Anda di halaman 1dari 2

Perang Badar meninggalkan kisah tersendiri bagi Umar bin al Khattab.

Pasalnya kini putri tercintanya Hafshah binti


Umar menjadi janda karena suaminya Khunais bin Hudzafah gugur bersama syuhada’ Badar lainnya di Madinah.
Maka Umar pun berinisiatif mencarikan jodoh untuk sang buah hati dari istrinya Zainab bint Madz’un.
Mula-mula ia mendatangi sahabat Usman bin Affan yang telah ditinggal wafat istrinya Ruqayyah binti Rasulullah
Saw., “Jika engkau berkenan, aku akan menikahkan Hafshah denganmu,” tawaran Umar kepada Usman. Namun
Usman masih perlu waktu satu hari untuk menimbang-nimbang tawaran Umar tersebut, dan keesokan harinya barulah
Usman memberikan jawaban bahwa ia belum siap menikah lagi.
Mendengar penolakan Usman, ia pun mendatangi  Abu Bakar al Shiddiq, namun tidak ada respon sama sekali dari
sahabatnya itu. Maka Umar pun menceritakan hal ini kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. berkata demikian
kepada Umar, “Orang yang akan menikahi Hafshah binti Umar adalah orang yang lebih baik daripada Usman, dan
Usman akan menikahi perempuan yang lebih baik dari pada Hafshah.”
Jawaban Nabi Saw. tersebut ternyata benar, Hafshah binti Umar pun kemudian dilamar oleh orang yang jauh lebih
baik dari pada Usman dan Abu Bakar yakni Baginda Rasulullah Saw sendiri. Sementara itu, Usman menikah dengan
putri Rasulullah Saw. yakni Ummu Kultsum. Setelah Hafshah dilamar dan dinikahi Rasulullah saw. pada tahun ketiga
Hijriyyah, Abu Bakar mendatangi Umar untuk mengklarifikasi perbuatannya yang hanya diam saja ketika Umar
memintanya menikahi Hafshah.
“Sungguh ketika itu, aku telah mengetahui bahwa Rasulullah Saw. pernah menyebut nama Hafshah, maka aku tidak
ingin menyebar rahasia Rasulullah saw. itu. Jika Rasulullah Saw. tidak menikahi Hafshah, maka aku pasti akan
menerima tawaranmu,” jelas Abu Bakar kepada Umar yang tidak ingin mendahului Rasulullah Saw. yang telah
berniat menikahi Hafshah.
Sayyidah Zainab selalu mengutamakan kedermawanannya pada orang-orang miskin daripada memanjakan dirinya
sendiri dengan harta benda yang dimiliki. Sifat penyantun yang dimilikinya pun sudah ada sebelum beliau mengetahui
bahwa dengan sifatnya dapat mendatangkan pahala dari Allah SWT. Dalam kehidupan beragamanya, Sayyidah Zainab
termasuk kelompok wanita pertama yang memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, beliau menolak syirik dan
menyembah berhala. Beliau juga selalu menjauhkan diri dari perbuatan Jahiliyah. Sebelum menikah dengan
Rasulullah ketika masa Jahiliyah Sayyidah Zainab menikah dengan Thufail bin Harits. Namun, Thufail
menceraikannya karena tak kunjung memiliki anak saat hijrah ke Madinah. Kemudian, untuk memuliakanya, saudara
laki-laki Thufail, Ubaidah bin Harits, menikahinya. Ubaidah dikenal sebagai seorang prajurit penunggang kuda yang
paling perkasa setelah Hamzah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib. Keperkasaannya dibuktikan hingga ia
gugur syahid dalam perang Badar, Zainab pun kembali menjanda. Untuk melindungi dan meringankan beban
kehidupan Sayyidah Zainab, Rasulullah pun menikahinya. Rasulullah luluh karena kebaikan hati dan lemah lembut
Zainab terhadap orang miskin. Rasulullah selalu mendahulukan kepentingan kaum Muslimin, termasuk kepentingan
Sayyidah Zainab. Wajah Sayyidah Zainab memang tidak terlalu cantik, tapi kecantikan hatinya yang membuat ia
dinikahi Rasulullah. Beberapa sahabat juga enggan menikahinya setelah ia kehilangan Ubaidah sebagai pahlawan
Badar. Baca juga: Kedermawanan Ri'lah binti Mudhadh, Istri Nabi Ismail Rasulullah SAW menikahi Sayyidah Zainab
pada bulan Ramadhan tahun 3 Hijriyah. Nabi menikah dengan Sayyidah Zainab setelah beliau menikah dengan
Sayyidah Hafshah binti Umar. Ath-Thabary, dalam kitab As-Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil Mu’minin pun
menerangkan bahwa Rasulullah SAW menikahinya sebelum beliau menikah dengan Maimunah binti al-Harits ra.
Ketika menikah, Rasulullah memberikan sebesar 10 uqiyah perak dan merayakan walimah dengan berbagai hidangan.
Undangan pun tak hanya diberikan pada kaum berada, kaum dhuafa pun diundang dan duduk bersama menikmati
hidangan yang disediakan. Biasanya, Rasul mengingkari gelar yang didapatkan ketika pada masa Jahiliyah. Tetapi,
tidak dengan gelar yang didapatkan Sayyidah Zainab sebagai Ummul Masakin. Sayyidah Zainab juga dikenal selalu
meringankan beban saudaranya, seperti perlakuan dia terhadap budaknya. Sayyidah Zainab memiliki seorang budak
dari Habasyah. Seluruh budak yang dimilikinya tidak pernah diperlakukan layaknya budak. Perlakuannya terhadap
budak diberikan seperti kerabat dekat. Hanya saja, kebersamaan Sayyidah Zainab dengan Rasulullah sebagai suami
istri tak berlangsung lama. Hanya tiga bulan saja.
Wafatnya Khadijah radhiallahu ‘anha menyisakan kesedihan yang mendalam di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Terlebih wafat Khadijah hampir bersamaan dengan wafatnya sang paman, Abu Thalib.
Dalam campur aduk suasana kesepian dan kesedihan, anak dan rumah yang kehilangan pengurusnya, para sahabat
merasa sedih dan peduli dengan apa yang menimpa nabi. Mereka mengirim Khaulah bin Hakim as-Salimah
radhiallahu ‘anha, istri dari Utsman bin Mazh’un, untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khaulah datang
untuk memotivasi nabi, agar tertarik untuk menikah lagi.
Khaulah radhiallahu ‘anha datang dan berkata kepada Nabi, “Hai Rasulullah, tidakkah Anda ingin menikah?”
“Dengan siapa?” balas Rasulullah.
“Kalau Anda mau dengan seorang gadis. Atau bisa juga dengan seorang janda.”, jawab Khaulah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, “Kalau dengan gadis siapa? Dan kalau janda siapa?”
Khaulah menjawab, “Kalau gadis, dia adalah putri dari makhluk Allah yang paling Anda cintai, yaitu Aisyah. Kalau
janda Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman pada Anda dan mengikuti Anda.”
Zainab berkata, "Wahai Rasulullah, saya masih belum yakin dirinya untuk diriku, sedangkan diriku adalah seorang
janda Quraisy."
Beliau berkata, "Sungguh aku telah meridhainya untuk dirimu." Kemudian Zaid bin Haritsah menikahinya.
Suatu ketika, Rasulullah SAW datang mengunjungi rumah Zaid. Namun beliau tidak menemukan Zaid di rumahnya.
Zainab, istri Zaid, datang menyambut Rasulullah untuk menghormatinya. Namun Rasulullah menolak untuk masuk ke
dalam rumah.
Zainab berkata, "Dia sedang tidak ada di sini wahai Rasul, masuklah sejenak!"
Tapi Rasulullah SAW tetap menolak tawaran Zainab untuk masuk ke dalam rumah. Ketika Zaid tiba, istrinya memberi
tahu tentang kedatangan Rasulullah ke rumah mereka.
"Tidakkah kau mempersilakan Rasulullah untuk masuk ke dalam?" kata Zaid.
"Aku sudah menawarkan padanya untuk masuk, tetapi beliau tetap menolak," jawab Zainab.
Pernikahan Zaid dan Zainab tidak berlangsung lama. Hubungan suami istri antara keduanya kurang harmonis. Zaid
kerap mengadukan masalah rumah tangga yang ia hadapi kepada Rasulullah. Bahkan ia meminta izin kepada Nabi
SAW hendak menceraikan Zainab.
Rasulullah berpesan. "Jaga baik-baik  istrimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah!"
 
Akan tetapi Zaid tidak kuat bertahan dalam biduk rumah tangga yang ia bangun bersama Zainab, ia pun menceraikan
istrinya.
Tak lama kemudian turunlah firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan
bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya,
dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah
mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu
telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." (QS Al-Ahzab:
37)
Dan setelah masa iddah Zainab berakhir, Rasulullah SAW berkata pada Zaid, "Pergilah dan pinanglah dia untuk
diriku!"
Kemudian Zaid pergi menemui bekas istrinya. "Rasulullah mengirimku untuk meminang dirimu," katanya.
Zainab berkata, "Aku tidak melakukan apa-apa hingga Tuhanku memerintahkan sesuatu."
Dan sungguh Al-Quran telah memerintahkan Rasulullah untuk menikahi dirinya. Rasulullah kemudian menikahi
Zainab dan memberinya sedekah sebesar 400 dirham.
Zainab pernah berkata, "Demi Allah, sungguh aku bukan seperti para istri Rasulullah SAW. Sesungguhnya mereka
istri yang diberi mahar dan para suami mereka dulunya adalah para kekasih. Dan Allah menikahkan diriku dengan
Rasul-Nya, dan hal itu termaktub dalam Al-Qur'an yang akan dibaca oleh setiap Muslim yang tidak dapat diganti dan
tidak pula dapat dirubah."
Zainab meriwayatkan sekitar 11 hadits dari Rasulullah SAW. Beberapa orang juga meriwayatkan darinya, di antara
mereka adalah Ummu Habibah binti Abu Sufyan, keponakannya (Muhammad bin Jahsy), Zainab binti Abu Salamah,
Kultsum bin Mushtalaq dan beberapa orang lainnya.
Zainab adalah seorang yang pandai menggunakan keahlian tangan. Dia menyamak kulit dan menjual apa yang telah
dibuatnya, kemudian memberi sedekah pada fakir miskin.
Aisyah pernah berkata, "Rasulullah SAW berkata, kalian yang paling cepat bergabung denganku adalah yang paling
panjang tangannya (bisa bekerja). Zainab adalah orang yang paling panjang tangannya, karena itu dia bekerja dengan
tangannya dan kemudian dia memberi sedekah dari hasil pekerjaannya itu."
Dalil paling kuat yang menunjukkan kebiasaan Zainab memberikan sebagian hartanya pada fakir miskin dan sikap
zuhudnya adalah apa yang dikatakan oleh Barzah binti Rafi’.
Ketika jatah pembagian harta keluar, Umar mengirimkannya pada Zainab binti Jahsy bagian harta yang menjadi
miliknya. Ketika dia mengunjunginya, Zainab berkata, "Semoga Allah mengampuni Umar bin Al-Khathab.
Sebenarnya saudara-saudaraku (sesama istri Nabi SAW) lebih berhak mendapatkan bagian harta ini dari pada diriku."
Para utusan berkata, "Tapi, semua ini untukmu wahai Zainab."
"Subhanallah," kata Zainab. Kemudian mengambil secarik kain dan mengantongi sebagian harta tersebut lalu berkata,
"Berikanlah padanya (Barzah binti Rafi’) sekantung dirham ini!"
Kemudian Zainab berkata pada Barzah, "Ulurkan dan masukkan tanganmu dalam kantung ini, lalu ambillah
segenggam dari dalamnya. Dan pergilah kau menuju Bani Fulan dan Bani Fulan, yang masih mempunyai kerabat
dengannya, dan beberapa anak yatim. Bagilah harta tersebut kepada mereka!"Kemudian Barzah berkata pada Zainab,
"Semoga Allah mengampuni anda, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah, kami juga merasa berhak dengan harta
tersebut."Zainab berkata, "Ya, bagian kalian yang ada di bawah kantung."Barzah mendapatkan di bawahnya 580
dirham. Zainab kemudian mengangkat tangannya ke langit, dan berkata, "Ya Allah, jatah pembagian harta dari Umar
tidak akan lagi menemui diriku pada tahun ini."

Anda mungkin juga menyukai