Anda di halaman 1dari 10

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER.

2)

UM M AH AATUL M U'M I N EEN ( M OTH ERS OF TH E FAI TH FUL) & CH I LD REN OF RASULULLAH
A BRI EF SKETCH OF TH E LI VES OF TH E WIVES OF SAYYIDUNA RASULULLAH

Tuhan yang pertama , yang termaktub dalam Qurtan, surah Iqra. Nabi Muhammad menjadi sangat gelisah mendapatkan pengalaman baru itu, dan sampai di rumah beliau menggigil ketakutan, lalu berbaring di tempat tidur, suhu badannya sangat tinggi. Isterinya, Khadijah, menjadi sangat khawatir dengan keadaan yang luar biasa itu. Kemudian, Nabi dirawat dan ditanya sebab kegelisahan itu. Nabi Muhammad saw menceritakan seluruh kejadian tentang pengalamannya dengan wahyu pertama yang aneh itu. Dengan sangat gembira Khadijah memberikan selamat karena suaminya telah diangkat ke posisi yang tertinggi, menjadi utusan Tuhan. Ia berkata, "Bergembiralah, karena Tuhan tidak akan meninggalkanmu." Khadijahlah orang pertama yang memeluk Islam, agama baru itu. Khadijah binti Khuwailid, tergolong dalam keluarga Quraisy, AbdalUzza, menduduki tempat terhormat sebagai isteri pertama Nabi Muhammad saw. Khadijah adalah seorang janda yang kaya, yang dianugerahi sifat-sifat mulia. Karena kehidupannya yang berbudi luhur itu, beliau terkenal dengan nama Tahira. Menurut Tabaqot ibu Saad, beliau adalah wanita terkaya di Mekkah kala itu . Muhammad berniaga dan terkenal di seluruh Hijaz karena kejujuran, kesetiaan dan moralnya. Karena sifat yang mulia ini, beliau dijuluki "al amin" (yang dapat dipercaya) .

1 . Kh a dij a h Al- Ku br a
Sayyida KHADIJAH (r)
This noble lady belonged to the Quraish tribe. She is also known as "Khatijatul Kubra" or "Khadijah the Great." Sayyiduna Rasulullah (s) married her when he was 25 years old and she was 40 years old. She was a very devoted wife, companion and counselor, ever ready to stand by Sayyiduna Rasulullah (s) in all trials and tribulations. She proved to be an immense support and help to the Cause of Islam. She passed away at the age of 65 years on the 11th of Ramadaan - 10 years after the first revelation. Sayyiduna Rasulullah (s) has said about her: "The noblest women of the world are Sayyida Mariam (alaiha assalaam) and Sayyida Khadijah (r)." (Bukhari Shareef) Nabi Muhammad saw mengorbankan sebagian besar waktunya dengan meditasi di dalam kesunyian gua Hira. Pada suatu hari, ketika beliau sedang tekun bermeditasi, beliau menerima wahyu yang pertama. Malaikat Jibril mewahyukan kepadanya firman

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

Khadijah juga tertarik pada sifat-sifat cemerlang pemuda Muhammad, dan menerimanya bekerja pada usaha dagangnya. Muhammad dikirim ke Basrah membawa barang dagangan Khadijah. Setelah tiga bulan sekembalinya dari Basrah Khadijah mengajukan lamaran untuk nikah. Waktu itu Muhammad berusia 25 tahun, dan Khadijah 40 tahun. Pada zaman itu wanita Arab bebas menentukan kehendaknya sendiri dalam hal pernikahan, oleh karena itu Khadijah langsung membicarakan lamarannya dengan Muhammad. Pada hari yang telah ditentukan, sanak keluarga Muhammad, termasuk pamannya Abu Thalib dan Hamzah, berkumpul di rumah Khadijah. Abu Thalib-lah yang memberikan kata sambutan dalam upacara pernikahan mereka. Nabi Muhammad tidak menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup. Khadijah sempat mendampingi Muhammad 25 tahun lamanya setelah perkawinan, dan meninggal dunia tiga tahun sebelum Hijrah. Khadijah memberikan enam anak, dua laki-laki: Qasim dan Abdullah, keduanya meninggal waktu masih bayi - dan empat orang anak wanita: Fatima az-Zahra, Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum. Karena Qasim-lah kadang-kadang Nabi disebut Abul Qasim (ayah Qasim). Anak Khadijah - Zainab - dikawinkan dengan sepupu Zaenab. Kedua anak perempuan lainnya, Ruqaya dengan Usman - yang kemudian menjadi khalifah ketiga - dan Ummi Kalsum juga dengan Usman setelah Ruqaya meninggal dunia. Fatima azZahra, anak yang paling disayang Nabi, dinikahkan dengan Ali. Keturunan penerus Nabi ialah melalui anak laki-laki Fatima Zahra, iaitu Hasan dan Husain.

Kecuali Ibrahim yang juga meninggal dunia dalam usia muda, semua anak Nabi diperoleh dari perkawinan beliau dengan Khadijah. Rumah kediaman Khadijah kemudian dibeli oleh Amir Muawiya dan diubah menjadi masjid. Sampai sekarang, masjid itu masih menggunakan nama wanita agung itu. Nabi Muhammad saw sangat menghormati dan mencintai Khadijah. Bahkan setelah Khadijah wafat pun Nabi masih sering mengenang dengan rasa sayang, syukur serta terima kasih. "Waktu semua orang lain menentang aku," katanya, "Khadijah pendukungku; waktu semua orang masih kafir, ia telah memeluk Islam; waktu tidak seorang pun yang menolong aku, dialah penolongku." Kekayaan dan kedudukan Khadijah yang tinggi di dalam masyarakat ternyata sangat bermanfaat untuk syiar Islam. Para ulama kebanyakan mengatakan bahwa Khadijah, Fatima, dan Aisyah adalah tiga wanita Islam yang terbesar. Menurut mereka, Fatima sebagai wanita pertama, Khadijah yang kedua, dan Aisyah ketiga dalam urutan wanita-wanita terbesar di dalam Islam. Menurut Hafiz ibnu Qayyim, murid pengikut imam ibn Taimiya, jika orang memandang atas dasar hubungan darah dengan Nabi, maka Fatimalah berada di urutan atas. Tapi kalau orang melihat siapa yang mula-mula memeluk agama Islam, dan siapa yang memberikan dukungan moral mahu pun material kepada agama baru ini, maka Khadijahlah yang pertama dalam posisi itu dan kalau dalam hal ilmu serta pengabdiannya dalam penyebaran agama Nabi, Aisyah tidak ada tandingnya.

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

Beberapa hadits Nabi memuji Khadijah. Menurut Sahih Muslim terdapat dua orang wanita yang menempati posisi tertinggi di dalam pandangan Tuhan: Mariam dan Khadijah.

Khadijah r.a. dan dia sendiri yang bersama Nabi SAW selama kurang lebih 3 tahun sehingga Baginda berumah tangga dengan 'Aisyah r.a. Adalah para sahabat -radhiyallahu 'anhum- memperhatikan kesendirian Nabi SAW sesudah Khadijah r.a. wafat dan berharap kiranya beliau menikah, barangkali dalam pernikahan itu ada yang menghibur kesendiriannya. Akan tetapi, siapa yang berani bicara kepada beliau soal itu ? Khaulah binti Hakim maju untuk melakukan tugas itu. Maka dia berbicara kepada Rasul SAW dan menawarkan 'Aisyah binti AshShiddiq r.a. namun dia masih kecil. Maka biarlah dia dipinang, kemudian ditunggu hingga dewasa. Akan tetapi, siapakah yang akan memperhatikan urusan-urusan Nabi SAW dan melayani puteri-puteri serta memenuhi rumah beliau ? Pernikahan dengan 'Aisyah tidak akan berlangsung sebelum 2 atau 3 tahun lagi. Siapakah gerangan wanita yang memimpin urusan-urusan Nabi SAW dan memelihara putri-putrinya ? Dia adalah Saudah binti Zam'ah dari bani Ady bin Najjar. Rasul SAW mengizinkan Khaulah meminang keduanya. Pertama Khaulah datang ke rumah Abu Bakar r.a., lalu ke rumah Zam'ah. Dia menemui puterinya, Saudah, dan berkata : "Kebaikan dan berkah apa yang dimasukkan Allah kepadamu, wahai Saudah ?" Saudah bertanya karena tidak tahu maksudnya, "Apakah itu, wahai Khaulah ?" Khaulah menjawab :"Rasulullah SAW mengutus aku untuk meminangmu." Saudah berkata dengan suara gemetar, "Aku berharap engkau masuk kepada ayahku dan menceritakan hal itu kepadanya." Maka terjadi kesepakatan dan berlangsunglah pernikahan. Saudah mengalami situasi yang menyebabkan Rasulullah SAW mengulurkan tangannya yang penyayang untuk menolong masa

2. Um m u l M u 'm in in Sa u da h bin t i Za m 'a h ( W a n it a M u slim se ba ga i I st e r i)


Sayyida SA'UDA (r)
Sayyida Sa'uda (r) was a widow and the daughter of Sayyida Zama (r). She married Sayyiduna Rasulullah (s) after Sayyida Khadijah (r) had passed away. Sayyiduna Rasulullah (sallal laahu alaihi wasallam) was then 55 years old. She was generous, affectionate and kind. The reason for his marriage was that he needed someone to care for his children so that he could concentrate on the heavy responsibilities of Prophethood. Sayyida Aisha Siddiqa (r) has said about her: "It is only Sa'uda, on seeing whom, I wish my soul lived in her body." Sayyida Sa'uda (r) passed away in 55 A.H. Dari: " Tokoh- t okoh Wanit a di Sekit ar Rasulullah SAW" karangan Muhammad Ibrahim Saliim. Diketik oleh: Hanies Ambarsari. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Nabi SAW sesudah

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

tua dan meringankan kekerasan hidup yang dirasakan oleh Saudah. Saudah telah hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan agama bersama suami, putra pamannya. Kemudian suaminya meninggal sebagai muhajir dan Saudah tinggal sendirian. Saudah menjadi janda yang hidup di tanah perantauan sebelum tiba di Ummul Qura. Rasul SAW telah terkesan oleh wanita muhajir yang mu'min dan janda itu. Ternyata, Saudah setuju untuk menikah dengan Rasulullah SAW. Saudah menjadi ibu rumah tangga di rumah suaminya, Rasul SAW sampai 'Aisyah r.a. datang ke rumah kenabian. Dia mengetahui kedudukan 'Aisyah terhadap hati Nabi SAW. Maka dia berikan harinya kepada 'Aisyah dan melapangkan tempat pertama baginya di dalam rumah. Saudah berupaya sekuat tenaga untuk mendapatkan keridhoan pengantin yang masih muda dan menyenangkannya ('Aisyah). Setelah menginjak masa tua yang dingin, Saudah sangat berharap untuk tetap menjadi isteri Rasulullah SAW di dunia dan di akhirat serta tidak diharamkan dari kemuliaan yang besar ini, sekalipun dia berikan harinya kepada 'Aisyah setelah merasa dia tidak menginginkan apa yang biasa diinginkan kaum wanita. Saudah hidup bekerja keras dalam mengurusi rumah kenabian, sementara hatinya sarat dengan keridhoan dan iman hingga Nabi SAW pergi menghadap Tuhannya. Saudah wafat dalam masa khilafah Umar ibnul Khaththab r.a. 'Aisyah r.a. sering menyebut kebaikan dan memujinya atas kebaikan itu. Dia berkata, "Tidak seorang pun yang lebih aku sukai dalam dirinya daripada Saudah binti Zam'ah, hanya saja dia agak keras wataknya." [Al-Istii'aab 4/1867] Ketika Saudah wafat, Ibnu Abbas sujud. Ditanyakan kepadanya mengenai hal itu, maka dia menjawab, "Rasulullah SAW bersabda : "Apabila kamu melihat suatu tanda, maka sujudlah."

Dan tanda ketika wafatnya isteri-isteri Nabi SAW itulah yang menyebabkan dia bersujud. [Thabaqat Ibnu Sa'ad, Al-Ishaabah oleh Ibnu Hajar dan Usudul Ghaabah oleh Ibnu Atsiir] Saudah meriwayatkan lima hadits dari Rasulullah SAW. Di antaranya satu hadits diriwayatkan dalam Sahihain [Ibnul Jauzil, Al-Mujtanaa]. Dalam satu riwayat, bahwa Bukhari meriwayatkan dari Saudah dua hadits. [Al-Maqdisi, Al-Kamaal bii Ma'rifatir Rijaal] Semoga Allah SWT merahmatinya. Saudah menyukai sedekah dan berbudi luhur. Dari 'Aisyah r.a. dia berkata : "Bahwa sebagian isteri-isteri Nabi SAW berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah di antaraa kami yang paling cepat menyusulmu ?" Nabi SAW menjawab, "Yang terpanjang tangannya di antara kalian." Kemudian mereka mengambil tongkat untuk mengukur tangan mereka. Ternyata, Saudah adalah orang yang terpanjang tangannya di antara mereka. Kemudian kami mengetahui, bahwa maksud dari panjang tanganya adalah suka sedekah. Saudah memang suka memberi sedekah dan dia yang paling cepat menyusulnya di antara kami." (H.R. Syaikhain dan Nasai). Dalam suatu riwayat lain oleh Muslim :"Yang paling cepat menyusulku di antara kalian adalah yang terpanjang tangannya di antara kalian." 'Aisyah berkata, "Mereka saling mengukur siapa di antara mereka yang terpanjang tangannya. Ternyata yang terpanjang tangannya di antara kami adalah Zainab, karena dia melakukan pekerjaan tangan dan mengeluarkan sedekah."

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

3 . Aisya h Sh idiq
Sayyida AISHA SIDDIQA (r)
She was the daughter of Sayyiduna Abu Bakr (r) and was unmarried. In the 10th year of the mission, Sayyiduna Rasulullah (s) married her. Since she was very young at the time of her marriage, she only began to live with him in Madinatul Munawwarah in 2 A.H. He married Sayyida Aisha Siddiqa (r) in order to strengthen the ties of friendship with Sayyiduna Abu Bakr (r), his closest friend and also so that she could teach other women. Sayyida Aisha (r) led a very simple life without comfort and luxury. She dressed very simple. She served Sayyiduna Rasulullah (s) with utmost devotion and he loved her very much. She led a very pious life. When Sayyiduna Rasulullah (s) passed away, she was 25 years old. Thereafter, she lived for another 48 years and saw the rule of all the four Khulafaa. She is remembered for her intelligence, intuition, her knowledge of Hadith and principles of religion, secrets of Islamic knowledge, Arabic literature, piety and Islamic Fiqh. She became a great Madani (person of Madinatul Munawwarah) scholar and knew several thousand Ahadith by heart. Sayyiduna Rasulullah (s) himself used to teach her and answer her questions. She used to also teach other women. A great Scholar, Imam Zahri (r), has said about her: "Sayyida Aisha's (r) knowledge will surpass the knowledge of all the males and Mothers of the Faithful put together." Di-scan dari "Seratus Muslim Terkemuka" oleh Jamil Ahmad.

Seorang gadis kecil periang berumur sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan teman-temannya. Rambutnya awut awutan dan mukanya kotor karena debu. Tiba-tiba beberapa orang yang sudah agak tua muncul dari sebuah rumah di dekat situ dan datang ke tempat anak-anak tadi bermainmain. Mereka lalu membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan dengan laki-iaki paling agung di antara manusia, Nabi agama Islam. Suatu penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang wanita. Aisyah adalah salah seorang putri tersayang Sayidina Abu Bakar, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama. Gadis itu lahir di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permula an zaman Hijrah. Orangtuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai dengan tradisi paling mulia - agama baru itu - dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki t empat yang mulia. Ia menjadi isteri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya membuktikan bahwa ia seorang yang cerda s dan setia, dan sebagai isteri, sangat mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia. Di seluruh dunia, ia diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi dari ajaran Islam seperti apa yang telah disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

Nabi. Diingatnya secara sempurna semua kuliah yang diberikan Nab i kepada para delegasi dan jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, kuliah, dan diskusi Nabi dengan para sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-per tanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama baru itu. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam. Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung 1lanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nahi digantikan oleh seorang sa eaimt yang setia, Abu Bakar, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan kesatu, dan setelah Fatima meninggai dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Isla m. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia meninggal dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi. Selama kekuaslan Umar al-Faruq, halifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang penting. Umar terbunuh dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi negara baru itu, dan menjurus kepada perpecahan yang tragis di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas

pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur. Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan ia terus mundur ke Medina di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh putra khalifah sendiri. Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menu ntut balas bagi darah Usman. Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiya. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kr itiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu. Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi. Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersamasama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diple ster dengan lumpur. Pintunya

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya. Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan napasnya yang tera khir, Aisyah tidak nempunyai minyak Waktu Khalifah Umar berkuasa, isteri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan lunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham, Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa. Aisyah pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada basyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunna h dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata kata Aisyah menjadi keputusan terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam. Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka terutama di Medina dan di seluruh dunia Islam. Aisyah bersama Khadijah dan Fatima az-Zahra dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fatima di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah, dengan Aisyah sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah nomor dua

sesudah Nabi Muhammad, di atas semua isteri, sahabat, dan rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah ora ng pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

4. Sayyida HAFSA (r) She was the daughter of Sayyiduna Umar (r) and was a widow. In 2 or 3 A.H. Sayyiduna Rasulullah (s) married her. He also gave his own daughter, Sayyida Umm Kulthum (r), in marriage to Sayyiduna 'Uthman (r). She was a very learned person and spent most of her time in reading and writing. Sayyiduna Rasulullah (s) had personally taught her with the result that she was an authority on Islamic knowledge. She was also given the original hand-written copy of the Holy Quran to keep. She was very pious and saintly. She passed away in the month of Shabaan 45 A.H. 5. Sayyida ZAYNAB (r) She was the daughter of Khuzaimah. She was a widow and was poverty stricken. Moved by her piety and self-sacrifice, Sayyiduna Rasulullah (s) married her in 3 A.H. Sayyida Zaynab (r) was a very kind-hearted lady and ever ready to help the poor and destitute. She would spend all her income on charity and was called "Ummul Masaakin" or "Mother of the Poor." She passed away within three months of her marriage and was buried in Jannatul Baqi. 6. Sayyida UMME SALMAH (r) She was the daughter of Abu Ummayyah Sohail. When her husband passed away she was left with four children and had no means of maintenance. Sayyiduna Rasulullah (s), now 57 years old, married her in the month of Shawwal in 4 A.H. She was very beautiful and used to live a very pious life. She did all kinds of good works. She was very learned and had a good knowledge of Hadith. She was able to teach others on Islamic matters. She read the Holy Quran in the same style as Sayyiduna Rasulullah

(s). She was almost as learned as Sayyida Aisha (r). She outlived all the Ummahaatul Mu'mineen and passed away at the age of 84 years in 63 A.H. 7. Sayyida ZAINAB (r) She was the daughter of Jahsh bin Rabah and married Sayyiduna Zaid bin Harith (r), the adopted son of Sayyiduna Rasulullah (s). After her divorce, she married Sayyiduna Rasulullah (s) in 5 A.H., when he was 58 years old. Her marriage to Sayyiduna Zaid (r) was a lesson to all not to distinguish between a free person and a slave in social matters. She was very generous to the poor people of Madinatul Munawwarah. She passed away at the age of 53 years in 20 A.H. and lies buried in Jannatul Baqi. When she passed away, Sayyida Aisha (r) said about her: "Alas, the pious respected lady is no more and has left the orphans and widows broken-hearted." 8. Sayyida JUWAIRIYAH (r) She was the daughter of Harith and was a widow. She was a captive of war and set free by Sayyiduna Rasulullah (s) who married her in 5 A.H. As a result of her marriage, the prisoners which belonged to her tribe were set free. This made many accept Islam. Sayyida Juwairiyah (r) was a highly self-respecting person. She was very religious-minded and spent most of her time in Salaah. She was also very learned. She passed away at the age of 65 years in 56 A.H. and lies buried in Jannatul Baqi. 9. Sayyida UMME HABIBAH (r) She was the daughter of Sayyiduna Abu Sufyaan (r) and a widow. Sayyiduna Rasulullah (s) married her when she was 3637 years old in 6-7 A.H. This marriage also resulted in Sayyiduna

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

Khalid bin Walid (r) accepting Islam. She was a dedicated wife and feared Almighty Allah much. She had much regard for the poor, down-trodden and destitute and prayed a lot for the Muslims. She passed away at the age of 73 in 44 A.H. 10. Sayyida SAFIYAH (r) She was a Jewess and taken captive during the Battle of Khaibar. Sayyiduna Rasulullah (s) married her in 7 A.H. This made a great impact on the Jews, with the result that many accepted Islam. She was very dignified in her behaviour, patient and polite. She was very much attached to Sayyiduna Rasulullah (s) and he had great regards for her. She was also very generous and kindhearted. She was also very learned. She passed away at the age of 50 and is buried in Jannatul Baqi. 11. Sayyida MAYMUNA (r) She was a widow. Sayyiduna Rasulullah (s) married her in the month of Shawwal when she was 51 years old. Her marriage also drew many towards Islam. She was very pious and humble and fond of advising Muslim women and freeing slaves. She was also very learned. She passed away in 51 A.H. 12. Sayyida MARIA QIBTIYA (r) She was given to Sayyiduna Rasulullah (s) as a gift by the Christian King of Egypt. She accepted Islam and was very pious. Her marriage also improved the relationship with the Egyptians. She passed away 5 years after her son passed away and is buried in Jannatul Baqi.

26.1 ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD (VER. 2)

CH I LD REN OF RASULULLAH
Sayyiduna Rasulullah (s) had children from only two of his wives. They were Sayyida Khadijah (r) and Sayyida Maria Qibtiya (r). Sayyida KHADIJAH (r) had 6 children. They were:

'Uthman (r) and migrated with him to Abyssinia and finally settled in Madinatul Munawwarah. They had one son, Sayyiduna Abdullah (r) who passed away at the age of 6. She passed away in 2 A.H. after an illness.

5. Sayyida Umme Kulthum (r)


She was first married to Utaibah, another son of Abu Lahab. She did not want to live with him and he divorced her. In 3 A.H. she married Sayyiduna 'Uthman (r). His first wife, Sayyida Ruqayyah (r), passed away. She passed away in Shabaan of 9 A.H.

1. Sayyiduna Qasim (r)


He was the eldest son and passed away in infancy.

2. Sayyiduna Abdullah (r)


He was born during the period of Prophethood and was called "Tayyab" and "Taahir." He also passed away in infancy.

6. Sayyida Fatima (r)


She was the youngest daughter of Sayyiduna Rasulullah (s). She married Sayyiduna Ali (r). They had 3 sons and 2 daughters. Sayyiduna Imam Hassan, Sayyiduna Imam Hussain, Sayyiduna Mohsin, Sayyida Umme Kulthum and Sayyida Zainab (r). She passed away a few months after Sayyiduna Rasulullah (s) left this world. She is considered to be "Sayyidatun Nisaa min Ahlil Jannah" or "Leader of the Women of Paradise." Sayyida MARIA QIBTIYA (r):

3. Zainab Binti Muhammad


Sa yyida Za yna b (r) : She was the eldest daughter. She married Sayyiduna Abul Aas (r) who only accepted Islam just a year after she passed away in 8 A.H. She passed away from a wound she received while on the Hijrah to Madinatul Munawwarah. She had two children - Sayyiduna Ali (r) and Sayyiduna Umama (r).

7. Sayyiduna Ibrahim (r)


Sayyida Maria (r) bore Sayyiduna Rasulullah (s) Sayyiduna Ibrahim (r), who passed away in infancy.
Compiled by the Imam Ahmed Raza Academy South Africa

son,

4. Sayyida Ruqayyah (r)


She was first married to Utba, son of Abu Lahab. She did not live with him and he divorced her. She then married Sayyiduna

Anda mungkin juga menyukai