Anda di halaman 1dari 7

Jakarta - Siti Khadijah RA menjadi satu dari empat wanita yang menjadi teladan dalam kehidupan

muslim. Keempatnya dijanjikan surga sesuai hadist yang dinarasikan Ad-Dzahabi.

Artinya: "Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam bintu Imran, Fatimah bintu Rasulillah
shallallahu 'alaihi wa sallam, Khadijah bintu Khuwailid, dan Asiyah." (HR Muslim).

Kisah teladan Siti Khadijah tidak hanya saat dia mengakui kebenaran wahyu Allah SWT dan
mendampingi Nabi Muhammad SAW. Dalam berbagai biografi Siti Khadijah disebutkan karakter
unggulnya, yang telah terlihat sebelum dia menerima Islam dan menjadi istri Rasulullah SAW.

1. Lahir dari keluarga revolusioner

Khadijah lahir dari keluarga revolusioner yang sangat dihormati di kalangan Quraisy. Ayahnya,
Khuwaylid, tidak melakukan kebiasaan suku tersebut yang dinilai merugikan misal mengubur bayi
perempuan hidup-hidup.

Sebagai salah satu pemimpin suku, ayah Khadijah memilih membesarkan dan memberi pendidikan
yang baik pada putrinya. Khadijah menjadi seseorang yang pintar, sukses meneruskan usaha
perdagangan ayahnya, beretika, dan punya keyakinan kuat.

2. Julukan Khadijah

Dikutip dari Encyclopedia Britannica, Siti Khadijah dikatakan memiliki karakter mulia dan tegas.
Karakter tersebut melukiskan besarnya penghormatan kaum Quraisy pada sosok Khadijah seperti
ditulis dalam buku Sirah dari Abd al-Malik ibn Hishām.

Keunggulan karakter menjadikan kaum Quraisy memberi julukan At-Taahirah, atau yang suci (the
pure) pada sosok Khadijah. Tak heran jika Khadijah diinginkan banyak pemuka Quraisy menjadi istri
dari putranya.

3. Tidak menyembah berhala

Dikutip dari AboutIslam, Khadijah diceritakan tidak ikut menyembah berhala Suku Quraisy. Hal ini
terungkap saat Khadijah menghadiri festival yang diadakan Quraisy di sekitar Kakbah. Peserta acara
yang kebanyakan perempuan menyembah berhala Hubal yang dianggap dewa ramalan. Walau ikut
dalam festival, Khadijah tidak ikut menyembah Hubal meski datang ke festival.

Saat di festival itulah, ada orang tua yang menyeru kepada peserta acara. Dalam seruannya dia
mengatakan, telah hadir seorang utusan Tuhan di antara Quraisy. Jika mereka punya kesempatan
menikahinya, maka lebih baik segera dilakukan. Seruan orang tua ini disambut ejekan, lemparan batu,
dan tidakan tak menyenangkan lain dari para peserta.

4. Khadijah mempertimbangkan seruan adanya utusan Tuhan


Khadijah tidak ikut melakukan hal kurang menyenangkan pada orang tua di festival tersebut. Dia
justru terlihat tenang, bijak, dan mempertimbangkan tiap kata dari orang tua Yahudi yang identitasnya
tak dijelaskan detail tersebut. Momen ini seolah menandai takdir Khadijah selanjutnya menjadi yang
pertama meyakini kebenaran wahyu Allah SWT dan memeluk Islam.

Ketika peristiwa ini terjadi, Khadijah telah menjadi pedagang sukses yang kaya dan rendah hati. Dia
juga dermawan terhadap hartanya pada orang lain yang membutuhkan. Sosoknya menjadi inspirasi di
kalangan Quraisy untuk memiliki karakter jujur, bijak, dan pekerja keras.
5. Melamar Rasulullah SAW

Jika umumnya laki-laki melamar perempuan, maka Khadijah menempuh cara sebaliknya saat
menikahi Rasulullah SAW. Khadijah melamar Nabi Muhammad SAW melalui orang ketiga Nafisah
binti Munyah, yang merupakan sahabat saudagar wanita tersebut. Nafisah kemudian menyampaikan
maksud Khadijah pada Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW.
Peran orang ketiga diperlukan karena tradisi Quraisy tidak mengenal perempuan melamar laki-laki.
Selain itu, Khadijah sempat tidak pede meski kaya dan berasal dari keluarga ternama. Krisis pede
terjadi karena perbedaan usia yang besar, Khadijah 40 tahun dan Nabi Muhammad SAW 25 tahun.

6. Pendukung utama Nabi Muhammad SAW

Setelah proses lamaran, Ameerat Quraysh atau Puteri Quraisy tersebut akhirnya resmi menjadi istri
Rasulullah SAW. Nabi SAW awalnya adalah pegawai Khadijah yang memimpin rombongan dagang
menuju Suriah. Pernikahan Khadijah dengan Muhammad bin Abdullah terjadi sebelum turunnya
wahyu dari Allah SWT.

Dukungan utama Khadijah terlihat saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di Gua
Hira. Saat itu dia menemani Rasulullah SAW yang ketakutan, seperti diceritakan Aisyah putri Nabi
Muhammad SAW.

Artinya: "Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah.
Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun menyelimutinya
hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: 'wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku
ini?'. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alamai kemudian mengatakan, 'aku amat khawatir
terhadap diriku'. Maka Khadijah mengatakan, 'sekali-kali janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan
menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi,
pemikul beban orang lain yang susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong
orang yang menegakkan kebenaran." (HR Bukhari).

7. Membenarkan wahyu dari Allah SWT

Keistimewaan Siti Khadijah juga terlihat saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di
Gua Hira. Khadijah tidak bersikap masa bodoh, namun ikut mencari tahu kebenaran wahyu yang
diterima Nabi Muhammad SAW.

Saat itu Khadijah mendatangi pamannya Waraqah bin Naufal yang bisa bahasa Ibrani. Waraqah
diceritakan sebagai orang tua yang kehilangan penglihatan, namun dipercaya Khadijah. Kisah ini
dituliskan dalam hadist seperti diceritakan Siti Aisyah.

Artinya: "Setelah itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin Naufal, ia adalah saudara
dari ayahnya Khadijah. Waraqah telah memeluk agama Nasrani sejak zaman jahiliyah. Ia pandai
menulis Al Kitab dalam bahasa Arab. Maka disalinnya Kitab Injil dalam bahasa Arab seberapa yang
dikehendaki Allah untuk dapat ditulis. Namun usianya ketika itu telah lanjut dan matanya telah buta.

Khadijah berkata kepada Waraqah, "wahai paman. Dengarkan kabar dari anak saudaramu ini".
Waraqah berkata, "Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?". Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya.
Waraqah berkata, "(Jibril) ini adalah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Duhai,
semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu". Nabi bertanya, "Apakah mereka akan
mengusir aku?" Waraqah menjawab, "Ya, betul. Tidak ada seorang pun yang diberi wahyu seperti
engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu niscaya aku akan
menolongmu sekuat-kuatnya". Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia." (HR
Bukhari).
8. Meminta sorban Rasulullah SAW untuk kain kafan

Dalam Kitab Al-Busyro dari Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Miliki Al-Hasani, Khadijah diceritakan
menggunakan seluruh hartanya untuk penyebaran Islam. Khadijah yang awalnya kaya jatuh miskin,
hingga tak punya kain kafan untuk membungkus mayatnya jika meninggal.

Saat itu, Khadijah dikisahkan meminta sorban yang biasa digunakan Nabi Muhammad SAW untuk
menerima wahyu sebagai kafan. Namun sorban tersebut urung digunakan karena Khadijah menerima
sorban yang dikirim Malaikat Jibril. Kelak ada lima orang yang menggunakan kain kafan istimewa
tersebut yaitu Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW, Siti Fatimah, Ali bin Abi Thalib, dan Hasan
cucu Rasulullah SAW.

9. Kisah sedih Rasulullah dan Khadijah

Kisah sedih pasangan ini terangkum dalam amul huzni (tahun kesedihan) pada kehidupan Rasulullah
SAW. Saat itu, Rasulullah SAW kehilangan pamannya Abu Tholib dan Khadijah karena menghadap
Allah SWT. Keduanya adalah pendukung utama Nabi Muhammad SAW saat pertama kali menerima
wahyu dari Allah SWT hingga berpulang.

Khadijah yang lahir pada 555 AD atau Sebelum Masehi, berpulang pada 11 Ramadhan tahun ketiga
sebelum hijrah. Momen tersebut kira-kira sama dengan 22 November 619 Setelah Masehi. Menjelang
wafat, Khadijah kembali menegaskan kesetiaan pada Rasulullah SAW dan kebenaran atas wahyu
Allah SWT. Khadijah dikisahkan meninggal di pangkuan Rasulullah SAW.

10. Anak Khadijah dan Rasulullah

Pasangan Khadijah dan Rasulullah SAW diceritakan memiliki dua anak laki-laki dan empat anak
perempuan. Namun Qasim dan Abdullah meninggal saat masih berusia anak-anak, selanjutnya
pasangan tersebut tak lagi dikarunai anak laki-laki.

Sementara anak perempuan Khadijah dan Rasulullah tumbuh dewasa, ikut dalam penyebaran Islam,
dan menjadi contoh untuk para muslim. Mereka adalah Zainab, Fatimah, Ruqayyah, dan Ummu
Kultsum.
Khadijah di Masa Jahiliyah
Di masa jahiliyah, sebelum kenal dengan Rasulullah, Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anhu
dikenal sebagai seorang wanita yang kaya dan seorang pedagang besar. Ia bekerja sama dengan laki-
laki untuk bagi hasil barang dagangannya. Karena laki-lakilah yang terbiasa bersafar ke Syam untuk
berdagang. Sedangkan wanita-wanita di masa itu tidak terbiasa keluar-keluar menuju tempat yang
jauh. Inilah tradisi Arab kala itu, hal ini juga sesuai dengan sifat menjaga kesucian diri yang beliau
miliki.
Hari-hari terus berlalu, hingga beliau mendengar kisah tentang seseorang yang bernama Muhammad
bin Abdullah. Seorang laki-laki yang berakhlak mulia. Jujur lagi terpercaya. Jarang sekali terdengar di
masa jahiliyah ada seorang laki-laki memiliki sifat sedemikian mulia. Ia kirim seseorang untuk
menawarkan kerja sama dagang menuju Syam. Ia berikan barang kualitas super, yang tidak ia
percayakan kepada pedagang lainnya.
Ketika Khadijah dan Muhammad telah sepakat bekerja sama, Khadijah menyertakan seorang budak
laki-lakinya yang bernama Maisaroh untuk membawa barang dagangan itu hingga ke Syam. Di
daerah Romawi itu, Muhammad bin Abdullah berteduh di bawah pohon dekat dengan kuil milik
seorang pendeta. Si pendeta datang mendekati Maisaroh. Ia berkata, “Siapa laki-laki yang berteduh di
bawah pohon itu?” “Ia seorang laki-laki Quraisy dari penduduk al-Haram”, jawab Maisaroh. Si
pendeta berkata lagi, “Tak seorang pun yang singgah di bahwa pohon ini kecuali seorang nabi.”
Kemudian Rasulullah mulai menjual barang dagangannya dan membeli barang lainnya yang beliau
inginkan. Sesampainya di Mekah, beliau menemui Khadijah dengan hasil keuntungan dagangnya.
Kemudian Khadijah membeli barang bawaannya. Beliau pun mendapatkan untung berkali lipat.
Maisaroh mengabarkan tentang kemuliaan akhlak Muhammad bin Abdullah dan sifat-sifatnya yang
istimewa, yang ia lihat saat bersafar bersama. Demikianlah safar, ia menampakkan sesuatu yang
tersembunyi dari perangai manusia. Terlebih safar di masa itu yang kendaraan dan keadaannya tidak
senyaman sekarang.
Membuka Hati Untuk Laki-Laki Mulia
Sebelumnya Khadijah telah menikah dua kali. Pertama menikah dengan Atiq bin A’id al-Makhzumi,
kemudian ia meninggal. Dan yang kedua, dengan Abu Halah bin Nabbasy at-Tamimi, yang juga
meninggal. Tapi dari Abu Halah, ia mendapatkan seorang putra yang bernama Hind bin Abu Halah.
Setelah itu, Khadijah menutup hatinya dari semua laki-laki. Ia tak ingin lagi menikah dan
memutuskan hidup sendiri. Tapi, cerita-cerita tentang Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
ia dengar dari orang-orang dan dari Maisaroh menggoyahkan keteguhannya. Ia begitu kagum dengan
seorang laki-laki yang begitu mulia akhlaknya. Tidak hanya mendengar, ia pun membuktikkan dan
“mengujinya” dengan mengajak kerja sama dalam masalah uang. Semakin tampaklah amanahnya dan
sifat-sifat mulia lainnya.
Dari sini dapat kita petik pelajaran, saat tertarik dengan seorang laki-laki atau perempuan, jangan
tergesa-gesa menyatakan perasaan padanya. Uji dulu akhlaknya, apakah kebaikan yang disampaikan
seseorang tentangnya benar atau hanya kabar burung saja. Khadijah adalah wanita yang cerdas, ia
tidak tergesa-gesa. Emosinya stabil. Sehingga ia bisa mengetahui kabar tentang Nabi Muhammad,
tanpa membuatnya merasa malu atau jatuh harga dirinya.
Singkat cerita, terjadilah pernikahan antara dua orang yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan Khadijah binti Khuwailid. Maharnya adalah 500 dirham. Hal ini semakin menegaskan
bahwa jodoh seseorang sesuai dengan keadaan dirinya. Pernikahan ini berlangsung saat Muhammad
bin Abdullah belum mendapatkan kedudukan istimewa sebagai seorang nabi dan rasul. Sebelum
Muhammad dikenal dan memiliki banyak pengikut. Sebelum Muhammad kaya dan menjadi
pemimpin negara. Rumah tangga keduanya berlangsung kurang lebih selama 25 tahun. Muhammad
berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.
Kedua pasangan mulia ini terus bersama hingga Khadijah wafat di usia 65 tahun. Dan Rasulullah
berusia 50 tahun. Ini adalah masa terlama kebersamaan nabi bersama istrinya, dibanding dengan istri-
istri yang lain. Nabi tak menikahi wanita lain saat bersama Khadijah. Hal itu karena kemuliaan yang
dimiliki Khadijah. Ia juga memberi beliau putra dan putri. Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah,
Ummu Kultsum, dan si bungsu Fatimah adalah buah dari pernikahan keduanya.
Memeluk Islam
Allah Ta’ala menganugerahkan Ummul Mukminin Khadijah hati dan ruh yang suci dan cahaya
keimanan. Sehingga ia begitu siap ketika kebaikan datang menghampirinya. Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu pertama:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” [Quran Al-Alaq: 1].
Nabi segera pulang dalam keadaan takut dan gemetar. Kemudian beliau bertemu dengan istrinya.
“Selimuti aku. Selimuti aku.”, kata Nabi. Khadijah menyelimutinya sampai rasa cemasnya sirna. Nabi
berkata,
“Khadijah, apa yang terjadi padaku? Aku khawatir terjadi apa-apa pada diriku.” Khadijah menanggapi
dengan kalimat yang sangat berarti bagi pskisi Nabi, ia berkata,
“Tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah, engkau
adalah seorang yang menyambung silaturahim, jujur ucapannya, memikul kesulitan orang lain,
menanggung orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan mendukung usaha-usaha kebenaran.”
Kemudian ia mengajak Nabi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Di masa jahiliyah, Waraqah
adalah seorang laki-laki Nasrani. Ia menulis Injil dengan Bahasa Arab. Dan ia sudah tua sampai-
sampai buta karena ketuaannya. Ia memberi kabar baik kepada Nabi. Waraqah bercerita bahwa apa
yang baru saja beliau jumpai adlaah an-Namus (Jibril) yang juga datang menemui Musa.
Dalam keadaan yang aneh dan membingungkan itu, Khadijah lah orang pertama yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya. Tentu hal ini semakin meringankan beban psikis Nabi. Nabi tak pernah
mendengar sesuatu pun dari Khadijah yang membuat beliau tidak suka. Tidak mendustakannya dan
membuatnya bersedih. Melalui wanita mulia ini, Allah berikan banyak jalan keluar dan kemudahan
untuk beliau. Saat ia pulang mendakwahkan risalahnya, Khadijah selalu membuatnya jiwa kembali
teguh dan bersemangat. Meringankan dan membenarkannya di saat orang-orang mendustakannya.
Membayangkan keadaan tersebut. Dan sulitnya merintis dakwah di tengah orang-orang yang
mengingkari. Tidak hanya mengingkari, mereka juga memusuhi dan merespon dakwah dengan
gangguan. Tapi beliau memiliki istri seperti Khadijah. Yang melapangkan dan tak pernah
mengecewakannya sedikit pun. Dari sini kita tahu, mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak menikahi wanita lain selain dirinya saat ia masih hidup.

Wanita Yang Cerdas


Semua sumber-sumber sejarah yang menceritakan biografi Khadijah pasti menukilkan bahwa beliau
adalah wanita yang cerdas. Hal itu terlihat dari bagaimana Khadijah meneliti sifat Muhammad bin
Abdullah sebelum menjadi nabi dan bagaimana ia mampu bernegosiasi membersarkan usahanya.
Kecerdasarnnya yang lain adalah saat ia ingin menikah dengan Nabi. Ia memilih seorang utusan yang
bernama Nafisah bin Maniyah. Wanita ini ia pilih dan tugaskan meneliti Nabi Muhammad setelah
pulang dari Syam. Agar ia tidak merasa malu -karena umumnya wanita malu menyatakan perasaan
terlebih dahulu-, tampaklah seolah-olah Nabi Muhammad lah yang menginginkan Khadijah dan
meminta dirinya untuk menikah dengan beliau.
Setelah menikah, kembali Khadijah memberi ketaladanan dalam kematangan akal dan pikiran. Ia
tidak panik tatkala suaminya dalam kebingunan menerima wahyu pertama. Ia jawab dengan yakin
bahwa Allah tidak akan menghinakan suaminya. Jawaban itu ia kuatkan dengan alasan-alasan.
Sehingga sang suami benar-benar merasa tenang. Tidak cukup sampai di situ, ia bawa suaminya ke
Waraqah agar semakin tenang dengan peristiwa ajaib yang tengah terjadi. Perhatikanlah tahapan-
tahapan Khadijah dalam menenangkan suaminya dalam menerima wahyu, pasti semakin tampaklah
kecerdasan dan kematangan jiwanya.
Membantu Dakwah Islam
Bantuan Ummul Mukminin -setelah taufik dari Allah- terhadap dakwah amatlah banyak. Kalau
seandainya kita sebutkan satu saja, sebagai orang pertama yang beriman, tentu itu sudah cukup
sebagai keutamaan beliau. Itu sangat penting bagi Rasulullah. Sangat penting untuk beliau diterima di
lingkungannya. Karena istrinya adalah orang pertama yang beriman.
Setelah memeluk Islam, beliau korbankan hidupnya. Kehidupan yang tenang dan nyaman, berubah
menjadi kehidupan yang menantang dan penuh gangguan. Kehidupan dakwah, jihad, dan
pengepungan. Keadaan tersebut sama sekali tak mengurangi cintanya kepada suaminya, bahkan ia
bertambah cinta kepada sang suami. Bertambah cinta pula terhadap agama yang ia bawa. Ia senantiasa
mendampingi dan mendukungnya mencapai tujuan yang diperintahkan Allah Ta’ala.
Ketika orang-orang Quraisy memboikot dan mengasingkan bani Hasyim ke pinggiran Mekah,
Khadijah tak ragu pergi bersama suaminya. Waktu pengasingan dan boikot tersebut bukanlah waktu
yang singkat. Bani Hasyim begitu menderita, kekurangan makanan, sampai-sampai mereka makan
dedaunan karena tak ada makanan. Mereka seolah-olah akan mati kelaparan. Bayangkan! Quraisy
memboikot mereka dengan tidak menikahi mereka, tidak membeli atau menjual sesuatu kepada
mereka selama tiga tahun. Penderitaan seperti apa yang akan terjadi kalau demikian keadaannya?
Dalam keadaan tersebut, Khadijah yang bukan bagian dari Bani Hasyim, tetap menemani sang suami.
Padahal ia dulunya wanita kaya dan berkecukupan. Inilah jalan dakwah, tidak mudah. Sehingga
pasangan hidup orang-orang yang meniti jalan dakwah pun adalah orang-orang yang tangguh. Sekali
lagi, inilah di antara alasan nabi senantiasa mengenangnya dan tidak melakukan poligami saat
bersamanya. Sekali lagi kita renungkan pula, jodoh seseorang itu sekadar kualitas dirinya.
Keutamaan Khadijah
Pertama: Wanita terbaik
Tidak diragukan lagi, wanita dengan keadaan demikian adalah wanita yang terbaik. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lisannya sendiri memuji kemuliaan Khadijah. Diriwayatkan dari
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Cukup bagimu 4 wanita terbaik di dunia: Maryam bintu Imran (Ibunda nabi Isa), Khadijah bintu
Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad, dan Asiyah Istri Firaun.” (HR. Ahmad 12391, Turmudzi 3878,
dan sanadnya dishahihkan Syuaib Al-Arnauth)
Kedua: Allah menitip salam untuknya melalui Jibril
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, beliau menceritakan: ‘Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wa sallam sambil mengatakan pada beliau:
“Wahai Rasulallah shalallahu’alaihi wa sallam, Ini Khadijah telah datang. Bersamanya sebuah bejana
yang berisi lauk, makanan, dan minuman. Jika dirinya sampai katakan padanya bahwa Rabbnya dan
diriku mengucapkan salam untuknya. Dan kabarkan pula bahwa untuknya rumah di surga dari emas
yang nyaman tidak bising dan merasa capai.” (HR. Bukhari no: 3820. Muslim no: 2432).
Ketiga: Nabi menganggap mencintainya adalah karunia.
Setelah mengetahui bagaimana setianya ibunda Khadijah menemani Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, tentu kita paham bagaimana kedudukan beliau di sisinya. Hal itu juga tampak dari
riwayat-riwayat betapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering menyebut namanya.
Memuliakan teman-temannya sepeninggal beliau. Sampai-sampai Rasulullah ucapkan sebuah kalimat
di hadapan Aisyah, yang menjelaskan kedudukan Khadijah di hati beliau.
“Sungguh Allah telah menganugrahkan kepadaku rasa cinta kepada Khadijah.” (HR. Muslim no
2435).
Wafatnya
Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anhu wafat tiga tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Saat itu beliau berusia 65 tahun. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri yang turun memakamkan jenazah sang istri tercinta. Dengan tangannya yang
mulia, beliau memasukkan jenazahnya ke kuburnya.
Wafatnya Ummul Mukminin Khadijah sangat berdekatan waktunya dengan wafatnya Abu Thalib.
Rasulullah benar-benar merasa sedih dengan wafatnya dua orang yang beliau cintai ini. Dua orang
penolong dakwahnya. Ditambah lagi, sang paman wafat dalam keadaan berada di atas agama nenek
moyangnya. Karena begitu sedihnya Rasulullah, tahun ini pun dinamakan Tahun Kesedihan.

Anda mungkin juga menyukai