0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan2 halaman
1. Umar berinisiatif mencarikan jodoh untuk putrinya Hafshah yang menjadi janda setelah suaminya gugur di Perang Badar, dengan pertama menawarkannya kepada Usman namun ditolak
2. Kemudian Umar menawarkannya kepada Abu Bakar namun tidak mendapat respon, lalu diceritakan kepada Nabi yang berkata Hafshah akan dinikahi oleh yang lebih baik dari Usman
3. Ternyata Haf
1. Umar berinisiatif mencarikan jodoh untuk putrinya Hafshah yang menjadi janda setelah suaminya gugur di Perang Badar, dengan pertama menawarkannya kepada Usman namun ditolak
2. Kemudian Umar menawarkannya kepada Abu Bakar namun tidak mendapat respon, lalu diceritakan kepada Nabi yang berkata Hafshah akan dinikahi oleh yang lebih baik dari Usman
3. Ternyata Haf
1. Umar berinisiatif mencarikan jodoh untuk putrinya Hafshah yang menjadi janda setelah suaminya gugur di Perang Badar, dengan pertama menawarkannya kepada Usman namun ditolak
2. Kemudian Umar menawarkannya kepada Abu Bakar namun tidak mendapat respon, lalu diceritakan kepada Nabi yang berkata Hafshah akan dinikahi oleh yang lebih baik dari Usman
3. Ternyata Haf
Perang Badar meninggalkan kisah tersendiri bagi Umar bin al Khattab.
Pasalnya kini putri tercintanya Hafshah binti
Umar menjadi janda karena suaminya Khunais bin Hudzafah gugur bersama syuhada’ Badar lainnya di Madinah. Maka Umar pun berinisiatif mencarikan jodoh untuk sang buah hati dari istrinya Zainab bint Madz’un. Mula-mula ia mendatangi sahabat Usman bin Affan yang telah ditinggal wafat istrinya Ruqayyah binti Rasulullah Saw., “Jika engkau berkenan, aku akan menikahkan Hafshah denganmu,” tawaran Umar kepada Usman. Namun Usman masih perlu waktu satu hari untuk menimbang-nimbang tawaran Umar tersebut, dan keesokan harinya barulah Usman memberikan jawaban bahwa ia belum siap menikah lagi. Mendengar penolakan Usman, ia pun mendatangi Abu Bakar al Shiddiq, namun tidak ada respon sama sekali dari sahabatnya itu. Maka Umar pun menceritakan hal ini kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. berkata demikian kepada Umar, “Orang yang akan menikahi Hafshah binti Umar adalah orang yang lebih baik daripada Usman, dan Usman akan menikahi perempuan yang lebih baik dari pada Hafshah.” Jawaban Nabi Saw. tersebut ternyata benar, Hafshah binti Umar pun kemudian dilamar oleh orang yang jauh lebih baik dari pada Usman dan Abu Bakar yakni Baginda Rasulullah Saw sendiri. Sementara itu, Usman menikah dengan putri Rasulullah Saw. yakni Ummu Kultsum. Setelah Hafshah dilamar dan dinikahi Rasulullah saw. pada tahun ketiga Hijriyyah, Abu Bakar mendatangi Umar untuk mengklarifikasi perbuatannya yang hanya diam saja ketika Umar memintanya menikahi Hafshah. “Sungguh ketika itu, aku telah mengetahui bahwa Rasulullah Saw. pernah menyebut nama Hafshah, maka aku tidak ingin menyebar rahasia Rasulullah saw. itu. Jika Rasulullah Saw. tidak menikahi Hafshah, maka aku pasti akan menerima tawaranmu,” jelas Abu Bakar kepada Umar yang tidak ingin mendahului Rasulullah Saw. yang telah berniat menikahi Hafshah. Sayyidah Zainab selalu mengutamakan kedermawanannya pada orang-orang miskin daripada memanjakan dirinya sendiri dengan harta benda yang dimiliki. Sifat penyantun yang dimilikinya pun sudah ada sebelum beliau mengetahui bahwa dengan sifatnya dapat mendatangkan pahala dari Allah SWT. Dalam kehidupan beragamanya, Sayyidah Zainab termasuk kelompok wanita pertama yang memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, beliau menolak syirik dan menyembah berhala. Beliau juga selalu menjauhkan diri dari perbuatan Jahiliyah. Sebelum menikah dengan Rasulullah ketika masa Jahiliyah Sayyidah Zainab menikah dengan Thufail bin Harits. Namun, Thufail menceraikannya karena tak kunjung memiliki anak saat hijrah ke Madinah. Kemudian, untuk memuliakanya, saudara laki-laki Thufail, Ubaidah bin Harits, menikahinya. Ubaidah dikenal sebagai seorang prajurit penunggang kuda yang paling perkasa setelah Hamzah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib. Keperkasaannya dibuktikan hingga ia gugur syahid dalam perang Badar, Zainab pun kembali menjanda. Untuk melindungi dan meringankan beban kehidupan Sayyidah Zainab, Rasulullah pun menikahinya. Rasulullah luluh karena kebaikan hati dan lemah lembut Zainab terhadap orang miskin. Rasulullah selalu mendahulukan kepentingan kaum Muslimin, termasuk kepentingan Sayyidah Zainab. Wajah Sayyidah Zainab memang tidak terlalu cantik, tapi kecantikan hatinya yang membuat ia dinikahi Rasulullah. Beberapa sahabat juga enggan menikahinya setelah ia kehilangan Ubaidah sebagai pahlawan Badar. Baca juga: Kedermawanan Ri'lah binti Mudhadh, Istri Nabi Ismail Rasulullah SAW menikahi Sayyidah Zainab pada bulan Ramadhan tahun 3 Hijriyah. Nabi menikah dengan Sayyidah Zainab setelah beliau menikah dengan Sayyidah Hafshah binti Umar. Ath-Thabary, dalam kitab As-Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil Mu’minin pun menerangkan bahwa Rasulullah SAW menikahinya sebelum beliau menikah dengan Maimunah binti al-Harits ra. Ketika menikah, Rasulullah memberikan sebesar 10 uqiyah perak dan merayakan walimah dengan berbagai hidangan. Undangan pun tak hanya diberikan pada kaum berada, kaum dhuafa pun diundang dan duduk bersama menikmati hidangan yang disediakan. Biasanya, Rasul mengingkari gelar yang didapatkan ketika pada masa Jahiliyah. Tetapi, tidak dengan gelar yang didapatkan Sayyidah Zainab sebagai Ummul Masakin. Sayyidah Zainab juga dikenal selalu meringankan beban saudaranya, seperti perlakuan dia terhadap budaknya. Sayyidah Zainab memiliki seorang budak dari Habasyah. Seluruh budak yang dimilikinya tidak pernah diperlakukan layaknya budak. Perlakuannya terhadap budak diberikan seperti kerabat dekat. Hanya saja, kebersamaan Sayyidah Zainab dengan Rasulullah sebagai suami istri tak berlangsung lama. Hanya tiga bulan saja. Wafatnya Khadijah radhiallahu ‘anha menyisakan kesedihan yang mendalam di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terlebih wafat Khadijah hampir bersamaan dengan wafatnya sang paman, Abu Thalib. Dalam campur aduk suasana kesepian dan kesedihan, anak dan rumah yang kehilangan pengurusnya, para sahabat merasa sedih dan peduli dengan apa yang menimpa nabi. Mereka mengirim Khaulah bin Hakim as-Salimah radhiallahu ‘anha, istri dari Utsman bin Mazh’un, untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khaulah datang untuk memotivasi nabi, agar tertarik untuk menikah lagi. Khaulah radhiallahu ‘anha datang dan berkata kepada Nabi, “Hai Rasulullah, tidakkah Anda ingin menikah?” “Dengan siapa?” balas Rasulullah. “Kalau Anda mau dengan seorang gadis. Atau bisa juga dengan seorang janda.”, jawab Khaulah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, “Kalau dengan gadis siapa? Dan kalau janda siapa?” Khaulah menjawab, “Kalau gadis, dia adalah putri dari makhluk Allah yang paling Anda cintai, yaitu Aisyah. Kalau janda Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman pada Anda dan mengikuti Anda.” Zainab berkata, "Wahai Rasulullah, saya masih belum yakin dirinya untuk diriku, sedangkan diriku adalah seorang janda Quraisy." Beliau berkata, "Sungguh aku telah meridhainya untuk dirimu." Kemudian Zaid bin Haritsah menikahinya. Suatu ketika, Rasulullah SAW datang mengunjungi rumah Zaid. Namun beliau tidak menemukan Zaid di rumahnya. Zainab, istri Zaid, datang menyambut Rasulullah untuk menghormatinya. Namun Rasulullah menolak untuk masuk ke dalam rumah. Zainab berkata, "Dia sedang tidak ada di sini wahai Rasul, masuklah sejenak!" Tapi Rasulullah SAW tetap menolak tawaran Zainab untuk masuk ke dalam rumah. Ketika Zaid tiba, istrinya memberi tahu tentang kedatangan Rasulullah ke rumah mereka. "Tidakkah kau mempersilakan Rasulullah untuk masuk ke dalam?" kata Zaid. "Aku sudah menawarkan padanya untuk masuk, tetapi beliau tetap menolak," jawab Zainab. Pernikahan Zaid dan Zainab tidak berlangsung lama. Hubungan suami istri antara keduanya kurang harmonis. Zaid kerap mengadukan masalah rumah tangga yang ia hadapi kepada Rasulullah. Bahkan ia meminta izin kepada Nabi SAW hendak menceraikan Zainab. Rasulullah berpesan. "Jaga baik-baik istrimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah!"
Akan tetapi Zaid tidak kuat bertahan dalam biduk rumah tangga yang ia bangun bersama Zainab, ia pun menceraikan istrinya. Tak lama kemudian turunlah firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." (QS Al-Ahzab: 37) Dan setelah masa iddah Zainab berakhir, Rasulullah SAW berkata pada Zaid, "Pergilah dan pinanglah dia untuk diriku!" Kemudian Zaid pergi menemui bekas istrinya. "Rasulullah mengirimku untuk meminang dirimu," katanya. Zainab berkata, "Aku tidak melakukan apa-apa hingga Tuhanku memerintahkan sesuatu." Dan sungguh Al-Quran telah memerintahkan Rasulullah untuk menikahi dirinya. Rasulullah kemudian menikahi Zainab dan memberinya sedekah sebesar 400 dirham. Zainab pernah berkata, "Demi Allah, sungguh aku bukan seperti para istri Rasulullah SAW. Sesungguhnya mereka istri yang diberi mahar dan para suami mereka dulunya adalah para kekasih. Dan Allah menikahkan diriku dengan Rasul-Nya, dan hal itu termaktub dalam Al-Qur'an yang akan dibaca oleh setiap Muslim yang tidak dapat diganti dan tidak pula dapat dirubah." Zainab meriwayatkan sekitar 11 hadits dari Rasulullah SAW. Beberapa orang juga meriwayatkan darinya, di antara mereka adalah Ummu Habibah binti Abu Sufyan, keponakannya (Muhammad bin Jahsy), Zainab binti Abu Salamah, Kultsum bin Mushtalaq dan beberapa orang lainnya. Zainab adalah seorang yang pandai menggunakan keahlian tangan. Dia menyamak kulit dan menjual apa yang telah dibuatnya, kemudian memberi sedekah pada fakir miskin. Aisyah pernah berkata, "Rasulullah SAW berkata, kalian yang paling cepat bergabung denganku adalah yang paling panjang tangannya (bisa bekerja). Zainab adalah orang yang paling panjang tangannya, karena itu dia bekerja dengan tangannya dan kemudian dia memberi sedekah dari hasil pekerjaannya itu." Dalil paling kuat yang menunjukkan kebiasaan Zainab memberikan sebagian hartanya pada fakir miskin dan sikap zuhudnya adalah apa yang dikatakan oleh Barzah binti Rafi’. Ketika jatah pembagian harta keluar, Umar mengirimkannya pada Zainab binti Jahsy bagian harta yang menjadi miliknya. Ketika dia mengunjunginya, Zainab berkata, "Semoga Allah mengampuni Umar bin Al-Khathab. Sebenarnya saudara-saudaraku (sesama istri Nabi SAW) lebih berhak mendapatkan bagian harta ini dari pada diriku." Para utusan berkata, "Tapi, semua ini untukmu wahai Zainab." "Subhanallah," kata Zainab. Kemudian mengambil secarik kain dan mengantongi sebagian harta tersebut lalu berkata, "Berikanlah padanya (Barzah binti Rafi’) sekantung dirham ini!" Kemudian Zainab berkata pada Barzah, "Ulurkan dan masukkan tanganmu dalam kantung ini, lalu ambillah segenggam dari dalamnya. Dan pergilah kau menuju Bani Fulan dan Bani Fulan, yang masih mempunyai kerabat dengannya, dan beberapa anak yatim. Bagilah harta tersebut kepada mereka!"Kemudian Barzah berkata pada Zainab, "Semoga Allah mengampuni anda, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah, kami juga merasa berhak dengan harta tersebut."Zainab berkata, "Ya, bagian kalian yang ada di bawah kantung."Barzah mendapatkan di bawahnya 580 dirham. Zainab kemudian mengangkat tangannya ke langit, dan berkata, "Ya Allah, jatah pembagian harta dari Umar tidak akan lagi menemui diriku pada tahun ini."