Sahabat Nabi Perempuan atau dalam bahasa Arab Shahabiyah adalah wanita-wanita
terhebat dan agung pada zaman Rasulullah, Nabi Muhammad SAW yang merupakan generasi
terbaik sepanjang sejarah peradaban Islam. Mereka sarat dengan taqwa, karena senantiasa
terpupuk dengan Al Quran dan As-Sunnah. Bukan hanya itu, pengorbanan dan kegigihan
dalam membela akidahnya, mengorbankan segala yang dimiliki untuk kepentingan Islam.Tak
sedikit dari mereka rela meyerahkan jiwa demi tegaknya agama Islam. Berikut daftar para
sahabat-sahabat nabi perempuan tersebut :
Dengan kekayaannya yang berlimpah tentu Khadijah tidak dapat bekerja sendiri,
maka ia mengangkat beberapa pegawai untuk membawa dagangannya ke Yaman pada musim
dingin dan ke Syam pada musim panas. Diantara para pegawai tersebut terdapat seseorang
yang paling dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang
ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk
pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan
harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun
penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.
Wafatnya Khadijah
Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum
Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis
deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot
kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di
pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas
transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.
Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang
meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Abu Thalib meninggal pada
tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam
kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun
menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya
semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam semakin sedih. Dalam
sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun Khadijah. Khadijah
dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam sendiri yang mengurus jenazah istrinya dan kalimat terakhir yang
beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga
adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Saudah binti Zam'ah
Saudah binti Zam'ah adalah wanita pertama yang dinikahi Nabi Muhammad
SAW sesudah Khadijah r.a. dan dia sendiri yang bersama Nabi SAW selama kurang lebih 3
tahun sehingga beliau berumah tangga dengan 'Aisyah r.a.
Pinangan
Sebelum Saudah dinikahi Rasulullah, Khaulah binti Hakim berbicara kepada Rasul
SAW dan menawarkan 'Aisyah binti Ash-Shiddiq r.a. namun dia masih kecil. Maka biarlah
dia dipinang, kemudian ditunggu hingga dewasa. Akan tetapi, siapakah yang akan
memperhatikan urusan-urusan Nabi SAW dan melayani putri-putri serta memenuhi rumah
beliau ? Pernikahan dengan 'Aisyah tidak akan berlangsung sebelum 2 atau 3 tahun lagi.
Siapakah gerangan wanita yang memimpin urusan-urusan Nabi SAW dan memelihara putri-
putrinya ? Dia adalah Saudah binti Zam'ah dari bani Ady bin Najjar.
Rasul SAW mengizinkan Khaulah meminang keduanya. Pertama Khaulah datang ke
rumah Abu Bakar r.a., lalu ke rumah Zam'ah. Dia menemui puterinya, Saudah, dan berkata :
"Kebaikan dan berkah apa yang dimasukkan Allah kepadamu, wahai Saudah ?" Saudah
bertanya karena tidak tahu maksudnya, "Apakah itu, wahai Khaulah ?" Khaulah
menjawab :"Rasulullah SAW mengutus aku untuk meminangmu." Saudah berkata dengan
suara gemetar, "Aku berharap engkau masuk kepada ayahku dan menceritakan hal itu
kepadanya." Maka terjadi kesepakatan dan berlangsunglah pernikahan.
Saudah mengalami situasi yang menyebabkan Rasulullah SAW mengulurkan
tangannya yang penyayang untuk menolong masa tua dan meringankan kekerasan hidup yang
dirasakan oleh Saudah. Saudah telah hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan agama
bersama suami, putra pamannya. Kemudian suaminya meninggal sebagai muhajir dan Saudah
tinggal sendirian. Saudah menjadi janda yang hidup di tanah perantauan sebelum tiba di
Ummul Qura. Rasul SAW telah terkesan oleh wanita muhajir yang mu'min dan janda itu.
Ternyata, Saudah setuju untuk menikah dengan Rasulullah SAW.
Wafat
Saudah termasuk deretan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
menjaga dan menyampaikan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh para imam yang terkemuka seperti Imam Ahmad, Imam
Bukhari, Abu Dawud dan Nasa’i.
Saudah meninggal di akhir kekhalifahan Umar di Madinah pada tahun 54 Hijriyah.
Sebelum dia meninggal dia mewariskan rumahnya kepada Aisyah. Semoga Allah
meridhainya dan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah.
Aisyah Binti Abu Bakar - Istri Nabi Muhammad SAW
Aisyah binti Abu Bakar adalah istri dari Nabi Muhammad salallahi alaihi
wassaalam. ‘Aisyah adalah putri dari Abu Bakar (khalifah pertama), hasil dari pernikahan
dengan isteri keduanya yaitu Ummi Ruman yang telah melahirkan Abd al Rahman dan
Aisyah. Beliau termasuk ke dalam ummul-mu'minin (Ibu orang-orang Mukmin). Ia dikutip
sebagai sumber dari banyak hadits, dimana kehidupan pribadi Muhammad menjadi topik
yang sering dibicarakan.
Aisyah binti Abu Bakar adalah satu-satunya istri Nabi Muhammad yang saat dinikah
oleh Nabi Muhammad berstatus gadis. Sedangkan istri-istri Nabi Muhammad yang lain
umumnya adalah janda.
Nama dan Nasab - Beliau adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abu
Quhafah bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay.
Ibunda beliau bernama Ummu Rumman binti ‘Umair bin ‘Amir bin Dahman bin Harist bin
Ghanam bin Malik bin Kinanah.
Keutamaan Aisyah ra
Pribadi yang Haus Ilmu - Selama Sembilan tahun hidup dengan Rasulullah saw.
Beliau dikenal sebagai pribadi yang haus akan ilmu pengetahuan. Ketekunan dalam belajar
menghantarkan beliau sebagai perempuan yang banyak menguasai berbagai bidang ilmu.
Diantaranya adalah ilmu al-qur’an, hadist, fiqih, bahasa arab dan syair. Keilmuan Aisyah
tidak diragukan lagi karena beliau adalah orang terdekat Rasulullah yang sering mengikuti
pribadi Rasulullah. Banyak wahyu yang turun dari Allah disaksikan langsung oleh Aisyah ra.
“Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu hari yang sangat
dingin sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat bercucuran dari dahi
beliau.“ (HR. Bukhari).
Periwayat Hadist - Aisyah juga dikenal sebagai perempuan yang banyak
menghapalkan hadist-hadist Rasulullah. Sehingga beliau mendapat gelar Al-mukatsirin
(orang yang paling banyak meriwayatkan hadist). Ada sebanyak 2210 hadist yang
diriwayatkan oleh Aisyah ra. Diantaranya terdapat 297 hadist dalam kitab shahihain dan
sebanyak 174 hadist yang mencapai derajat muttafaq ‘alaih. Bahkan para ahli hadist
menempatkan beliau pada posisi kelima penghafal hadist setelah Abu Hurairah, Ibnu
Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas.
Kecerdasan dan keluasan ilmu yang dimiliki Aisyah ra sudah tidak diragukan lagi.
Bahkan beliau dijadikan tempat bertanya para kaum wanita dan para sahabat tentang
permasalahan hukum agama, maupun kehidupan pribadi kaum muslimin secara umum.
Hisyam bin Urwah meriwayatkan hadis dari ayahnya. Dia mengatakan: “Sungguh aku
telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai
daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan
sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah
Arab, nasab, hukum, serta pengobatan."
Pribadi yang Tegas dalam Menegakkan Hukum Allah - Aisyah juga dikenal
sebagai pribadi yang tegas dalam mengambil sikap. Hal ini terlihat dalam penegakan hukum
Allah, Aisyah langsung menegur perempuan-perempuan muslim yang melanggar hukum
Allah.
Suatu ketika dia mendengar bahwa kaum wanita dari Hamash di Syam mandi di
tempat pemandian umum. Aisyah mendatangi mereka dan berkata, “Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda, ‘Perempuan yang
menanggalkan pakaiannya di rumah selain rumah suaminya maka dia telah membuka tabir
penutup antara dia dengan Tuhannya.“ (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Aisyah pun pernah menyaksikan adanya perubahan pada pakaian yang dikenakan
wanita-wanita Islam setelah Rasulullah wafat. Aisyah menentang perubahan tersebut seraya
berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang terjadi pada wanita (masa kini), niscaya
beliau akan melarang mereka memasuki masjid sebagaimana wanita Israel dilarang
memasuki tempat ibadah mereka.”
Di dalam Thabaqat Ibnu Saad mengatakan bahwa Hafshah binti Abdirrahman
menemui Ummul-Mukminin Aisyah. Ketika itu Hafsyah mengenakan kerudung tipis.
Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya dengan kerudung yang
tebal.
Pribadi yang Dermawan - Dalam hidupnya Aisyah ra juga dikenal sebagai pribadi
yang dermawan. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Aisyah ra pernah menerima uang
sebanyak 100.000 dirham. Kemudian beliau meminta para pembantunya untuk membagi-
bagikan uang tersebut kepada fakir miskin tanpa menyisakan satu dirhampun untuk beliau.
Padahal saat itu beliau sedang berpuasa.
Harta duniawi tidak menyilaukan Aisyah ra. Meskipun pada saat itu kelimpahan
kekayaan berpihak kepada kaum muslimin. Aisyah ra tetap hidup dalam kesederhanaan
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Setelah Rasulullah meninggal dunia, Aisyah ra menghabiskan hidupnya untuk
perkembangan dan kemajuan Islam. Rumah beliau tak pernah sepi dari pengunjung untuk
bertanya berbagai permasalahan syar’iat . Sampai-sampai Khalifah Umar bin
khatab dan Usman bin Affan mengangkat beliau menjadi penasehat. Hal ini merupakan
wujud penghormatan Umar dan Ustman terhadap kemuliaan Ilmu yang dimiliki oleh Aisyah
ra.
Lahirnya Hafshah
Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy,
yaitu ketika Rasullullah memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah
dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun itu juga dilahirkan Fathimah az-
Zahra, putri bungsu Rasulullah dari empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh
beliau. Beberapa hari setelah Fathimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin Khaththab.
Sayyidah Hafshah r.a. dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Umar bin
Khaththab. Dalam soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain, kepribadiannya kuat dan
ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah sama dengan ayahnya. Kelebihan
lain yang dimiliki Hafshah adalah kepandaiannya dalam membaca dan menulis, padahal
ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum perempuan.
Hafshah tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam, karena ketika
awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Umar bin Khaththab, masih menjadi musuh utama
umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk masuk Islam.
Pernikahan
Sebelum menikah dengan Rasulullah, Zainab binti Khuzaimah ra. awalnya adalah
isteri Ath-Thufail bin Al-Harits. Namun beliau menceraikannya. Kemudian beliau dinikahi
saudara Ath-Thufail yang bernama Ubaidah bin Al-Harits ra., yang mati syahid di perang
Badar. Sepeninggal suaminya, Zainab ra. hidup sendiri di Madinah Al-Munawwarah. Tidak
ada keluarga yang menafkahi beliau, atau saudara yang menanggung kebutuhan beliau.
Hanya Allah swt yang menolongnya.
Zainab ra. adalah orang yang sangat penyabar. Beliau tidak pernah mengeluh, padahal
kesedihan bertubi-tubi menimpanya. Pertama, beliau diceraikan oleh suami pertamanya.
Kedua, beliau ditinggalkan oleh suami keduanya, karena gugur sebagai syahid dalam perang
Badar.
Pada akhirnya kesabarannya terbalaskan dengan kebaikan yang sangat besar.
Hati Rasulullah saw. tersentuh dengan kondisi Zainab ra. yang selalu dirundung musibah dan
kesedihan.
Menikah dengan Rasulullah SAW
Kondisi Zainab Binti Khuzaimah Ra sebelum dinikahi Rasulullah
- Diceraikan suami pertamanya
- Suami keduanya pun meninggal dunia dengan syahid
- Beliau mandul, tidak mempunyai anak
- Tidak termasuk wanita cantik
- Tidak ada seorang sahabat pun yang melamar beliau, atau berusaha menghiburnya.
Rasulullah saw menikahi beliau dengan mahar yang dibayar sebanyak 400 Dirham.
Beliau juga dibangunkan rumah/kamar di sisi kamar Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq ra.
dan Hafshah binti Umar bin Khattab ra. Rasulullah saw. adalah seorang suami yang sangat
penyayang. Beliau memberikan segenap kasih sayangnya kepada wanita yang selalu hidup
menderita ini.
Para ulama berselisih pendapat tentang lama waktu kebersamaan Zainab ra.
dan Rasulullah saw. Sebagian ulama mengatakan bahwa beliau hidup bersama Rasulullah
saw. hanya dua atau tiga bulan, karena tak lama kemudian beliau meninggal dunia.
Beliau adalah satu-satunya isteri Rasulullah saw. yang meninggal di masa hidup
Rasulullah saw selain Ibunda Khadijah ra. Tak lama beliau hidup bersama Rasulullah saw.
Dan karena pendeknya waktu itu, beliau tidak meriwayatkan sebuah hadits pun
dari Rasulullah saw.
Imam Adz-Dzahaby mengatakan, “Tidak ada hadits yang beliau riwayatkan.”
Sedangkan Ath-Thabrany mengatakan, “Ummul Masakin meninggal dunia saat Rasulullah
saw. masih hidup. Beliau hanya sebentar hidup bersama Rasulullah saw Beliau meninggal
dunia pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 4 Hijriah, di Madinah.
Sumber bacaan :
1. Al-Ishabah, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, hal. 150-152
2. Shahihus Sirah an-Nabawiyah, Ibrahim Al-‘Aly, hal. 323
3. Siyar A’lamin Nubala’, Al-Imam Adz-Dzahabi, hal. 202-210
4. Tahdzibul Kamal, Al-Imam Al-Mizzi, hal. 317-319
Zainab binti Jahsy
Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah shalallahi alaihi wa salam. Zainab
termasuk wanita pertama yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan
keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika
itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.
Zainab termasuk wanita yang taat dalam beragama, wara’, dermawan, dan baik.
Selain itu, dia juga dikenal mulia dan cantik, serta termasuk wanita terpandang di Makkah.
Nama lengkapnya adalah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin
Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah,
namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah menikah
dengan beliau. Dinyatakan dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim, dari Zainab binti Abu
Salamah, dia berkata, “Namaku adalah Barrah, akan tetapi Rasulullah kemudian memberiku
nama Zainab.” (HR. Muslim dalam Al-Adab, 14/140).
Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf
bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelum kenabian. Ayahnya adalah
Jahsy bin Ri’ab. Dia tergolong pemimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik.
Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika
orang-orang Quraisy menyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.
Wafatnya Juwairiyah
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta
memperbanyak ibadah dan bersedekah di jalan Allah SWT dengan harta yang diterimanya
dari baitul mal. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri,
tidak berpihak kemanapun.
Juwairiyah wafat pada masa kekhalifahan Mu`awiyah bin Abu Sufyan, pada usianya
yang keenam puluh. Ummul Mukminin, Juwairiyyah wafat pada tahun 50 H. Ada pula yang
mengatakan tahun 56 H. Dia dikuburkan di Baqi`, bersebelahan dengan kuburan istri-
istri Rasulullah SAW yang lain.
Ramlah binti Abu Sufyan - Wanita Pemegang Teguh Akidah
Ramlah binti Abu Sufyan adalah istri dari Muhammad SAW. Nama aslinya adalah
Ramlah, sebelum menikah dengan Rasulullah, ia dinikahi oleh Ubaydillah bin Jahsy. Ialah
salah seorang Ummul Mu’minin yang banyak diuji keimanannya. Disaat orang-orang
terdekat dan yang dicintainya merupakan musuh baginya. Terutama Suami pertamanya,
Ubaydillah bin Jahsy yang murtad dengan masuk agama nasrani setelah sebelumya ia seorang
muslim.
Ramlah binti Abu Sufyan dilahirkan 25 tahun sebelum hijrah atau kurang lebih 13
tahun sebelum Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul. Ayahnya adalah Shakhr bin Harb
bin Umayyah yang dikenal sebagai Abu Sufyan. Ia adalah pembesar Quraisy yang
terpandang pada masanya dan pemimpin orang-orang musyrik hingga penaklukan Mekah.
Sedangkan ibunya bernama Shafiyah binti Abul Ash, bibi Utsman bin Affan.
Pernikahan pertama
Suami pertama Ramlah adalah Ubaidullah bin Jahsy, pemuda bangsawan Quraisy
yang tekun mempelajari ajaran Nabi Isa AS dan selalu menyertai Waraqah bin Naufal,
seorang pendeta nasrani. Ia melamar Ramlah. Lamaran itu diterima dan tak lama kemudian
mereka menikah.
Beberapa lama setelah pernikahan tersebut, Muhammad SAW diangkat sebagai
Rasul. Berita ini menyebar di kalangan masyarakat Quraisy. Ubaydillah menyambut
seruan Rasulullah dan menyatakan keimanannya karena ia mendengar Waraqah bin Naufal
membenarkan kenabian Muhammad SAW. Ramlah pun mengikuti jejak suaminya, memeluk
Islam.
Murtadnya Ubaydillah
Saat Ramlah sedang mengandung, Rasulullah menyerukan kaum Muslimin untuk
hijrah ke Habasyah. Maka berangkatlah Ramlah dan suaminya menuju Habasyah. Ramlah
melahirkan Habibah, anaknya di Habasyah. Sejak itu ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu
Habibah.
Suatu malam, Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Ia bermimpi buruk tentang
suaminya. "Aku melihat di dalam mimpi, suamiku Ubaidullah bin Jahsy dengan bentuk yang
sangat buruk dan menakutkan. Maka aku terperanjat dan terbangun, kemudian aku
memohon kepada Allah dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama
Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisnya," ujarnya.
Pagi harinya, Ubaydillah bin Jahsy berkata, "Ummu Habibah, aku berpikir tentang
agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama Nasrani. Aku
memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku
kembali memeluk Nasrani."
Ummu Habibah berkata, "Demi Allah, tidak ada kebaikan bersamamu!" Kemudian
diceritakanlah pada suaminya mimpi itu, tetapi ia tak menghiraukannya.
Suaminya mencoba dengan segala kemampuan untuk memurtadkannya, namun
Ummu Habibah tetap tak bergeming. Bahkan beliau justru mengajak suaminya kembali ke
Islam, namun ditolak dan Ubaydillah tetap murtad sampai akhir hayatnya.
Setelah berpisah dengan suaminya, Ummu Habibah membesarkan anaknya sendirian
di Habasyah.
Sepeninggal Rasulullah
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ummu Habibah, Rasulullah SAW wafat.
Sepeninggal Rasulullah, dia benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah dan berbuat
kebaikan. Dia berpegang teguh pada nasihat Rasulullah SAW dan senantiasa berusaha
mempersatukan kaum Muslimin dengan segala kemampuannya sampai ia meninggal dunia
pada tahun ke-46 Hijriyah.
Ummu Habibah meriwayatkan sekitar 65 hadits dari Rasulullah SAW dan dari Zainab
binti Jahsy. Beberapa orang juga meriwayatkan darinya seperti, Urwah bin Zubair, Zainab
binti Abu Salamah, Shafiyah binti Syaibah, Syahar bin Hausyab, dan anak perempuannya;
Habibah binti Ubaidillah bin Jahsy, dan saudara lelakinya; Muawiyah dan Atabah,
keponakannya; Abdullah bin Atabah, dan yang lainnya.
Menjelang wafatnya, Aisyah berkata pada Ummu Habibah, "Terkadang di antara kita
sebagai istri-istri Nabi ada suatu khilaf, semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu
dari perbuatan atau sikap itu."
Ummu Habibah membalas, "Engkau telah membahagiakan diriku, semoga Allah juga
membahagiakan dirimu."
Setelah kejadian itu, Shafiyah mengetahui bahwa Rasulullah berada dalam jalan yang
benar. Ternyata selama ini, kaumnya tidak memberitahukan tentang Nabi Muhammad kepada
Shafiyah, karena faktor kedengkian dan iri hati, bukan karena Nabi Muhammad salah, setelah
ada bukti yang nyata pada diri mereka bahwa Nabi Muhammad adalah utusan akhir zaman.
Penaklukan Khaibar
Perang Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap
perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin (Perjanjian
Hudaibiyah). Muhammad segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin
dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk pertahanan yang kuat
untuk persiapan menyerang kaum muslimin.
Selanjutnya nabi Muhammad memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar,
benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari
lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka
berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum
wanitanya pun menjadi tawanan perang.
Pasukan kaum muslim berhasil mengalahkan benteng pertahanan terakhir suku
Yahudi di Khaibar. Huyay bin Akhthab mati terbunuh dalam peperangan itu. Sementara
putrinya, Shafiyah yang ditinggal mati suaminya menjadi tawanan.
Wafat
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Shafiyyah tetap komitmen terhadap Islam dan
mendukung perjuangan Nabi Muhammad SAW. Ketika terjadi fitnah besar atas
kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman.
Shafiyah banyak meriwayatkan hadits Nabi. Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar
50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam
menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’.