hanya menyibak tabir
kamar Aisyah dan memandangi mereka yang sedang berbaris dalam shaf-shaf shalat.
Kemudian beliau tersenyum. Abu Bakar mundur ke belakang dan berdiri sejajar dengan
shaf, karena dia mangira Rasulullah saw akan keluar untuk shalat dan menjadi imam.
Namun beliau memberikan isyarat dengan tangan agar mereka menyelesaikan shalat.
Kemudian Rasulullah masuk kembali ke bilik dan menurunkan tabir.

Pada hari itu rasa sakit Rasulullah kembali menyerang lagi hingga rasa sakitnya
beliau tak tertahankan dan semakin berat. Ditambah lagi dengan pengaruh racun yang
disusupkan kedalam daging oleh wanita yahudi yang beliau makan sewaktu di Khaibar,
hingga beliau bersabda “Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan
yang sempat ku cicipi di Khaibar. Inilah bagiku untuk merasakan bagaimana
terputusnya Nadiku karena racun tersebut.” 14

B. Wafatnya Rasulullah saw


a. Detik-Detik Terakhir
Pada saat itu beliau minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan
meletakkan tangan ke dalam bejana itu ia usapkan ke wajahnya. Kemudian datanglah
seorang laki-laki yang bernama Abdurrahman bin Abu Bakar dengan membawa
sebatang siwak di tangannya. Rasulullah memandangnya dan menunjukkan kepada

12
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 572.
13
Abul Hasan An-Nadawi, Kehidupan Nabi Muhammad SAW (Semarang, CV. Asy-Syifa, 1992), Hal.378
14
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal.573.

8
Aisyah bahwa beliu menginginkan nya. Kemudian Aisyah ambil siwak tersebut, ia
kunyak (ujungnya) sampai lunak. Lalu ia menggosok dan membersihkan gigi beliau.15
Di dekat tangan beliau saat itu ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua
tangan ke dalam air lalu mengusapkannya ke wajah sambil bersabda “Tidak ada tuhan
selain Allah. Sungguh kematian itu ada sekaratnya”. Seusai bersiwak beliau
mengangkat tangan atau jari-jari, mengarahkan pandangan ke arah langit-langit rumah
dan kedua bibir beliau bergerak-gerak. Aisyah berkata pada waktu itu kepala Nabi
Muhammad berada di pangkuannya, “Terasa olehku Rasulullah saw sudah memberat
di pangkuanku” Aisyah masih sempat mendengar sabda beliau pada saat-saat itu,
“Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka dari para Nabi,
Shiddiqin, Syuhada, dan Shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah aku.
Pertemukanlah aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi ya Allah, kekasih yang Maha
Tinggi.” Kalimat yang terakhir itu diulang sampai tiga kali dan disusul dengan tangan
beliau yang melemah. Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un. Beliau telah berpulang Kepada
Kekasih yang Maha Tinggi. Hal ini terjadi selagi waktu dhuha sudah terasa panas, pada
hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal 11 H, dalam usia 63 tahun.16
Para perawi dan ahli ilmu sepakat bahwa Nabi Muhammad wafat pada usia 63
tahun. 40 tahun diataranya beliau jalani sebelum diangkat menjadi Rasul, 13 tahun
berdakwah di Mekkah, 10 tahun di Madinah setelah hijrah. Kematian Rasulullah saw
ini adalah di awal tahun ke 11 H. Bukahri meriwayatkan dari Amer bin Harits, ia
berkata: Rasulullah saw tidak meninggalkan satu pun dinar atau dirham atau budak laki-
laki dan budak perempuan, selain daripada Baghalnya yang putih yang biasa di
tungganginya dan senjata serta tanah yang sudah diikrarkannya menjadi shaddaqah bagi
Ibnu Sabil.17
b. Berita Kematian Menggemparkan Muslimin
Kabar kesedihan langsung menyebar, seluruh pelosok Madinah berubah
menjadi muram. Dengan peristiwa itu kaum Muslimin yang berada di mesjid sangat
terkejut sekali. Sebab, ketika paginya mereka melihat Nabi dari segalanya
menunjukkan, bahwa ia sudah sembuh. Itu pula sebabnya Abu Bakar pergi
mengunjungi istrinya Bint Kharija di Sunh. Setelah mengetahui hal itu cepat-cepat

15
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2001), Hal. 573.
16
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, Hal. 574.
17
Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Robbani Press, 2000), Hal. 452.

9
Umar ke tempat jenazah. Ia tidak percaya bahwa Rasulullah sudah wafat. Ketika ia
datang, dibukanya tutup mukanya. Ternyata ia sudah tidak bergerak lagi. Umar
menduga bahwa Nabi sedang pingsan. Jadi tentu akan siuman lagi. Dalam hal ini sia-
sia saja Mughira hendak meyakinkan Umar atas kenyataan yang pahit ini. Ia tetap
berkeyakinan, bahwa Muhammad tidak mati. Oleh karena itu ia berkata, “Engkau
dusta!”. Kemudian ia keluar lalu ke mesjid dan berkata, “Ada orang dari kaum munafik
yang mengira bahwa Rasulullah telah wafat. Tetapi demi Allah sebenarnya dia tidak
meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah
menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian
kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh Rasulullah
pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang menduga bahwa dia telah meninggal,
tangan dan kakinya harus dipotong”.
Teriakan Umar datang bertubi-tubi ini terdengar oleh kaum Muslimin di Mesjid.
Mereka menjadi orang-orang yang kebingungan. Kata-kata Umar itu masih
menimbulkan harapan dalam hati mereka, karena Muhammad pasti akan kembali.
Hampir saja angan-angan mereka percayai, menggambarkan dalam hati mereka sendiri
hal-hal yang hampir pula membawa mereka jadi puas karenanya.18
c. Kedatangan Abu Bakar r.a
Abu Bakar datang dengan memacu kuda, lalu turun dan masuk mesjid tanpa
berbicara dengan siapapun. Dia masuk ke rumah Aisyah lalu mendekati jasad
Rasulullah yang diselubungi dengan kain hitam (burd hibara). Dia menyibak kain itu
kemudian menutupnya kembali, memeluk jasad beliau sambil menangis. Kemudian dia
berkata, “Demi Ayah dan Ibuku sebagai tebusanmu. Allah tidak akan menghimpun dua
kematian pada diri engkau. Kalau memang kematian ini sudah ditetapkan atas engkau,
berarti memang benar engkah sudah meninggal dunia”.
Kemudian Abu Bakar keluar rumah, ketika itu Umar sedang berbicara di
hadapan orang-orang dan berkata, “Duduklah wahai Umar!”. Umar tidak mau duduk,
orang-orang beralih kepada Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata,
“Barangsiapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya
Muhammad telah meningga dunia. Tetapi barangsiapa diantara kalian menyembah
Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak meninggal”.

18
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 20011), Hal.
575-576.

10
Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 144, yang artinya, “Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapai orang rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat
kepada Allah sedikitpun., dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.”
Ibnu Sayyab menuturkan bahwa Umar berkata, “Demi Allah setelah mendengar
Abu Bakar membacakan ayat tersebut, akupun menjadi linglung, hingga aku aku
terduduk ke tanah saat mendengarnya. Kini aku tahu bahwa Nabi saw memang sudah
meninggal dunia”.19
d. Pemakaman Nabi Muhammad saw
Nabi saw dimakamkan di Madinah. Satu pihak mengatakan dimakamkan di
Mesjid, tempat ia memberikan khutbah dan bimbingan terhadap orang-orang
Muslilmin, dan mereka memberikan saran agar dimakamkan di tempat mimbar atau
disampingnya. Tetapi pendapat tersebut ditolak, mengingat adanya keterangan dari
Aisyah bahwa ketika Nabi sedang dalam keadaan sakit keras, beliau bersabda, “Laknat
Tuhan kepada suatu golongan yang mempergunakan kuburan nabi-nabi sebagai
Masjid”.
Kemudian Abu Bakar memberikan keputusan kepada orang ramai itu dengan
mengatakan, Saya mendengar Rasulullah saw berkata, “Setiap ada Nabi yang
meninggal, maka ia dimakamkan di tempat ia meninggal” Kemudian diambil
keputusan, bahwa Rasulullah saw akan dimakamkan pada letak tempat tidur ketika
beliau meninggal, dan tempat itulah yang akan digali.20 Yaitu di kamarnya di samping
Mesjid Nabawi, di Madinah.21
Pada hari selasa para sanak keluarga memandikan jasad beliau tanpa
melepaskan kain yang menyelubunginya. Adapun yang memandikan beliau pertama
kalinya ialah Ali bin Abi Thalib, lalu Abbas bin Abdul Muthalib serta kedua putranya,
Fadhl dan Qatsam serta Usamah bin Zaid, Aus bin Khaili dan Syurqan (Pembantu
Rasulullah). Fadhl, Qatsam, dan Al-Abbas bertugas membalik-balik jasad, Syarqan

19
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 575-576.
20
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2001), Hal. 586.
21
Muhammad Saribi, Kisah Nabi Muhammad (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1982), Hal. 202.

11
mengguyurkan air, Ali membersihkannya dan Aus mendekapkan jasad beliau di
dadanya.
Setelah memandikan, beliau mengkafani jasad beliau dengan tiga lembar kain
putih dari bahan katun, tanpa menyertakan pakaian ataupun penutup kepala. Abu
Thalhah menyingkirkan tempat tidur dimana beliau meninggal dunia, lalu menggali
liang lahat persis dibawah tempat tidur beliau. Orang-orang masuk kedalam bilik secara
bergiliran, yang pertamakali menshalati ialah keluarga beliau, kemudian disusul oleh
orang-orang Muhajirin, lalu Anshar. Setelah kaum laki-laki, giliran kaum wanita yang
menshalati, kemudian disusul dengan anak-anak.
Semua dilaksanakan sehari penuh pada hari selasa, hingga menginjak malam
Rabu. Aisyah berkata, “Kami tidak mengetahui penguburan Rasulullah saw hingga
kami mendengar suara sekop di tengah malam Rabu”.22 Upacara pemakaman itu terjadi
pada malam Rabu 14 Rabiul Awal, yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke
rahmatullah.23
C. Pesan-Pesan Rasulullah
a. Wasiatnya Terhadap Kaum Anshar
“Aku wasiatkan kepada kaum Anshar, bahwa mereka adalah keluargaku dan
penyimpan rahasiaku, mereka sudah melaksanakan apa yang harus mereka
laksanakan, terimalah kebaikan mereka, lupakanlah kejelekan mereka.” (HR.
Bukhari).24
b. Wasiat Terakhir
Wasiat terakhir yang diucapkan oleh Rasulullah saw ketika hendak
menghembuskan nafas terakhir, “Perhatikanlah selalu shalat dan budak-
budakmu”.25 Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.

22
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kaustar, 2008), Hal. 576-577.
23
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta, PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2001), Hal. 588.
24
Abul Hasan An-Nadawi, Kehidupan Nabi Muhammad SAW (Semarang, CV. Asy-Syifa, 1992), Hal. 374.
25
Abul Hasan An-Nadawi, Kehidupan Nabi Muhammad SAW, Hal. 376.

12
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah wafat pada tanggal 12
Rabiul Awwal di tahun 11 H. Wafatnya beliau disebabkan karena beliau mengalami sakit yang
parah, ada juga yang mengatakan bahwa sakitnya beliau dikarenakan racun yang dimasukkan
oleh wanita yahudi pada makanan beliau saat di Khaibar. Dalam masa sakitnya, beliau masih
sempat untuk melaksankan shalat bersama-sama di Masjid bersama para sahabat dan kaum
muslimin lainnya. Hingga dua hari sebelum beliau wafat, beliau sudah tidak sanggup lagi untuk
mengimami shalat, lalu ditunjuklah Abu Bakar untuk mengimami shalat pada saat itu.

Pada malam senin, beliau tampak tenang, panas demamnya mulai turun. Sampai–
sampai karena itu pada waktu subuh ia dapat keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat
subuh berjamah yang dipapah oleh Ali bin Abi Thalib dan Fadl bin Abbas untuk menuju ke
Mesjid. Para sahabat merasa bahwa Rasulullah pada saat itu telah membaik, maka para sahabat
dan kaum muslimin lainnya kembali melakukan kesibukan mereka masing-masing. Tiba-tiba
menjelang waktu dhuha, Rasulullah merasa kesakitan kembali, dengan rasa yang amat
menyakitkan hingga tak tertahankan lagi. Hingga tibalah beliau merasakan kesakitan yang
amat dahsyat, kemudian wafatlah beliau pada hari Senin dan dimaqamkan pada malam Rabu
tanggal 14 Rabiul Awwal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hasan Abul, Kehidupan Nabi Muhammad SAW, Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992.
Haekal Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesia,
2001.
Ramadhan Muhammad Sa’id, Sirah Nabawiyah, Jakarta Timur: Robbani Press, 2000.
Saribi Muhammad, Kisah Nabi Muhammad, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kaustar, 2008.

14

Anda mungkin juga menyukai